🌾22.

Kayaknya memang enggak ada orang yang perlu dipercaya lagi di dunia selain ... diri sendiri.

"Ayah, Ona ada di sini nggak?" Bersama napas yang masih terengah-engah, tanpa mempedulikan sekujur tubuhnya yang sudah menggigil, Nebula langsung berlari memasuki rumah dan bertanya pada Karma yang baru saja berniat melangkah masuk ke dalam kamar.

"Kakak kok bisa basah kuyup begini? Kehujanan?" tanya Karma yang sontak saja membelalakkan kedua bola matanya usai tubuh Arcas mulai tampak di pelupuk mata.

"Ona di atas nggak, Ayah?!" seru Nebula yang langsung berlari menaikki tangga lantai dua. Tolong, Karma juga pasti mengerti soal apa yang sedang gadisnya alami sekarang.

Sesekali sang gadis mengembuskan napasnya kasar sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar dan berganti pakaian. Sip, kalau memang Halona tak ada di sana, bisa jadi Asya ngambek karena Halona curi-curi pulang.

Sambil mengambil napas paling panjang, Nebula pun langsung membuka pintu kamarnya dan berlari ke arah Halona yang masih sibuk menatap layar ponsel di bawah embusan pendingin ruangan. Membaringkan tubuhnya sambil menggenggam ponselnya tepat beberapa senti di atas wajah, kemudian selang tak lama gadis itu menoleh kala merasakan kehadiran seseorang yang tak lagi layak dilihat.

"Asya ke mana?"

"Tadi di bawah. Kayaknya masih main sama Nash," balas Halona santai.

"Anjir lo beneran nggak tau apa-apa atau gimana, sih, Na? Main hp aja terus, nggak usah peduliin gimana sekitar. Temen lo kenapa-napa di jalan pun kayaknya lo nggak bakal tau!"

Kebiasaan memang si Halona ini. Terlalu sibuk pada ponsel sampai lupa jikalau sekitarnya pun harus ia jaga. Terus kalau sampai Asya di jalan kenapa-napa, bisa Halona bertanggung jawab? Kalau gadis yang rajin kali mengepang dua rambutnya itu marah dan memutuskan pertemanan secara tiba-tiba, Halona juga enggak peduli karena ponsel jauh lebih penting dari segalanya?

"Apa? Kenapa? Oke gue telpon Sya. Lo ganti baju dulu aja biar nggak masuk angin, Bul. Habis itu makan es krim."

Nebula mengangguk kasar, lantas membalikkan tubuhnya dan mengambil kaos serta celana pendek untuk berganti. Baiklah, ia serahkan semuanya pada Halona. Kalau sampai ada yang terjadi pada Asya, maka ia tak mau tahu jikalau sahabatnya itu harus bertanggung jawab.

"Kayaknya Sya ngambek sama Nash. Tapi ... kalau dia kenapa-napa, eh nggak mungkin. Pasti dia sampe di rumah dengan selamat."

"Sejak kapan Sya ngambekkan karena diganggu anak kecil?" balas Nebula yang entah hanya membutuhkan beberapa detik untuk berganti pakaian.

Halona terdiam, lantas menggelengkan kepala saat sebuah operator kembali memberikan jawaban entah untuk yang ke berapa kali usai dirinya menelepon Asya.

"Nggak diangkat ...."

"Syaaa aaah, gara-gara lo, sih, Na."

"Ya, maaf."

Seolah tahu dengan kegaduhan yang sedang terjadi di kamar Nebula, sebuah notifikasi ponsel dari seseorang akhirnya muncul di layar ponsel Halona.

"Ona, maaf Sya pulang duluan karena Mama sakit."

Beberapa guratan sontak muncul di dahi Halona saat itu juga. Sakit? Bukankah tadi semua masih terlihat baik-baik saja?

"Kakk, ayo turun. Ini Arcas udah nungguin di bawah."

"Iya, Ayah!" balas Nebula yang langsung menarik pergelangan tangan Halona dari atas kasurnya.

"Ada Kak Arcas? Serius? Heh, gue nggak lagi mimpi 'kan?"

Nebula mengangguk. "Udah, lo mainin barang endorse atau seleksi yang mau bawa pulang terserah. Mau nemenin belajar inggris juga terserah."

"Ikut! Ada yang mau gue ... eh, udah yuk!"

Entah ini perasaan Nebula doang atau gimana, tapi yang jelas, sejak nama Arcas disebut untuk yang pertama kali di depan Halona, raut wajahnya mendadak berubah. Seolah ada beberapa keping bunga mawar yang turun menghujani wajah gadis berkucir satu itu.

Dalam diam Nebula meilirik ke arah Halona. Sedikit memicingkan mata seolah melihat sebuah informasi rahasia yang disimpan rapat oleh sang gadis. Sip, ini bukan hanya sekali. Apa jangan-jangan Halona sama Arcas selama ini sudah saling mengenal dan merencanakan sesuatu yang busuk untuk menjatuhkan Nebula?!

"Anjir!" pekik Nebula tanpa sadar.

Halona yang baru saja bersiap menggandeng Nebula turun seketika ikut tersentak. Tunggu ... apa jangan-jangan Nebula sedang bernegatif ria kalau ialah yang mengusir Asya—padahal katanya gadis itu pulang sendiri? Eh, enggak, ini pasti cuman halusinasi.

"L-lo ke-kenapa?" tanya Halona yang langsung bergerak maju lebih dulu agar bisa menghindar dari Nebula apabila apa yang ia pikirkan menjadi nyata.

Gini ... masalahnya kalau Nebula ngamuk, yang dipermainkan itu kamera. Lalu kalau sampai Halona diviralkan, reputasi dirinya sebagai sahabat baik yang selalu mendukung sang sahabat, terus enggak boleh main ke rumah Nebula lagi dan menerima hibahan barang endorse, gimana dong? Eh, oke. Ini cuman overthinking.

Halona sendiri juga enggak ngerti kenapa bisa dekat sama Nebula. Sudah begitu, mereka berdua sama-sama punya penyakit yang sama pula.

"Enggak, udah ayok kita turun," balas Nebula yang langsung meninggalkan Halona sendirian. Sip, ini namanya mencegah. Jadi, dia juga harus berhati-hati.

Hingga ketika keduanya sampai di area meja tamu, sesosok laki-laki berkaos putih polos dengan celana panjang sudah terduduk sambil membaca buku paket bahasa Inggris. Entah mungkin otaknya memang dilindungi oleh ilmu kepintaran sampai tak berasap usai menempuh pendidikan di sekolah.

Lagi dan lagi, Nebula terpaksa mengembuskan napasnya kasar kala mengingat apa yang harus ia lakukan hari ini.

"Ini bahasa Inggrisnya apa?" tanya Arcas yang entah sejak kapan sudah mengangkat sekotak susu cokelat dari bibi-bibi tua di rumah Nebula.

"Lo diem."

"Nggak jelas. Suruh jawab, tapi suruh diem. Crazy is right?"

"Lo jawab. Ona yang diem."

"Bilang, dong!"

"Udah, udah, jangan berantem dulu, wahai couple goals-ku," ucap Halona yang langsung berlari kecil dan duduk di hadapan Arcas.

"Brisik!" seru Arcas dan Nebula kompak.

"Jodoh emang nggak ke mana, ya, Kak. Tapi jangan sampe dilecehin dulu, loh." Astagfirullah, kedua bola mata Halona seketika terbelalak. Dia yang langsung mendapat tatapan sinis dari Arcas seketika terdiam di tempat sambil menutup mulutnya erat.

"Jawab dulu pertanyaan gue. Inggrisnya susu apa?" pekik Arcas yang langsung menarik pergelangan tangan milik Nebula secara paksa sampai sang gadis terduduk di sebelahnya.

"Lo nggak boleh galak! Gue bisa panggil ayah."

"Udah, Kak. Jangan gitu, nanti Nebul nangis," sahut Halona.

"Ona! Nggak boleh ngomong gitu!"

"Udah! Pulang aja kalau cuman mau ngajar sambil ngomel."

Ya ampun, untung saja lagi di rumah orang. Kalau enggak, mungkin Arcas akan melakukan hal yang lebih dari sekedar memutar bola matanya.

"Eh, jangan. Nanti Nebul belajar sama siapa?" tanya Halona yang seketika ikut panik. Bisa gila kalau sampai sahabatnya itu balik belajar bertiga. Asya yang jago bahasa Inggris saja sampai tak kuat menahan sabar, cuman Arcas yang rela masalahnya.

"Udah jawab aja milk!"  bisik Halona. Iya, tepat di depan wajah Arcas walau lirikan matanya mengarah pada Nebula.

"Halona Avisya, lo denger gue suruh ngapain tadi?!" ucap Arcas penuh penekanan di tiap katanya. Astaga, kalau saja ini bukan lagi di rumah orang, tak akan segan ia usir gadis menyebalkan itu dari sini!

"I-iya, gue diem."

"Salah, bukan itu lagian!"

Tuh, kan, bener dugaan Nebula. Bahasa inggrisnya susu itu bukan milk! Dasar, Halona! Sudah salah, masih saja berteriak paling kencang. Ia yakin, bahkan sangat kalau jawabannya kali ini pasti sudah diverifikasi oleh otak Asya.

"Cepet, apaan yang benernya?"

"Water white cream!" teriak Nebula tepat di depan wajah Arcas. Berharap lelaki itu puas, bahkan tak lagi menanyakan hal yang tak penting.

"Iya, betul sekali ...."

"Tuh kan! Gue emang udah pinter dan nggak usah belajar lagi," balas Nebula sambil mendongakkan kepalanya setinggi mungkin. Iyalah, kepintaran Karma memang menurun ke otaknya sejak lahir. Siapa coba yang bisa mengalahkan?

"Betul sekali kalau Miss. Sunshine nggak sanggup ngajarin lo. Dijebak dikit aja langsung oleng. Pantes nilai Inggrisnya selalu 30." Bibir Nebula seketika mengerucut—maju lima senti. Dasar, lelaki aneh! Kalau memang tahu salah, kenapa harus menyesatkan orang lain dulu?!

Selang tak lama, seperti tak bisa jauh-jauh dari layar ponsel, dengan sesegera mungkin gadis yang sering disapa Ona itu kembali menatap layar benda pipih itu.

Sambil mengerutkan kening, gadis itu sesekali melirik ke arah Arcas yang entah mengapa ikut memerhatikan layar. Kepala lelaki itu sontak mendongak dan menatap Halona tajam usai membaca notifikasi yang baru saja menampilkan diri di atas layar.

Langkah Nebula mendadak mundur beberapa kaki. Menatap kedua insan yang tampak seperti merencanakan sesuatu. Nebula yakin, bahkan sangat kalau pasti akan ada plot twist.

"Ayah ...," lirih Nebula yang langsung membuat Arcas dan Halona menoleh ke arahnya kompak. Jujur saja, ini pasti ada sesuatu yang aneh dari mereka.

"Ona, nggak mau gue viralin 'kan?" tanya Nebula yang masih melangkah mundur sampai punggungnya menyentuh pintu kamar Karma. Tangan sebelah kirinya terus bergerak lincah mencari gagang pintu, bersiap memanggil sang ayah atau mungkin mencari ponsel agar bisa merekam semua kejadian buruk.

Halona dan Arcas yang perlahan ikut bangkit dan bergerak menghampiri Nebula berhasil membuat jantung sang gadis kembali berdegup kencang. Mereka berjalan beriringan dengan langkah yang cepat sampai tak terasa—sudah berdiri tepat di depan tubuh Nebula.

"Ma-mau nga-ngapain?"

Haiii, astaga udah lama banget enggak up. Makasi banget buat yang udah nunggu dan masih sempet-sempetnya kirimin doa🥺💜

Maaf banget, beberapa minggu kemaren aku sekeluarga positif dan ngedrop banget, lalu ayahku baru aja dipanggil Tuhan, jadi maaf karena sekarang baru sembuh dan baru bisa ketemu lagi sama kalian.

Sebenernya tabungan Nebul udah lumayan banyak, karena walau enggak up, tapi dicicil juga. Cuman belom ada mood waktu itu. Bab ini jumlahnya sekitaran 1400 kata lebih 🙈

Kalian gimana kabarnya? Baik? I wish everything baik baik aja ya .... (ala-ala nebula)

Pokoknya kali ini aku cuman mau bilang, you guys are keren sangat (ala-ala nebul lagi). Strong banget udah bisa melangkah sampai di sini, udah mau bertahan.

Tetep semangat apa pun masalah hidupmu, rehat dulu kalau capek, nanti baru bangun lagi😝

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top