26. Just Kenzie.

Livian terus memeluk Ellina dan membawa Ellina pergi. Berkali-kali Ellina meronta namun tenaganya tak cukup kuat untuk melawan Livian. Hingga akhirnya mereka sampai di Transylvania. Pintu gerbang tinggi bewarna emas dengan ukiran bunga mawar yang tengah mekar. Livian membawa Ellina masuk dan membawa Ellina menuju kamarnya. Menghempaskan tubuh Ellina di atas tempat tidur dan mengunci pintu kamar. Livian menatap Ellina lama, membuat Ellina takut dan terus mundur saat Livian melangkah.

Livian mengulurkan tangannya, tersenyum hangat dan berucap lembut. "Aku tak akan menyakitimu, Ellina. Mendekatlah...,"

Ellina menggeleng dan terus mundur. Membuat Livian terus maju dan mendekati Ellina. Hingga tak ada ruang lagi untuk Ellina. Tubuhnya telah menabrak dinding dan Livian terus mendekat. Livian meraih tubuh Ellina dalam pelukannya. Memeluk erat tubuh Ellina dan tersenyum penuh arti.

"Tidak bisakah kau selalu disini bersamaku? Aku merindukanmu," ucap Livian.

Ellina menggeleng dan menahan takut dalam pelukan Livian. Berujar pelan dan mencoba menguasai ketakutannya. "Ti-tidak. Aku tidak bisa."

"Kenapa? Aku akan memberikan segalanya yang telah Reegan berikan. Tidak, aku akan memberimu lebih, jadi hiduplah bersamaku," Livian menatap kedua mata Ellina.

Ellina tetap menggeleng. "Tidak. Aku tak bisa."

Livian tersenyum. "Kau selalu teguh pada pendirianmu. Dan itu semakin membuatku ingin mendapatkanmu. Aku mencintaimu, Ellina."

Ellina tertawa kecil, membuat Livian menatap Ellina tak mengerti. "Tapi aku tak mencintaimu, Livian. "

Livian tertawa. "Kau menolakku? Apa yang kurang dariku? Apa aku kurang tampan?"

Ellina menggeleng lagi. "Tidak, kau sudah tampan. Tapi aku tetap tak bisa bersamamu."

Livian menggeram marah. "Kenapa?" tanya Livian dingin.

"Karena aku telah menikah dan hanya akan hidup bersamanya. Hanya akan hidup bersama Kenzie."

Livian tertawa kecil. "Menikah? Jangan bercanda,"

Ellina melepaskan tubuhnya dari jangkauan Livian. Mengangkat tangan kanannya dan tersenyum. "Kau tak lihat? Cincin ini, cincin pernikahan kami."

"Apa? Apa yang tak kupunya yang dia miliki? Aku bisa memberikan hal yang Reegan berikan padamu," Livian menggenggam kedua pundak Ellina kuat.

Ellina meringis merasakan guncangan tubuhnya dan sakit di remasan tangan Livian. Ellina hanya bisa diam saat Livian semakin marah dan mengangkat tubuh Ellina. Menghempaskan tubuh Ellina di atas tempat tidur dengan kuat lalu menindih tubuh Ellina. Ellina mencoba mendorong tubuh Livian yang berada di atas tubuhnya. Namun kekuatan Ellina tak cukup untuk melawan Livian.

"Katakan kau akan hidup bersamaku," ucap Livian dingin dan terus mencoba mencium bibir Ellina.

Ellina menggeleng kuat dan berusaha melawan Livian. Hingga kemarahan Livian memuncak dan menyakiti tubuh Ellina. Plakkk! Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Ellina. Ellina terdiam dan mengusap pipinya pelan. Air mata perlahan menetes namun Ellina hanya diam dan tak bersuara. Livian menatap tangannya yang telah menampar Ellina. Rasa sesal hadir saat melihat air mata Ellina.

Livian panik saat melihat merahnya pipi Ellina karena ulah tangannya. Mencoba meredakan tangis Ellina dan memohon maaf atas tak terkontrolnya emosinya. "Qu-queen, maafkan aku. Aku ... aku,"

Ellina menatap dingin wajah bersalah Livian. "Pergi. Tinggalkan aku sendiri."

Livian bangun dari atas tubuh Ellina. Menatap Ellina sedih karena berantakannya pakaian Ellina karena ulahnya. Berusaha menyentuh Ellina lembut namun Ellina hanya dingin menanggapi Livian. Ellina tertawa sinis dan membenarkan pakaiannya.

"Kau ingin tahu apa yang tak bisa kau berikan?" Ellina menatap dingin Livian.

Livian terhenyak. Menatap Ellina yang merapikan pakaiannya dan berusaha duduk dengan benar.

"Cinta, ketenangan dan kelembutan. Perlu kau tahu Livian, Kenzie tak pernah memperlakukanku dengan kasar. Kenzie tak pernah sekalipun mencoba menyentuhku dengan amarahnya. Kenzie tak pernah membuatku menangis atau pun menyakitiku. Kenzie tak pernah mencoba melakukan hal yang kau lakukan," Ellina menatap dingin Livian.

Livian diam dan membeku. Menyadari kesalahannya dan terlihat kelu. "Maaf, aku-"

"Tinggalkan aku sendiri jika kau tak ingin membiarkan aku pergi," jawab Ellina.

Bleedaaarrr! Suara ledakan keras terdengar dari arah depan kerajaan Transylvania. Livian menoleh dan beralih menatap Ellina sesaat.

"Aku akan memeriksanya. Jangan pernah pergi kemana pun. Tunggu aku disini,"

Tanpa menunggu jawaban Ellina, Livian melesat pergi dari kamarnya dan menutup pintu kamar. Berlari dengan cepat dan menuju halaman kerajaannya. Mata Livian berkabut merah saat melihat pintu gerbangnya di buka secara paksa. Ratusan prajuritnya tak sadarkan diri dan bahkan ada Ethan yang terluka.

"Oh, Raja Livian. Maaf telah membuat keributan," Raven membungkuk hormat dan tertawa sinis.

Livian menggertakkan giginya. Menatap tajam pada Raven. "Apa yang kau lakukan di kerajaanku?"

Raven tertawa kecil. "Hanya memberi sapaan kecil karena kelancangan prajuritmu yang tak mengijinkanku untuk masuk," jawab Raven tegas.

Livian tertawa kecil. "Dan kau membuat kerusakan di kerajaanku, Raven!"

"Aku memang akan menghancurkan kerajaanmu, Livian." tawa Raven menggelegar.

Raven menggerakkan tangannya dan seluruh benda yang ada di atas tanah bergerak naik. Livian menatap geram dan sudah mengeluarkan benang merahnya. Raven menepukkan kedua tangannya hingga semua benda berbenturan. Menciptakan ledakan dimana-dimana hingga kabut asap menebal. Livian maju dan mencambukkan benang merahnya. Menciptakan ledakan dan memukul Raven mundur.

Raven mundur namun kembali menyerang. Menciptakan suasana gelap di sekitarnya dan tertawa saat tubuhnya telah berada di belakang tubuh Livian. Raven mencengkeram leher Livian dari belakang dan mencoba melempar tubuh Livian. Tanpa Raven sadari, benang merah di tangan Livian telah mengikat tubuh Raven hingga saat tubuh Livian terlempar. Raven merasakan sengatan sakit di sekujur tubuhnya, kekuatannya menurun drastis hingga akhirnya tubuhnya mengikuti arah terlemparnya tubuh Livian.

Bummmmm! Suara ledakan terdengar keras akibat jatuhnya tubuh Livian dan Raven. Sisi kanan kerajaan Transylvania hancur dan terbakar. Taman indah penuh bunga telah hancur tak berbentuk. Livian bangun dan coba mengenakan kekuatan matanya. Mengendalikan Raven dengan tatapan matanya. Namun kekuatan Livian tak cukup kuat. Raven bangun dan tertatih. Kembali mengeluarkan kekuatannya dan menghantam Livian. Livian lari menjauh dan Raven mengikuti sambil terus mengeluarkan kekuatannya. Suara ledakan mengiringi langkah Livian hingga kehancuran semakin parah.

Livian mengubah benang merahnya menjadi sebuah cambuk. Melesat dengan cepat kearah Raven. Mencambukkan benang merah hingga tercipta ledakan keras. Tubuh Raven terpental jauh. Raven tertawa kecil dan mencoba bangun. Menggerakkan tangannya dan mengumpulkan aura kegelapan yang pekat ditangannya. Menciptakan sebuah pedang hitam yang tercipta dari aura kegelapan. Livian kembali maju dan menyerang. Raven mengayunkan pedangnya hingga bersentuhan dengan cambuk benang merah Livian.

Craaattttsss! Bummmmm! Bledaaarr!  Sebuah kilatan di sertai ledakan menggema. Bertemunya cambuk benang merah Livian dengan pedang kegelapan dari Raven menciptakan goyahnya tanah Transylvania dan ledakan keras. Cambuk benang merah Livian dan pedang kegelapan dari Raven sama-sama terhempas hingga menyebabkan dentuman keras. Sisi kiri kerajaan Transylvania runtuh. Semua hancur berantakan. Raven tersenyum di tengah napasnya yang memburu. Menyadari kerusakan Transylvania cukup parah.

Tanpa Livian dan Ethan sadari, Azzura telah lebih dulu menyelinap masuk kedalam Transylvania. Semua rencana telah tersusun rapi. Azzura menghancurkan Transylvania dari dalam dan mencari keberadaan Ellina. Hingga Azzura sampai pada sebuah kamar mewah yang tertutup rapi. Azzura membuka pintu dengan paksa. Membuat suara keras namun tak akan terdengar karena panasnya pertempuran Raven dan Livian.

Ellina mendongak takut saat pintu kamar terbuka secara paksa. Berdiri saat melihat yang berada di tengah pintu bukan Livian. Melainkan Azzura yang tengah tersenyum sinis menatapnya. Ellina menelan susah salivanya. Mencoba tegar dan menguasai rasa takutnya. Azzura masuk dan langsung mendekati Ellina. Tertawa kecil karena melihat ketakutan di wajah Ellina.

"Aku menemukanmu, Ratu Ellina. Ah, tidak, aku menemukanmu Ratu Peri Ellina," ucap Azzura dingin.

"Apa maksudmu?" tanya Ellina tak mengerti.

Azzura tertawa sinis. "Jangan bersikap layaknya orang bodoh yang lupa segalanya, Ellina. Kau bahkan menyegel kekuatanku dengan rentang hidupku!"

Ellina semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Azzura. Terlihat bingung dan menatap wajah dingin Azzura. "Apa maumu?"

Azzura menaikkan satu alisnya. "Membawamu pergi untuk melepaskan segel yang mengekang kekuatanku. Lalu aku akan membunuhmu!" Azzura berbisik pelan di telinga Ellina.

Tubuh Ellina kembali menegang. Berjalan mundur saat Azzura semakin mendekat. "Tidak. Aku tak akan pergi bersamamu, Azzura. Tak akan pernah."

"Hahaha, kenapa? Karena kau nyaman berada di Transylvania? Lalu kenapa kau tak tinggal bersama Livian saja? Dan lepaskan Reegan untuk hidup bersamaku."

Ellina ikut tertawa kecil. "Bukan. Tapi karena aku menunggu suamiku untuk menjemputku disini."

Azzura terlihat kesal mendengar perkataan Ellina. Dengan pasti Azzura menarik tangan Ellina hingga Ellina terjatuh. Menyeret Ellina keluar hingga Ellina penuh luka karena terkena pecahan guci yang Azzura hancurkan. "Kau tak akan bertemu Reegan, Ratu bodoh. Karena aku akan membawamu dan membunuhmu!"

Azzura terus menyeret tubuh Ellina. Berkali-kali Ellina meronta merasakan sakit di seluruh tubuh dan kakinya. Hingga akhirnya Azzura membawa Ellina pergi meninggalkan Transylvania. Membawa Ellina menuju kerajaan Lucifer bersamanya. Azzura melemparkan sesuatu ke langit saat jaraknya dengan Transylvania sudah cukup jauh. Benda tersebut bersinar putih sebelum akhirnya meledak dan kembali redup. Azzura tertawa senang menyadari rencananya dan Raven telah berhasil. Membawa Ellina bersamanya untuk menghancurkan segalanya.

Raven menatap Livian yang juga tengah menatapnya. Kerusakan dan asap mengepul dimana-mana. Transylvania sangat berantakan dan terlihat hampir tak berbentuk seperti sebuah kerajaan. Sebuah cahaya putih bersinar lemah. Raven yang melihat itu semua tersenyum penuh arti dan menatap Livian yang siap menyerang. Raven membungkukkan badannya hormat hingga membuat Livian bingung.

"Maaf atas kelancanganku menghancurkan kerajaanmu, Livian. Tapi kurasa kita tak bisa meneruskan ini mengingat Reegan dan pengawalnya akan datang sebentar lagi. Kurasa kau punya urusan untuk memperbaiki Transylvania sebelum Raja Besar Reegan datang untuk bertamu," Raven tersenyum dan langsung melesat pergi meninggalkan Transylvania.

Livian mulai bingung dengan sikap Raven yang tiba-tiba berubah. Namun dengan cepat Livian menyadari semuanya. Menatap kerusakan Transylvania dan kembali berlari masuk kedalam saat mengingat Ellina. Ethan menyusul Livian dan terhenti saat melihat Rajanya terpaku menatap kerusakan dalam kerajaannya. Semua barang pecah dan berserak. Belum lagi prajurit yang tewas karena terbakar meski tak sampai menjadi debu.

"Ellina," ucap Livian pelan dan berlari kencang menuju kamarnya.

Livian membeku saat menyadari pintu kamarnya yang telah rusak dan terbuka. Livian masuk dan mencari keberadaan Ellina namun yang ada hanyalah kamar kosong. Bau darah Ellina yang tercecer karena luka dari tubuhnya menyeruak di hidung Ethan dan Livian. Livian melihat darah Ellina yang di lantai dan langsung menggeram marah.

"Azzura! Bagaimana mungkin aku melupakannya. Dia membuat rencana menghancurkan Transylvania agar mengalihkan peehatianku pada Ellina. Dari awal tujuan mereka adalah Ellina."

"Lord," Ethan menunduk dan menyerahkan sebuah aksesoris milik Ellina.

Livian menerima itu dan menggengam erat. "Aku tak akan membiarkannya menyakiti Ellina. Tidak, Ellina tak boleh terluka meski hanya sedikit saja."

Kenzie dan empat pengawalnya turun di Transylvania. Ernest menurunkan Alvian dengan pelan karena menyadari pemulihan tubuh Alvian belum selesai. Mereka semua bingung saat melihat kerusakan Transylvania. Bangunan Transylvania benar-benar hancur dan kebakaran dimana-mana. Alvian maju karena merasa bertanggung jawab atas hilangnya Ellina yang di sebabkan oleh kakaknya. Alvian mengambil sebuah batu kecil dan mengenggam erat. Menatap kebelakang untuk meminta persetujuan Kenzie dan menatap kesiapan tiga temannya.

Kenzie mengangguk dan memerintah tegas. "Lakukan!"

Alvian menundukan kepalanya dan kembali menatap kedepan. Menatap bangunan tengah Transylvania yang masih berdiri diantara bangunan yang runtuh lainnya. Alvian melemparkan batu ditangannya dengan kencang. Lalu menatap untuk kejadian selanjutnya. Tek! Buuumm! Batu kecil itu menerobos dan meledak keras. Membuat bangunan tengah Transylvania terbakar dan ikut meledak. Alvian kembali mundur dan berdiri di samping Kenzie. Menunggu dengan siap untuk pertempuran selanjutnya.

Livian dan Ethan menoleh saat mendengar ledakan tersebut. Berjalan keluar dengan cepat dan kembali melihat kerusakan bagian tengah kerajaannya.

"Siapa lagi yang membuat kerusakan di kerajaanku?" tanya Livian dingin.

Ethan dan Livian membeku saat melihat Kenzie dan empat pengawalnya tengah berdiri menatapnya. Kenzie maju selangkah dan menatap dingin Livian dengan sangat tajam.

"Dimana Ratuku?"

Livian hanya bisa diam melihat raut wajah Kenzie. Diamnya Livian membuat Kenzie semakin murka.

"Dimana Ratuku, Livian?! Aku datang untuk menjemput Ratuku!"

"Dia tak berada disini, Reegan...," jawab Livian tegas.

Kenzie melengos."Jangan bercanda Livian. Aku tahu kau membawa Ratuku karena otak gilamu yang berpikir dapat menguasai Ratuku."

"Dia benar-benar tak ada disini, Reegan," ulang Livian.

"Apa aku sudah terlalu sabar menghadapi kalian? Hingga kalian bersikap angkuh di hadapanku!"

Kenzie mengulurkan tangannya ke atas. Membuat petir besar dan langsung menyerang Livian. Ethan ikut menyerang dan pilihannya jatuh pada Alvian. Namun dengan sigap Lykaios menahan serangan Ethan dan mengambil alih pertarungan. Alvian, Ernest dan Aaric masuk ke Transylvania dan mencari keberadaan Ellina. Mereka berpencar agar pencarian lebih mudah dan lebih cepat.

Lagi-lagi Livian tersungkur. Kenzie tersenyum sinis dengan api hitam dari neraka di tangannya. Mendekati Livian yang berusaha bangun dan menjauh dari Kenzie. Sedangkan Ethan juga tengah menghadapi Lykaios dengan sungguh-sungguh. Kekuatan Lykaios cukup menekan Ethan mundur karena perbedaan kekuatan yang sangat jauh. Lykaios dengan sangat mudah mengalahkan Ethan.

Kenzie menatap Livian dengan tatapan marah. Mengarahkan tangannya pada kening Livian yang terpaku ketakutan. "Katakan dimana Ratuku? Katakaannn!!!"

Petir menyambar seiring emosi Kenzie yang tersulut. Langit mulai bergemuruh dengan petir yang selalu bersahutan. Livian menelan air ludahnya susah saat tangan Kenzie tepat diatas keningnya. "Di-diia tak lagi bersamaku. Raven dan Azzura menculiknya dariku, beberapa saat yang lalu."

Kenzie tersenyum sinis. "Jangan bercanda, Livian. Kau tahu nyawamu ada di tanganku! Saat tanganku menyentuh keningmu, api hitamku akan dengan sangat mudah membakar tubuhmu hingga hangus. Kau akan menghilang tanpa jejak dan tak bisa di bangkitkan kembali,"

Livian samakin ketakutan. "Ampun Yang Mulia Lord, a-aku benar-benar tak tahu. Ratu Ellina memang benar bersamaku beberapa saat yang lalu. Tapi Raven dan Azzura datang membuat kehancuran di Transylvania dan membawa Ratu Ellina bersamanya."

Alvian, Ernest dan Aaric kembali. Mereka saling bertatapan karena tak berhasil menemukan Ellina. Dengan cepat mereka menghadap Kenzie yang tengah ingin membunuh Livian. Alvian yang melihat itu semua tergopoh-gopoh untuk memohon kemurahan hati Kenzie.

"Yang Mulia Lord," Alvian bersujud tepat di samping Kenzie. "... mohon kemurahan hati Yang Mulia pada kakak hamba. Hamba tahu ini tak pantas, tapi hamba tetap memohon. Yang Mulia, hamba akan mempertaruhkan nyawa hamba untuk melindungi Ratu Ellina sebagai gantinya. Mohon ijinkan kakak hamba untuk tetap hidup,"

Kenzie terdiam melihat Alvian yang bersujud berkali-kali.

"Al-alvian," ucap Livian pelan melihat adiknya yang tengah memohon pengampunan untuk keselamatannya.
Ernest maju dan menundukkan kepalanya. "Yang Mulia, kami tak menemukan keberadaan Ratu Ellina di dalam Transylvania. Namun ada darah Yang Mulia Ratu di lantai dan bau dari klan iblis sangat kuat tercium,"

"Itu benar Yang Mulia. Kita harus segera pergi dan menyelamatkan Ratu dari tangan mereka. Kita harus ke kerajaan Lucifer segera," Aaric menambahkan dan ikut menunduk.

Kenzie mendengarkan dengan seksama. Amarahnya mereda dan mengingat keselamatan Ellina yang lebih terancam jika berada di tangan Azzura dan Raven Thian. Kenzie melepaskan tangannya dan api hitam dari neraka perlahan menghilang. Langit kembali cerah dan semua terlihat jelas. Di kejauhan sana, Lykaios tengah bersenang-senang dengan mempermainkan Ethan. Berkali-kali Ethan memohon untuk tetap hidup dan meminta pengampunan.

"Aku sangat marah saat melihat temanku terluka karenamu. Haruskah aku melenyapkanmu sekarang? Mengingat banyaknya tikus kecil yang harus kami berantas," ucap Lykaios dingin.

Aaric berlari dan berpindah tempat dengan cepat. Menahan tangan Lykaios dan menatap datar pada Ethan. "Kita harus pergi sekarang. Ratu berada di Lucifer. Lupakan tikus sialan ini karena keselamatan Ratu lebih penting."

Lykaios menoleh dan melepaskan Ethan begitu saja. Kembali berkumpul dan menatap Kenzie yang tengah menunggunya. Kenzie menatap Alvian sendu.

"Bangunlah. Kita harus segera pergi."

Alvian bangun dan mengucapkan terimakasih berkali-kali. Berjalan mendekat namun tertahan saat Livian memanggilnya.

"Alvian," panggil Livian pelan.

Alvian menoleh sesaat. "Aku melakukannya karena tak ingin menjadi Raja saat kau mati, Raja Transylvania. Itu akan sangat merepotkan dan mengganggu kesenangan hidupku yang nyaman."

Tanpa kata lagi, Alvian meninggalkan Livian yang terpaku. Menatap punggung Alvian dan senyum tiga temannya yang menepuk pelan bahu Alvian. Detik berikutnya Livian melihat Ernest yang menggendong Alvian dan terbang.

"Kau selalu menyelamatkanku, adikku."

Livian tersenyum simpul dan menatap aksesoris Ellina di tangannya. "Kini aku mengerti apa yang kau ucapkan. Cinta, ketenangan dan kelembutan. Kau benar, Ellina. Aku tak memiliki itu semua. Tapi kau selalu hidup bersama mereka yang entah sejak kapan memiliki itu semua."

Livian mencium aksesoris Ellina dan kembali menyimpannya. Menatap kesal pada kehancuran Transylvania.

====================================

Typo belum di perbaiki. Mohon pengertiannya karena part ini di tulis dengan cepat.

Livian Agler.

Aaric Leighton Blade dalam bentuk manusia serigala.

Alvian Raitrama.

Lykaios Canuto.

Ernest Avram.

Kenzie Alexis Reegan.

See you next time.

=Ellina Exsli =

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top