25. Beach.

================================

"Ahahahhaha," Alvian tertawa sambil memegang perutnya. Lalu setelah itu ia keluar dari ruangan Ernest.

"Dia benar-benar gila," ucap Lykaios sambil melihat punggung Alvian.

"Pppffffff," Aaric hanya menahan tawanya dan mengikuti jejak Alvian.

Tak lama Lykaios pun menyusul. Meninggalkan ruangan Ernest dengan pelan. Ikut tersenyum kecil dan menantikan teriakan Ernest pagi ini. Ernest baru saja keluar dari kamar mandi. Membuka lemarinya dengan lebar dan tertegun dengan semua isi dalam lemarinya. Seketika raut wajah Ernest berubah dan langsung berteriak kencang.

"Alviiiiaaannnnn! Aku akan membunuhmu!"

Burung-burung terbang mendengar teriakan keras Ernest. Ernest keluar dari kamarnya dan langsung melesat mencari sosok Alvian. Alvian, Lykaios dan Aaric yang mendengar teriakan Ernest hanya bisa tertawa dan langsung keluar menuju taman Hyroniemus. Mereka berlari dan langsung bersembunyi di balik pohon dan ada juga yang rela bersembunyi di bawah meja. Ellina dan Kenzie yang melihat mereka hanya bisa menahan tawa. Duduk di sebuah kursi dan ingin melihat kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ernest terus mencari hingga matanya menangkap kepala dengan rambut putih yang bersembunyi di balik pohon. Dengan pelan Ernest menarik rambut tersebut hingga sang pemiliknya keluar dan menoleh.

"Lykaios, bangsat aku tak membutuhkanmu!" Ernest menyingkirkan Lykaios begitu saja hingga Lykaios terjungkal kebelakang. Detik berikutnya Ernest dengan sengaja menginjak perut Lykaios hingga membuat Lykaios menahan napas untuk beberapa detik.

Aaric yang melihat itu semua dari atas pohon hanya bisa tertawa karena melihat ekspresi Lykaios. Dengan cepat turun dari atas pohon namun karena kesalahan kecil Aaric terjun begitu saja dan jatuh diatas tubuh Lykaios. Lykaios lagi-lagi merasakan sakit dan menahan napasnya. Tubuh berat Aaric cukup memberi tekanan pada perut Lykaios.

"Ahh," Aaric mengangkat wajahnya yang sukses terantuk dada Lykaios. Dengan perlahan Aaric menatap mata Lykaios yang tengah menatapnya tajam. Hingga beberapa detik mereka saling berpandangan. Aaric hanya tertawa kecil sambil tetap memandang Lykaios.

"Mau sampai kapan kau berada di atas tubuhku, brengsek?! Apa kau tengah menikmati wajahku? Menyingkir dari atas tubuhku," ucap Lykaios kesal.

Lykaios langsung mendorong tubuh Aaric ke samping. Bangun dan bergidik ngeri saat mengingat wajah Aaric yang memandangnya tadi. Lykaios membersihkan tubuhnya, memandang Aaric sesaat yang tertawa karena melihat kekesalan Lykaios. Lykaios hanya bisa mendengus sebal lalu berjalan mencari Ernest dan Alvian.

"Sialan, kenapa jadi aku yang mengalami ini semua? Harusnya Alvian yang menerima ini semua. Aku harus memastikan Alvian bertemu Ernest," ucap Lykaios sambil berlalu meninggalkan Aaric.

Ernest masih sibuk mencari Alvian. Ellina dan Kenzie hanya tertawa sambil menikmati teh melihat keempat pengawalnya. Ernest berlalu dari sebuah gazebo kecil dan kemudian mundur lagi saat melihat sosok Alvian duduk menahan tawa di bawah meja. Ernest dengan pelan mengeluarkan kekuatannya dalam senyap. Lalu mengarahkan pada Alvian yang masih terkikik tanpa mengetahui bahwa Ernest telah menemukannya.

Craaattttsss! Sebuah api berbentuk petir merambat tepat di tubuh Alvian.  Alvian berjengkit kaget dan langsung berdiri. Duukkk! Kepala Alvian membentur meja dengan keras. Alvian meringis menahan sakit di kepalanya. Membuat Aaric dan Lykaios tertawa keras. Terlebih pada wajah hitam Alvian yang gosong karena api dari Ernest.

"Ernnneeessstt," Alvian berteriak kencang. Memegang kepalanya dan mengusap noda hitam di wajahnya.

"Apa?" jawab Ernest tanpa rasa bersalah.

"Kau keterlaluan!" Alvian mendekat dan memukul dada Ernest. Membuat Ernest mundur dan memegang dadanya jijik.

"Menjauh dariku, brengsek! Kau terlihat seperti gadis yang tengah merajuk," ucap Ernest kesal.

"Hahaha," Lykaios, Aaric, Ellina dan Kenzie tertawa keras melihat tingkah Ernest dan Alvian.

"Kau, kenapa kau melakukan ini? Ah, sial. Wajah tampanku," Alvian masih mengelap wajahnya.

"Kau dulu kan yang mulai? Kenapa kau menukar semua pakaianku dengan bikini?" Ernest menatap kesal.

"Bikini?" ulang Ellina. Kenzie menoleh karena tak mengerti kata yang baru saja terucap tersebut.

Aaric dan Lykaios mengangguk menanggapi pertanyaan Ellina. "Alvian menukar semua pakaian Ernest," ucap Aaric.

"Hahahah," Lykaios tertawa lagi saat membayangkan Ernest mengenakan bikini.

"Queen, apa itu bikini?" tanya Kenzie.

Ellina tertawa kecil menanggapi pertanyaan Kenzie. "Ah, itu adalah pakaian dalam wanita yang sangat seksi," jawab Ellina di sela tawanya.

Detik berikutnya Kenzie tertawa terbahak-bahak. Diikuti oleh Aaric dan Lykaios. Dan mereka semakin tertawa saat melihat pertengkaran Ernest dan Alvian.

"Itu karena kita akan ke pantai hari ini. Jadi-" kata-kata Alvian terhenti saat Ernest sudah terlihat murka.

"Apa maksudmu, brengsek? Kau pikir aku akan menggunakan bikini? Kau pikir aku seorang gadis? Pangeran bodoh ini, aku akan membunuhmu!" Ernest mengunci kepala Alvian dengan tangannya. Menekan kuat hingga Alvian sulit bernapas.

"Ah, ahk, sakit bodoh! Ah,  idiot Ernest, kau bisa membunuhku," Alvian berusaha melepaskan kepalanya dari cengkeraman tangan Ernest.

Ernest tetap berusaha mengunci kepala Alvian. "Aku memang akan membunuhmu, brengsek. Kau begitu menyebalkan...,"

"Ahk, ampun Ernest. Ampun," Alvian memohon dan berusaha melepaskan kepalanya.

"Bagus, memohonlah agar tetap hidup," Ernest baru melepaskan kepala Alvian setelah Alvian memohon.

Alvian terbatuk dan memegang lehernya. Bernapas lega dan menatap kesal Ernest. "Idiot satu ini, ahk aku harus benar-benar memberinya pelajaran."

Waktu berlalu, saat ini mereka semua tengah bersiap-siap untuk pergi kepantai. Semua berkumpul dengan semangat dan saling tersenyum senang. Ini akan menjadi pengalaman berlibur bersama layaknya piknik keluarga. Diantara semua orang, hanya Alvian yang terlihat paling bahagia. Dalam hidupnya, ini akan menjadi yang pertama kali pergi berlibur untuk bersenang-senang bersama teman, Raja dan Ratunya. Tak ada yang berbeda disini, sebuah sekat tipis yang membedakan kedudukan mereka telah terhapus. Ya, semua karena Ellina. Karena Ratu yang selalu menganggap mereka keluarga. Keluarga besar yang saling menyayangi dan melindungi.

Kenzie memeluk tubuh Ellina, membawa Ellina terbang tinggi untuk menuju sebuah pantai. Ernest, Aaric dan Lykaios menyusul dengan semua barang di tangan masing-masing. Sedangkan Alvian telah siap dengan tas ransel di belakang punggungnya dan memilih untuk berlari. Semua dalam perjalanan, saling mengamati dan melindungi. Hingga mereka sampai di sebuah pantai asri yang terlihat indah dengan semua pemandangan yang mengesankan.

Kenzie baru saja turun, melepaskan pelukannya dan Ellina langsung berlari menuju pantai. Berteriak senang dan mulai bermain air. Aaric, Lykaios dan Ernest juga baru tiba. Mereka meletakkan semua barang-barang dan menyiapkan segalanya. Menggelar tikar tipis, menghidangkan makanan, minuman dan camilan. Alvian baru saja datang, turun dari sebuah pohon lalu berjalan santai dan tersenyum manis. Menatap Ellina yang telah tertawa bahagia bermain air.

Kenzie berjalan menyusul Ellina, memeluk tubuh Ellina dan menghirup dalam aroma tubuh Ellina. Sedangkan keempat pengawalnya tengah sibuk menyiapkan sesuatu. Terlihat sibuk dengan semua tugas-tugas yang telah mereka ambil. Tiga puluh menit berlalu, hingga semuanya siap. Lykaios berjalan mendekati Kenzie dan Ellina. Menunduk hormat dan tersenyum penuh arti.

"Lord, semuanya telah siap. Kita bisa memulai sekarang," ucap Lykaios.

Kenzie dan Ellina menoleh. Senyum manis terukir di bibir tipis Kenzie. "Kita akan mulai," ucap Kenzie.

Kenzie menggenggam tangan Ellina dan berjalan mengikuti Lykaios. Semua telah berbaris dengan semua nampan ditangan masing-masing. Ellina menatap tak nengerti saat melihat nampan Ernest dan Alvian. Baju kebesaran Kenzie dan dirinya, terlipat rapi diatas nampan, lengkap dengan mahkota dan semua aksesorisnya. Lykaios membuat dua buah portal pembatas. Memberi waktu untuk Kenzie dan Ellina memasuki portal tersebut. Ernest dan Alvian menunduk hormat lalu menyerahkan pakaian di atas nampan mereka. Kembali mundur saat Kenzie dan Ellina menerima pakaian tersebut.

Sepuluh menit kemudian, Ellina dan Kenzie keluar lengkap dengan semua pakaian kebesaran Hyroniemus. Rambut panjang Ellina tergerai lengkap dengan mahkota biru di kepalanya. Empat pengawalnya berbaris menunduk saat Kenzie menggandeng tangan Ellina. Berjalan menuju altar yang telah Ernest siapkan, lalu berhenti pada sebuah meja bertabur bunga dan kotak cincin di atasnya. Lykaios maju dan membukakan kotak cincin tersebut. Membuat Ellina mengernyit dan menaikkan satu alisnya.

"Tuan, ini...,"

"Queen, menikahlah denganku, hari ini, dan untuk selamanya kita akan hidup bersama," potong Kenzie sambil mengambil sebuah cincin bertabur berlian indah.

Ellina mematung saat tangan Kenzie menunggu tangannya terulur. Keempat pengawalnya juga menunggu jawaban Ellina dengan waswas. Ellina menatap ragu pada cincin di tangan Kenzie. "Tapi aku masih sekolah, Tuan. Aku-"

"Tak apa Queen," Kenzie tersenyum lembut. "... tak akan ada yang tahu jika kau telah menikah kecuali keempat pengawalmu. Mereka akan merahasiakan semuanya dari teman sekolahmu," tambah Kenzie.

Ellina menatap Aaric, Alvian, Ernest dan Lykaios bergantian. Mereka semua mengangguk setuju dan tersenyum. Ellina kembali menatap Kenzie yang masih menunggu. "A-apakah aku akan berubah menjadi seperti kalian? Maksudku, tak lagi menjadi manusia murni,"

Semuanya terdiam. Terlebih Kenzie tak tahu harus mengatakan apa. "Kau memang telah berubah, Queen. Kau tak lagi manusia murni. Maaf karena selalu merahasiakan semuanya darimu," ucap Kenzie di dalam hati.

"Tuan," Ellina memanggil Kenzie yang masih terpaku.

Kenzie menatap Ellina sendu. "Dalam Hyroniemus, saat aku mengumumkan kau adalah Ratuku, saat itu juga aku telah menikahimu. Dan semua akan lebih sempurna saat darah kita bersatu. Namun aku ingin melakukannya dengan benar, dengan caramu, Queen. Aku-"

"Ssstttt," Ellina meletakkan satu jari telunjuknya di bibir Kenzie. "Tuan, apakah rasanya sakit? Saat kita bertukar darah, maksudku ... aku,"

Cup! Tanpa menunggu perkataan Ellina selesai, Kenzie mencium bibir Ellina sekilas. Memeluk tubuh Ellina erat dan tersenyum simpul. "Tidak, Queen. Sama sekali tidak sakit. Apa kau mau mencoba?" tanya Kenzie.

Ellina mengangguk dalam pelukan Kenzie. Membuat Kenzie semakin tersenyum senang. Aaric, Alvian, Lykaios dan Ernest juga bernapas lega. Kenzie melepaskan pelukannya dan memasangkan cincin berbentuk mahkota tersebut di jari manis Ellina. Kini giliran Ellina, mengambil sebuah cincin simpel pasangan cincinnya dan menyematkannya di jari manis Kenzie. Semua bertepuk tangan, tersenyum senang karena semua rencana berjalan lancar.

"Aku tak akan membuat pernikahan yang sama persis dalam duniamu, Queen. Kau hanya perlu berjanji untuk hidup bersamaku dan mereka berempat cukup menjadi saksi," ucap Kenzie pelan sambil memandang empat pengawalnya.

Ellina bingung dengan maksud Kenzie. "Berjanji?"

Kenzie mengangguk. "Berjanjilah untuk terus hidup bersamaku dan hanya denganku. Bagiku, janjimu adalah mutlak untuk seumur hidup kita, Queen."

Ellina tersenyum dan mengangguk. "Aku berjanji akan terus hidup bersamamu, Tuan. Seumur hidupku dan hanya bersamamu."

Kenzie tersenyum senang. Memeluk erat tubuh Ellina dan mencium puncak kepala Ellina berkali-kali. Pelahan turun dan menghirup aroma tubuh Ellina. Mata Kenzie berubah merah perlahan lalu menjadi abu-abu, seiring dengan dua taring yang tumbuh lebih panjang. Kenzie menancapkan taringnya di leher Ellina, mengisap sedikit darah Ellina dan menyalurkan energi kehidupannya yang tak terbatas. Ellina terkejut dan menahan pedih di lehernya, namun menit berikutnya semua rasa sakit itu hilang bersamaan dengan selesainya hal yang Kenzie lakukan.

Ellina meraba lehernya, pada tempat bekas gigitan Kenzie. Namun semua telah tertutup rapi dan kembali normal. "Apakah sudah siap?"

Kenzie menggeleng. "Kau belum meminum darahku, Queen...," Kenzie tersenyum melihat ekspresi Ellina yang tiba-tiba berubah. Dengan pasti Kenzie mengigit bibir bawahnya dan mengumpulkan semua darahnya yang keluar. "Aku harus melakukan ini lagi, Queen. Karena kau belum mengetahui bahwa darahku telah ada dalam tubuhmu. Bahwa dirimu, memang bukan manusia biasa lagi,"

Detik berikutnya Kenzie mencium bibir Ellina. Memindahkan semua darahnya pada mulut Ellina. Cahaya putih dan biru kembali menyelimuti. Bersinar sangat terang hingga membuat Lykaios, Ernest, Aaric dan Alvian menutup mata sesaat.

"Ini aneh, bukankah darah Lord telah bersatu dengan darah Ratu sebelumnya?" tanya Aaric sambil menatap cahaya putih dan biru yang perlahan memudar.

"Ini terjadi untuk pertama kalinya," sambung Lykaios.

"Pertukaran darah kedua, saat Ratu telah menjadi Ratu Peri dan saat darah lainnya belum kuat di tubuh Ratu. Hal besar akan terjadi," ucap Ernest jelas, membuat tiga temannya menatapnya.

"Hal besar? Maksudmu...," Alvian tak melanjutkan kata-katanya dan memilih untuk mendengar jawaban Ernest.

"Lord memindahkan energi kehidupannya dalam tubuh Ratu, saat Ratu telah menjadi Ratu Peri. Aku tak tahu hal besar apa yang akan terjadi, tapi ... mereka akan hidup abadi bersama. Darah manusia Ratu akan meregenerasi dan menjadi darah lain dalam tubuhnya. Itu tandanya-"

"Klan lain akan menjadi sangat ingin untuk membunuh Ratu. Bukan lagi karena Ratu lemah, tapi karena kekuatan Ratu juga menjadi tak terbatas sama seperti Lord," sambung Lykaios.

"Wow," ucap Alvian dan Aaric bersamaan.

Acara pernikahan itu telah usai, mereka semua tertawa bahagia menyusuri pantai dan bermain bersama. Tak ada raut kekhawatiran disana, hingga tanpa mereka sadari. Diatas sebuah pohon yang tinggi, Livian menyaksikan keasyikan mereka bermain bersama. Menatap Ellina dan Kenzie yang tertawa bahagia dan bermain tanpa ada jarak pembatas dengan bawahannya. Lalu beralih menatap Alvian, menyaksikan tawa Alvian yang belum pernah ia lihat. Senyum lepas itu, raut wajah bahagia itu, Livian tak pernah menyaksikan itu semua sebelumnya.

Dua jam berlalu, mereka semua selesai bermain air di pantai. Kini mereka duduk bersama menikmati makanan yang telah mereka siapkan sebelumnya. Semua lengkap dengan pakaian normal dunia manusia dan dengan gaya santai masing-masing. Sesekali mereka tertawa karena melihat Alvian yang selalu menawarkan bikini pada Ernest. Makan bersama layaknya sebuah keluarga yang tengah piknik di tempat spesial. Tawa mereka semakin lepas saat melihat Ernest yang lagi-lagi berkata bahwa Alvian adalah Pangeran jadi-jadian. Membuat Alvian hanya bisa mendengus sebal dengan semua yang Ernest ucapkan.

Brukkkkkk! Sebuah suara hentakan kaki terdengar keras. Mereka semua menoleh pada asal suara. Mata mereka membulat saat menyaksikan pasukan iblis yang tak terhitung jumblahnya. Bahkan mereka semua telah siap untuk menyerang. Alvian, Lykaios, Ernest dan Aaric langsung berdiri dan waspada. Kenzie dengan sigap menarik dan melindungi Ellina. Menatap tajam pada setiap pergerakan musuh.

"Ah, sial. Liburan bahagiaku, kenapa mereka tak pernah membiarkan kita bersenang-senang sebentar?" Alvian mengeluh dengan tangan yang masih memegang sebuah apel merah.

"Cukup lenyapkan saja para tikus-tikus pengganggu ini," jawab Lykaios.
"Wah, wah, wah, kalian sedang bersenang-senang ya?"

Sebuah suara berat menyapa mereka dari belakang. Mereka semua sontak melihat kebelakang untuk memastikan suara tersebut. Kenzie tersenyum sinis namun tetap memeluk tubuh Ellina dengan erat. Alvian dan Aaric langsung berdiri disamping Kenzie dan Ellina. Lykaios dan Ernest berjaga membelakangi mereka dari seluruh pasukan yang siap menyerang.

"Lagi-lagi kau Raven. Tak bosan membuat keributan dengan kami?" tanya Kenzie dingin.

Raven hanya tertawa kecil. "Tidak sebelum aku membunuh Ratumu, Reegan. Dan ah, pakaian apa yang kalian kenakan? Celana pendek, baju itu,"

"Hei, tikus idiot. Kau itu bodoh sekali ya? Kau tak pernah lihat pakaian begini? Ini lagi ngetrend," jawab Alvian memotong perkataan Raven.

"Pppfffff," Ernest, Lykaios dan Aaric menahan tawanya. Membuat Raven semakin kesal karena kelancangan Alvian.

"Tentu saja tak pernah. Dia kan hanya hidup dalam gelap. Dia tak akan tahu model pakaian keren diluar sana," sambung Ernest cepat, membuat suasana jadi memanas.

"Lancang! Beraninya kalian-" ucapan Raven lagi-lagi terpotong.

"Bagaimana denganmu, Raja klan Lucifer? Bukankah kau juga lancang? Mengganggu waktu senang kami dan tak menyampaikan salam hormat pada Raja dan Ratu Besar. Kau sudah tak punya nilai kebangsawanan ya?" Aaric memotong perkataan Raven dengan cepat.

"Ah, tikus-tikus ini memang sudah seharusnya kita lenyapkan. Hei, bagaimana jika kita buat mereka jadi bubuk halus tanpa rasa? Itu terlihat menyenangkan," Alvian memandang tiga temannya yang ikut berpikir karena perkataan Alvian.

"Bubuk halus tanpa rasa?" ulang Aaric tak mengerti.

"Itu tak buruk, kita hanguskan mereka hingga jadi bubuk tanpa rasa." Ernest telah siap dengan dua sayap coklat di punggungnya.

Bbuuuummmm!  Sebuah ledakan keras terdengar. Kabut dan asap mulai mengepul dan membuat pemandangan kabur. Azzura yang membuat ledakan tersebut, siap dan memberi tanda agar mereka semua menyerang. Seluruh pasukan menyerang tanpa menunggu Kenzie dan empat pengawalnya siap bertarung.

"Tak cukup kuat," ucap Lykaios dingin sambil meredakan pandangannya dan merasakan ledakan dari Azzura.

"Ah, sial. Liburan pertama kita jadi hancur karena mereka," Alvian berlari dengan tangan yang masih memegang apel dan memakannya di tengah sibuknya pertarungan.

Semua berbagi tugas tanpa ada aba-aba. Ernest dan Lykaios terbang membukakan jalan untuk Alvian dan Aaric. Lalu mereka turun saat petir pertama Kenzie menyambut. Lykaios dan Aaric  menarik petir yang Kenzie ciptakan dan menggenggam erat. Menyatukan dengan api yang telah keluar dari tangan mereka. Membakar seluruh musuh yang mereka hadapi tanpa ampun.

Alvian tertawa sinis saat kuku-kukunya meruncing diiringi taring yang mencuat keluar. Berlari dan menebas semua pasukan iblis yang berusaha melukainya. Ernest memilih terbang dan melindungi teman-temannya dari atas. Menciptakan angin besar agar api campuran petir dari Lykaios dan Aaric mudah merambat. Langit mulai menggelap saat mata Ernest berubah merah. Ernest mengulurkan tangannya ke atas dan hujan langsung turun. Memadamkan api yang Aaric dan Lykaios buat namun Ernest menciptakan badai besar dari dalam hitungan detik.

Aaric dan Lykaios menyadari arah tujuan Ernest. Mereka ikut terbang tinggi dan membiarkan Alvian di bawah untuk menyerang. Craaattttsss! Bledaaaarrrr! Petir mulai menyambar dan bersahutan. Aaric dan Lykaios terbang menarik petir tersebut. Membawanya turun lalu dengan pasti mereka menjatuhkan tubuh pada gulungan ombak besar yang telah Ernest siapkan. Merasa belum cukup, Ernest ikut membantu mereka dengan menarik petir dan api biru yang dapat menyerap energi kehidupan musuh yang telah Kenzie siapkan. Menarik petir dan api biru tersebut menuju ombak besar dan dengan cepat menyatukan dengan petir yang Lykaios dan Aaric bawa.

Aaric dan Lykaios berusaha keluar cepat dan kembali terbang dengan memanaskan tubuh mereka agar sayap-sayap mereka tetap mengering. Ernest dengan cepat menyambar tubuh Alvian lalu membawa terbang tinggi. Menunggu ombak tersebut menghantam para iblis dan menyerap energi kehidupan mereka. Ombak menggulung dan membawa semua muatan yang telah Aaric, Ernest dan Lykaios tanamkan. Menyapu ribuan iblis begitu banyak yang tak terhitung dalam sekali gulungan. Aaric dan Lykaios cepat turun dan membakar sisa-sisa iblis yang tersisa. Ernest pun ikut turun dan melepaskan Alvian saat jarak jangkau tak terlalu tinggi. Kacaunya pertarungan menekan Alvian untuk tetap fokus meski perutnya mulai mual.

Sedangkan di kejauhan, Livian dan Ethan menonton dengan teliti. Mereka cukup kagum dengan kekuatan dan strategi para pengawal Kenzie. Mereka semua dapat menyelesaikan pertarungan dengan bersih tanpa sisa. Namun pandangan mereka tertuju pada Kenzie yang tengah bertarung dengan Raven dan Azzura. Livian dan Ethan mencari celah untuk memisahkan Kenzie dan Ellina. Hingga akhirnya mereka tersenyum saat celah itu tercipta.

Bbbbuummm! Ledakan besar terjadi. Livian dan Ethan menyatukan kekuatan mereka untuk membuat celah itu semakin lebar untuk memisahkan Kenzie dan Ellina. Pegangan Kenzie terlepas dan saat itu juga kabut dari ledakan tersebut menebal. Livian dan Ethan tersenyum penuh arti. Livian berlari dan mengulurkan benang merah di tangannya. Meraih tangan Ellina dan membawa Ellina dalam pelukannya. Tak fokusnya Kenzie pada musuh karena kehilangan Ellina, membuat Raven dan Azzura melukai Kenzie dengan mudah. Tubuh Kenzie terpental dengan luka dalam di dadanya.

Ethan tersenyum dan mengeluarkan kekuatannya kembali. Menghantam Kenzie dengan sebuah ledakan besar. Kenzie semakin tersudut karena sibuk mencari keberadaan Ellina. Kesempatan ini Raven dan Azzura gunakan untuk pergi karena tahu Ellina tak lagi bersama mereka. Lykaios, Aaric dan Ernest menatap tak percaya. Mereka terbang rendah diatas laut dan menyeret air laut mengikuti mereka. Menumpahkan dan menyiram pada pusat ledakan dan kabut yang menebal. Hingga akhirnya asap dan kabut itu mengepul kuat lalu perlahan mereda.

Alvian menyadari Raven dan Azzura yang telah pergi. Alvian berlari menyusul mereka namun melupakan sesuatu. Lupa untuk tetap waspada  dan tak tahu jika Ethan telah berada di belakangnya dan menyerang Alvian dari belakang. Baaanngggg! Ethan menyerang Alvian dari belakang. Membuat Alvian terjatuh dan terseret jauh karena tak dapat mengimbangi tubuhnya. Ethan menyeringai senang, menginjak dada Alvian dan menatap tajam.

Krreeekk, suara retakan tulang rusuk Alvian terdengar pelan. Alvian menahan sakit di dadanya dengan mencoba menahan kaki Ethan agar tak meremukkan semua tulang rusuknya. Ethan tertawa keras, memandang jijik pada Alvian.

"Aku akan membalas semua hal yang telah kau lakukan padaku, Pangeran. Tapi tidak sekarang. Tunggu hingga semua siap dan kau akan merengek memohon untuk tetap hidup di kakiku." Ethan mengeraskan injakan kakinya di dada Alvian.

Alvian berusaha bangun. Mencakar dan menancapkan kuku panjangnya di kaki Ethan. Membuat Ethan meringis dan mengangkat kakinya. Menyadari Alvian telah bangun, Ethan berlari dan meninggalkan Alvian yang tengah menahan sesak di dadanya.

Ernest, Lykaios dan Aaric saling menatap saat tak menemukan keberadaan Ellina dan Alvian. Kenzie memegang luka di dadanya yang perlahan memulih dengan cepat. Kenzie berteriak marah karena kecerobohannya membuat Ellina lepas dari perlindungannya. Sedangkan tiga penggawalnya mulai menelusuri jejak untuk mencari Alvian dan Ellina. Semua mulai bekerja dengan teliti. Kehilangan Ratu untuk kedua kalinya cukup membuat mereka takut jika tak dapat menemukan Ellina dengan cepat.

"Queen, aku akan mencarimu. Kumohon, maafkan aku dan berusahalah agar baik-baik saja." Kenzie ikut mencari jejak hilangnya Ellina bersama tiga penggawalnya.

Hingga akhirnya mereka menemukan Alvian yang tersungkur. Berusaha bangun dan berjalan dengan tertatih. Aaric dan Lykaios dengan sigap membantu Alvian. Menuntun Alvian agar semakin tak terluka dengan banyaknya pergerakan tubuh yang ia lakukan.

"Ethan, dia ada di pertarungan hari ini," Alvian menatap Kenzie dan menunduk hormat. "Lord ampuni hamba yang-"

"Alvian, semua bukan salahmu. Jika Ethan ada disini, itu berarti Livian juga ada disini." Kenzie mengira-ngira.

"Jangan-jangan," Ernest mulai curiga dengan semuanya.

"Ratu bersama Livian sekarang," ucap Kenzie tegas dan dingin. Raut wajahnya berubah membeku saat mengingat perkataan Livian. Tentang Livian yang menginginkan Ellina lebih dari apa pun.

Tangan Kenzie mengepal erat. Dengan sekali hempasan tangan dan emosinya, petir menyambar dengan keras. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun memiliki Ratuku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kami. Akan kuhancurkan mereka semua tanpa sisa. Semua yang menyakiti Ratuku dan mengusik ketenangan hidupku!"

Alvian, Lykaios, Ernest dan Aaric terpaku takut pada amarah yang Kenzie keluarkan. Mereka hanya menunduk takut pada semua emosi dan raut marah di wajah Kenzie.

==================================

Mahkota Kebesaran Ellina.

Salam Hangat.

=Ellina Exsli=

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top