24. Scared.


Terimakasih atas dukungannya selamanya ini. Saya hanyalah penulis amatiran yang mencoba untuk mengerti apa yang kalian mau dalam cerita saya. Dan maaf atas ketidakpuasan part sebelumnya, namun saya sudah mencoba untuk memberikan yang terbaik. Banyak ide yang kalian berikan dan saya menghargai itu. Namun saya tidak dapat mengambil ide kalian semua karena akan membuat konflik dalam cerita ini semakin jauh dari tujuan. Saya akan selalu mencoba untuk memberikan yang terbaik, namun tetap saja, saya hanya manusia biasa yang punya batas kemampuan. Mohon pengertiannya untuk keterbatasan kemampuan saya. Saya sangat berusaha meluangkan waktu di tengah sibuknya pekerjaan dan minimnya waktu istirahat karena berusaha menyelesaikan ketikan setiap part.  Mohon maaf atas ketidakpuasan dan terimakasih atas dukungannya. 😂😄

***

Ellina termenung di balkon kamar rumahnya yang telah ditinggalkan Lexsi . Kini semua rumah dan peninggalan orangtuanya telah kembali. Ellina menatap halaman rumahnya yang penuh dengan hiasan dengan lampu-lampu indah. Bayangan akan orangtuanya kembali hadir, membuat Ellina tersenyum miris dalam tangisan pilu.

"Ayah, Bunda, Ellina rindu...,"

Tangisan pelan Ellina terdengar samar di sepinya malam. Ellina menepuk dadanya pelan untuk meredakan tangis rasa rindunya. Detak jantungnya berdenyut nyeri dan memburu. Ellina menahan sakit dalam tubuhnya dan mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Sekelebat bayangan hadir dan memeluk erat Ellina dari belakang. Memeluk dan mencium leher Ellina berkali-kali.

"Jangan menangis, Queen. Hatiku sakit saat melihatmu menangis," Kenzie semakin erat memeluk tubuh Ellina. Melesat pergi dari Hyroniemus saat merasakan nyeri di jantungnya. Dan hal yang Kenzie lihat pertama kali adalah punggung Ellina yang bergetar karena menangis.

Ellina membalikkan badannya dan menatap wajah Kenzie lama. Semua yang Kenzie kenakan sama persis dengan saat pertama kali mereka bertemu. Ellina melihat tatapan Kenzie yang sendu dan tangan yang perlahan menghapus air mata Ellina.

"Apakah rasanya sakit? Maaf Queen, maaf...,"

"Tuan," bisik Ellina lembut sambil memeluk erat tubuh Kenzie.

"Queen, aku merindukanmu. Sangat merindukanmu hingga takut terjadi sesuatu padamu."

"Aku rindu Ayah dan Bunda," ucap Ellina lirih.

Kenzie tersenyum tipis. "Aku pikir, kau menangis karena sakit di tubuhmu."

Hening. Nyeri di jantung Ellina semakin terasa. Darah peri dan darah lainnya mulai berlomba untuk menguasai tubuh Ellina. Perlahan kesadaran Ellina memudar. Seiring tubuh Ellina yang merosot kebawah dalam pelukan Kenzie. Kenzie dengan cepat menahan tubuh Ellina. Mengangkat tubuh Ellina dalam gendongannya dan masuk kedalam kamar.

Meletakkan tubuh Ellina diatas tempat tidur dan memandang wajah Ellina yang terpejam. Kenzie mencium bibir Ellina perlahan, mengelus pipi Ellina dan mengecup lama.

"Apa yang harus kulakukan Queen? Berjanjilah padaku, kau akan terus hidup bersamaku. Meski mereka menginginkanmu lebih dariku."

Kenzie berpindah disamping Ellina, mengangkat kepala Ellina dan menjadikan tangannya sebagai bantal untuk Ellina. Memeluk erat tubuh Ellina dan mencium aroma tubuh Ellina dalam.

"Tidak, kau hanya milikku Queen. Sebanyak mereka menginginkanmu, kau tetap akan menjadi milikku. Hanya bersamaku dan hidup di Hyroniemus. Kau adalah Ratuku dan tak akan pernah berubah. Selamanya, kau akan menjadi Ratuku dan terus hidup bersamaku,"

Kenzie semakin erat memeluk tubuh Ellina. Membawa tubuh Ellina untuk menghadap kearahnya. Senyum tipis terukir di bibir Kenzie saat melihat pergerakan kecil dari Ellina. Kenzie menyentuh hidung Ellina, turun kebibir Ellina lalu mengecup pelan.

"Aku tak akan pernah membiarkan siapapun memilikimu. Tidak, kita akan terus hidup bersama,"

Ketukan pelan di pintu kamar membuat Kenzie mendesah kasar. Kenzie perlahan meletakkan kepala Ellina di bantal lalu turun, berjalan menuju pintu. Membuka pintu dengan kasar dan menatap sebal pada sepasang pria usil di depan matanya.

"Lord," ucap mereka perlahan dalam kelu. Menunduk hormat dan takut karena telah menganggu.

Kenzie menyilangkan tangannya di dada, menatap kesal dan berujar pelan. "Avram, Alvian. Ada apa?"

Ernest dan Alvian saling memandang takut. Alvian dengan takut berkata pelan. "Ah, tidak Lord. Kami hanya memastikan Yang Mulia Ratu baik-baik saja. Selain itu yang Yang Mulia juga tak turun dari tadi,"

Kenzie mendesah. "Queen sudah tidur. Dan dia baik-baik saja. Jadi kalian bisa istirahat dengan tenang,"

Alvian mengangguk mantap. Mundur perlahan dan membalikkan badan meninggalkan Ernest. Ernest menunduk takut dan sama sekali tak berani menatap Kenzie.

"Avram," panggil Kenzie tegas.

"Ya, Lord," jawab Ernest cepat.

"Aku akan membawa Ratu pulang ke Hyroniemus malam ini. Kalian boleh menyusul besok setelah sekolah selesai."

Ernest mendongak dan menatap Kenzie. "Ampun Yang Mulia, apakah ada masalah serius di Hyroniemus?"

Kenzie menggelengkan kepala. "Tidak, hanya agar Ratu dapat beristirahat dengan tenang tanpa banyak beban pikiran. Terlebih tubuh Ratu akan cepat pulih saat berada di Hyroniemus."

Ernest menganggukkan kepala tanda mengerti. "Titahmu adalah perintah mutlak bagi kami, Lord. Kami akan menyusul setelah kegiatan normal kami usai,"

Kenzie tersenyum. "Aku selalu mempercayai kalian lebih dari apapun. Karena itu aku juga sangat percaya kalian dapat menjaga Ratu dengan baik,"

Ernest tersenyum manis dalam anggukan kepalanya. "Suatu kehormatan bisa menjadi orang yang Lord percaya,"

"Bagaimana dengan semua masalah Ratu?"

"Semua rencana berjalan dengan baik. Dan, ah ... hamba lupa. Ratu berkata bahwa menginginkan kematian mereka secara perlahan. Meski kami tahu Ratu tengah dikuasai jiwa kegelapan, namun itu terdengar seperti titah bagi kami. Apa yang harus kami lakukan, Lord?"

Kenzie tertawa kecil membuat Ernest memandang Kenzie sesaat. "Ratu berkata seperti itu?"

Ernest mengangguk. "Seperti yang hamba ucapkan, Lord."

"Laksanakan. Lakukan apa yang Ratu inginkan. Itu adalah perintah pertama untuk kalian," ucap Kenzie di sela senyumnya.

Ernest tersenyum tipis. "Akan kami laksanakan, Lord."

Kenzie mengangguk kecil. "Kau boleh kembali dan istirahat,"

Ernest menunduk hormat sebelum memundurkan badannya. "Selamat malam Yang Mulia," ucap Ernest sebelum pergi.

Kenzie menbalikkan badannya sedikit. "Ya, selamat malam, Avram."

Kenzie menutup pintu kamar lalu berjalan mendekati tubuh Ellina. Mengangkat tubuh Ellina pelan dalam gendongannya dan berjalan keluar ke balkon kamar. Detik berikutnya Kenzie mendekap tubuh Ellina agar angin malam tak begitu dingin untuk tubuh Ellina. Kenzie membawa Ellina terbang dalam gelapnya malam hingga sampai di Hyroniemus.

Pagi ini Lykaios sudah sibuk berteriak dan berkeliling rumah. Membuat Aaric, Alvian dan Ernest berkumpul untuk mengetahui apa yang menganggu Lykaios di pagi hari.
"Ratu hilang. Ratu tak ada dikamarnya," ucap Lykaios tergopoh-gopoh.

"Benarkah?" ucap Aaric dan Alvian kaget bersamaan.

"Kita harus cepat bergerak mencari Ratu," tambah Alvian lagi dan mendapat anggukan kepala dari Aaric dan Lykaios.

"Hah," desah Ernest kesal. Membuat tiga temannya menatap tak mengerti. "Ratu bersama Lord. Di Hyroniemus," ucap Ernest malas.

"Hyroniemus?" ucap mereka bersamaan.

Ernest menganggukkan kepala. "Heem, Lord datang semalam dan membawa Ratu pulang."

"Jadi kita akan menyusul ke Hyroniemus sekarang?" Alvian bertanya tanpa menunggu jawaban langsung membalikkan badannya.

Ernest menarik baju Alvian dari belakang. "Mau kemana kau? Lord memerintahkan kita untuk menyusul setelah pulang dari sekolah,"

Lykaios dan Aaric yang diam kini saling menaikkan satu alisnya. "Lord memerintahkan kita begitu?" tanya Lykaios lagi untuk meyakinkan.

"Apakah ada masalah di Hyroniemus?" tanya Aaric. Sedangkan Alvian memilih untuk diam dan mendengarkan.

Ernest mengangguk dan menggelengkan kepala menanggapi dua pertanyaan yang berbeda dari Lykaios dan Aaric. "Ah, dan aku lupa untuk menyampaikan ini. Lord ingin kita menjalankan titah dari Yang Mulia Ratu,"

"Titah?" tanya Alvian sambil berpikir hal yang Ellina perintahkan.

"Titah apa?" tanya Aaric dan Lykaios.

Ernest tersenyum. "Kalian ingat, saat Ratu berkata menginginkan kematian para tikus kecil secara perlahan?"

Alvian, Aaric, dan Lykaios menganguk. Ernest tersenyum sinis. "Dan itu perintah untuk kita. Melenyapkan para tikus kecil secara perlahan."

Alvian langsung tersenyum senang. "Wow, aku sangat takut saat Ratu mengatakan itu, tapi aku senang dengan perintahnya. Melenyapkan para tikus kecil secara perlahan. Kita akan bersenang-senang."

"Aku akan membuat mereka menyesal karena telah berani menyakiti Ratu," sambung Lykaios.

"Dan aku akan membuat mereka ketakutan setengah mati," tambah Aaric.

"Hahahahaha," tawa mereka secara bersamaan dan saling berlonjak senang.

Lalu mereka kembali sibuk menyiapkan semua keperluan untuk berangkat sekolah. Tak lama setelahnya mereka siap dan masuk kedalam mobil. Mulai melaju dan meninggalkan halaman rumah Ellina. Baru sepuluh meter dari gerbang Ellina, mereka melihat Lexsi yang sedang berjalan menuju sekolah. Senyum mereka semua terkembang dan dengan santainya Ernest menghentikan mobil. Aaric yang berada di belakang mobil Ernest juga ikut menghentikan mobilnya.

Ernest turun diikuti yang lainnya. Melihat Lexsi yang menatap mereka karena mobil yang berhenti tepat disampingnya. Alvian tersenyum senang. Dengan cepat Alvian menyapa Lexsi.

"Hallo Nona Lexsi. Ah, aku salah ... maksudku selamat pagi, pembantu rumah kami," ucap Alvian sambil tersenyum mengejek. Membuat wajah Lexsi merah karena kesal.

"Hahaha," tawa Ernest, Lykaios dan Aaric bersamaan.

"Mau gabung bersama kami?" tawar Ernest.

Lexsi menatap Ernest ragu. "a-"

"Ah, aku lupa. Kau kan tak layak bergabung bersama kami," jawab Ernest cepat memotong perkataan Lexsi. Lagi-lagi Lexsi menahan kesal.

"Mau ikut satu mobil bersama kami?" tawar Aaric.

Lexsi mengangguk cepat. Membuat mereka berempat tersenyum menahan tawa. "Aku mau,"

Lykaios menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ah, tapi maaf. Mobil kami telah penuh."

"Pffff," Alvian menahan tawanya dan melenggang masuk kedalam mobil.

Lykaios dan Aaric pun mengikuti Alvian sambil tersenyum senang karena telah berhasil membuat Lexsi kesal di pagi hari.

"Selamat tinggal Lexsi. Dan nikmati hari indahmu dengan semua keangkuhan yang kau punya selama ini," ucap Ernest sebelum pergi meninggalkan Lexsi.

***

Kenzie menatap wajah Ellina yang menggeliat kecil. Perlahan Ellina membuka kedua matanya dan langsung melihat Kenzie yang tersenyum manis tepat di atas wajahnya. Ellina membulatkan kedua matanya untuk melihat wajah Kenzie dengan jelas.

"Selamat pagi, Queen...," sapa Kenzie lembut.

Ellina langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menahan dan menutupi rona merah di kedua pipinya. Kenzie tertawa kecil melihat hal yang Ellina lakukan. Mengacak rambut Ellina sayang, dan mencium kening Ellina. Membuat Ellina semakin malu dan menutup wajahnya rapat.

"Hahaha, ayolah Queen. Aku ingin melihat wajah cantikmu di pagi hari," bujuk Kenzie sambil tersenyum menggoda.

Ellina hanya menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Membuat Kenzie semakin tertawa dan memeluk tubuh Ellina karena ingin melihat wajah Ellina. Ellina sekuat tenaga meronta dan mendorong tubuh Kenzie yang berada di atas tubuhnya. Hal yang membuat Kenzie semakin tertawa karena dapat melihat rona merah di kedua pipi Ellina.

"Ayo bangun, akan kuantarkan kau ke kamar mandi."

Tanpa menunggu jawaban dari Ellina, Kenzie mengangkat tubuh Ellina dalam gendongannya. Membuat Ellina menjerit kecil dan mengalungkan kedua tangannya di leher Kenzie. Kenzie tersenyum saat Ellina memilih diam dan menenggelamkan wajahnya di tubuh Kenzie. Membawa Ellina masuk kedalam kamar mandi yang telah para dayang siapkan. Menurunkan tubuh Ellina dan menatap sayang lalu mengelus rambut Ellina.

"Aku akan menunggu di luar, Queen. Para dayang akan masuk dan membantumu," Kenzie tersenyum dan keluar dari kamar mandi.

Tak lama kemudian para dayang masuk dan membantu Ellina. Menyiapkan segalanya hingga Ellina berakhir duduk di meja rias dan hanya bisa diam saat para dayang memasangkan semua aksesoris yang Ellina butuhkan. Saat semua telah selesai, para dayang keluar dan Kenzie masuk. Tersenyum dan langsung memeluk tubuh Ellina.

"Berjanjilah kau tak akan meninggalkanku, Queen. Aku takut kau akan pergi meninggalkanku," ucap Kenzie lirih.

Ellina tertegun. Ini pertama kali ada seseorang yang memohon padanya untuk tetap tinggal. Terlebih orang itu adalah Kenzie. Raja besar dari semua klan yang begitu kuat. Raja iblis terkuat dan hal anehnya adalah ia tengah memohon pada seorang manusia lemah. Ellina tersenyum tipis. Balas memeluk tubuh Kenzie.

"Aku tak akan pergi kemanapun, Tuan. Aku tak akan pergi, jika kau tak menyuruhku pergi," jawab Ellina.

"Maka kau akan terus hidup bersamaku, Queen. Kau telah berjanji dan bagiku janjimu adalah mutlak. Sejauh apapun kau berlari dan pergi, kau tetap akan kembali padaku,"

Kenzie melepaskan pelukannya dan mencium bibir Ellina lembut. Membuat kedua mata Ellina membulat karena perlakuan Kenzie. Kenzie tersenyum dan memeluk tubuh Ellina lagi. Lebih erat karena rasa takut dihatinya.

"Mau pergi jalan-jalan bersama? Bunga tengah mekar dan berguguran," tawar Kenzie.

Ellina mengangguk antusias. "Apakah Tuan tak sibuk?"

Kenzie menggeleng. "Aku ingin menikmati waktu bersama Ratuku."

Ellina tersenyum penuh arti saat Kenzie menggenggam tangannya, mengajaknya keluar ruangan dan berjalan menyusuri taman. Melihat bunga-bunga mekar dan mulai berguguran. Mendengar kicauan burung dan melihat kupu-kupu yang datang menyapa. Ellina berlari dan menghampiri danau kecil. Duduk diatas sebuah jembatan kecil dan memasukkan kakinya kedalam danau.

Ellina tertawa geli saat ikan-ikan kecil mulai menyapa kakinya. Membuat Kenzie tertawa dan mengikuti apa yang Ellina lakukan. Semua terasa sempurna hingga Kenzie lupa pada masalah yang ia hadapi. Lupa akan ketakutan untuk kehilangan Ellina. Lupa akan hal yang akan mereka lakukan untuk memisahkan Kenzie dan Ellina.

Flasback.

Hyroniemus.

Kenzie mengulurkan tangannya dan api biru mulai keluar. Livian, Raven dan Azzura berlari untuk menghindar. Mereka tertawa kecil saat melihat Kenzie berusaha menekan kekuatannya untuk melindungi taman yang Ellina sukai. Hingga mereka melakukan kesalahan dan Kenzie tersenyum akan hal itu.

Sebuah petir besar menggelegar diiringi angin besar yang kencang. Kenzie tersenyum dan mengarahkan api beserta petirnya hingga keseluruh penjuru diluar Hyroniemus. Membuat mereka bertiga tak mempunyai jalan keluar selain menghadapi Kenzie. Sebuah golem kuat yang terbentuk dari api biru dan petir menyerang Azzura dari seluruh arah. Membuat Azzura tersungkur tak berdaya, terlebih Azzura tak dapat mengeluarkan kekuatannya karena segel dari Ellina.

Sedangkan Livian baru saja hendak menancapkan kuku panjang di sertai benang merah ditangannya. Kenzie tersenyum kecil saat menyadari Livian telah masuk dalam jebakan. Dengan mudah Kenzie terbang sedikit dan beralih di belakang tubuh Livian. Menghempaskan Livian dengan petir dan api biru yang menyengat. Livian terdorong jauh dan harus menghadapi golem yang menyerang Azzura, membuat Livian lelah karena golem tersebut sama sekali tak bisa terluka.

Raven menatap ngeri pada api hitam dari neraka yang baru saja Kenzie keluarkan. Hanya dengan satu jentikan jari, api hitam tersebut menjalar dengan sangat cepat. Menghabiskan semua pohon yang berada di sekelilingnya, lalu beralih dan kembali bersatu dengan golem yang Kenzie ciptakan. Kenzie tersenyum menatap tiga orang di hadapannya tengah bertarung mati-matian. Hingga mereka semua tersungkur dan terpojok tanpa bisa melakukan apapun.

Kenzie memadamkan api hitam dari neraka dan memusnahkan golem api yang ia buat. Menatap tiga orang di hadapannya dengan tajam. "Apa mau kalian?" tanya Kenzie dingin.

"Karena kau terlihat tak lagi membutuhkan Hyroniemus, maka kami yang akan mengambil Hyroniemus," jawab Raven Thian, raja iblis dari klan Lucifer.

"Aku ingin kekuatanku kembali. Bukakan segel yang mengekang jiwa dan kekuatanku," kali ini Azzura menatap sinis kenzie.

Kenzie hanya tertawa kecil tanpa berniat membalas ataupun menjawab permintaan mereka. Namun Kenzie menatap Livian yang juga tengah menatapnya.

"Apa yang ingin kau katakan," ucap Kenzie jelas diantara senyum sinisnya.

Livian tersenyum kecut. "Aku inginkan Ellina. Aku menginginkan dia lebih dari apaapun," jawab Livian.

Kenzie tertawa keras. Membuat Livian, Azzura, dan Raven bergidik ngeri. "Beraninya kau menginginkan Ratuku! Kau pikir, kau siapa?"

"Aku menginginkan dia lebih dari dirimu. Aku ingin memilikinya untuk hidup bersamaku. Akan kuberikan segalanya padamu asal kau memberikan Ellina padaku. Loyalitas, kesetiaan, dan semua. Akan kuberikan asal kau memberikan Ellina padaku," tawar livian membuat Azzura dan Raven menggeleng tak mengerti.

Kenzie tersenyum sinis menanggapi kata-kata Livian. "Kau pikir aku membutuhkanmu? Kau pikir aku akan menyerahkan Ratuku begitu saja? Kau pikir aku butuh orang-orangan seperti kalian? Aku sama sekali tak membutuhkan kalian!!!"

Kenzie mengamuk. Berteriak marah dan saat itu juga petir menyambar, detik berikutnya sebuah naga merah berbalut hitam dan menyemburkan api hitam dari neraka keluar. Semua kekuatan Kenzie tak tertahankan. Lingkaran sihir dengan berbeda pola terbentuk. Mengeluarkan burung-burung bermata tajam dan mengeluarkan api hitam dari neraka. Gemuruh angin bercampur rintiknya hujan mengiringi. Kemudian berubah menjadi badai besar bermuatan petir, api biru dan api hitam dari neraka.

Semua tak terelakkan. Api hitam dari neraka semakin kuat seiring kemarahan Kenzie yang memuncak. Semua berubah menjadi lapangan kosong tanpa pohon dan mengeluarkan panas di atas rata-rata. Entah berapa jauh api hitam dari neraka milik kenzie melenyapkan semua hal yang menghadang. Semua tetap menyala karena Kenzie tak dapat menahan amarahnya.

Azzura bahkan harus di seret oleh Livian dan Raven untuk keluar dengan cepat dari area tersebut. Semua berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri. Mereka tak menyangka bahwa Kenzie akan mengeluarkan naga merah dari api hitam neraka. Sungguh sangat beruntung, mereka bisa lari dan menyelamatkan diri.

Flasback End.

Alvian hanya bisa pasrah saat Ernest menarik satu tangannya dan membawa terbang tinggi. Satu tangan lainnya Alvian gunakan untuk menutup mulutnya dan menahan mual di perutnya. Lykaios dan Aaric hanya bisa tertawa kecil saat melihat Alvian muntah untuk kesekian kalinya. Wajah putih Alvian semakin pucat seiring seringnya Alvian memuntahkan sesuatu dari mulutnya.

Pandangan mereka terhenti pada luasnya tanah kosong yang hangus terbakar. Mereka turun perlahan dan melihat semua keadaan. Bahkan panas dari lahan tersebut masih sangat terasa. Ernest mengulurkan tangannya keatas. Mengumpulkan semua awan hitam hingga menjadi sangat hitam. Lalu Ernest menarik tangannya turun, dan detik berikutnya hujan datang menguyur. Memadamkan hawa panas di area tersebut dan seluruh lahan kosong yang ada.

Asap mulai mengepul keluar. Perlahan semua reda dan kembali normal. Alvian yang masih sedikit mual mulai berjalan dan menormalkan keadaan tubuhnya. Bergumam tak jelas karena merutuki perlakuan Ernest. Membuat Aaric, Lykaios dan Ernest tertawa pelan. Mereka berkeliling untuk memastikan keamanan Hyroniemus.

"Ya ampun, pasti Lord bertarung sendirian," ucap Alvian pelan.

"Harusnya kita kemarin mempercepat acara berburu tikusnya," balas Lykaios.

"Ayo pulang lebih cepat ke Hyroniemus. Kita harus memastikan keadaan istana," ucap Ernest sambil menatap tiga temannya.

Alvian berjengkit kaget saat Ernest mendekatinya. Dengan cepat Alvian menggerakkan tangannya ke depan untuk mencegah Ernest agar berhenti. "Jangan mendekat. Berhenti disitu,"

Ernest berhenti dan menatap tak mengerti. "Apa yang kau lakukan? Kita harus cepat pulang bodoh,"

"Aku tak akan ikut terbang bersamamu, idiot! Aku selalu mual saat kau terbang sangat tinggi dan mengombang-ambingkan tubuhku tanpa ampun," Alvian menggelengkan kepala.

Lykaios dan Aaric tertawa keras.

"Pangeran Transylvania takut pada ketinggian?" tanya Aaric di tengah tawanya.

"Apa kau benar-benar seorang vampire?" tambah Lykaios sambil tertawa.

"Para mahkluk bodoh ini, kau ingin aku menghisap darahmu? Akan kuhisap sampai darahmu mengering dan tak mampu meregenerasi lagi," jawab Alvian kesal.

"Kau terlihat baik-baik saja untuk ukuran vampire yang baru saja mabuk karena takut ketinggian," Ernest diam sebentar dan menggaruk rambutnya. "... harusnya aku terbang lebih tinggi lagi lalu menjatuhkanmu,"

Alvian membulatkan kedua matanya. "Si idiot satu ini, aku akan benar-benar membunuhmu!" Alvian berlari dan mulai mengejar Ernest yang lebih dulu lari karena melihat kemarahan Alvian.

"Hahahaha," Aaric tertawa sambil menggelengkan kepala.

"Jadi, apakah itu sama dengan kau tak ingin terbang bersama kami?" tanya Lykaios memastikan.

Alvian berhenti berlari dan menoleh pada Lykaios. "Tentu saja. Aku akan berlari dari sekarang," tanpa menunggu lagi, Alvian berlari meninggalkan tiga temannya.

Aaric, Lykaios dan Ernest tersenyum kecil lalu terbang untuk mengimbamgi lari Alvian. Hingga akhirnya mereka sampai tepat di depan gerbang Hyroniemus. Ernest tersenyum dan membuka gerbang itu perlahan. Terbuka lebar dan menampakkan pemandangan taman yang masih terjaga. Dari kejauhan mereka melihat Kenzie dan Ellina yang tengah bercanda di tepi danau kecil buatan. Terlihat bahagia hingga tak menyadari kedatangan mereka.


Salam hangat.
=Ellina Exsli =

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top