16. Disappear.

Ellina menatap sendu pada langit Transylvania. Mencoba berpikir jernih dan bersikap setenang mungkin. Sesekali Ellina menatap Ethan yang selalu mengikutinya. Ellina terkejut saat Ethan mendekat dan menyerahkan sebuah payung.

"Hamba pikir, Ratu membutuhkan payung untuk berkeliling," ucap Ethan sopan.

Ellina tersenyum. "Ya, karena cuaca cukup panas."

Ellina melanjutkan jalan-jalannya dan menikmati keindahan Transylvania. Meski semua terasa hampa, Ellina tetap melangkah. Hingga tiba-tiba Livian memegang tangan Ellina untuk menahan tubuh Ellina. Membuat Ellina kaget dan langsung menoleh.

"Apa yang kau pikirkan? Kau hampir saja terjatuh dan masuk ke dalam kolam," ucap Livian lembut namun tetap tegas.

Ellina menatap kedepan dan menyadari kebodohannya. Tubuhnya hanya berjarak  beberapa senti meter dari bibir kolam. Ellina menoleh kebelakang dan tak mendapati Ethan di belakangnya.

"Ethan pergi untuk mengurus sesuatu," Livian menyadari arah pandang dan pikiran Ellina.

Ellina hanya mengangguk kecil. Melepaskan tangan Livian dari tangannya dan menatap Livian sambil tersenyum. "Terimakasih telah menahan tubuhku hingga aku tak terjatuh,"

"Kau sangat ceroboh," ujar Livian.

"Aku sering mendengarnya. Aku akan melanjutkan untuk berkeliling," Ellina kembali melangkah tanpa menunggu persetujuan Livian.

Livian menatap punggung Ellina yang telah menjauh. "Lembut dan dingin secara bersamaan. Kau benar-benar unik," ucap Livian pelan dan berjalan mengikuti Ellina dari  belakang.

Ellina menyentuh beberapa bunga yang mekar. Tersenyum simpul karena mengingat taman bunga yang berada di Hyroniemus. Ellina mendesah pelan. "Aku benar-benar merindukan Hyroniemus,"

Seekor kupu-kupu hinggap di tangan Ellina. Ellina menyentuh kupu-kupu itu pelan lalu mendongakkan wajahnya saat kupu-kupu itu terbang. Ellina berlari kecil mengejar kupu-kupu tersebut. Membuat Livian tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Sifat alami seorang manusia. Dan para bangsawan tak akan melakukan itu. Tapi ... itu membuatnya semakin menarik," Livian tersenyum penuh arti melihat Ellina.

Ellina menatap sekelilingnya. Pagar tinggi yang dijaga begitu ketat oleh pengawal. Ellina terus berjalan mengikuti arah pagar hingga ia sampai pada gerbang utama. Pintu emas berukir bunga mawar tampak begitu indah. Ellina mematung menatap pintu gerbang didepannya.

"Aku berharap kau disini untuk menjemputku. Tapi, kenapa kau lama sekali? Aku menunggumu, Tuan."

Ellina membalikkan badannya dan menepis harapan bahwa Kenzie akan segera menjemputnya. Tak jauh dari Ellina, Livian tersenyum penuh arti karena dapat membaca isi hati Ellina.

"Tunggulah selama mungkin. Dia akan sibuk dengan kerajaannya dan akan lupa dengan keberadaanmu, Ellina," ucap Livian pelan.

Ellina terus melangkah. Mencoba menepis kekhawatiran dan membangun harapan dalam hatinya. "Benar, dia tak akan meninggalkanku kan? Tidak, dia tak akan pernah melakukan itu. Dia sudah berjanji padaku. Jadi, aku akan tetap menunggunya disini."

Tak!
Suara hentakan kaki terdengar pelan. Kenzie menatap punggung Ellina yang hendak melangkah menjauh. Rasa rindu dan khawatir yang besar membuat Kenzie begitu ingin mendekap Ellina.

"Queen," panggil Kenzie lembut.

Ellina mendengarkan suara itu dengan seksama. Suara orang yang begitu familiar dan terasa lembut menyapanya. Ellina diam sesaat, perlahan Ellina membalikkan tubuhnya dan diam terpaku menatap sosok yang ia rindukan tak jauh dari tempatnya berdiri. 

Payung yang Ellina pegang perlahan terjatuh. Seiring air mata Ellina yang berlomba untuk turun di pipinya. Ellina berlari saat bayangan Kenzie terlihat nyata karena Kenzie merentangkan kedua tangannya. Mencoba berlari dengan cepat membuat Ellina terjatuh karena baju yang ia gunakan terlalu panjang. Namun  Ellina dengan cepat bangun dan kembali berlari menggapai Kenzie.

Ellina menubruk tubuh Kenzie dan langsung membenamkan tubuhnya dalam pelukan Kenzie. Memeluk erat tubuh Kenzie hingga tak ingin jauh dari Kenzie. Menangis dan memukul pelan dada Kenzie karena membuatnya menunggu lama. Kenzie tersenyum dan balas memeluk erat tubuh Ellina.

"Kenapa begitu lama? Aku takut, aku takut ... Tuan, aku takut. Berkali-kali aku mencoba bersikap tegas, tapi aku tetap takut jika mereka membunuhku," Ellina terisak dalam pelukan Kenzie.

"Maaf, Queen. Membuatmu menunggu terlalu lama. Apa mereka menyakitimu?"

Ellina diam dan tak menjawab. Memeluk tubuh Kenzie hingga membuat Kenzie tersenyum senang.

"Apa kau merindukanku?" Tanya Kenzie ditengah senyumnya.

Ellina mengangguk. "Aku menunggu Tuan menjemputku," jawab Ellina pelan.

"Hanya itu? Itu tak bisa diartikan kau merindukanku, Queen...,"

"Baiklah, aku akan mengatakannya dengan jelas. Aku merindukanmu, Tuan." Ellina semakin erat memeluk tubuh Kenzie.

Kenzie tersenyum dan berkali-kali mencium puncak kepala Ellina. Namun pandangannya terhenti pada sosok yang menatapnya sinis dan hanya diam menyaksikan hal yang tengah Kenzie dan Ellina lakukan. Kenzie ikut tersenyum sinis namun tubuh dan emosinya berubah cepat.

Braaaakkkk!
Suara pintu gerbang terbuka paksa. Alvian berjalan dengan angkuh diikuti oleh Lykaios, Aaric dan Ernest. Livian beralih menatap adiknya yang baru saja mendobrak pintu gerbang untuk masuk. Ethan yang mendengar kegaduhan karena seluruh pasukan Transylvania berkumpul dan menatap waspada langsung melihat untuk memastikan.

Ellina dan Kenzie melepaskan pelukan mereka dan beralih menatap pada suara keras yang baru saja terdengar. Kenzie juga melihat seluruh pasukan Transylvania telah berkumpul di belakang Livian. Ethan yang baru saja datang juga langsung berdiri disamping Livian dengan waspada. Aileen yang tak jauh dari tempat kejadian juga langsung berdiri disisi lain Livian.

Alvian melangkah sambil bersiul riang. Namun langsung berlari saat melihat Ethan baru saja bergerak untuk menyerang. Aileen juga melakukan hal yang sama, berlari dan menyerang Ernest, Lykaios dan Aaric. Namun Lykaios dan Aaric hanya diam menonton karena telah mengijinkan Ernest untuk melawan.

Kenzie memeluk posesif pinggang Ellina. Mendekap erat dan menatap sekelilingnya dengan sangat tajam. Lykaios dan Aaric menghampiri Kenzie kemudian langsung berdiri di samping Kenzie dan Ellina. Livian hanya diam dan menyaksikan pasukannya yang mulai roboh satu persatu.

Ethan melayangkan tinjunya namun Alvian dengan cepat berkelit kesamping dan langsung mencengkeram leher Ethan dari belakang. Alvian menarik tangan Ethan yang lainnya kemudian menghempaskan tubuh Ethan dengan keras.

Srrreeeeetttt,
Baaaaannnngg!
Tubuh Ethan membentur tembok gerbang hingga bangunannya runtuh. Alvian berlari kencang dan langsung menendang tubuh Ethan yang bahkan belum sempat berdiri. Lagi-lagi tubuh Ethan terhempas begitu jauh dan kembali menabrak sebuah pohon. Alvian tersenyum sinis dan mengeluarkan kuku-kuku runcingnya.

"Kau membuatku menetralkan kekuatan saat menyerangku! Jika kau layak bertarung denganku, gunakan kekuatanmu sendiri, bodoh! Kenapa menggunakan barang yang bukan milikmu?"

Hanya dengan kedipan mata, Alvian telah mengangkat dan mencengkeram leher Ethan. Memandang sengit dengan semua rasa benci yang terkubur. Ethan memegang tangan Alvian yang berada di lehernya. Mencoba melepaskan dengan sekuat tenaga namun Alvian sama sekali tak tergoyahkan.

Aileen baru saja hendak menancapkan kuku runcingnya namun dengan mudah Ernest mennghindarinya. Ernest menahan tangan Aileen dan menarik kebelakang tubuh Aileen. Tangan Ernest yang satunya juga telah mencengkeram leher Aileen dari belakang. Membuat Aileen tak mampu bergerak dan kesakitan merasakan panas dari tangan Ernest.

Livian menatap Ethan dan Aileen yang tak mampu bergerak. Rasa marah menguasai diri Livian namun Livian juga tak mungkin melawan mereka semua. Livian berteriak keras untuk menghentikan semua pertarungan. Membuat Alvian dan Ernest menoleh kemudian dengan mudah melepaskan musuh mereka.

Alvian dan Ernest berjalan melewati Livian dan berdiri di sisi Kenzie. Menatap kedepan dan tetap waspada. Ethan dan Aileen juga tertatih, berjalan pelan kemudian berdiri disisi Livian. Semua hening dan saling memandang tajam. Namun semua tercairkan saat Alvian lagi-lagi membuat tingkah konyol.

"Hai, Ratu ... kau baik-baik saja? Kau tak mau memberiku sebuah pelukan?" Alvian melangkah satu langkah menatap Ellina dan melambaikan tangannya.

Semua memandang tak percaya atas perbuatan Alvian. Livian, Ethan dan Aileen menaikkan satu alisnya menunggu reaksi yang akan mereka lihat selanjutnya. Kenzie hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat Ernest telah melangkah dan memukul kepala Alvian.

Pleetak!
Ernest memukul kepala Alvian dan menatap garang. "Kau ... kau pikir apa yang kau ucapkan? Dasar...,"

"Ahhhh," Alvian mengusap kepalanya, menoleh dan menatap Ernest. "Kau itu kenapa? Aku hanya sedang menyapa Ratu,"

Ernest melebarkan kedua matanya. "Dan jaga perkataanmu dalam memanggil Ratu. Bisa-bisanya kau memanggil Ratu tanpa nama kebesarannya,"

"Kau itu kenapa sih? Ratu yang meminta kita untuk bersikap seperti teman,"  Alvian membela dirinya sendiri dan menatap kesal pada Ernest.

"Yang Mulia Lord dan Yang Mulia Ratu, mohon maafkan kesalahan dan kecerobohan Alvian," Ernest membungkukkan badannya.

Kenzie dan Ellina tertawa kecil. Menganggukkan kepalanya dan meminta Ernest untuk kembali ke posisi semula. Livian, Ethan dan Aileen menatap tak percaya pada ulah Alvian. Alvian benar-benar berubah seperti yang telah dikatakan Ellina.

"Alvian ... kau," Livian diam dan tak melanjutkan kata-katanya.

Semua kembali diam. Alvian menatap kakaknya dan maju selangkah.

"Hormat hamba pada Yang Mulia Raja Transylvania," ucap Alvian sambil membungkukkan badannya.

Livian diam, begitu pun dengan yang lainnya. Alvian kembali bersikap dingin dan terlihat sama sekali tak bersahabat. Membuat Lykaios, Ernest dan Aaric hanya menatap khawatir. Kenzie dan Ellina juga menunggu dalam keadaan waspada.

"Pulanglah," ucap Livian pelan.

"Maaf Yang Mulia, tapi hamba telah mengambil keputusan untuk hidup hamba. Hamba tak akan pulang ke Transylvania karena seperti kata Yang Mulia, hamba telah dibuang dan diasingkan!" Alvian menatap dingin pada kakaknya.

"Berhenti bersikap formal dan kembali ke Transylvania!" perintah Livian tegas.

Alvian tersenyum dingin. "Maaf Yang Mulia, hamba tak mempunyai alasan untuk tidak bersikap hormat,"

Livian mendesah kasar. "Jika kau tak kembali, jabatanmu sebagai pangeran akan aku lengserkan!"

Alvian tertawa kecil. "Bahkan hamba tak peduli jika hamba bukan lagi seorang pangeran."

Ernest, Lykaios, Aaric mengangkat kepalanya dan menatap Alvian yang tengah tertawa dingin. Mereka tak percaya bahwa Alvian akan merelakan jabatannya untuk dilengserkan. Kenzie dan Ellina juga menatap tak percaya pada pendengarannya. Seorang Alvian, telah merelakan jabatannya untuk pilihan hidupnya.

"Kau," Livian berteriak geram.

"Dengar Kak, aku hanya akan mengatakan ini sekali. Kau berharap aku kembali ke Transylvania dan meninggalkan kehidupanku yang menyenangkan? Jika kau tanya, apa pilihanku ... maka aku akan memilih mereka," Alvian menoleh kebelakang dan menatap sederet orang yang ia kenal juga tengah menatapnya.

Alvian kembali menatap Livian dan melanjutkan kata-katanya. "... karena bersama mereka, aku merasakan bahagianya mempunyai teman dan keluarga. Kami selalu bercanda dan pergi bersama, memulai sesuatu dan susah bersama. Mereka membuatku dapat bersikap bebas meski terlihat gila. Mereka tak pernah meninggalkanku meski terkadang aku merepotkan. Aku menemukan kebahagiaan yang kucari dan itu bersama mereka."

Livian diam dan menggelengkan kepalanya. Ethan dan Aileen menutup mulut mereka karena cukup terkejut mendengar pilihan Alvian. Alvian juga diam dan tertunduk. Menghapus air matanya yang mengalir dan kembali bersikap tegar.

Alvian menatap kakaknya lagi. "Jadi Kakak ... jika kita bertemu lagi dan aku melihatmu menyakiti Raja Besar Reegan, Yang Mulia Ratu Ellina atau salah satu dari temanku, maka kau juga musuhku! Pilihanku adalah hidup bersama mereka dalam mendampingi Yang Mulia Lord Reegan dan Ratu Besar Ellina," Alvian membungkukkan badannya dalam dan mundur untuk kembali berdiri di samping Kenzie.

Livian menggenggamkan tangannya. "Jadi itu pilihanmu? Baiklah, jika itu maumu. Pergilah dari Transylvania sekarang,"

"Yang Mulia," Ethan dan Aileen berucap bersamaan tanda keberatan. Namun Livian tak memperdulikan itu semua.

"Terimakasih karena telah mengijinkan dan membawa pulang Ratu Ellina bersama kami, Yang Mulia Raja Transylvania." Alvian lagi-lagi bersikap formal dan membungkukkan badannya.

Kenzie melangkah bersama Ellina, menepuk pelan bahu Alvian dan tersenyum lalu berjalan untuk meninggalkan Transylvania. Yang lainnya pun mengikuti Kenzie dari belakang. Lykaios menepuk pelan bahu Alvian dan menatap tak percaya.

"Itu pasti sebuah pilihan yang berat untukmu. Tapi, terimakasih karena telah memilih tetap bersama kami," Lykaios tersenyum dan mengusap pelan kepala Alvian.

Alvian memegang tangan Lykaios dan membuang pelan. "Kau membuat rambutku berantakan, brengsek! Dan memangnya kenapa dengan pilihanku? Harusnya kalian senang karena aku tetap bersama kalian, meski aku selalu teraniaya," ucap Alvian gusar.

"Wah, lihatlah siapa yang berbicara? Pangeran Transylvania, ah ... aku salah, kau bukan lagi pangeran kan? Jabatanmu baru saja diturunkan," ucap Aaric sambil mengangguk dengan tangan di dagu.

"Kau," Alvian memukul pelan perut Aaric. "... hanya karena kau masih seorang pangeran, kau bisa mengolokku seperti itu? Aku akan memukulmu!"

"Ya ampun, adik manis. Jangan galak begitu. Bersikap manislah pada kakak dan adikmu," Ernest mengacak rambut Alvian dan berbisik pelan. "... jika kau tak ingin mati ditangan kakak dan adikmu,"

Alvian terkejut dan membuka mulutnya tak percaya. Menatap Ernest dan langsung memarahi Ernest. "Si brengsek satu ini, siapa yang kau panggil adik? Idiot Ernest, aku hanya lebih muda seratus tahun darimu!"

Semua tertawa mendengarkan perkataan Alvian. Lykaios berujar pelan. "Ah, manisnya jika adikku yang tampan sedang marah begini," Lykaios mencubit kedua pipi Alvian.

"Jadi kakak, bersikap manislah pada adikmu yang imut ini, kemudian belikan aku ice cream," Aaric mengedip-ngedipkan kedua matanya dan membuat wajah seimut mungkin.

Alvian membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya. Membuat ekspresi wajah sedang muntah karena mendengar perkataan Aaric. Semua tertawa melihat ekspresi Alvian. Hingga Ernest teringat sesuatu.

"Apa kau juga memasang ekspresi itu saat kuajak terbang dan muntah beberapa jam yang lalu?" Ernest memasang tampang tak berdosa dan menatap Alvian.

"Pppfffhhh," Lykaios menahan tawanya.

"Kakak tampan muntah?" Aaric ikut memasang wajah polos.

Alvian membuka mulutnya kemudian berteriak kencang. Menendang bokong Ernest sehingga membuat Ernest kesakitan. "Kau, aku ingin sekali membunuhmu!"

"Hahaha," Ernest tertawa keras. "... terimakasih karena telah memilih tetap bersama kami," ucap Ernest lembut.

Alvian tergagap melihat Ernest yang bersikap lembut padanya. "Ka-kau jangan berpikir macam-macam. Aku sudah berjanji akan menempel padamu layaknya lem hingga tak ada satupun gadis yang akan menyukaimu!"

"Hahahaha," semua tertawa lepas.

Mereka baru saja lima puluh meter keluar dari pintu gerbang Transylvania. Livian menatap tak percaya pada pilihan adiknya namun juga iri melihat adiknya mendapatkan perlakuan baik dari teman-temannya. Terlebih Livian baru menyadari bahwa adiknya bisa bersikap cerewet dan konyol layaknya manusia biasa. Berbicara tentang manusia, Livian tersenyum mengingat Ellina.

"Ethan, apa semuanya telah siap?" Tanya Livian dingin.

Ethan mengangguk hormat. "Semua siap di perbatasan timur, Yang Mulia."

Livian tersenyum sinis. Mengeluarkan benang merah dan melemparkan keudara. Berlari dan melompat pada sebuah pohon yang tinggi. Livian mengucapkan sesuatu dan menarik benang merah tersebut. Menatap punggung Ellina yang masih berjalan bergandengan tangan dengan Kenzie.

"Ah," ucap Ellina pelan merasakan sakit di pergelangan kakinya. Ellina terduduk dan memegang gelang kaki di kakinya yang semakin mengerat dan terasa begitu sakit.

"Queen, kau baik-baik saja? Biar aku lihat," Kenzie berjongkok dan menyentuh kaki Ellina.

Bangggg!
Bummmmmm!
Ethan berlari dan mengeluarkan kekuatannya. Menggenggamkan tangannya dan mengayunkan kedepan, hingga membuat sebuah ledakan besar. Alvian, Ernest, Lykaios dan Aaric dengan sigap menyingkir dan menepi. Mengibas-ngibaskan tangan ke depan dan mencoba melihat dengan baik.

Livian melompat dan maju. Berpindah tempat dengan cepat lalu telah membokong Kenzie. Mencengkeram leher Kenzie dengan benang merah kemudian melemparkan tubuh Kenzie jauh.

Srrreeetttt!
Kenzie mengimbangi jatuh tubuhnya dengan tangan dan lutut yang mendarat di tanah. Menekan kuat, agar tubuhnya semakin tak terlempar begitu jauh. Kenzie menatap bengis, saat melihat Livian telah membawa Ellina pergi. Kenzie berlari dan mengejar Livian dengan cepat.

Ethan berlari mengikuti Kenzie yang mengejar Livian. Menggiring Alvian, Ernest, Lykaios dan Aaric agar mengikuti langkahnya ke arah timur. Alvian dengan cepat menyadari bahwa kakaknya telah membawa Ellina.

"Sudah kuduga, dia tak akan menyerahkan Ratu dengan mudah," ujar Alvian sambil berlari mengejar Ethan.

Ernest, Lykaios dan Aaric menyusul Alvian yang lebih dulu pergi. Merasa keadaan semakin genting, Aaric mengeluarkan dua sayapnya dan terbang tinggi diikuti oleh Lykaios. Melihat yang lain terbang, Ernest juga mengeluarkan sayapnya, terbang rendah dan saat di atas Alvian, Ernest turun dan menarik baju Alvian cepat lalu kembali terbang tinggi.

"Aahhhhhhhh, a$®©™€%¢¿¥£," Alvian secara refleks berteriak dan memaki dengan kata-kata tak jelas.

Kenzie berhenti saat melihat Livian mengalungkan benang merah di leher Ellina dan berdiri diantara banyaknya pasukan penyihir. Tak lupa klan vampire yang juga telah siap untuk bertarung. Tak lama Ethan sampai dan berdiri disamping Livian. Kenzie menoleh kebelakang saat Aaric lebih dulu sampai diikuti oleh Lykaios. Tak lama Ernest juga mendarat dan melepaskan tangannya begitu saja. Membuat Alvian lagi-lagi terjatuh dalam posisi yang menyakitkan.

"Idiot Ernest, apa yang-" perkataan Alvian terhenti saat melihat banyaknya pasukan musuh yang telah menanti mereka. Alvian bangun dan berdiri diantara yang lain dan begitu terkejut saat melihat Ellina tengah dalam cengkeraman kakaknya.

"Tak usah melawan, atau aku akan membunuh Ratumu," ucap Livian mengancam.

Kenzie menatap marah namun mencoba bersikap tenang. "Apa maumu?"

Livian terkekeh. "Apa kau akan memberikannya, jika aku mengatakan menginginkan Ratumu?"

Kenzie menggertakkan giginya. "Kau-"

"Ya, aku menginginkan Ellina untuk hidup dan berada disampingku. Bukankah itu suatu keinginan yang mudah?" Livian memotong kata-kata Kenzie.

Ellina menggelengkan kepalanya saat melihat mata Kenzie telah berubah merah. Mencoba mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan sanggup untuk bertahan. Meski air mata Ellina turun tanpa bisa ditahan, Ellina mencoba tersenyum dengan menahan tangan dan benang merah di lehernya.

Kenzie tengah dalam keadaan sulit. Kenzie tak mungkin mengerahkan kekuatannya karena Ellina bersama Livian. Kenzie hanya mampu menggunakan kekuatan terendahnya agar tak melukai Ellina. Kenzie meneliti lebih dalam benang merah ditangan Livian. Hingga akhirnya Kenzie menyadari bahwa gelang kaki di kaki Ellina berhubungan dengan benang merah Livian. Bahkan Livian juga telah memantrai gelang kaki tersebut.

"Klan penyihir," ucap Kenzie pelan. "... mereka yang mencampurkan benang merah Livian dengan mantra sihir mereka di gelang kaki yang terpasang di kaki Ratuku!"

Kenzie menoleh kebelakang sesaat, menganggukkan kepala pada Ernest dan Lykaios. Menyadari dapat ijin dari Kenzie, Ernest dan Lykaios turun lebih dulu kedalam pertempuran. Aaric dan Alvian menyusul saat Ernest, berhasil membuka jalan. Lykaios terlalu murka hingga mengeluarkan seluruh kekuatannya secara maksimal. Menghanguskan semua musuh di depannya hanya dengan kedipan mata.

Ernest juga sangat marah hingga seluruh mata dan tangannya berubah merah. Dari kuku-kuku runcingnya, keluar api putih bercampur kabut hitam. Melihat Ratunya menangis dalam cengkeraman musuh, membuat Ernest ingin melenyapkan segalanya yang telah menyakiti Ratunya.

Ernest berjalan pelan dan memandang musuh yang mundur karena melihat perubahan wajah Ernest. Ernest tersenyum sinis lalu mengayunkan tangganya ke seluruh penjuru arah hingga membuat api di ujung kukunya menyambar layaknya petir, merambat dan membakar hangus seluruh klan di sekelilingnya.

Sedangkan Alvian dan Aaric menghadapi klan vampire yang juga telah terpukul mundur. Aaric berubah menjadi serigala dan membantu Alvian melumpuhkan semua klan vampire. Semua begitu mudah untuk Alvian dan Aaric karena semua pasukan berada di tingkat bawah. Dengan cepat, Alvian dan Aaric menyelesaikan pertempuran.

Livian berjalan mundur saat menyadari seluruh pasukan hampir lenyap ditangan para pengawal Kenzie. Livian terus mundur dan membawa Ellina bersamanya saat melihat Kenzie terus maju untuk melawannya. Hingga Livian tak mempunyai jalan keluar. Livian sampai Di ujung tebing tinggi dengan jurang yang sangat curam. Livian menoleh kebelakang sesaat, menatap jurang curam di belakangnya dan aliran sungai deras.

Kenzie terus menatap gelang di kaki Ellina. Mengeluarkan api terendah yang paling mendasar. Membuat dua lingkaran sihir untuk membuka gelang di kaki Ellina. Bahkan Kenzie harus menahan semua serangan Livian untuk fokus melepaskan gelang di kaki Ellina. Kenzie sama sekali tak melawan Livian dan hanya menahan semua kekuatannya agar tak melukai Ellina. Hingga seluruh urat yang bercampur api hitam dari neraka keluar di pergelangan tangan Kenzie.

Kenzie menutup matanya sesaat karena darah mulai keluar dari kedua matanya. Melihat Ellina menangis dalam ketakutan membuat Kenzie benar-benar menekan kekuatannya hingga di titik terendah. Membuat Livian begitu mudah menyerang dan melukai Kenzie. Livian terus mundur bersama Ellina, saat mengetahui semua serangan tak dapat melukai Kenzie. Menatap bingung dengan semua keadaan genting yang Kenzie ciptakan.

Srraak, tuk! Suara langkah kaki Ellina yang diseret Livian menjatuhkan beberapa batu tebing ke jurang. Namun Livian tak menyadari bahwa tanah yang Ellina pijak telah retak akibat kekuatan Lykaios dan Ernest. Ellina menangis merasakan tanah yang ia pijak perlahan bergerak turun. Hingga tanah tersebut runtuh dan membawa Ellina.

"Aaaahhhkkkkk!" Ellina menjerit saat tubuhnya turun dan menggantung ke jurang curam. Ellina jatuh dengan posisi kaki diatas karena benang merah Livian terikat di gelang kakinya. Air mata Ellina semakin deras, saat melihat jurang curam dengan lembah yang berkabut dan air sungai yang mengalir deras. Ellina berkali-kali berdoa agar tubuhnya tak jatuh kebawah sana.

Livian membulatkan kedua matanya dan menoleh ke samping saat Ellina terjatuh. Tubuh Livian shok menyadari keteledoran yang ia lakukan. Kenzie langsung melangkah mendekati Livian, membuat Livian terkejut dan melepaskan benang merah dari tangannya.

"Kennnnzzzziiiiee," Ellina berteriak saat tubuhnya kembali merosot kebawah dengan bebas.

Kenzie berlari dan langsung memegang benang merah Livian yang mulai menjauh. Kenzie menahan benang merah tersebut dengan kuat. Setitik air mata menetes di mata Kenzie. Mendengar teriakan dan gentingnya hidup Ellina membuat Kenzie benar-benar frustrasi. Menyadari Kenzie sibuk menahan benang merah untuk menyelamatkan Ellina, Livian berjalan pelan dan menjauh. Meninggalkan arena pertarungan dengan cepat.

Kreett! Ctakk!
Perlahan sihir di gelang kaki Ellina memudar. Gelang kaki itu mulai mengeropos dan terlepas dari kaki Ellina.

"Aaaahhhkkkkk," Ellina kembali berteriak keras menyadari tubuhnya yang kembali melayang dan terjun kebawah dengan cepat.

"Tiiiiidddaaakkk," Kenzie berteriak saat benang merah ditangannya terasa ringan seiring dengan teriakan Ellina yang Kenzie dengar.

Semua menoleh kearah Kenzie. Melihat Kenzie yang masih memegang benang merah dan terjungkal kebelakang, mereka semua membulatkan mata tak percaya. Dengan cepat Aaric dan Lykaios terbang dan turun mengitari jurang. Sedangkan Ernest dan Alvian menyadarkan Kenzie yang masih mematung karena shok yang ia terima.

Semua terdengar sunyi. Hanya isakan Kenzie yang sesekali terdengar. Ernest ikut terbang dan turun mencari Ellina. Alvian menopang tubuh Kenzie yang masih terlihat belum terima akan semuanya. Hingga akhirnya Aaric, Lykaios dan Ernest kembali. Mereka semua kembali dengan wajah sendu. Di tangan Aaric, terdapat sobekan baju Ellina. Mereka semua diam dan kalut dengan pikiran masing-masing.

"L-lord ... Ra-ratu tak ditemukan. Ratu hilang," ucap Lykaios sepelan mungkin. Membuat Kenzie terhuyung dan terduduk lemas.

"Queen," ucap Kenzie pelan.

Hanya kata itu yang mampu Kenzie ucapkan sebelum tubuhnya ambruk. Seluruh darah ditubuh Kenzie terasa menyakitkan dan seakan mau meledak. Membuat Kenzie tak sadarkan diri karena tak sanggup menahan sakitnya aliran darah disetiap tubuhnya. Hal yang menandakan bahwa, Ellina tengah dalam keadaan tak baik-baik saja.






=========================

Update lebih cepat karena rating terus naik. Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca cerita abal-abal yang kuciptakan.

Bonus Pic Kenzie yang tengah merana kesakitan.


Ah, hampir lupa ... saat kalian menyetujui update lebih cepat, berarti kalian telah menandatangani kontrak untuk semakin cepat tamatnya cerita Me And My Lord Devil.
Hahahahah
#tertawa iblis.

Dan untuk info, part selanjutnya akan mulai di private. Follow dulu untuk membaca part selanjutnya.
Thanks for yours support.

Salam hangat,

# Ellina Exsli #

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top