12. Sweet blood
Pic : Livian Agler Thian, raja klan Transylvania.
Pic: Ethan Cadissanova.
=========================
"Aaaahhhkkkkk," Alvian berteriak kencang saat benang merah tersebut mulai menyentuh kulitnya.
Ernest menatap ngeri pada benang merah tersebut. Dengan kecepatan akurat, Ernest turun dan menghampiri Aaric. Menatap panik pada ratunya yang masih tak sadarkan diri.
"Dengarkan aku baik-baik," Ernest menatap mata Aaric dengan tatapan khawatir. "... aku serahkan ratu padamu. Aku tak tahu bagaimana caramu melindunginya, tapi sekarang keadaan benar-benar di luar kendali. Aku akan menggiring orang yang menghajar Alvian menjauh dari area sekolah. Kau pergi dan bawa ratu Ellina bersamamu."
"Bagaimana dengan Alvian?"
"Serahkan dia padaku. Tugasmu melindungi ratu sudah cukup berat. Kau mungkin akan bertemu dengan pasukan vampire lain dan mereka akan berusaha merebut ratu darimu. Pergilah ke arah barat, Yang Mulia sedang bertarung disana dan tengah menantimu bersama ratu."
Aaric mengangguk dan mulai mengangkat tubuh Ellina. "Kau yakin bisa mengatasi ini sendirian?"
"Tak ada waktu. Jangan khawatirkan diriku. Cukup urus keselamatan ratu karena mereka sangat menginginkan ratu. Pergi ... sekarang!"
Aaric langsung melompat turun dan berlari kencang. Aaric menatap kebelakang sesaat, melihat Ernest yang masih menatapnya dengan khawatir. Dengan kecepatan yang ia gunakan, butuh waktu lebih dari tiga puluh menit untuk sampai bagian barat perbatasan antara dunia manusia.
Aaric percaya, Kenzie tengah menunggunya dengan melenyapkan semua pasukan vampire yang menghadangnya. Jika Kenzie sampai tak bisa menjemput ratu, itu berarti Kenzie menghadapi masa yang sulit dan mengkhawatirkan keselamatan ratu jika bersamanya. Aaric fokus berlari ke depan. Berharap semua akan baik-baik saja untuknya dan ratunya. Karena keselamatan ratunya ada ditangannya.
Lykaios terbang tinggi dan mencari letak dasar laut yang curam. Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Lykaios terbang lebih tinggi lagi. Lykaios menatap wajah Ariela yang tengah sekarat meradang maut. Lykaios meletakkan satu tangannya di leher Ariela, mengangkat tubuh Ariela dan tersenyum sinis.
"Kali ini aku pastikan kau akan tamat. Mahkota ratu telah ada di tanganku, aku tak membutuhkanmu untuk hidup di dunia ini. Terlebih kau hanya pembuat masalah dan menyakiti ratu,"
Ariel menggeliat merasakan sakit di lehernya. Ingin rasanya melepaskan tangan yang sedang mencekiknya, namun Ariela tak lagi mempunyai banyak kekuatan. Rasa sakit di seluruh tubuhnya menjadi bertambah sakit saat tangan Lykaios mengeluarkan api untuk membakar lehernya.
"Ini tak cukup, aku harus menyerap energi kehidupanmu, agar kau benar-benar lenyap. Ini harga yang harus kau bayar karena telah berani menyentuh ratuku. Nikmati rasa sakitmu,"
Lykaios mencengkeram leher Ariela dengan kuat, mengeluarkan api dari tangannya dan menyerap energi kehidupan Ariela. Ariela berkali-kali menggeliat kesakitan. Perlahan tubuh Ariela mengering dan keriput. Ariela tak lagi mempunyai sisa energi kehidupan.
"Ucapkan selamat datang pada penghuni neraka yang akan menjadi tempat barumu. Aku akan dengan senang hati mengantarmu menuju pintu neraka,"
Lykaios tertawa keras setelah benar-benar menyaksikan Ariela tak lagi bernyawa. Dengan santai Lykaios melepaskan cengkeraman tangannya dan menatap wajah Ariela untuk terakhir kalinya. Tubuh Ariela melayang turun kebawah dengan cepat. Terombang-ambing dengan kencangnya angin karena Lykaios menjatuhkannya dari tempat yang sangat tinggi.
"Selamat tinggal klan Neptunus yang sangat merepotkan,"
Lykaios terbang dan meninggalkan tempat jatuhnya Ariela. Lykaios begitu bahagia dan bersenandung kecil karena telah berhasil membunuh orang yang berbahaya untuk keselamatan ratunya. Tugas ringannya telah selesai. Sesekali Lykaios melihat mahkota ratunya yang berhasil ia rebut.
"Segala hal yang awalnya milik ratu, tetap akan menjadi milik ratu. Karena sekarang kita keluarga,"
Lykaios tersenyum simpul mengingat kata-kata Ellina. Kata-kata ringan namun membuat perasaannya jauh lebih baik. Tak ada yang lebih membahagiakan selain menjadi keluarga raja dan ratunya. Bahkan Lykaios tak pernah bermimpi jika rajanya juga akan menganggapnya keluarga.
"Ah, semua memang lebih baik sejak ada ratu Ellina. Aku begitu menyukai ratuku. Akan kulindungi ratu dari apapun meski itu harus dengan nyawaku. Karena ratu adalah keluargaku,"
Sedangkan di lain tempat, Ernest melesat tinggi dan mengulurkan tangannya. Ernest mengeluarkan api dari tangannya diiringi dengan angin kencang yang telah berhasil ia ciptakan. Setelah menunggu waktu yang tepat, Ernest mengarahkan api itu kepada sosok yang tak jauh darinya.
Bang!
Orang tersebut terpental jauh. Dengan cepat Ernest turun dan membawa Alvian terbang bersamanya. Meninggalkan area sekolah dan terbang ke arah barat. Ernest menyebut nama Lykaios berulang-ulang, agar Lykaios cepat menyusulnya ke arah barat.
Ernest menatap wajah Alvian yang masih terlihat bingung dan kesakitan. "Tak bisa kupercaya, aku menggendong pangeran menyebalkan yang menyusahkan layaknya menggendong seorang gadis. Sial,"
"Hei, aku bisa mendengarmu," Alvian sedikit mulai sadar dan mengerti dengan semua keadaan.
"Cih, diam atau kulempar kau dari atas sini!"
Alvian terkikik geli lalu dengan senyum jahilnya, ia mencoba untuk menggoda Ernest. Alvian mengalungkan tangannya di leher Ernest, menatap Ernest dengan perasaan cinta. "Jadi, kau ingin aku bersikap manis seperti ini?" Alvian mengedipkan satu matanya.
Ernest menaikkan satu alisnya dan berujar pelan. "Sangat menjijikkan!"
"Hahaha, ayolah. Aku akan dengan senang hati bersikap manis padamu. Ngomong-ngomong terima kasih telah menyelamatkanku,"
"Aku ingin sekali membiarkanmu mati ditangannya, itu akan menjadi keuntungan untukku. Tapi aku sadar, ratu tak akan senang mengingat ia mempunyai sifat yang lemah lembut."
"Jadi, semua karena Ellina?"
"Hei, brengsek! Apa yang kau katakan? Jaga ucapanmu atau aku yang akan membunuhmu! Beraninya kau menyebut namanya,"
"Ya, baiklah ... dia memang wanita idaman,"
"Aku akan mencincang tubuhmu jika kau ucapkan itu sekali lagi. Ratu hanya milik, Yang Mulia."
"Ada apa denganmu? Aku selalu salah di matamu,"
"Astaga, aku tak percaya kau seorang pangeran. Harusnya kau menjadi tukang jaga gerbang saja,"
"Apa? Aku yang tampan ini jadi penjaga gerbang? Ellina tak akan suka dengan semua itu."
"Apa hubungannya dengan ratu? Kau benar-benar pangeran lemah yang sinting!"
"Hei, benang merah itu bukan sembarang benang. Menyentuhnya sedikit saja, rasanya sakit sekali. Semua kekuatanku hilang dan netral jika dengan benang merah tersebut."
"Payah. Jadi siapa dia? Dia terlihat sedikit mengerikan."
"Ethan Cadissanova, orang terkuat di sisi kakakku, Livian Agler."
"Dia mempunyai benang itu?"
"Tidak, pasti benang itu dari kakakku. Hanya dia yang mempunyai benang itu."
"Lalu kenapa dia menyerangmu?"
"Karena aku tak menjalankan tugasku,"
Ernest mengernyitkan dahinya, "tugas apa?"
Alvian tak menjawab dan mengalihkan pembicaraan. "Kemana kita akan pergi? Aku yakin Ethan masih mengejar kita."
"Ke arah barat,"
"Bagaimana dengan ratu?"
"Aaric membawanya,"
"Ter-"
"Diam brengsek! Kita bukan teman yang bisa mengobrol dengan santai. Aku bahkan tak tahu apa motifmu mendekati ratu,"
Alvian diam dan tak berani berkata apa-apa. Pikirannya menerawang jauh, dan mengkhawatirkan Ellina. Aaric tak cukup kuat jika sampai bertemu dan melawan Ethan. Terlebih dia harus melindungi Ellina.
Dilain sisi lagi, Aaric terus berlari tanpa mempedulikan kondisi tubuhnya. Rasa lelah mulai terasa, namun ia tetap terus berlari. Tak ada waktu yang tersisa jika ia harus istirahat. Aaric dapat mencium klan vampire yang juga tengah mengejarnya. Sesekali Aaric menatap wajah Ellina yang masih tak sadarkan diri. Rasa sakit menjalar di hatinya melihat keadaan Ellina yang begitu mengenaskan.
"Kau selalu mengalami hal yang berat. Dan ini belum berakhir. Mungkin hidupmu akan lebih berat lagi. Kenapa mereka semua menginginkan kematianmu?"
Aaric melihat sebuah sungai kecil yang jernih. Dengan menimbang-nimbang perhitungan jarak yang akan ia tempuh, akhirnya Aaric memutuskan untuk istirahat sebentar. Aaric meletakkan tubuh Ellina dengan hati-hati. Melepaskan rompi seragam sekolahnya dan merobeknya untuk menutupi semua luka ditubuh Ellina. Aaric menyeka keringat dingin di wajah Ellina, memandang wajah Ellina sesaat dan tersenyum miris.
"Aku tak pernah tahu, kau secantik ini. Kau tahu? Saat bertemu denganmu di Hyroniemus, aku tak mengenalimu. Kau berbeda, namun aku sadar ... kau miliknya. Kau milik raja besar Reegan,"
Aaric meninggalkan Ellina sebentar dan menuju sungai. Meminum air sungai sebentar dan mencari wadah kecil yang tak begitu sulit ia temukan. Aaric membawa air itu dan mendekati Ellina. Dengan perlahan Aaric mencoba memasukkan air itu dalam mulut Ellina.
"Minumlah, kau butuh minum untuk menyadarkan kondisimu,"
Selesai dengan istirahat, Aaric kembali mengangkat tubuh Ellina. Tersenyum tipis saat melihat Ellina mulai membuat pergerakan kecil.
"Kau mulai sadar. Itu bagus untukmu. Jadi ... mari kita mulai lagi perjalanan jauh ini. Dia menunggumu, dan aku juga akan melindungimu."
Aaric kembali berlari dengan kencang. Menembus hutan belantara dan melewati semua rintangan. Saat jarak tak begitu jauh lagi, Aaric mencium bau Klan vampire yang tak jauh dari posisinya.
"Mereka datang," ucap Aaric pelan.
Segerombol vampire sudah menghadang jalannya. Aaric berhenti dan menatap tajam pada setiap pergerakan. Melihat vampire di depannya, Aaric tahu bahwa mereka tingkat menengah. Meski hanya sepuluh vampire, ini akan sedikit sulit karena ia tak akan bisa bertarung dengan bebas. Ada ratu yang harus ia lindungi dan sekarang dalam masa kritis.
"Serahkan ratu Ellina kepada kami, lalu kau bisa pergi dengan tenang," ucap salah satu dari mereka.
"Cih, kalian meremehkanku. Bermimpilah, karena aku tak akan menyerahkan ratu. Langkahi dulu mayatku,"
Tanpa ada persiapan, seorang vampire sudah maju dan menyerang Aaric. Mencoba mengambil alih tubuh Ellina, namun gagal karena Aaric berhasil menghempaskan vampire tersebut. Aaric meletakkan tubuh Ellina, dan dengan cepat Aaric berubah menjadi serigala. Duduk di samping tubuh Ellina dan menatap tajam pada para vampire.
Para vampire menyerang Aaric secara bersamaan, dan itu membuat Aaric sedikit kewalahan. Aaric tak bisa meninggalkan Ellina karena mereka pasti akan membawa Ellina. Seorang vampire meraih tangan Ellina, namun dengan cepat Aaric menerkam vampire tersebut. Mematahkan lehernya dan dengan cepat kembali pada posisinya.
Sebuah cakaran mendarat di punggung Aaric, darah mulai keluar dengan deras. Namun Aaric tetap melawan beberapa vampire yang mencoba mengambil Ellina. Perbedaan kekuatan sangat besar. Aaric hanya seorang diri namun harus menghadapi para vampire menengah.
Aaric menatap para vampire dan menghitung jumlah mereka. "Tersisa tujuh orang lagi, empat terluka berat dan tiga masih belum bergerak,"
Saat empat vampire menyerang bersamaan, Aaric menerkam dua vampire di depannya dan dengan cepat mengigit dan mencakar jantung mereka. Namun dua orang vampire lain berhasil melukai tubuh Aaric. Mereka mencakar tubuh Aaric dan melemparkan tubuh Aaric. Aaric tersungkur tak jauh dari tubuh Ellina dengan keadaan berubah menjadi manusia biasa.
"Tidak, aku harus melindunginya. Aku belum sampai pada batasku. Aku pasti bisa melindunginya. Aku tak akan membiarkan siapapun di antara mereka membawanya pergi jauh dariku,"
Aaric kembali bangkit dan berdiri. Luka di tubuhnya terus mengeluarkan darah segar. Aaric merasakan perih pada luka-luka di tubuhnya, mengerang sakit karena darah terus keluar.
"Kau belum menyerah? Kau terluka parah,"
"Ini bukan apa-apa, aku akan membunuh kalian semua!"
Aaric maju dan menyerang dua vampire yang terluka yang tak jauh darinya. Berlari dan memutar tubuhnya, melayangkan tinjunya dan tendangan kakinya tepat di leher vampire tersebut. Kerasnya tendangan Aaric membuat satu vampire itu ambruk tak bernyawa.
Aaric mengambil tanah dan dengan cepat melemparkan pada vampire di sebelahnya. Saat vampire itu menyeka matanya, Aaric menggunakan kesempatan itu untuk mencekik leher vampire tersebut. Tak lama vampire itu pun tak berdaya.
"Kau cukup hebat karena berhasil mengalahkan tujuh orang di antara kami."
Aaric tak menanggapi dan hanya memandang waspada. Napasnya memburu dan kondisi tubuhnya tak sebagus tadi. Luka yang di tinggalkan para vampire cukup dalam hingga membutuhkan waktu untuk pemulihan. Bahkan para vampire itu telah berhasil melukai tangan Ellina.
Ketiga vampire tersebut maju bersamaan. Aaric kembali mengambil tanah dan melemparkan ke arah mereka. Lalu dengan satu tendangan Aaric berhasil merobohkan satu di antara mereka. Saat tangannya meraih leher vampire lain, dua vampire dibelakangnya lagi-lagi melukai punggungnya. Membanting tubuh Aaric dengan menancapkan cakarnya begitu dalam di punggung dan perut Aaric. Aaric tersungkur di tanah. Dan para vampire itu tertawa keras.
Aaric mencoba bangun lagi, tangannya meraih sebuah kayu yang cukup besar. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Aaric melemparkan kayu tersebut. Para vampire ambruk dan dengan cepat Aaric meraih tubuh Ellina. Menggendongnya dan kembali berlari meninggalkan vampire tersebut.
Belum jauh Aaric berlari, seorang vampire berhasil menyusul dan melemparkan satu kayu besar dari belakang ke tubuh Aaric. Aaric terjatuh dan terpental cukup jauh dengan Ellina masih dipelukannya. Aaric mengeratkan tubuhnya dan berusaha agar Ellina tak terluka saat terjatuh bersamanya. Darah segar kembali menetes dari kepala, luka di perut dan punggungnya. Luka itu semakin parah karena terhantam kayu yang cukup besar. Aaric mulai mengeluarkan darah dari mulutnya. Bahkan darah dari kepala Aaric menetes di wajah Ellina.
Napas Aaric tersengal, Aaric kembali bangkit dan meletakkan tubuh Ellina di belakang tubuhnya. Menyandarkan tubuh Ellina pada sebuah pohon yang tak jauh darinya. Aaric maju dengan membawa kayu runcing yang baru saja ia patahkan. Berlari dan berteriak dengan kencang lalu menancapkan kayu runcing tersebut di tubuh vampire di depannya. Vampire itu membuka lebar matanya dan darah keluar dari mulutnya. Aaric terhuyung dan kembali terjatuh bersamaan matinya vampire di depannya.
"Hosh, hosh, hosh," Aaric mulai kesulitan bernapas. Mencoba memulihkan tubuhnya, namun gagal.
"Aku telah sampai pada batasan diriku. Bahkan aku tak mempunyai banyak kekuatan," Aaric menatap wajah Ellina yang sedikit jauh darinya. "... tidak, ini belum cukup. Masih ada dua vampire lagi." Aaric bangkit dan tertatih menuju tempat Ellina.
Satu terjangan tak terduga membuat Aaric kembali tersungkur. Dua vampire itu tertawa keras. Aaric menoleh kebelakang dan berusaha untuk kembali bangun. Tangannya mencoba meraih sesuatu namun dengan cepat vampire itu menginjak tangan Aaric. Aaric menjerit kesakitan.
Satu vampire lain sudah mendekati tubuh Ellina. Aaric menatap nanar pada vampire yang menjilati darah dari luka Ellina. Aaric marah dan melolong keras. Dengan cepat Aaric kembali berubah menjadi serigala. Menghempaskan vampire yang menginjak tangannya dan berlari menerkam vampire di samping Ellina.
Bang!
Suara tubuh vampire yang Aaric terjang bertemu dengan sebuah pohon di belakangnya. Aaric mencabik tubuh vampire tersebut tanpa ampun. Bayangan taring vampire tersebut melukai tubuh Ellina, membuatnya tak dapat menahan emosi. Hingga tanpa Aaric sadari, vampire di depannya tak lagi bernyawa.
Aaric kembali menatap tajam pada satu vampire yang tersisa. Menggeram dan berlari menerjang vampire tersebut. Kuku-kuku Aaric menembus jantung vampire tersebut. Sedangkan kakinya yang lain sudah menancapkan kukunya tepat di mata vampire tersebut. Aaric mencabik jantung dan tubuh vampire tersebut hingga tak berbentuk. Hingga Aaric sadar, semuanya telah berakhir.
Aaric berjalan pelan menuju tubuh Ellina. Kembali berubah menjadi manusia dan ambruk tak jauh dari tubuh Ellina. Luka-luka di tubuhnya sangat parah. Sehingga membuat Aaric tak bertenaga. Aaric sudah sangat jauh di luar batasan tubuhnya. Namun Aaric kembali bangkit dan menggendong Ellina.
"Kau lihat, aku melindungimu dengan baik kan? Karena aku terluka, aku tak bisa berlari dengan cepat. Tapi aku masih mampu melindungimu," Aaric menatap wajah Ellina.
"Bolehkah aku melakukannya? Aku tahu ini salah, tapi untuk kali ini saja ... aku tak akan menganggap ini suatu kesalahan."
Cup.
Aaric mengecup kening Ellina. Perlahan air matanya menetes. Aaric tersenyum dalam pilu. "Sudah kukatakan, aku akan melindungimu. Meski itu dengan nyawaku."
Aaric kembali berlari meski tak secepat tadi. Luka di tubuhnya tak juga pulih. Berkali-kali Aaric mengeluarkan darah dari mulutnya. Dan luka di perut Aaric semakin parah karena Aaric terus berlari. Tak ada yang tak terluka, seluruh baju Aaric sudah berlumuran darah. Sesekali Aaric berhenti dan menahan sakit di sekujur tubuhnya, namun saat melihat wajah Ellina, Aaric kembali bangkit dan tersenyum.
Sepuluh menit berlalu dan Aaric sampai pada perbatasan. Aaric masuk dalam perbatasan dan di suguhkan dengan pemandangan mengerikan. Lahan hangus terbakar dan mayat berserakan. Ya, Kenzie mengamuk dan menghanguskan segalanya.
"Kita sampai ratu, disana ... raja masih bertarung dengan klan Transylvania,"
Aaric berjalan tertatih. Bahkan Aaric tak yakin kekuatan yang ia miliki sanggup membawanya untuk berdiri di samping Kenzie. Berkali-kali Aaric mencoba memperjelas pandangannya yang mulai mengabur. Mencoba tetap berjalan meski tersandung dengan banyaknya mayat yang berserakan. Berkali-kali Aaric terjatuh, dan mencoba untuk kembali bangkit.
"Ma-af, apa aku melukaimu? Aku akan berusaha agar kau tak terluka," ucap Aaric pelan.
Aaric lagi-lagi terjatuh dan tersungkur, memuntahkan darah dari mulutnya dan kembali mengangkat tubuh Ellina. Aaric tersenyum menatap Kenzie yang menyadari kedatangannya. Aaric menatap wajah Ellina untuk memastikan keadaan Ellina.
Aaric menatap Kenzie dengan bangga. Mencoba untuk kuat berdiri dan memperjelas pandangannya. "Yang Mulia, aku datang membawa rat-"
Aaric tak dapat melanjutkan kata-katanya. Tubuhnya oleng kedepan dan gelap menanti kedatangannya. Saat itu juga Kenzie turun untuk menemui Aaric. Dengan cepat Kenzie turun dan manangkap tubuh Aaric yang masih menggendong Ellina.
"Kau terluka separah ini karena melindungi ratuku. Bahkan kau melakukannya dengan mempertaruhkan nyawamu. Kau sudah sampai pada titik terlemahmu," satu air mata Kenzie menetes. "... cukup sampai disini, aku akan melindungimu dan ratuku. Aku akan mengambil alih pertarungan ini."
Kenzie membawa Ellina dalam pelukannya, dan satu tangannya meraih tangan Aaric. Kenzie membawa Ellina dan Aaric terbang, membawa mereka ke tempat tinggi. Setelah di rasa tempatnya aman, Kenzie meletakkan tubuh Aaric namun tetap memeluk Ellina.
Tak! Suara pelan mendaratnya kaki Ernest terdengar pelan. Ernest melihat keadaan Aaric yang mengenaskan. Dengan reflek Ernest melepaskan tangannya yang masih menggendong Alvian. Alhasil, Alvian terjatuh dengan cukup keras.
"Ah, Ernest bodoh. Apa yang kau lakukan? Kenapa menjatuhkanku?" Alvian mengeluh dan memegang punggungnya yang sakit.
Kenzie hanya menoleh sesaat dan kembali menatap ke depan. Ernest menyentuh wajah Aaric sesaat.
"Kau melakukannya dengan sangat baik. Maaf, membebankan tugasku padamu. Maafkan aku," ucap Ernest pelan.
Hembusan angin lembut menyapa. Lykaios baru saja datang dan menatap tak percaya. Melihat luka ditubuh Aaric dan kembali menatap luka ditubuh Ellina yang berada di pelukan rajanya. Lykaios merutuki sikapnya yang tak bertindak dengan cepat. Kemudian beralih menatap Alvian yang terlihat baik-baik saja.
"Si idiot ini, apa yang ia lakukan hingga membiarkan Aaric terluka sedemikian parah? Pangeran bodoh ini, ah ... aku ingin sekali melenyapkannya!"
"Hei, aku dapat mendengar kata-kata di pikiranmu dengan jelas," Alvian menatap horor pada Lykaios.
"Cih," Lykaios menatap acuh dan berdiri di samping Kenzie. Tak lama Ernest pun melajukan hal yang sama.
"Jangan tahan kekuatan kalian. Teman kita ada yang terluka parah. Ratu juga sedang dalam keadaan tak bagus. Kita akhiri dengan cepat," ucap Kenzie dingin.
"Siap, Yang Mulia," ucap Ernest dan Lykaios bersamaan.
Kenzie menatap murka pada seluruh pasukan vampire yang tersisa. Dengan sedikit hentakan kakinya, Kenzie membuat gempa bumi yang dasyat. Lalu kembali Kenzie menghentakkan kakinya, sehingga membuat tanah yang para vampire pijaki terbelah menjadi dua. Banyak para vampire yang ambruk dan terluka.
Ernest dan Lykaios terbang tinggi, mengitari seluruh klan Vampire. Lykaios mengeluarkan api biru dari tangannya, dan Ernest menambah panas api yang di keluarkan Lykaios. Kenzie mengulurkan tangannya ke atas, seketika langit berubah menjadi gelap. Kenzie menggenggamkan tangannya, dan saat itu juga, petir-petir mulai menyambar.
Ernest mengepakkan kedua sayapnya, menciptakan angin kencang dan saat itu juga, Lykaios mengarahkan api panas dari tangannya. Petir-petir yang diciptakan Kenzie merespon kekuatan Lykaios, petir itu merambat dan bersatu dengan api Lykaios.
Alvian terpaku pada pandangan di depan matanya. Menyaksikan kejamnya Kenzie dan dua orang di sisinya yang membantai habis seluruh kaumnya. Ada rasa nyeri di hati Alvian, namun saat melihat kakaknya dan Ethan berhasil melarikan diri, Alvian bernapas lega.
Kenzie hanya menatap api dari tangan Lykaios yang terus membakar dan semakin panas. Bahkan petir yang Kenzie ciptakan terus merespon dengan api di tangan Lykaios. Semua lenyap tak bersisa. Kenzie tersenyum lega dan menatap wajah Ellina.
"Queen, kali ini kau terluka lebih parah. Bahkan aku tak bisa datang menjemputmu. Maafkan aku queen, tapi aku tak punya pilihan selain bertarung dengan mereka," Kenzie mengusap wajah Ellina pelan dan memandangi seluruh luka ditubuh Ellina.
Ernest dan Lykaios kembali menghadap Kenzie. Menundukkan badannya dengan satu kaki ditekuk.
Lykaios dengan pelan berucap, "Yang Mulia, pertempuran telah-"
"Kita pulang sekarang!"
Ernest menoleh pada Lykaios yang tak sempat meneruskan kata-katanya. Lykaios tertunduk lesu menyadari kata-kata dingin yang keluar dari mulut Kenzie. Lykaios menyadari, Kenzie tengah dalam keadaan marah. Marah karena tak dapat melindungi ratu Ellina dan Aaric.
Kenzie terbang lebih dulu. Lykaios dan Ernest bangun menatap kepergian Kenzie. Bahkan sekarang tak ada yang mencoba untuk bicara. Dalam beberapa menit, suasana hening tercipta.
"Apa yang terjadi? Raja terlihat marah," Lykaios memecahkan kesunyian.
"Itu, aku menyerahkan ratu Ellina kepada Aaric. Karena Ethan datang dan keadaan semakin tak terkendali," ujar Ernest pelan.
"Jadi ini semua karena pangeran idiot ini?" Lykaios menatap tajam Alvian.
Alvian bangkit dan mencoba menyela perkataan Lykaios. "Hei, kau-"
Lykaios dengan cepat menarik kedua kerah baju Alvian. "Apa yang akan kau katakan? Setelah mencoba menerkam ratu di sekolah, dan membuat keadaan semakin tak terkendali. Kau tak lihat? Ratu semakin terluka bahkan Aaric di ambang batas tubuhnya. Semua karena siapa? Semua karena Klan Transylvania! Dan kau ... apa yang telah kau lakukan brengsek!"
Alvian terhenyak mendengar kata-kata Lykaios. "Maafkan aku, aku...,"
"Kau selalu membawa masalah! Aku sudah menahan diriku untuk tidak membunuhmu! Tapi sekarang apa? Beraninya Klanmu melukai ratu dan Aaric!!!" Lykaios berteriak kencang. Mendorong tubuh Alvian hingga terjatuh.
Lykaios menunjuk wajah Alvian dengan tatapan benci. "Kau, dan klanmu. Dari awal kau hanya ingin menghancurkan ratu dan rajaku! Apa tujuanmu mendekati ratu?"
Alvian hanya diam dan tak melawan. Semua yang Lykaios katakan memang benar. Awalnya ia memang memiliki tugas untuk melenyapkan Ellina. Namun seiringnya waktu, Alvian mulai berubah. Melihat dan mengenal Ellina lebih dekat, dapat mempunyai teman seperti Lykaios dan Aaric meski sering bertengkar, itu semua membuat Alvian lupa pada tugas awalnya. Hingga kakaknya bertindak sendiri tanpa memberi tahu Alvian.
Ernest mengangkat tubuh Aaric. Menatap Lykaios dan Alvian yang tak kunjung akur. Ernest dapat mengerti kemarahan Lykaios karena Ernest merasakan hal yang sama. Namun Ernest memilih diam mengingat rajanya sudah sangat marah.
"Apa yang terjadi pada Ariela?" Ernest mencoba mengalihkan perhatian Lykaios.
"Aku melenyapkannya untuk selamanya!"
"Itu bagus," ucap Ernest pelan karena tak berhasil mengalihkan perhatian Lykaios.
Lykaios masih menatap Alvian. "Dengar pangeran Transylvania yang terhormat. Sekali lagi kau membuat ratu dalam keadaan berbahaya, aku tak akan mengampunimu!"
Alvian sedikit merinding mendengarkan kata-kata Lykaios, namun tanpa sadar Alvian menganggukkan kepalanya.
"Kita pulang sekarang," ucap Ernest yang telah mulai terbang meninggalkan Lykaios dan Ernest.
Alvian berdiri dan dengan ragu mulai bicara. "Aku ikut," ucap Alvian pelan.
Lykaios menoleh dan menatap tajam. "Apa? Kenapa kau harus ikut? Pulang ke kerajaanmu sana!"
Tanpa menunggu jawaban, Lykaios terbang menyusul Ernest. Alvian mengusap rambutnya kasar.
"Ah, sial! Apa yang aku lakukan? Kenapa aku harus hilang kendali? Suasana barusan, ah ... aku sangat tak menyukainya!"
Alvian bingung dan hanya bisa menatap frustasi. Ini semua memang kesalahannya dan klannya. Menyerang dan melukai Aaric tanpa ampun. Melihat dinginnya Kenzie sebelum pergi, Alvian sangat yakin. Kenzie tak lagi mau mempercayainya. Kini Alvian bingung dengan pilihannya.
Jika ia kembali, Raven Thian pasti akan melenyapkannya. Melihat Alvian hanya diam saat klannya dibantai habis-habisan. Dan juga Alvian sama sekali tak berniat membantu klannya. Jadi apa yang sebenarnya Alvian inginkan? Bahkan Alvian bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa ia bisa sebodoh ini? Menghianati klannya dan beralih haluan mendukung musuh. Semua benar-benar diluar kendali.
=========================
Halo, bagaimana dengan part ini? Ide mampet dan kurasa part ini sedikit tak berkesan. Apapun itu, tetap berikan dukungan kalian.
Thanks for reading and your Voment.
Ah, sampai lupa. Ada bonus Pic nya bang Aaric dengan penampilan barunya. Yey, bang Aaric cepat sembuh ya... Hahaha :D
Sampai bertemu di part selanjutnya..., jaga kesehatan kalian ya...,
Salam hangat,
# Ellina Exsli #
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top