11. Family?


Ellina with Kenzie.
=========================

Satu minggu berlalu. Ellina menatap datar pada pandangan di depan matanya. Semua terlihat indah dan bersahabat. Harusnya Ellina senang, namun entah kenapa semua tak dapat membuat Ellina ingin menetap disini lebih lama.

Meninggalkan sekolah dan ketinggalan pelajaran. Hanya itu yang ada di pikiran Ellina. Kenzie sama sekali belum mengijinkan Ellina untuk pulang ke dunia manusia. Kenzie bilang, tubuh Ellina belum terlalu sehat untuk menerima semua hal yang tengah Kenzie khawatirkan.

Ellina keluar ruangan dan berjalan menikmati pemandangan. Terus berjalan hingga tak sadar bahwa ia telah jauh dari ruangan terlarang yang Kenzie tetapkan. Menikmati harumnya bunga yang telah mekar. Melihat kupu-kupu indah terbang dan burung yang bersahutan. Tak lupa danau buatan yang terlihat sangat segar. Semua sempurna. Layaknya sebuah mimpi seperti di negeri dongeng.

Ellina terus berjalan tanpa menoleh kebelakang. Matanya menatap pohon-pohon indah yang tengah berbunga. Rasa kagum terlihat jelas di wajah Ellina. Ellina tersenyum menyadari bahwa semua ini hanya ada di Hyroniemus. Hanya ada di kerajaan milik Kenzie.

Ellina terus melangkah dan melangkah. Hingga tiba-tiba tubuhnya oleng karena menginjak baju yang ia kenakan sendiri. Dan tiba-tiba pula Kenzie dengan cepat menangkap tubuh Ellina. Ellina menatap Kenzie dan senyum di wajah Kenzie.

"Queen, kau pergi terlalu jauh. Kau tak apa?"

Ellina masih menatap wajah Kenzie yang begitu dekat dengan wajahnya. Rona merah hadir di kedua pipi Ellina. Dan diiringi dengan detak jantung yang kian berpacu lebih cepat.

"Queen," Kenzie mulai menatap khawatir.

"Ah, i-iya. Aku baik, tuan."

"Wajahmu merah. Apa kau demam?" Kenzie baru saja hendak meletakkan tangannya di kening Ellina, namun dengan cepat Ellina menahan tangan Kenzie.

"A-aku baik, tuan. Aku hanya sedang bosan dan butuh jalan-jalan."

"Kenapa tak mengajakku?"

"I-itu, karena tuan terlihat sibuk."

Kenzie tersenyum dan menggenggam tangan Ellina. Mengajak Ellina menyusuri jalan dengan bunga-bunga indah yang sedang mekar. Ellina memperhatikan Kenzie lebih teliti. Baju yang Kenzie kenakan, sama persis dengan bajunya. Dan, rambut. Ya, Kenzie merubah lagi warna rambutnya dan terlihat mirip dengan rambut yang Ellina miliki.

Tampan. Hanya satu kata itu yang ada di pikiran Ellina saat menatap wajah Kenzie. Kenzie memiliki fisik dan wajah yang sangat sempurna. Tapi siapa yang menyangka, bahwa Kenzie bukanlah seorang manusia. Kenzie seorang iblis dengan semua darah yang berbeda mengalir di tubuhnya.

Ellina terus mengikuti langkah Kenzie dengan satu tangan yang masih di genggam erat oleh Kenzie. Sesekali Kenzie tersenyum karena cerita panjang yang telah keluar dari mulutnya. Namun Ellina tak mendengarkan itu semua. Semua lewat begitu saja seperti angin yang berhembus.

"Queen, apa kau lelah?"

Ellina menanggapi dengan menggeleng.

"Kau ingin cepat pulang ke dunia manusia?"

"Apakah boleh? Aku harus belajar."

"Tentu. Tapi queen, kau harus tinggal bersamaku." Kenzie menatap wajah Ellina.

Ellina mengangguk dan tersenyum. "Aku akan tinggal bersamamu, tuan."

Kenzie mencium puncak kepala Ellina. Dan setelah itu dengan cepat Kenzie mengangkat tubuh Ellina di depan tubuhnya. Ellina menjerit pelan, namun dengan cepat meraih leher Kenzie untuk berpegang.

"Kau akan lelah jika terus berjalan. Ini sangat jauh. Aku tak bisa membiarkan ratuku sakit lagi."

Ellina lagi-lagi merona mendengarkan kata-kata Kenzie. Seiring dengan hembusan angin yang menerpa wajahnya. Kenzie membawa Ellina terbang dan dengan cepat telah sampai di ruang terlarang. Dengan pelan, Kenzie menurunkan tubuh Ellina.

"Terima kasih," ucap Ellina pelan.

Kenzie hanya tersenyum dan mencium kening Ellina. Hal tersebut lagi-lagi membuat ke dua pipi Ellina merona.

"Kita akan pulang ke dunia manusia sebentar lagi. Karena kita akan tinggal bersama, aku mempercepat kepulangan kita. Aku senang queen. Setidaknya mereka tak akan berani menyakitimu lagi." Kenzie mengusap pipi Ellina pelan.

"Tuan, aku juga harus mencari sepeda dan barang-barangku. Ada foto keluargaku didalamnya, dan itu sangat penting."

"Avram akan mengurus semuanya. Kau tak perlu memikirkan hal itu, queen. Sekarang istirahatlah dan setelah itu kita akan pulang."

Kenzie meninggalkan Ellina sendiri di ruangan tersebut. Dan Ellina hanya bisa pasrah dan duduk dengan diam. Tak lama setelah kepergian Kenzie, pintu ruangan tersebut diketuk. Ellina bangun dan berjalan membuka pintu.

"Yang Mulia, lord memerintah saya kesini untuk menyiapkan segala keperluan Yang Mulia sebelum kembali ke dunia manusia."

Seorang pelayan menundukkan badannya saat berbicara dengan Ellina. Ellina hanya mengangguk dan mengijinkan pelayan tersebut masuk dan mempersiapkan segalanya. Setelah selesai dengan semuanya, pelayan tersebut meninggalkan ruangan terlarang.

Tak lama Kenzie kembali masuk ke dalam ruangan. Menatap Ellina yang tengah memandang pemandangan dari jendela. Kenzie memeluk tubuh Ellina dari belakang dan mencium puncak kepala Ellina. Tubuh Ellina bergetar dan dengan cepat Ellina membalikkan tubuhnya. Kenzie langsung memeluk tubuh Ellina.

"Queen, setiap kau diam dan memikirkan sesuatu tanpa memberitahukan padaku, aku menjadi resah. Setiap melihat kening atau ke dua alismu yang menaut, aku tahu ... kau tengah memikirkan sesuatu dengan keras. Semua akan baik-baik saja, aku bersamamu."

Ellina menangis mendengar kata-kata Kenzie. Ellina membalas dengan memeluk tubuh Kenzie erat. Ya, Ellina tengah berpikir tentang hidupnya yang seperti menjadi beban untuk orang lain. Bahkan pamannya sendiri tak menginginkannya. Mereka membuang Ellina.

Ellina masih menangis di pelukan Kenzie. Mungkin terdengar aneh, tapi Ellina mulai merasakan kehadiran Kenzie dalam hidupnya. Sosok Kenzie yang selalu berusaha memberikan segala hal yang terbaik untuk Ellina. Sosok Kenzie yang tiba-tiba muncul di hidup Ellina dan mengatakan bahwa Ellina adalah miliknya dan ratunya. Sosok Kenzie yang selalu mencoba melindungi Ellina dari apapun.

"Apakah tuan orang yang Tuhan kirim untukku setelah kedua orangtuaku tiada? Aku tak mempunyai siapapun di hidupku, tuan. Mereka membuangku dan aku sendirian," ucap Ellina pelan ditengah isakan tangisnya.

"Tidak, queen. Kau tidak sendiri. Ada aku bersamamu, aku selalu ada untukmu. Bagaimana mungkin aku meninggalkan ratuku sendirian? Kau hidupku, queen. Kau segalanya untukku," balas Kenzie.

"Tuan...,"

"Aku tak akan meninggalkanmu, queen. Tak akan," ucap Kenzie meyakinkan.

"Tuan janji? Mereka yang kumiliki perlahan meninggalkanku dan aku lagi-lagi sendirian. Aku takut tuan, aku takut. Aku takut sendirian. Aku takut akan kesepian,"

"Ssstt, tidak queen. Kau tak sendirian? Kau memiliki aku dan seluruh Hyroniemus. Semua ada bersamamu jika kau merangkul mereka untuk melangkah bersamamu,"

"Tapi, aku tak bisa merangkul mereka dan berjalan bersamaku. Aku manusia, tuan. Aku lemah...,"

"Tidak, queen. Kau memiliki kemurnian hati, dan suatu saat kau akan menjadi wanita terkuat yang selalu mengingatkanku untuk bersikap lembut pada semua bawahanku. Kau ratu dan isteriku," Kenzie menangkup wajah Ellina dengan kedua tangannya.

"Jadi, bisa kau katakan bahwa kau juga membutuhkan aku untuk berada di sisimu? Untuk menjadi pria yang akan mengerti semua hal tentang dirimu?"

Ellina menatap kedua mata Kenzie, mencari kesungguhan disana. Dan ya, akhirnya Ellina mengangguk.

Kenzie mengusap kedua pipi Ellina dan mencium bibir Ellina sekilas. Lalu memeluk Ellina erat. Kenzie bahagia, mendapati Ellina yang kini mulai menerima kehadirannya. Mungkin secara perlahan Ellina akan mulai mengakui dan menerima Kenzie sebagai suaminya? Atau kah Kenzie yang terlalu berharap agar hal tersebut cepat terjadi?

Sedangkan tak jauh dari ruangan terlarang tempat Kenzie dan Ellina yang tengah berpelukan, Lykaios dan Ernest yang tengah menatap mereka dari atas pohon juga ikut tersenyum bahagia. Mereka berdua memang menjaga Ellina dari jauh jika di Hyroniemus.

Namun hal yang tak terduga terjadi, mereka melihat Kenzie yang tengah menenangkan ratunya dan memeluk tubuh ratunya meski itu di dekat jendela. Ditempat dimana semua orang dapat melihat apa yang tengah Kenzie lakukan. Dan itu membuat Lykaios dan Ernest tersenyum penuh arti.

"Ah, aku bahagia melihat lord yang tengah berbahagia," ucap Ernest sambil tersenyum.

"Bahkan lord tak lagi memperdulikan tempat untuk memeluk ratu. Dulu, lord tidak seperti itu." Timpal Lykaios.

"Kau tak lihat? Kemurnian hati. Kemurnian hati ratu meluluhkan lord. Aku berharap ratu segera menerima lord dan darah lord. Agar tak ada lagi jurang pemisah," kata Ernest.

"Kemurnian hati. Sesuatu yang tak dimiliki oleh klan manapun. Dan itu membuat perubahan besar pada lord dan Hyroniemus. Lord terlihat lebih hidup dan bahagia. Lord menjadi murah senyum dan hangat meski itu pada bawahannya. Harus aku akui, aku menyukai ratu Ellina dari pada Azzura," Lykaios berkata dengan senyum tipis karena melihat Kenzie yang masih memeluk Ellina.

"Ah, itu semakin membuatku khawatir. Jika lord saja sangat menginginkan ratu, bagaimana dengan klan lain? Aku yakin ada sesuatu yang besar di balik kemurnian hati?" Ernest menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Phoenix! Murni, baik, kuat, abadi, sang pemimpin, bijaksana dan sering ditujukan untuk seorang ratu. Phoenix sering ditujukan pada perempuan yang memiliki kebaikan hati. Namun tak aman jika didekatkan dengan manusia. Mungkinkah...," Lykaios membulatkan kedua matanya dan menatap Ernest.

"Ra-ratu yang dapat menguasai burung phoenix? MU-mungkinkah, ratu...," Ernest menutup ke dua mulutnya.

"Mungkinkah ratu adalah orang yang akan memimpin Hyroniemus dengan kuat bersama lord?"

"Lambang keabadian, kehidupan dan kematian. Kebangkitan tubuh setelah kematian dan kehidupan setelah kematian. Merasakan sakit antara hidup dan mati. I-itu berarti ratu akan...," Ernest kembali menutup mulutnya tak percaya.

"Ratu akan mengalami sakitnya kematian dan sakitnya kehidupan. Ra-ratu akan menjadi wanita terkuat di atas semua klan? Bu-bukankah lord juga memiliki naga api dari neraka? Dan pasangan naga adalah phoenix. Azzura telah mencoba menguasai burung itu, namun nihil. Selama 4534 tahun Azzura mencoba, namun tak mendapatkan hasil apa-apa. Bahkan tak ada yang tahu dimana phoenix berada. Semua klan menginginkan untuk menguasai phoenix. Mereka terus mencari dalam diam." Lykaios mulai berpikir keras.

"Jika begitu, mungkinkah klan lain yang tak menyetujui ratu Ellina menjadi ratu Hyroniemus adalah karena ratu berkemungkinan dapat menguasai burung phoenix? Karena mereka mengetahui kemurnian hati ratu. Karena mereka akan semakin takut pada Hyroniemus," ucap Ernest pelan.

"Sakitnya kematian? Ratu telah mengalami sakitnya kehidupan, berarti ra-ratu akan...," Lykaios berhenti sebentar dan menarik napas dalam. "... ratu akan mengalami sakitnya batas antara hidup dan kematian. Ratu akan mengalami kesakitan menjelang kematian dan setelah itu ratu kembali hidup dengan abadi. It-itu berarti ratu berada dalam keadaan sangat bahaya. Apakah lord sudah tahu tentang hal ini? Kita harus memberi tahu lord sebelum klan lain lebih dulu mengambil ratu." Lykaios langsung turun dari pohon dengan cepat.

"Hei ... kau meninggalkanku! Tunggu aku," ucap Ernest sambil mencoba turun dari pohon, namun ternyata jubahnya malah tersangkut di ranting pohon.

"Wah, apa yang terjadi pada bajuku? Kyaaaaa, aku tersangkut!" Ernest menggerakkan badannya yang tergantung antara baju dan pohon.

Lykaios menatap dan menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin Ernest menjadi sangat bodoh? Tadi dia melompat naik ke atas pohon dengan sangat meyakinkan. Sekarang dia kelihatan kebingungan untuk turun dari pohon.

"Hei, jangan cuma menatap. Tolong aku, aku tak bisa turun." Ernest mulai merengek dan mengayunkan badannya. Menarik bajunya namun ternyata tak membuahkan hasil apa-apa.

"Kau itu bodoh atau idiot? Turun dari pohon saja tak bisa," ucap Lykaios sambil menatap jengah pada Ernest yang tak kunjung turun.

"Akan sangat mudah jika menggunakan kekuatanku. Tapi itu akan merusak pohon yang tengah berbunga ini. Kau tak lihat? Ratu sangat menyukainya, aku tak mungkin menghancurkan pohon dengan bunga kesukaan ratu."

Ernest terus menggoyangkan badannya dan menarik bajunya. Lykaios merasa jengah dan mengulurkan tangannya. Mengeluarkan sedikit kekuatannya dan mengarahkan ke baju Ernest. Ernest yang tak menyadari perbuatan Lykaios, hanya bisa pasrah.

Buukkkk!
Ernest jatuh terjerembab dengan sukses. Kedua tangannya yang terentang, wajah yang menyentuh tanah, dan kaki yang juga terlentang. Ernest bahkan membuat gambaran jatuh tubuhnya di atas tanah dengan dalam. Ernest mengangkat wajahnya menatap Lykaios.

"Ppfffhh, hahahahahahha...," Lykaios yang menyadari posisi jatuhnya Ernest tertawa keras. Berlari sejauh mungkin sebelum Ernest benar-benar bangun dari posisinya.

"Lykaios!!! Kau, aku akan membunuhmu! Kemana kau? Hei, jangan lari! Sial," umpat Ernest mencoba bangun dan mengejar Lykaios.

***

Ellina memandang rumah megah di depan matanya. Rumah yang begitu mewah namun berpenghuni aneh semua. Bagaimana tidak? Tak ada manusia di rumah ini kecuali Ellina. Bahkan seluruh pelayan di rumah ini adalah mahkluk yang Kenzie bawa dari Hyroniemus.

Kenzie menggenggam tangan Ellina untuk memasuki rumah. Lykaios dan Ernest mengikuti di belakang. Tak lama semua pelayan keluar dan tersenyum melihat kedatangan Kenzie dan Ellina.

"Selamat datang Yang Mulia ratu. Senang ratu bisa tinggal bersama kami," ucap mereka serempak dengan menundukkan kepala.

Kenzie membawa Ellina memasuki sebuah kamar. Kamar untuk mereka berdua, hanya saja Kenzie mengatakan bahwa kamar itu hanya untuk Ellina. Dikamar tersebut telah siap segala keperluan untuk Ellina. Mulai dari baju untuk Hyroniemus, untuk sekolah, dan untuk sehari-hari dengan tertata rapi dan elegan. Semua kualitas terbaik dan model terbaru.

Ellina memandang takjub pada seluruh hal yang Kenzie siapkan. Pernak-pernik kecil yang sangat cantik dan berkilau, semua tertata rapi. Sepatu mulai dari untuk sekolah hingga untuk saat ke Hyroniemus juga telah tertata rapi. Ellina benar-benar takjub pada seluruh yang Kenzie siapkan.

Tak lama saatnya makan malam telah tiba. Ellina duduk bersama Kenzie dengan semua makanan yang telah tersaji di meja. Tak jauh dari mereka, Lykaios dan Ernest tengah berjaga untuk keadaan yang mungkin tiba-tiba saja akan berubah.

"Queen, kau harus banyak makan agar tubuhmu cepat pulih."

"Tuan, ada banyak makanan disini, tapi kenapa cuma kita berdua yang duduk disini?"

"Lalu, siapa lagi queen?"

Ellina beranjak bangun dan berjalan mendekati Lykaios dan Ernest yang tengah memandang halaman rumah.

"Kak, kenapa tak ikut makan bersama kami?"

Lykaios dan Ernest menoleh dan menundukkan kepalanya.

"Maaf Yang Mulia, tapi kami tak pantas duduk bersama dengan, Yang Mulia." Ernest memandang Ellina sebentar dan kembali menunduk.

"Apanya yang tak pantas? Kita semua harus makan bersama. Kita kan keluarga."

Lykaios dan Ernest terhenyak mendengar kata-kata Ellina. Mereka berdua menatap senyum Ellina yang tengah terkembang manis di bibirnya. Seketika Lykaios dan Ernest pun ikut tersenyum. Kenzie yang menyaksikan itu semua juga ikut tersenyum.

"Keluarga," ucap Kenzie pelan.

Kenzie benar-benar tak pernah memikirkan itu semua. Namun ketika melihat senyum Ellina dan kedua orang kepercayaannya, Kenzie kini mengerti. Kenzie tak salah memilih Ellina. Dan sangat jelas terlihat bahwa ke dua orang di sisinya juga menyukai Ellina.

Ellina kembali bersama Lykaios dan Ernest yang terlihat canggung dan menunduk hormat. Kenzie tersenyum melihat mereka berdua. Kenzie sangat tahu bahwa mereka berdua takut akan kemarahan Kenzie.

"Apa yang kalian tunggu? Duduklah, ratu sudah menunggu kalian untuk makan malam," ucap Kenzie lembut dengan tersenyum.

"Ampun Yang Mulia, tapi kami tak pantas untuk duduk dan makan bersama di meja dan kursi yang sama dengan Yang Mulia," ucap mereka bersamaan.

"Kalian tak mendengar kata-kata ratu? Kita sekarang keluarga. Jadi, kapan kita akan mulai makan malamnya?" Kenzie menatap mereka dan tersenyum.

Lykaios dan Ernest menatap tak percaya pada apa yang telah Kenzie katakan. Namun mereka berdua akhirnya duduk ditempat yang telah disediakan. Mulai malam ini, mereka akan selalu makan bersama. Ada rasa bahagia yang tak dapat diungkapkan oleh Lykaios dan Ernest. Dan hal itu membuat mereka berdua semakin ingin melindungi Kenzie dan Ellina. Melindungi keluarga yang baru saja terbentuk dan ingin mempertahankan untuk selamanya.

Canda tawa terlontar indah di ruang makan. Berawal dari Ellina yang bercerita tentang hal lucu. Kemudian Lykaios dan Ernest yang saling menyalahkan karena kebodohan mereka masing-masing. Namun hal itu membuat Kenzie dan Ellina tertawa.

Bahkan Kenzie baru mengetahui bahwa ternyata Lykaios dan Ernest bisa selucu ini. Setahu Kenzie mereka selalu serius dengan hal yang mereka lakukan. Namun ternyata Kenzie salah, mereka terlihat bahagia dengan menceritakan kesalahan-kesalahan kecil saat menjalankan tugas dari Kenzie.

Kenzie menatap wajah Ellina. Ada rasa hangat yang menjalar di hati Kenzie. Satu hal yang Kenzie tahu, itu semua karena Ellina. Kehangatan dan suasana yang tiba-tiba menjadi menyenangkan. Suasana yang terlihat sangat harmonis seperti layaknya keluarga.

***

Pagi ini sekolah menjadi sangat heboh. Seluruh siswa menatap pada sebuah mobil mewah yang baru saja terparkir. Dari dalam mobil tersebut Aaric turun dengan dinginnya dan tak mempedulikan sekitarnya.

Hal yang membuat seluruh siswa menjerit adalah karena Aaric merubah penampilan dan gaya rambutnya. Warna rambut hitam yang biasa menghiasi wajahnya kini telah berganti dengan warna coklat terang. Dan itu membuat Aaric semakin terlihat tampan namun tetap dingin.

Tak lama sebuah mobil mewah lainnya memasuki halaman sekolah dan ikut parkir disebelah mobil Aaric. Lykaios turun dan tak lama Ernest juga turun. Seluruh siswa menjerit kagum. Mereka mulai berbisik tentang Ernest yang baru mereka lihat hari ini.

Sebuah mobil ferrari merah memasuki halaman sekolah. Aaric, Lykaios, dan Ernest mendekat dan membukakan salah satu pintu. Kenzie turun dan tak lama Ellina juga turun. Seluruh siswa kaget melihat Ellina yang telah kembali bersekolah dan membuat mereka menatap tak percaya. Selama satu minggu ini mereka menyangka, Ellina benar-benar tamat. Tamat karena tak akan kembali bersekolah.

Kenzie meninggalkan halaman sekolah dengan sedikit tenang. Meninggalkan Ellina dengan Lykaios dan Ernest membuatnya sedikit lega. Ya, Kenzie mengutus Ernest untuk ikut bersekolah bersama Lykaios untuk melindungi Ellina.

Mendengar semua kemungkinan yang Ernest dan Lykaios katakan saat di Hyroniemus membuat Kenzie sangat waspada. Jika benar alasan klan lain tak menyetujui Ellina menjadi ratu karena Ellina berkemungkinan dapat menguasai burung phoenix, maka seluruh klan yang memberontak akan benar-benar mencoba membunuh Ellina dengan segala cara.

Kenzie harus melindungi Ellina dengan segala cara juga. Melihat pangeran Transylvania yang juga telah berada di sekolah ini, tak menutup kemungkinan bahwa seluruh klan akan menyamar sebagai siswa dan mencari celah untuk membunuh Ellina. Meski Alvian pernah menyelamatkan Ellina, namun Kenzie tetap tak mempercayai Alvian.

Kembali ke sekolah, Ellina duduk di sebuah bangku di temani oleh Lykaios dan Aaric. Mereka menunggu Ernest menyelesaikan pendaftaran dan berharap Ernest segera diterima. Bisik iri begitu jelas terdengar. Tentang mereka semua yang iri melihat Ellina dapat akrab dengan seluruh pria tertampan di sekolah.

"Yo, Ellina. Akhirnya kau masuk sekolah juga. Ah, aku sangat merindukanmu. Sekolah tanpa kehadiranmu sangat membosankan." Entah dari mana, Alvian tiba-tiba saja muncul dan merentangkan tangannya.

Aaric memutar bola matanya jengah. Lykaios menatap tajam pada Alvian. Namun Alvian terlihat cuek. Alvian semakin mendekat dan tersenyum lebar melihat wajah Ellina.

"Kau tak merindukanku? Ah, hatiku terluka." Alvian mengubah mimik wajahnya menjadi sedih namun Ellina tetap tak peduli.

"Apa yang kau bicarakan? Ya ampun, kau sangat tak berkelas." Lykaios menatap remeh pada Alvian.

"Perhatikan pada siapa kau berbicara. Aku tak percaya kau seorang pangeran dari Transylvania," Aaric ikut menimpali.

"Apa masalah kalian? Ellina saja tak keberatan. Ya kan Ellina?" Alvian tersenyum manis pada Ellina.

"Ah, aku lupa. Terima kasih karena telah menyelamatkanku pada malam itu," ucap Ellina sambil tersenyum.

"Tentu saja, suatu kehormatan bisa menyelamatkan ratu Ellina." Alvian tersenyum bangga.

"Cih, menyelamatkan apanya? Kau menjatuhkan ratu dari ketinggian di luar batas." Lykaios tersenyum sinis pada Alvian.

Aaric tertawa kecil mendengar kata-kata Lykaios. Sedangkan Alvian terlihat sangat kesal dengan semua ucapan Lykaios.

"Kak Ernest, bagaimana? Diterima?" Ellina bangun dan mendekati Ernest.

"Seperti yang diharapkan ratu ... aku diterima," ucap Ernest sambil menundukkan kepalanya.

"Kak, berhentilah bersikap formal. Ini dunia manusia, dan kita sedang berada di sekolah."

"Maaf ra--? Ah, iya ... Ellina. Aku lupa jika harus bersikap layaknya manusia." Ernest menggaruk rambutnya yang tak gatal.

Ellina tersenyum, tak lama Aaric dan Lykaios mendekat. Sedangkan Alvian menatap tak percaya pada penglihatannya. Alvian benar-benar tak pernah memikirkan ini semua. Tentang Kenzie yang begitu posesif melindungi Ellina. Bahkan Kenzie mengutus dua orang terkuat di sisinya. Tak hanya itu, ada seorang pangeran Lycanthrope yang Alvian lupakan. Aaric Leighton Blade, pangeran dari klan Lycanthrope disini juga untuk melindungi Ellina.

Alvian bersikap normal dan mendekati Ellina. Meletakkan satu tangannya di pundak Ellina lalu mengajak Ellina berjalan. Lykaios dan Ernest menatap tak suka. Sedangkan Aaric mengikuti Ellina dari belakang.

"Apa yang kau lakukan?" Lykaios menarik tangan Alvian yang tengah merangkul Ellina.

"Apa? Aku hanya sedang mengajaknya ke kelas. Ada apa dengan pandangan kalian?" Alvian mencoba membela dirinya.

"Kau sudah bosan hidup, ya?" Ernest menatap tajam.

"Kenapa kau selalu bersikap sesukamu? Kau itu seorang bangsawan, tapi perbuatanmu sangat di luar akal," Lykaios menimpali.

"Ya ampun. Apa kalian selalu sekaku ini? Ayolah, aku hanya sedang merindukan Ellina," ucap Alvian pelan.

"Apa kau bilang? Kau sudah sinting ya?" Ernest sudah mengepalkan tinjunya.

"Menjauh dari ratu, atau aku akan mematahkan semua tulangmu!" Lykaios berbisik pada telinga Alvian.

"Haruskah kita menunggu mereka? Mereka terlihat seperti anak kecil yang sedang bertengkar." Ellina bertanya pada Aaric yang juga tengah memperhatikan mereka.

"Kita tinggal saja," ucap Aaric.

Ellina mengangguk dan membalikkan badannya untuk berjalan menuju kelas. Aaric mengikuti dan berjalan di samping Ellina.

"Ah, Ellina meninggalkanku." Alvian tak memperdulikan peringatan Lykaios dan Ernest.

Alvian berlari pelan mengejar Ellina. Setelah berada di samping Ellina, Alvian tersenyum dan ikut berjalan bersama Ellina. Lykaios dan Ernest akhirnya mengikuti Ellina dan berjaga di belakang Ellina.

Seluruh isi kelas diam saat melihat Ellina berdiri di tengah pintu didampingi oleh para lelaki tampan di sekolah. Lexsi menatap tak percaya pada apa yang telah dilihatnya. Valerie terlihat kesal dengan Ellina yang terlihat begitu mudah untuk dekat dengan Aaric, Lykaios ataupun Alvian. Ariela yang juga baru masuk hari ini menatap benci pada Ellina.

Ellina duduk diam di tempatnya. Lykaios yang duduk di sampingnya menatap setiap pergerakan Ariela. Aaric yang duduk di depan Ellina, terlihat cuek dan asik dengan dunianya sendiri. Sedangkan Ernest memilih duduk bersama Alvian.

"Apa? Kenapa kau duduk disini?" Alvian terlihat keberatan melihat Ernest yang duduk di sampingnya.

"Aku harus mengawasimu agar tak berbuat sesukamu," ucap Ernest tegas namun matanya menatap pada Ariela yang tak jauh dari tempat duduknya.

"Sial," Alvian mengumpat kesal.

Tak terasa lonceng jam istirahat pertama di mulai. Ellina melangkahkan kakinya menuju toilet. Lykaios yang ingin mengikuti Ellina sampai batas antara toilet pria dan wanita hanya bisa pasrah saat Ellina tak memberinya ijin. Alvian tersenyum menang melihat Lykaios yang tak berani membantah perintah Ellina.

Belum sampai masuk kedalam toilet, sebuah tangan menarik Ellina dari belakang. Memaksa Ellina untuk berjalan mengikuti orang yang menarik tangannya. Hingga di belakang sekolah, orang tersebut melepaskan tangan Ellina. Ellina menoleh dan detik berikutnya lidah Ellina kelu untuk berbicara meski itu hanya sekedar menyapa.

"Sudah merasa hebat? Mendekati semua cowok tampan di sekolah ini?" Lexsi menatap sinis pada Ellina.

"Sudah merasa cantik? Menempel pada Aaric, Lykaios, Alvian atau anak baru pagi ini?" Valerie mencengkeram wajah Ellina.

Ariela mendekat perlahan dan bibirnya mengucapkan sesuatu dengan amat sangat pelan. Seketika suasana yang ramai menjadi hening. Ariela membuat sebuah portal ringan dan menipu semua mata orang diluar portal yang melihat mereka. Orang di luar portal hanya akan melihat mereka tengah bergurau meski Ariela tengah menindas Ellina.

"Kenapa hanya diam? Kau takut? Takut aku membekukanmu lagi? Jika aku menyakitimu sekali lagi, akankah dia datang menemuiku? Dia ... orang yang mengira aku adalah dirimu karena mahkota di kepalaku." Ariela berbisik pelan di telinga Ellina.

Mata Ellina membulat lebar. Ariela tersenyum tipis dan memundurkan badannya. Kata-kata Ariela sukses membuat Ellina terkejut. Ellina tak mengerti maksud perkataan Ariela, namun jika ini tentang mahkota, Ellina bisa memastikan bahwa orang yang dimaksud Ariela adalah Kenzie.

"Aku tak percaya kau berani menatapku! Aku jadi sangat membencimu!" Valerie yang masih mencengkeram wajah Ellina, mendorong kepala ke belakang dengan keras. Suara benturan antara kepala Ellina dan tembok terdengar.

"Kau tak mau menjawab? Apa kau tak punya mulut?" Lexsi mendekat dan Valerie mundur.

Lexsi menarik rambut Ellina dan mendorong tubuh Ellina hingga terhuyung. Ariela memajukan kakinya hingga kaki Ellina tersandung kaki Ariela.

Brukkkk!
Tubuh Ellina terjerembab. Lexsi dan Valerie tertawa. Ellina hanya meringis merasakan sakit di kepalanya dan lututnya.

"Uh, uh, uh, aku tak tahu bahwa kau sangat kuat." Lexsi menampar pipi Ellina keras hingga sudut bibir Ellina pecah.

"Ups, tanganku bergerak sendiri. Ya ampun, harusnya aku bisa menahan tanganku. Apa boleh buat, tanganku tak mau mendengar perintahku." Lexsi tertawa pelan.

Valerie dan Ariela juga tertawa pelan. Valerie mendekat saat Ellina mencoba bangun. Dengan keras Valerie memukul punggung Ellina hingga Ellina kembali jatuh.

"Ya ampun, itu tadi tak sengaja. Ada nyamuk di punggungmu." Valerie berkata sambil mengibaskan tangannya karena sakitnya memukul punggung Ellina.

Bukkkk!
Valerie menendang perut Ellina keras. Membuat Ellina sangat kesakitan.

"Ah, maafkan aku Ell ... kakiku terpeleset," ucap Valerie dengan mimik wajah dibuat sedih.

"Masih berani mendekati cowok-cowok tampan di sekolah ini? Kau akan dapatkan hadiah lebih jika masih tak mendengarkan peringatan ini!" Valerie menarik rambut Ellina dan mendorong kepala Ellina kasar.

"Kita cabut," ucap Lexsi dan diikuti anggukan oleh Valerie.

"Kalian duluan saja, Ada hal yang harus aku bicarakan sama anak sok cantik di sekolah kita." Ariela tersenyum tipis.

Lexsi dan Valerie pergi meninggalkan Ellina dan Ariela. Ellina bangun dan menahan semua sakit di tubuhnya.

"Panggil dia," ucap Ariela dengan nada memerintah.

"Siapa?"

"Pria tampan dengan sejuta pesona yang selalu mengantar dan menjemputmu,"

Ellina menautkan kedua alisnya dan kemudian tersenyum sinis. "Kenapa harus aku yang memanggilnya? Kau yang ingin bertemu dengannya, maka panggillah sendiri! Jangan memerintahku!"

"Sudah punya nyali? Kau ingin aku membekukanmu lagi? Ah, tidak ... sepertinya hal baru lebih enak dicoba. Ya kan?"

Ellina mulai merasakan takut. Saat Ariela menatap tubuhnya dan seketika tubuhnya kaku dan tak bisa digerakan. Ariela menatap sekitarnya dan dengan pikirannya semua benda di sekitarnya mulai berterbangan. Tak cukup sampai disitu, Ariela menggerakkan air dari pipa bawah tanah hingga membuat buliran-buliran air itu terangkat.

Air-air tersebut membeku dan membentuk sebuah benda dengan ujung yang sangat runcing. Semua mengarah kepada Ellina. Ariela tertawa pelan dan dengan sedikit gerakan matanya, satu dari sekian banyaknya air yang telah membeku itu menggores lengan Ellina.

Ariela tertawa keras. Lalu dengan satu tangannya, empat air yang telah membeku menusuk kaki Ellina. Darah segar mulai keluar, dan Ellina ambruk tak dapat menahan tubuhnya. Dengan gerakan ke dua tangannya, Ariela mengarahkan semua air tersebut pada tubuh Ellina. Ellina memejamkan matanya kuat, berharap keajaiban akan datang lagi.

"Wah, wah, wah, kau sudah mulai bertingkah lagi? Apa peringatanku kemarin belum cukup?" Lykaios masuk dalam portal yang dibuat Ariela.

Ariela menoleh dan menahan air yang tengah mengarah ke tubuh Ellina. Lykaios tersenyum sinis diikuti oleh Ernest dan Aaric yang baru saja masuk pada portal yang dibuat oleh Ariela.

"Kau bahkan melupakan keberadaan kami. Apa kau sudah bosan hidup?" Ernest menggerakkan tangannya dan memperkuat portal Ariela.

"Bagus, temanku membuatnya lebih kuat. Agar kita bisa bertarung disini tanpa ada manusia yang masuk dan terluka," Lykaios tertawa meremehkan.

"Kau menyakitinya lagi? Kau akan membayar mahal semua ini!" Ernest mengulurkan tangannya dan melelehkan semua air yang membeku dengan api yang keluar dari tangannya.

Ariela menelan susah salivanya. Ariela benar-benar tak ingat siapa orang di depannya. Ariela hanya ingat ekornya pernah terbakar sehingga menyebabkan ia harus menukar ekornya. Selebihnya ingatannya hilang untuk mengetahui siapa yang melakukan itu padanya.

"Apa ini? Kalian meninggalkanku untuk hal menyenangkan ini?" Alvian baru saja masuk kedalam portal dengan merapikan rambut pendeknya.

Semua menoleh pada Alvian. Ariela menatap tak percaya pada apa yang ia lihat. Ia tak menyangka bahwa Alvian juga bukan manusia. Alvian sangat sempurna menutupi jati dirinya. Ellina tertatih dan merobek ujung bajunya, menutup luka di lengannya agar darahnya berhenti mengalir.

Bau darah Ellina yang menyeruak di indera penciuman Alvian. Alvian menggeram dan detik berikutnya matanya telah berubah menjadi merah darah. Menyadari keadaan yang tak diperhitungkan, Ernest langsung melesat melindungi Ellina.

Alvian mencoba untuk sadar, dan menutup hidungnya. Namun matanya menatap pada kaki Ellina yang masih mengeluarkan darah. Alvian tak dapat menahannya lagi. Alvian melesat kearah Ellina namun dengan cepat Aaric menahan tubuh Alvian.

"Sial! Aku melupakan bahwa dia seorang vampire," ucap Aaric sambil menahan tubuh Alvian.

Ariela menatap ngeri pada pandangan Alvian. Tanpa Ariela sadari Lykaios telah mendekat.

"Jangan alihkan pandanganmu. Lawanmu adalah aku. Jadi bisa kita mulai?" Lykaios menarik tangan Ariela lalu membanting tubuh Ariela.

"Ahhhkk," ucap Ariela menahan sakit tubuhnya.

Ernest menutupi tubuh Ellina dengan satu sayapnya. Sedangkan matanya menatap Alvian yang berusaha melepaskan diri dari Aaric.

"Yang Mulia, maaf. Lagi-lagi kami terlambat menyelamatkan Yang Mulia," Ernest meminta maaf dan menundukkan kepalanya.

"Kak, rasanya badanku sakit semua. Aku lelah," Ellina berkata pelan dan detik berikutnya Ellina telah pingsan.

Ernest menangkap tubuh Ellina dengan cepat. Ernest menggertakkan giginya. Tatapannya tertuju pada Ariela. Melihat Lykaios yang tengah bermain dengan Ariela. Lalu Ernest menatap Alvian, rasa haus darah membuat Alvian berubah dan mengeluarkan kekuatannya. Alvian berteriak keras dan bersamaan dengan itu tubuh Aaric terpental.

Alvian langsung melesat kearah Ernest. Ernest membawa tubuh Ellina dan terbang kelantai paling atas di sekolah. Alvian melompat tinggi dan terbang mengikuti Ernest. Aaric dengan cepat berubah menjadi seekor serigala dan menerkam tubuh Alvian dari belakang. Namun, kekuatan Alvian tidak lagi sama. Alvian dengan mudah menghempaskan Aaric.

Sedangkan di lain sisi, Lykaios tengah tertawa puas. Menatap benci pada Ariela.

"Ayolah, ini tak seru jika kau kalah begitu cepat. Ini tak akan menarik jika aku merebut kalungmu dan kau berubah menjadi duyung. Apa yang bisa dilakukan duyung di tempat kering tanpa air seperti ini? Lalu aku akan dengan sangat mudah membunuhmu. Cerita tamat saat kau sudah mati. Ah, membayangkannya saja sudah sangat membosankan. Jadi keluarkan kemampuanmu jika kau tak ingin mati lebih cepat!" Lykaios tertawa keras.

"Apa-apaan Lykaios itu? Kenapa dia jadi banyak bicara? Apa dia memutuskan segel otaknya juga? Dia berubah menjadi seorang bermulut besar," ucap Ernest pelan.

Lykaios berhenti tertawa saat mendengarkan perkataan Ernest. Lykaios menatap Ernest dan Alvian dari kejauhan. Lalu menatap Aaric yang mulai pindah haluan untuk berada di bawah Ernest. Ernest turun dan meletakkan tubuh Ellina di dekat Aaric.

"Jaga ratu dengan baik. Alvian bukanlah lawan yang mudah. Aku akan mengurusnya. Dan bisakah kau kirim pesan pada Lykaios? Berhenti untuk bermain dan bersikap bodoh. Dia jadi tak berkelas," ucap Ernest jengkel dan kembali menatap Alvian.

Aaric hanya bengong dan menatap Lykaios yang masih berada di bawah. Aaric berubah menjadi manusia dan mengangkat tubuh Ellina.

"Pertama, serahkan mahkota di kepalamu. Itu bukan milikmu, kenapa kau mengambil barang yang bukan milikmu?" Lykaios mendekati Ariela.

Lykaios mengulurkan tangannya untuk mengambil mahkota dikepala Ariela. Namun tiba-tiba Ariela menusukkan sebuah pisau kecil yang ia simpan dibalik bajunya. Lykaios terdiam sebentar dan tertawa.

"Hahahaha, apa kau pikir pisau kecil itu dapat melukai tanganku? Apa aku selemah itu di matamu? Kau ... meremehkanku!"

Lykaios mencengkeram leher Ariela dan mengangkat tubuh Ariela. Ariela dengan susah mencoba melepaskan tangan Lykaios dari lehernya.

"Kau merepotkan! Dari awal klan Neptunus memang merepotkan!" Lykaios mengulurkan satu tangannya yang lain dan menyentuh mahkota di kepala Ariela.

"Beraninya kau mengambil sesuatu milik ratu! Aku akan melenyapkanmu!"

Lykaios mengambil mahkota dikepala Ariela dan menyimpannya. Dengan mudah Lykaios melempar tubuh Ariela. Ariela terlempar sangat jauh. Darah segar keluar dari mulut Ariela.

Lalu dengan satu gerakan tangan Lykaios mengeluarkan api di tangannya. Mengarahkan pada Ariela yang tengah tergeletak lemah. Menyadari bahaya yang datang, Ariela tertatih untuk menghindari api dari Lykaios.

"Menghindar? Mau sampai kapan? Kenapa tak kau lawan dengan kekuatan airmu?" Lykaios terus menyerang Ariela.

Fokusnya Ariela menghindari serangan dari Lykaios membuatnya lupa untuk memperkuat pertahanan diri. Saat Lykaios dengan cepat berpindah tempat mendekati Ariela, Ariela terkejut dan memundurkan badannya. Lykaios mendekat lagi dan menarik kalung di leher Ariela. Wajah Ariela memucat seiring dengan langit yang tiba-tiba mulai menggelap. Ariela menatap keatas dan melihat Ernest yang tengah mengulurkan tangannya ke langit untuk mengeluarkan kekuatannya melawan Alvian.

Lykaios tersenyum sinis menyadari ketakutan Ariela. Lykaios menatap Ernest yang telah siap untuk menurunkan hujan dan api biru dari tangannya. Mata Ernest bertemu dengan mata Lykaios. Saat Lykaios menganggukkan kepalanya, Ernest menarik tangannya dan seiring itu juga hujan turun.

Ariela memegang kakinya yang perlahan telah berubah menjadi ekor yang bersisik. Lykaios tertawa keras dan tangannya terulur keatas. Menggenggam erat dan saat itu juga hujan reda. Ariela panik menyadari ia telah berubah menjadi duyung di daratan. Lykaios mendekat dan menghantam tubuh Ariela. Ariela memekik keras seiring tubuhnya yang melayang karena hantaman Lykaios. Ariela menatap takut pada senyum Lykaios. Tidak, Ariela sesungguhnya sangat ketakutan.

"Aku sudah mulai bosan. Kau membosankan! Membuatmu sekarat lebih menyenangkan dari pada membunuhmu! Nikmati rasa sakitmu karena telah berani menyentuh ratu!
!" Lykaios menyentuh ekor Ariela dan membakarnya.

Ariela berteriak histeris menahan sakitnya. Lykaios tersenyum puas. Bukannya melemahkan api di tangannya, Lykaios malah menambah berat panas dari api di tangannya. Akhirnya lagi-lagi Ariela tak sadarkan diri.

Lykaios mengangkat tubuh Ariela. Membawanya terbang tinggi dan meninggalkan area sekolah. Ernest menatap Lykaios yang telah usai menyelesaikan pertarungan. Dengan cepat Ernest turun dan menyentuh wajah Alvian. Lalu dengan kekuatan penuh Ernest menekan wajah Alvian hingga kepalanya membentur tembok keras.

Brakkk!
Suara dentuman antara tubuh dan kepala Alvian dengan tembok terdengar keras. Tembok itu retak dan darah dari kepala Alvian mulai keluar.

"Sadarlah, atau aku akan membunuhmu!" Ernest berteriak keras.

Alvian menatap nanar pada Ernest. Namun matanya terbuka lebar saat sekelebat bayangan dari atas turun dan perlahan menjadi nyata. Alvian merasakan udara disekitarnya menghilang dan menyisakan ruang kosong. Alvian menelan salivanya saat melihat mata orang tersebut telah semerah darah.
Tak lupa benang merah di tangan orang tersebut membuat Alvian bergidik ngeri.

"A-a-a-akku ...," lidah Alvian kelu seiring mata merah tersebut menatap tajam pada Alvian.

"Aaaaakkkhhhhhh," Alvian berteriak kencang saat benang merah tersebut telah mulai menyentuh kulitnya.

========================

Hahaha, bagaiman? Part nya harus ke potong dan di tunda untuk part selanjutnya. ;)

Terima kasih banyak atas dukungan teman teman semua. Tanpa kalian, part ini tak akan ada. :)
Sampai bertemu di episode selanjutnya.

Salam hangat,

=Ellina Exsli=

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top