10. Longs Night.

Ellina memasuki rumahnya dengan tenang. Kata-kata Kenzie terngiang di telinganya. Ellina mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

# flash back.

"Queen, dengarkan aku. Para klan sudah mulai bergerak. Kau harus lebih hati-hati. Aku khawatir padamu. Saat penjagaanku lemah, mereka akan langsung melukaimu. Jadi, maukah kau meminum darahku? Ini akan membuatmu sedikit kuat. Dan aku sedikit tenang, karena darah kita benar-benar bersatu." Kenzie memegang ke dua tangan Ellina.

"Tu-tuan, aku tak meminum darah. Aku bukan vampire. Dan aku manusia. Apakah aku akan berubah jika aku meminum darah tuan?"

"Dengan menyesal aku menjawab iya. Kau tak akan menjadi manusia murni."

"Ja-jadi apa?"

"Aku tak bisa menjelaskan. Dalam tubuhku mengalir darah semua klan. Fairy, Vampire, Werewolf, Iblis, Penyihir dan Mermaid. Aku tak tahu darahku yang mana yang akan lebih berkembang dan dominan di tubuhmu."

"Sebenarnya tuan itu mahkluk apa?" Ellina menatap Kenzie dengan polos.

"Aku, aku terlahir dari rahim seorang permaisuri besar. Dan ibuku adalah ratu iblis terkuat. Ayahku campuran antara Mermaid dan Fairy. Kakekku seorang Penyihir tingkat tinggi dan dia juga seorang Werewolf. Nenekku seorang ratu Vampire. Semua menyatukan darah mereka dalam sebuah ritual. Dan semua darah mereka mengalir di tubuhku. Aku memiliki kekuatan tanpa batas. Tapi darah ibuku lebih kental. Aku seorang raja Iblis terkuat."

"I-iblis?"

"Kau takut padaku? Jangan khawatir, queen. Aku tak akan melukaimu."

"Apakah aku akan berubah menjadi iblis juga? Tidak, aku tak ingin itu. Aku hanya ingin menjadi manusia biasa."

"Baiklah, aku akan menunggu hingga kau siap,"

Kenzie tersenyum dan memeluk tubuh Ellina.

"Queen, kurasa bertemu denganmu adalah suatu keajaiban yang besar. Aku tak ingin kehilanganmu. Kuharap suatu saat kau bersedia menerima darahku."

# flash back end.

"Darahnya? Apa dia akan mengajariku untuk mengigit lehernya seperti seorang vampire?" Ellina mencoba membayangkan hal yang ia katakan.

"Tidak, tidak. Aku kan tak punya taring. Benar, aku manusia. Lalu bagaimana caranya aku meminum darahnya?" Ellina menggelengkan kepalanya.

Ellina berjalan memasuki halaman rumahnya. Namun matanya terpaku saat melihat semua barang-barangnya berada diluar. Bersamaan dengan Lexsi yang berdiri tak jauh dan tersenyum sinis.

"Si, apa maksudnya semua ini? Kenapa semua barang-barangku ada di luar?"

"Ah, sudah pulang rupanya." Kali ini Vania Vanella menatap Ellina dan melemparkan semua barang-barang Ellina.

"Bibi, kenapa dengan barang-barangku? Paman, Paman, kumohon lakukan sesuatu." Ellina berteriak memanggil pamannya.

Tak lama Aldric Rexton keluar.

"Paman, ini kenapa dengan barang-barangku?"

"Paman rasa, kau tak bisa tinggal disini lagi. Kau tak pernah pulang, terlebih kau berani menampar Lexsi. Pergilah ... Paman tak akan melarangmu."

"Paman, tidak. Kemana Ellina akan tinggal? Ellina tak punya siapa-siapa lagi selain paman."

"Kita tak peduli." Vania menjawab acuh.

"Paman, ini sudah malam. Ellina mohon paman. Si, bilang Si, katakan pada paman bahwa aku tak menamparmu kemarin. Lexsi kumohon," Ellina sudah tak tahan menahan air matanya.

"Kau lupa atau hilang ingatan? Kau berani menamparku kemarin di toilet sekolah. Ingat?"

"Itu, aku minta maaf, Si. Paman, bibi, Ellina mohon. Jangan usir Ellina," Ellina terduduk dengan ke dua lutut di tekuk dan tangan memohon. "Paman, tolong Ellina," Ellina kian terisak.

"Kau punya banyak pria kaya di luar sana." Lexsi tersenyum puas.

Ellina berjalan dan duduk di bawah kaki pamannya.

"Paman, Ellina mohon, jangan usir Ellina. Ellina akan bekerja tanpa henti, Ellina akan menuruti semua mau paman. Tapi jangan usir Ellina, hanya rumah ini yang Ellina punya untuk kenangan kedua orangtua Ellina. Paman,"

Namun Aldric hanya diam dan tak menggubris. Ellina beralih pada Vania. Melakukan hal yang sama, menangis dan memohon. Namun Vania menendang Ellina hingga Ellina terjatuh. Ellina kembali memohon pada pamannya.

"Paman, Ellina mohon. Ellina mohon, paman. Ellina mohon. Jangan usir Ellina, Ellina akan pergi kemana? Ini sudah malam paman. Ellina mohon," Ellina berkata sambil menangis.

"Paman tak peduli." Aldric berlalu dan masuk kedalam rumah.

"Bagaimana rasanya? Ah, akhirnya rumah ini jadi milikku." Vania menginjak sebuah bingkai foto hingga kaca bingkai itu pecah.

"Ups, tak sengaja." Vania tersenyum puas dan masuk kedalam rumah.

"Itu akibatnya jika kau berani melawanku. Rasakan! Selamat jadi gelandangan di jalanan. Hidupku benar-benar aman tanpa kehadiranmu. Ya, meski lebih baik kalau kau ikut mati sama seperti kedua orangtuamu."

"Si...,"

"Ssstt, aku tak mau dengar apapun dari mulutmu. Selamat tinggal dan pergi dari rumahku!" Lexsi membanting pintu rumahnya.

Ellina menangis dan mengambil sebuah bingkai foto yang telah pecah.

"Pa, Ma, Ellina harus kemana? Kenapa hidup Ellina jadi seperti ini? Ellina harus pergi dari rumah yang menyimpan kenangan akan kita. Ellina harus bagaimana?" Ellina semakin terisak pilu.

Ellina memasukkan bingkai itu kedalam tas kumalnya. Perlahan Ellina menuntun sepedanya dan mengangkat tas dan barang-barang lainnya. Tak banyak yang Ellina bawa. Hanya dua tas kecil berisi pakaian dan buku pelajaran sekolahnya.

Ellina menatap lama rumah di depan matanya. Tangisnya kian pecah menyadari ia tak akan tinggal di rumah orangtuanya. Ellina menuntun sepedanya dan keluar dari halaman rumahnya.

Gerimis datang perlahan. Ellina menutup gerbang rumahnya dan berdiri lama.

"Kemana aku akan pergi?"

Ellina menuntun sepedanya dan terus berjalan. Pikirannya kacau hingga tak dapat berpikir dengan jelas. Ellina terus melangkah tanpa tujuan yang pasti. Hujan semakin deras namun Ellina tetap berjalan.

Satu jam berlalu dan Ellina masih tetap tak mengetahui arah tujuannya. Malam kian gelap dan hujan juga enggan berhenti. Membuat jalanan sepi namun Ellina belum menyadari itu. Ellina masih terus menuntun sepedanya.

Gusrak!
Sebuah suara menyadarkan Ellina. Ellina memperhatikan sekitar dan menoleh kebelakang. Tak ada siapapun di sana. Jalanan juga sepi dan hanya ada Ellina sendiri. Deritan antara ranting pohon yang tertera angin semakin membuat Ellina takut.

Ellina menaiki sepedanya dan mengayuh dengan cepat. Tak peduli kemana arah yang ia tuju, Ellina hanya mengayuh semakin cepat. Semakin cepat Ellina mengayuh, semakin cepat juga suara langkah kaki terdengar di belakangnya.

Ellina berhenti dan menelan salivanya dengan susah. Dengan pelan Ellina menoleh kebelakang. Menatap dengan teliti dan mencoba mencari hal yang membuatnya takut di tengah redupnya cahaya lampu. Sekelebat bayangan hadir namun kemudian hilang.

Suara deritan pohon terdengar lebih keras. Ellina menatap keatas pohon. Matanya terbuka lebar saat menyadari sosok dengan rambut putih yang tengah tersenyum ke arahnya. Jantung Ellina semakin cepat berdetak. Dengan pelan tapi pasti Ellina kembali menaiki sepedanya.

"Hhuuuuaaaaaaa, hantuuu!"

Ellina berteriak keras dan mengayuh sepedanya dengan kecepatan yang bisa ia lakukan. Bayangan tersebut semakin cepat juga mengejar Ellina. Hingga akhirnya Ellina tersesat di tengah gelapnya malam.

Tak ada lampu, tak ada lagi rumah, dan tak ada orang yang lalu lalang. Hanya ada pohon dan suara air mengalir dan hujan yang mendominasi. Ellina semakin takut dan gemetar. Berkali-kali Ellina menoleh kebelakang. Namun tak ada siapapun disana.

"Wah, wah, wah, lihatlah siapa yang sedang ketakutan."

Suara seorang pria menyapa Ellina dengan tawa yang terdengar lembut. Ellina dengan pelan menoleh ke arah suara tersebut. Tangannya menggenggam erat sepeda yang ada di sampingnya.

Ellina menutup matanya dengan satu tangan. Perlahan menoleh dan membuka sedikit tangannya yang menutupi matanya. Rambut putih dan sosok tinggi dengan pakaian serba hitam.

"Han-hantu," ucap Ellina pelan.

"Hei, buka matamu. Enak saja, tampan begini di bilang hantu."

Ellina membuka matanya dan perlahan menatap sosok itu. Sosok itu tersenyum lebar dan menampilkan taring yang sedikit panjang.

"Al-alvian. Ap-apa yang kau lakukan disini?" Ellina bertanya dan menekan rasa takutnya.

"Pertanyaan apa itu? Harusnya aku yang tanya. Sedang apa seorang ratu Hyroniemus berjalan di tengah malam saat hujan. Kemana kau akan pergi tanpa pengawal?"

"Ak-akku," Ellina menjawab ragu.

Alvian menaikkan satu alisnya dan berjalan mendekati Ellina. Ellina mundur dan melepaskan sepeda yang ia pegang. Suara sepeda yang ambruk pun terdengar. Ellina mundur dua langkah saat Alvian maju selangkah.

"Ke-kenzi, kak Lykaios, kak Avram, Aaric, bo-bos besar. Siapapun tolong aku. Aku takut," ucap Ellina sangat pelan.

Namun karena Alvian seorang vampire, ia memiliki pendengaran yang bagus. Alvian tersenyum sinis dan tetap melangkah maju.

"Kau memanggil mereka? Apa mereka akan datang? Ah, aku ingin tahu dan sangat penasaran."

"Ja-jangan mendekat. Tetap di tempatmu, Alvian."

"Maaf Yang Mulia Ratu. Tapi aku menolak."

"Aaaahhhkkkkk, Kenzieeeee," Ellina berteriak dan mencoba lari.

Namun dengan cepat Alvian mengejar dan sudah berdiri di depan Ellina. Hingga Ellina menabrak tubuh Alvian dan Alvian dengan cepat menangkap tubuh Ellina. Alvian memeluk tubuh Ellina dan menghirup aroma tubuh Ellina dalam.

"Wangimu, sangat memabukkan." Alvian tersenyum tipis dan tetap memeluk tubuh Ellina.

Ellina bergetar. Bayangan rasa sakit saat taring Alvian menembus lehernya selalu bermain di kepalanya. Ellina terpaku dan tak bergerak sedikitpun. Air matanya kian deras dan sesekali isakan Ellina terdengar.

"Ssstt, kau menangis Ratu? Kenapa kau menangis? Aku hanya menolongmu agar kau tak jatuh lagi," Alvian menatap manik mata Ellina dan menghapus air mata Ellina.

"Kau ketakutan. Apa saat berdekatan dengan Raja Besar Reegan, kau tak takut? Dia lebih kejam dari pada diriku."

Ellina tetap diam dan menangis. Dalam hatinya merutuki nama Kenzie, Lykaios, Ernest, Aaric yang tak kunjung datang. Alvian menatap jauh dan mencoba mempertajam pendengarnya. Perlahan mata Alvian berubah merah.

"Sial, mereka datang," Alvian semakin memeluk tubuh Ellina dan berbisik pelan. "... apapun yang terjadi, jangan pernah jauh dariku. Aku hanya sendiri disini. Tapi mereka banyak. Tidak, amat sangat banyak."

Ellina mengangguk takut. Air matanya semakin deras. "Apa aku akan mati hari ini? Ini menakutkan," ucap Ellina dalam hati.

Dua menit kemudian segerombolan mahkluk datang. Kian lama mahkluk itu kian banyak. Alvian menarik tubuh Ellina untuk berada di belakang tubuhnya. Ellina mengintip kecil dari balik tubuh Alvian.

"Mereka sangat banyak. Aku tak akan sanggup menghadapinya sendirian." Alvian menatap tajam pada setiap pergerakan mahkluk di depannya.

"Wow, siapa ini? Pangeran dari kerajaan Transylvania. Tengah apa pangeran bersama Ratu Ellina?" Orang tersebut membuka tudung kepalanya.

"Raja Raven Thian, dari klan Lucifer. Apa yang terjadi hingga membuat raja keluar meninggalkan kerajaannya?" Alvian menggenggam erat tangan Ellina.

Tawa menggema. Seluruh mahkluk membuka tudung kepalanya. Azzura Xaviera berada pas di samping Raven Thian.

"Lama tak berjumpa aratu Ellina. Kau terlihat sedikit mengenaskan. Apa kau takut menghadapi azalmu yang kian dekat?" Azzura tertawa keras.

"Tak ada yang akan mati hari ini, mantan aratu Hyroniemus." Alvian menjawab dengan senyum mengejek pada Azzura.

"Lancang! Serahkan Ellina sekarang!" Azzura berteriak marah.

"Oh, oh, oh, lihatlah siapa yang berbicara. Dimana letak rasa hormatmu, Azzura? Kau pikir, kau bicara pada siapa? Kau bicara pada Ratu besar." Alvian tetap menjawab perkataan Azzura.

Raven dengan cepat mengeluarkan kekuatannya dan mengarahkan pada Alvian. Dengan sigap Alvian menggendong tubuh Ellina di depan. Terbang dan melompat melewati pohon. Ellina mengalungkan tangannya dengan erat di leher Alvian.

"Pegang lebih kuat. Kita sedang di kejar." Alvian berkata dan tetap fokus melarikan diri.

Raven dan seluruh pasukan Klan iblis mengejar Alvian. Azzura menghancurkan semua pohon yang menjadi kemungkinan tempat melompat Alvian untuk melewati pohon yang lain.

Bang! Bleeeddaaaarrrr!
Suara hantaman kekuatan terdengar. Sebuah pohon ambruk dan mengarah ke tubuh Alvian. Dengan cepat Alvian berpindah. Namun Alvian salah perhitungan. Di depannya telah berkumpul pasukan Klan iblis. Di samping kirinya Raven tengah tertawa sinis padanya. Di sebelah kanan, Azzura siap menghancurkan semua hal yang menghalanginya. Alvian menoleh kebelakang. Namun pasukannya Klan iblis juga telah berkumpul.

Alvian tak mempunyai arah lagi untuk kabur. Alvian menatap wajah Ellina yang ketakutan.

"Dengar Yang Mulia Ratu. Panggil siapapun itu. Raja besar, manusia serigala Lykaios, Avram, Aaric atau siapapun itu. Mereka akan datang. Gunakan hatimu untuk memanggil mereka."

Ellina menuruti perkataan Alvian. Memanggil siapapun yang ada dalam pikirannya. Tiga menit berlalu dan tak ada satu pun yang datang.

"Kau tak bisa lari lagi pangeran Alvian. Serahkan Ratu Ellina padaku." Raven melompat pada sebuah pohon untuk lebih dekat.

"Benar, dan kami akan melepaskanmu." Azzura melakukan hal yang sama. Seluruh pasukan melakukan hal yang sama.

"Berikan aku waktu untuk berpikir, Raja Raven." jawab Alvian pasti.

Alvian menatap tajam pada setiap pergerakan. Dan kemudian menatap wajah Ellina.

"Dengar Ratu, kita tak mempunyai jalan keluar. Aku akan melepaskanmu dan kau akan turun dengan cepat. Kau bisa berenang? Di bawah kita ada sungai luas yang mengarah ke laut. Aku yakin akan ada yang menolongmu."

Ellina kaget mendengar kata-kata Alvian. Itu berarti Ellina akan jatuh kebawah saat Alvian melepaskan tangannya.

"Tak ada cara lain Ratu, itu akan lebih baik dari pada kau tertangkap oleh klan iblis." Alvian menjelaskan lagi menyadari raut wajah bingung Ellina.

"Kau siap?" Alvian menatap Ellina dan Ellina mengangguk. "... bagus. Aku akan melepaskan tanganku pada hitunganmu yang ketiga."

Ellina menghitung pelan. Dan Alvian berusaha mengalihkan perhatian Raven dan Azzura.

"Sayang sekali raja dan mantan ratu Hyroniemus, aku memilih untuk tidak ikut campur." Alvian melepaskan tangannya saat Ellina siap pada hitungannya.

"Kennnzzziiieeeee!" Ellina berteriak kencang.

Tubuh Ellina jatuh dengan cepat dari ketinggian di luar batas maksimum. Raven dengan cepat berusaha turun mengejar Ellina. Sedangkan Azzura telah bertarung dengan Alvian.

Kenzie datang di saat yang tepat. Baru saja hendak menangkap tubuh Ellina, Raven mengeluarkan kekuatannya dan mengenai kedua tangan Kenzie. Hingga akhirnya Kenzie gagal menangkap tubuh Ellina.

Ellina masih berteriak kencang. Tangannya berusaha meraih sesuatu namun nihil. Hingga akhirnya Ernest datang dengan cepat dan langsung menyambar tubuh Ellina. Ellina selamat.

Ernest membawa Ellina terbang tinggi dan membukakan jalan pada klan Lycanthrope. Ernest mengarahkan pertarungan ini pada sebuah bukit yang curam. Lykaios mengerti maksud Ernest. Lykaios yang telah berubah menjadi seekor serigala putih pun berlari memimpin Klan Lycanthrope. Diikuti oleh Devian, Acalia, Aaric dan pasukan lain.

Kenzie mengerti dan ikut terbang tinggi menuju tempat yang Ernest tuju. Alvian menyadari sesuatu dan ikut bergabung dengan Kenzie. Akhirnya pasukan dari klan iblis pun mengikuti mereka.

Ernest sampai pada sebuah batu tinggi dan menurunkan tubuh Ellina. Tak lama Kenzie juga mendarat dan langsung memeluk tubuh Ellina. Ellina menangis dan memukul tubuh Kenzie.

"Maaf Queen. Aku harus mengikuti rencana yang mereka rancang. Aku tahu Alvian berusaha memperlambat waktu. Dia mengirimkan sesuatu lewat pikirannya. Aku senang kau tak terluka. Alvian menjagamu dengan baik." Kenzie menenangkan Ellina.

Tak lama Lykaios, Aaric, Acalia sudah berdiri dan berkumpul. Alvian pun ikut bergabung. Lykaios menatap tajam pada Alvian yang baru saja datang dan bergabung.

"Kenapa kau disini?" Lykaios bertanya dingin.

"Hei, aku ini telah menyelamatkan Ratumu, dan itu tanggapanmu? Kemana lagi aku harus pergi? Aku bisa mati menghadapi mereka sendiri."

"Itu terdengar lebih baik," ucap Lykaios.

"Astaga, kau benar-benar hewan buas yang dingin!"

Semua menoleh pada Alvian saat mendengar perkataan Alvian. Alvian menjadi salah tingkah namun mencoba tersenyum manis. Alvian baru menyadari bahwa semua klan yang Kenzie bawa adalah klan serigala.

"Avram, ada berapa banyak pasukan yang harus kita lawan?" Kenzie menoleh pada Ernest sebentar.

"Sangat banyak Yang Mulia. Ada lima ribu pasukan klan iblis dengan kekuatan tertinggi di sebelah kanan,"

"Lalu,"

"Ada tujuh ribu pasukan klan iblis dengan kekuatan menengah di sebelah kiri, Yang Mulia." Lykaios ikut menerangkan.

"Dan ada pasukan klan iblis tingkat bawah yang tak terhitung jumlahnya. Belum termasuk Raven Thian dan Azzura Xaviera," Ernest menerangkan sambil menatap kedepan.

"Ada lagi?"

"Dari penglihatan dan Pendengaranku, klan Alaistar akan datang dan membawa pasukan penyihir tingkat tinggi semua, Yang Mulia." Ernest menjawab dengan mencoba fokus pada penglihatannya.

"Alpha, ada berapa banyak pasukan yang bersama kita?" Kenzie menoleh ke belakang dan menatap Devian.

"Hanya ada tiga ribu pasukan serigala dalam tingkat tinggi semua, Yang Mulia." Devian menatap kebelakang, pada seluruh pasukan yang ia bawa.

"Alpha, bawa pasukanmu menghadapi klan iblis tingkat rendah yang tak terhitung. Avram, kau hadapi seluruh klan penyihir, bawa pangeran Alvian bersamamu. Lykaios kau bertanggung jawab dengan klan iblis tingkat menengah. Karena klan iblis bisa dengan cepat meregenerasi tubuhnya, bawa luna Acalia dan Aaric bersamamu. Dan aku akan menghadapi sisanya." Kenzie menjelaskan dengan jelas.

"Tapi Yang Mulia, klan iblis tingkat tinggi, Raven Thian, Azzura Xaviera, dan ratu dari klan penyihir, bukanlah hal yang mudah untuk di hadapi. Bagaimana dengan Yang Mulia ratu Ellina? Hamba hanya takut akan keselamatan Yang Mulia," Lykaios menatap Kenzie dengan khawatir.

"Ratu akan bersamaku. Tak perlu khawatir, aku sanggup menghadapi mereka. Cukup keluarkan kemampuan kalian dan buat portal agar para manusia tak terganggu."

"Dimengerti Yang Mulia. Hamba akan membuat portal terkuat. Yang tak akan mampu di tembus klan lain yang akan ikut masuk dalam pertarungan." Lykaios menundukkan kepalanya.

"Aku, Kenzie Alexis Reegan selaku raja besar kalian. Mengijinkan kalian mengeluarkan seluruh kekuatan kalian. Hancurkan mereka yang menghalangi jalan kita!"

"Baik Yang Mulia," jawab mereka serempak.

"Queen, dengarkan aku. Jangan pernah menjauh dariku. Kau mengerti, berapa banyak pasukan yang harus kita hadapi. Jadi, jangan pernah mencoba lari saat aku menghancurkan mereka," Kenzie menatap Ellina. "... bisa kau janjikan itu? Untuk tetap bersamaku, apapun itu?"

Ellina mengangguk. Perlahan Ellina mendekatkan tubuhnya untuk lebih dekat pada Kenzie. Perlahan tangan Ellina memeluk tubuh Kenzie dengan erat. Kenzie tersenyum puas.

"Aku rela bertarung setiap hari, jika itu bisa membuatmu memelukku sekuat ini."

Lykaios, Ernest, Alvian, Aaric dan yang lain menoleh pada Kenzie. Mereka cukup terkejut dengan perkataan Kenzie. Bertarung setiap hari? Itu akan jadi hari yang berat.

Kenzie sudah mengeluarkan tiga pasang sayap emasnya. Tangan kirinya memeluk pinggang Ellina erat. Sedangkan tangan kanannya sudah menggenggam dan mengarah ke langit. Petir mulai bersahutan dan itu membuat sedikit cahaya di tengah gelapnya malam. Kenzie membawa Ellina terbang bersamanya. Mulai menghadapi Raven Thian, Azzura, Qianzie sang ratu penyihir dan klan iblis terkuat lainnya.

Devian sudah berlari dengan bentuk serigalanya dan membawa pasukannya untuk bertarung dengan klan iblis tingkat rendah. Karena semua pasukan yang Devian bawa adalah yang terkuat, pertarungan menjadi berat sebelah. Pasukan Devian dengan mudah menghancurkan klan iblis dan tak memberi kesempatan pada mereka untuk meregenerasi tubuhnya.

Ernest terbang dan membawa Alvian bersamanya. Ernest mengeluarkan seluruh kekuatannya dan memblok seluruh sihir. Alvian juga mengeluarkan seluruh kekuatannya dan hanya menunggu saat yang tepat untuk turun. Mata Alvian bersinar merah seiring dengan taringnya yang sudah mencuat keluar. Tubuh Alvian sudah mulai menyesuaikan dengan jenis pertarungan yang akan ia hadapi. Kuku-kukunya telah tumbuh panjang dan kedua lengannya telah menjadi sangat kuat untuk menghancurkan segala hal yang ia sentuh. Saat semua sihir mulai teratasi, Ernest menjatuhkan Alvian dan Alvian langsung lari dengan kecepatan tinggi. Menebas semua klan penyihir yang di depannya dengan tangan kosong. Ernest terus terbang mengikuti arah lari Alvian. Ernest melindungi tubuh Alvian dari sihir dan juga melemahkan seluruh sihir. Alhasil, pertarungan ini pun sangat mudah untuk Alvian.

Lykaios merubah bentuknya dengan sayap putih bersih yang telah berada di punggungnya. Lykaios mengeluarkan api biru dari tangannya dan membakar seluruh apa yang di hadapannya. Lykaios terbang dan membukakan jalan untuk Acalia dan Aaric.

Mengetahui ada celah, Acalia dan Aaric yang telah berubah menjadi serigala berlari dan melolong keras. Acalia dan Aaric mencabik seluruh klan iblis yang mulai menyerangnya. Tak hanya itu, Lykaios mengepakkan kedua sayapnya hingga angin datang dengan sangat kencang. Hujan yang datang bersamaan dengan petir dari kekuatan yang Kenzie keluarkan menjadi satu dan menguat. Ini menjadi satu keuntungan untuk Lykaios.

Petir mengikuti arah angin Lykaios dan Lykaios terus mengarahkan pada klan iblis yang mulai menyerang Acalia dan Aaric. Lykaios ikut turun dan dengan api biru di tangannya. Lykaios membakar seluruh klan iblis yang baru saja ditumbangkan oleh Acalia dan Aaric. Klan iblis berakhir punah sebelum mereka sempat bergenerasi.

Ellina masih tetap memeluk tubuh Kenzie dan satu tangan Kenzie yang masih erat memegang pinggangnya. Satu tangan Kenzie yang kanan sudah mulai mengeluarkan api hitam dari neraka. Bahkan Kenzie melindungi tubuh Ellina dengan api tingkat tengah yang cukup panas untuk klan iblis. Tak ada yang berani mendekati Ellina. Meski Kenzie fokus pada pertarungan, tak satupun dari mereka menemukan celah untuk merebut Ellina.

Ellina bergidik ngeri melihat klan iblis yang mulai terbakar bahkan langsung hangus menjadi debu. Tak lupa petir yang terus menyambar dan hujan yang tak kunjung reda. Kenzie memejamkan matanya dan saat membukanya, mata Kenzie telah berubah menjadi biru dan bersinar terang.

Seluruh tubuh Kenzie dilapisi oleh api biru yang bersinar. Petir yang menyambarpun telah mengandung api biru dari tubuh Kenzie. Kenzie mengulurkan tangannya. Api hitam dari neraka keluar dan menggulung membentuk sebuah bola besar yang panas. Lalu api biru yang baru saja tercipta melapisi seluruh permukaan api hitam dari neraka.

Kenzie terus menambah beban pada bola api tersebut. Hingga bola api tersebut tak mampu lagi berkembang dan hanya semakin panas.

"Terbagilah," ucap Kenzie pelan.

Bola api tersebut menjadi banyak dengan berat dan besar yang sama. Kenzie tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya lalu menjentikkan jarinya. Api hitam itu mulai berjatuhan. Merambat dan membakar seluruh hal di bawahnya. Karena api biru yang melapisi, api hitam tak bisa padam dan hanya semakin membesar. Seluruh klan iblis tinggi tak ada yang tersisa. Semua musnah terbakar api hitam dari neraka.

Raven Thian terluka parah. Azzura dengan cepat membawa Raven ke luar dari pertarungan. Qianzie juga melakukan hal yang sama. Ratu penyihir ini pergi dan melarikan diri.

Seluruh pertarungan selesai. Kenzie membawa Ellina turun. Seluruh pasukan klan Lycanthrope mulai berkumpul. Hanya dua ratus serigala yang terluka. Selebihnya selamat. Ernest dan Alvian mulai mendekati Kenzie. Lykaios, Acalia dan Aaric juga sama. Devian telah lebih dulu menunggu pertarungan Kenzie selesai.

Kenzie tersenyum mendapati kemenangannya. Menatap penuh arti pada seluruh semua yang telah membantunya.

"Terima kasih telah berjuang bersamaku. Tanpa kalian, aku tak akan mampu melindungi ratuku."

"Sudah merupakan kewajiban kami untuk bertarung melindungi Yang Mulia," ucap mereka serempak.

"Queen, kau baik-baik saja?" Kenzie menatap Ellina yang masih berada di sampingnya.

Tak ada jawaban. Namun tubuh Ellina lemas dan langsung ambruk. Ellina tak sadarkan diri. Kenzie dengan cepat menangkap tubuh Ellina.

"Ratu...," ucap mereka khawatir secara bersamaan.

"Apiku membuatnya lelah dan tak bertenaga. Avram, Lykaios, kita pulang ke Hyroniemus, sekarang."

Tanpa menunggu jawaban, Kenzie terbang membawa Ellina. Lykaios dan Ernest menyusul Kenzie. Devian dan Acalia juga membawa seluruh pasukannya pulang ke Lycanthrope. Kini tinggal pangeran Alvian dan Aaric.

"Kau tak pulang?" Alvian menatap Aaric.

"Apakah Ratu akan baik-baik saja?" Aaric menatap ke atas langit awal Kenzie terbang.

"Kau mengkhawatirkan ratu? Tak perlu khawatir, Raja Besar akan memberikan segalanya untuk Ratu."

"Dia tetap seorang manusia."

"Ya, dan menjadi Ratu Hyroniemus. Sangat susah di percaya. Hyroniemus yang kuat dan tinggi memiliki seorang Ratu yang lemah."

Aaric menatap tajam pada Alvian. Tanpa mengucapkan apa pun Aaric pergi meninggalkannya Alvian.

"Ah, awalnya aku ingin membunuh Ellina dengan cepat dan dari kedua tanganku. Tapi saat bertemu dengan matanya, aku lupa segala tujuanku. Sial,"

Alvian menatap langit dimana tempat Hyroniemus berada. Perlahan Alvian bingung dengan dirinya sendiri. Melupakan tujuan dan tugas dari klannya sendiri. Ellina benar-benar di luar perkiraan Alvian. Alvian pun pulang ke Transylvania dan mencoba mencari alasan untuk kegagalannya.

========================

Pic = Raven Thian. Raja klan Lucifer atau iblis.

Hai... next part chapter nya di percepat. Karena waktu saya juga luang :-)

Kalau tak sibuk dan selalu punya waktu luang, akan saya usahakan untuk update lebih cepat.

See you in next chapter.

Salam hangat.

= Ellina Exsli =

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top