[M] - Intentional
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka berdua menemukan halte bus. Sesampainya di tempat itu, sejenak Jiyeon melihat jadwal keberangkatan bus. Ternyata sudah tidak ada lagi bus yang beroperasi. Tentu saja, sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Mereka pun berpindah mencari tempat duduk di kursi halte bus.
Kemudian Jiyeon mengambil handphone, gadis itu nampak serius untuk berapa saat.
"Taksinya sebentar lagi datang," ucap Jiyeon sambil terus melihat layar persegi panjang itu.
Merasa tidak mendapatkan respon balik, Jiyeon pun melirik ke arah Jungwoo. Seketika tanpa sadar iris coklatnya jadi mengecil saat menyadari pria itu—entah dari kapan—menatap tangan mereka yang saling bertaut.
Namun, Jiyeon justru sengaja mengeratkan genggaman mereka, membuat Jungwoo mengangkat wajahnya hingga bertatapan dengan gadis di sampingnya.
"Kenapa kau tidak bertanya?" gumam Jungwoo namun masih terdengar jelas.
"Tentang?"
Pria itu menatap lekat kedua netra Jiyeon sebelum mendengus pelan. "Lupakan saja."
"Saya hanya merasa ... tidak perlu bertanya, Jungwoo-ssi," kata Jiyeon dengan bibir yang terangkat tipis.
Mereka berdua kembali berdiam hingga taksi yang sejak tadi ditunggu akhirnya datang juga. Begitu kendaraan roda empat itu menepi di depan mereka. Jiyeon melepaskan genggaman tanganya, lalu berjalan ke arah supir taksi.
Dingin, gumam Jungwoo tanpa sadar.
Terlihat Jiyeon memberikan beberapa lembar uang kepada supir itu. Kemudian dia berbalik dan kembali menghampiri Jungwoo.
"Pulanglah," ucap Jiyeon.
Bukannya langsung berdiri, Jungwoo justru bertanya, "Lalu kau?"
Tapi Jiyeon tidak menjawabnya, gadis itu pergi meninggalkan Jungwoo begitu saja.
Sesampai di depan rumah, Jiyeon langsung membuka pagar. Kemudian memasukan pin pintu rumah, setelah terdengar bunyi tanda terbuka, gadis itu masuk ke dalam dan kembali menutup pintu itu.
Seusai menaruh sepatu, gadis cantik itu tidak langsung beristirahat. Langkah kakinya berjalan mendekati sisi dinding yang terdapat sebuah pas foto berukuran cukup besar.
Di dalam bingkai itu terdapat foto seorang laki-laki yang bertingkah usil ke seorang gadis yang juga memasang raut wajah sedang berpura-pura marah.
Tak lama terdengar dering handphone miliknya berbunyi. Setelah melihat nama si pemanggil, gadis itu langsung mengangkatnya
"Ne, saya baru saja pulang."
Terlihat tangan kiri Jiyeon terangkat, memeluk lengan kanannya. "Ani, tadi ada keperluan sebentar."
"Gwenchanayo, saya yang seharusnya berterima kasih," Jiyeon kembali melirik potret itu, lebih tepatnya ke arah pria usil tadi, "terima kasih sudah mengizinkan saya untuk tinggal di sini, Dok."
Setelah percakapan itu berakhir, nampak netra Jiyeon berpindah menatap objek satunya, seorang gadis cantik dengan mole di bagian hidung kirinya,
"Heeyoung, ini sedikit berbeda dari apa yang aku pahami," monolognya, "dia menangis seolah dia tulus."
∞∞∞
Kurang 15 menit sebelum pukul 9, Jiyeon sampai di lobby office SM Entertaiment. Pagi ini, tim desainer akan mengadakan rapat internal untuk membahas approved design dresscode yang nantinya bakal dikenakan NCT 127 selama masa promosi comeback repackaged mereka.
"Ya, sepertinya untuk performance di Music Bank, kita sepakati memakai yang ini ya. Berhubung backgroundnya juga konsep LED Neon, untuk warna hitam lebih cocok ketimbang kita pakai yang putih. Kemudian selanjutnya untuk di..."
Tak terasa rapat berlangsung selama 1 jam lebih. Dan sekarang waktu menunjukan pukul 10 siang lewat 15 menit. Beberapa dari mereka sudah mulai menyimpun kertas-kertas yang berserakan di atas meja.
"Baiklah, setelah ini akan saya koordinasikan ke bagian tim make up dan stylist. Untuk kesimpulan jangan lupa di-update di grup chat juga. Sekian dulu untuk rapat hari ini," ucap Jiyeon sembari mematikan layar proyektor.
Gadis cantik itu mengambil beberapa lembar kertas hasil desain tadi, kemudian berdiri hendak menuju pintu.
"Jiyeon-ssi?" panggil salah satu rekan kerjanya.
Jiyeon pun menoleh. "Ya, ada apa?"
"I-itu, setelah ini kami ingin makan siang bersama. Mau kah kau ikut bersama kami?"
"Tidak, saya akan makan siang di rumah," ucap gadis itu, kemudian dia berbalik lagi dan menuju pintu keluar meninggalkan ruangan serta para rekan kerjanya yang semua melihat ke arah gadis itu.
Bersamaan dengan pintu yang tertutup. Beberapa staf dari tim itu langsung berkumpul.
"Tuh 'kan, sudah kubilang dia tidak akan mau."
"Umurnya masih sangat muda tapi auranya tidak cerah sama sekali. Sangat tertutup."
"Ya, seperti itulah asisten kepala desainer kita."
"Baiklah, Jiyeon-ssi. Setelah ini akan ku bahas dengan rekan stylist lainnya,"
Jiyeon mengangguk singkat, lalu membungukkan badannya sedikit. Kemudian, menuju pintu keluar. Gadis itu berjalan menyusuri koridor kantor, ketika dia hendak menekan tombol lift. Tiba-tiba seseorang memanggilnya.
"Dengan Han Jiyeon?"
Merasa namanya disebut, Jiyeon berbalik badan. "Ya, benar."
"Perkenalkan saya manager dari aespa. Bisa minta waktunya?"
Dan kafetaria menjadi alternatif tempat yang mereka pilih. Selain tempatnya yang masih satu gedung, yaitu berada di lantai pertama. Semua staff dan para artist tidak perlu membayar.
"Awalnya saya kira saya salah orang... Jiyeon-ssi terlihat masih sangat muda," ucap sang manager.
Jiyeon hanya tersenyum tipis. "Mohon bimbingannya."
"Baiklah, jadi yang mau saya bahas adalah..."
Setelah pertemuan—yang cukup lama—itu selesai. Jiyeon kembali menuju lift. Begitu pintu itu terbuka, gadis cantik itu langsung masuk dan menekan tombol nomor 3, kemudian menyenderkan tubuhnya sambil terpejam. Masih ada sesuatu yang harus dia lakukan sebelum dia pergi dari office ini.
Sesampai di lantai tiga, langkah kaki gadis itu berjalan ke sisi kiri koridor dan berhenti di depan pintu kaca yang bertuliskan "Practice Room: NCT 127". Dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, Jiyeon menatap lurus ke seseorang yang sedang latihan, tanpa sadar tangan gadis itu terangkat hendak menyentuh gagang pintu.
Aku bodoh sudah menyakitinya, aku sungguh merasa menyesal.
Perkataan itu secara mendadak kembali menggema di pikiran Jiyeon, menghentikan pergerakan tangannya. Dia pun menarik kembali tangannya yang mengepal, sambil mengigit bibir bawahnya.
Sial, ucap Jiyeon dalam hati.
Dia pun memutuskan untuk pergi dari situ dan balik menuju lift dengan langkah yang terburu-buru. Arah pandang gadis itu terus tertuju ke bawah, menatap sepatu convers putih miliknya sembari menunggu lift.
Ketika mendengar suara pintu terbuka, Jiyeon pun segera masuk namun tidak sengaja dia nabrak tubuh seseorang, membuat dirinya hampir jatuh.
"Gwenchana?"
Suara ini...
Begitu Jiyeon mengadahkan kepalanya. Benar saja, orang itu adalah Kim Jungwoo yang juga menatapnya terkejut.
Jiyeon tidak mengatakan apa-apa, gadis itu kembali berdiri tegak lalu menekan tombol lift. Sebelum pintu lift itu benar-benar tertutup, sekilas Jiyeon membalas tatapan Jungwoo.
Sedangkan pria itu hanya terdiam di depan lift. "Sorot matanya kembali seperti awal," monolognya.
Ketika Jungwoo masuk ke ruang latihan. Mark langsung berdiri menghampirinya.
"Hyung," sapa Mark.
Jungwoo tersenyum tipis, "Aku tidak telat 'kan?"
Mark menggeleng. "Kau sudah sarapan? Waktu bangun aku sudah tidak melihatmu, di dorm... kau pergi terlalu pagi, Hyung."
Jungwoo tidak mengubrisnya, pria itu membuang wajah menatap ke arah lain. Dan setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Tentu saja Mark paham, dia sangat memahaminya.
Hingga terdengar suara sang leader. "Ayo kita mulai latihan."
Berlatih selama berjam-jam tanpa henti tentu membuat para member merasa lelah. Sesuai manager mereka berkata cukup untuk hari ini. Mereka pun diizinkan untuk meninggalkan ruang latihan dan beberapa member memilih untuk kembali ke dorm, termasuk Jungwoo.
Ketika pria itu masuk ke dalam kamar, dia pun langsung merebahkan badannya di atas kasur kemudian meletakkan lengan kanannya menutupi kedua mata. Dan tanpa dia sadari, Jaehyun sejak jadi memperhatikannya. Pria berlengsung pipi itu ikut mendudukan dirinya di tepi kasur milik Jungwoo.
"Waegeure?"
"Ani, nan gwechana," sahut Jungwoo lirih.
Mendengar itu Jaehyun menghela nafas gusar, "Jungwoo-ya, tidak kah kau berpikir kalau ini sudah berlangsung cukup lama?"
Karena tidak mendapatkan respon. Jaehyun kembali berkata. "Mungkin sebaiknya kau harus mencoba untuk me—"
"Kau sudah tau jawabannya, Hyung," potong Jungwoo, "tidak semudah itu."
Kemudian pria itu bangkit dari tidurnya lalu mengambil kotak putih berserta pematik yang berada di atas nakas dan berjalan ke arah balkon.
"Lain kali kau tidak perlu memberitahu member, Hyung," Kim Jungwoo menguncang-guncang kotak putih tersebut hingga beberapa batang nikotin itu berhasil keluar sedikit dari kotaknya, dia pun mengambil satu batang, "karena aku melakukannya dengan sadar."
Setelah itu dirinya berbalik membelakangi Jaehyun dan menutup pintu kaca balkon.
Kebulan asap itu kembali Jungwoo hembuskan dengan tubuh yang bersandar di tralis balkon. Perlahan tangan kirinya yang bebas bergerah ke bagian leher hingga ujung jari-jarinya menyentuh mata liontin berbentuk kamera yang melingkar di lehernya.
Ya, itu adalah kalung yang pernah dia berikan sebagai hadiah ulang tahun. Kalung yang awalnya milik..
"Heeyoung-ah," ucap Jungwoo dengan lirih diikuti dengan setetas air mata yang tanpa sadar ikut keluar, "naneun bogoshipo soyeo,"
[n.s]
Huaaaaaa, sudah mulai masuk ke inti cerita. Sampai disini ada yg sudah mulau paham atau sdh pada bisa tebak ke depannya? Kuncinya, ingat-ingat lagi tentang cerita sebelumnya, yaitu Don't Say, karena semua berawal dari sana dan saling terhubung dengan ini.
Oh ya, mengingatkan lagi, segala sesuatu yang tertulis di sini hanya fiktif ya, be smart reader dengan tidak mengait-ngaitkan dengan real life idonya.
Oke segitu saja. Next? Kalau mau next cepat, ayo bantu ramaikan dengan komen kalian hehe. Gumawo
Kau melarangku untuk menyusulmu.
Bahkan waktu itu kau juga memaksaku untuk berjanji,
Dan kau tau? Aku sangat menyesal karena sudah menyetujuinya.
Kim Jungwoo
Pulau Jeju yang dulu sangat ingin ku datangi,
Kini menjadi tempat yang paling aku hindari.
Han Jiyeon
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top