Chap 6 Sujen Pala

Suara riuh para pedagang pasar dan para pembeli saling beradu. Pagi ini pasar terlihat lebih ramai dari biasanya. Berbagai binatang ternak yang siap dijual ke majikannya yang baru pun siap menerima nasib mereka. Entah mereka akan disembelih dijadikan santapan malam,  atau jika beruntung mereka akan dipelihara dengan majikan barunya.

Seorang gadis remaja bertudung selendang berwarna hitam itu, mendekati pedagang yang tengah bercakap-cakap dengan beberapa pembelinya. Pedagang kain sutra itu menawarkan kain-kain indah nan halus kepada para istri-istri orang kaya yang tengah berkunjung di pasar.

Beberapa pembeli dari kalangan bawah pun ikut berbaur melihat kain-kain indah itu. Gajah berhati, kuman pun berhati juga. Orang kaya dan orang miskin pun memiliki perasaan dan pikiran serta nafsu yang sama. Tak membedakan kaya atau pun miskin jika melihat benda-benda indah, seperti kain sutra itu para wanita berbagai kalangan pun pasti akan berkumpul meski hanya untuk melihatnya saja.

"Anak saya besok akan pergi ke kota, dia akan saya sekolahkan di sana."

"Wah bagus itu Bu Minah, anak saya juga bekerja di kota pulang-pulang dia bawa uang banyak. Besok subuh saya juga akan kembali ke kota."

"Benar, kota semakin maju, walau jarak dari tempat ini sangatlah jauh, harus menyeberang hutan dan gunung."

Di sisi lain, Mayang yang sedari tadi berada di sudut pedagang itu mengerutkan keningnya.

Kota? Apa jika dia pergi ke sana dia akan terbebas dari kekejaman romonya? Apa dia bisa hidup bebas layaknya orang lain?

Berbagai pertanyaan terus memenuhi otaknya. Membuat dia merasa inilah waktu yang tepat, dia tak akan diam lagi. Dia akan menunjukkan pada romonya dia bisa hidup tanpa nya.

Belum lagi tentang kejadian malam itu. Kejadian yang membuat Mayang trauma dan hampir gila. Sosok makhluk demit yang telah merenggut harta berharganya, menodai tubuhnya, membuat Mayang Sari begitu frustrasi. Ingin saat itu juga dia mati, namun makhluk itu akan leluasa menguasai saat dia meninggalkan dunia ini.

Mati pun dia tak akan bisa lepas dari makhluk demit itu. Tak ada tempat berlari dan berlindung selain dirinya sendiri. Setelah peristiwa kerasukannya yang membuat romonya tak pernah lagi menghukum Mayang Sari dan kesadaran Mayang membaik dia mulai menceritakan tentang kejadian malam itu kepada ibunya.

Namun, ibunya hanya diam, memintanya untuk melupakan hal itu dan tak menceritakan pada siapa pun. Harus beradu pada siapa lagi dia, jika sang ibu tempatnya mengadu malah menyuruhnya untuk tutup mulut dan diam.

"Mayang? Ayo kita pulang, hari sudah mulai siang. Nanti malam romomu akan pergi bersemadi ke hutan lagi. Jangan sampai kita membuatnya marah lagi."

"Iya, Ibu," ucap Mayang yang langsung mengikuti langkah ibunya. Menembus keramaian pasar, sesekali dia masih menoleh ke arah pedagang sutra itu. Menatap lekat wajah pedagang itu agar tidak lupa.

Malam ini, romonya tak ada di rumah, seperti biasa ibunya akan tidur lebih cepat setelah memastikan seluruh sudut kamar Mayang telah diasapi meyan dan sesajen.

Tanpa sepengetahuan ibunya pun, dia sering kabur ke desa. Dengan cara menyelinap, kamarnya tak pernah digembok ibunya saat romonya tak ada. Sehingga saat Mayang ingin buang air kecil dia tak harus membangunkan ibunya.

Malam ini, dia akan kembali menyelinap dan kabur. Namun, dia tak akan pernah kembali lagi. Mungkin, selama-lamanya. Semoga, ibunya akan baik-baik saja.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top