Chap 15 Bahu Laweyan
Bunga-bunga melati dan mawar menghias indah di kamar pengantin. Belum layu, bahkan masih harum semerbak. Malam pengantin yang harusnya berhias canda dan tawa, serta kesyahduan tiba-tiba saja berganti dengan tangis dan air mata.
Pengantin pria yang seharusnya tengah menjalani malam pertama malah ditemukan tewas di kamar mandi. Mayang hanya mendengar suara teriakan kencang dari kamar mandi. Saat dia ke sana, dia menemukan Rangga tengah terbaring dengan darah keluar deras dari kepalanya.
Dikabarkan Rangga terpeleset karena lantai kamar mandi yang licin. Kepalanya terbentur dan dia tewas begitu saja.
Tangis dan teriakan membuat isi rumah keluarga Rangga terbangun di tengah malam. Burung gagak terbang mengitari rumah pengantin baru itu.
Saat pak Surya menyentuh nadi Rangga saat itulah kalimat inallilahi terucap. Membuat Mayang dan seisi rumah menangis kencang. Mayang bahkan sampai tak sadarkan diri, tak percaya pemuda yang masih menggodanya di ranjang 1 jam yang lalu kini sudah pergi meninggalkannya. Jangankan merasakan nikmatnya malam pertama, dia kini bahkan tak akan bisa bertemu dengan suaminya lagi. Suami yang baru tadi siang mengucapkan sumpah untuk bersamanya sampai tua.
Beberapa warga datang bersama ketua RT. Mereka membantu membersihkan darah yang mengalir. Keesokan harinya, warga berbondong-bondong datang silih berganti. Mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya sang pengantin pria yang baru saja semalam mereka lihat.
Miris memang, semalam mereka datang mengucapkan selamat dan keesokan harinya mereka datang mengucapkan bela sungkawa.
Di kamar yang masih berhias pengantin itu, Mayang masih terus menangis tersedu-sedu sembari memeluk foto Rangga. Ibunya berkali-kali menghiburnya dan mengatakan agar Mayang ikhlas.
Ikhlas? Wanita mana yang akan ikhlas jika ditinggal mati suaminya yang baru kemarin siang mengucapkan ijab qobul. Sedih? Wanita mana yang tak sedih ? Baru semalam mengadakan pesta megah dan mewah lalu hari ini harus kehilangannya selama-lamanya. Kebahagiaannya hilang dalam sekejap, mengapa semua ini terjadi padanya.
"Kasihan ya, Mbak Mayang. Baru menikah, bahkan belum merasakan malam pertama suaminya sudah meninggal." Salah satu warga berbisik kepada warga lain.
Dalam hitungan jam pun, kabar itu sudah menyebar ke seluruh antero kompleks bahkan menembus sampai perkampungan kumuh.
Ibu-ibu yang tengah berbelanja di tukang sayur pun saling bergunjing menggosipkan kemalangan sang pengantin wanita.
"Iya ibu-ibu, lihat tidak pesta megah kemarin. Dan... dan, saya sudah mengatakan pada Bu Anna sebaiknya jangan menikahkan Mayang dengan Rangga. Pamali. Menikah dengan orang yang rumahnya saling berhadap-hadapan, ealah, malah menantang dengan menikah dibulan ini. Tahu sendiri ini bulan apa? Pamali menikah di bulan ini," oceh ibu Peni, salah satu ibu-ibu yang belanja di sana. Ibu Peni dengan daster gombrangnya itu terkenal tukang gibah dan tukang gosip.
"Datang tampak muka, pulang tampak punggung. Datang dalam keadaan yang baik, pulang pun juga harus dalam keadaan yang baik. Tapi sepertinya keluarga Rangga dan Mayang datang dalam keadaan yang buruk, jadilah mala petaka," saut salah satu ibu-ibu yang tiba-tiba saja muncul.
Beberapa ibu-ibu semakin penasaran, mereka dengan serius mendengarkan perkataan Bu Peni.
Sepertinya pancingan Bu Peni berhasil, pancingan untuk menambah hot bahan gubahannya itu. Saat mendengar dari suaminya Bono, tentang peristiwa itu semalam, Bu Peni langsung menyusun rencana untuk bahan besok pagi. Dia sampai bergadang dan tak sabar menyambut esok hari untuk menyebarkan virus gosipnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top