Chap 1 Wingit

Suara gemercik air yang mengalir dari bambu dan menetes di sebuah gerabah yang berukuran lumayan besar. Mata dengan manik hitam itu tak lekat menatap tetesan air yang hampir penuh itu.

kabut yang masih menutupi sebagian hutan itu, terasa begitu dingin. Pohon-pohon rindang masih basah oleh embun. Sunyi, tenang, dan damai terasa begitu nyata. Udara dingin seakan sudah sangat terbiasa bagi gadis yang hanya berlapis kemban dan kain jarik. Sebuah selendang sutra yang menutupi kepala sampai bahunya itu terjatuh. Sebuah toh berwarna hitam di bahu kirinya dan sebuah lekukan seperti lesung pipit di kedua punggung atasnya terlihat.

Wajah pemilik manik hitam itu tersenyum, bibir tipis berwarna merah jambu, memancarkan pesona yang luar biasa cantik.

"Ibu!! Airnya sudah penuh," teriaknya,  membuat seorang wanita yang tengah mengumpulkan kayu bakar menoleh. Wanita dengan sanggul indah dan kebaya yang melekat sederhana di tubuhnya itu adalah ibunya.

Wanita itu pun beranjak mendekati si gadis, mengambil selendang yang terjatuh dan segera menutupi bahu gadis itu.

"Ayo, kita harus segera kembali ke rumah sebelum Romomu kembali dari hutan." Wanita itu mengangkat gerabah berisi air dan menggendongnya, sembari menggandeng tangan kecil gadis itu.

Mayang Sari, selalu senang jika diajak pergi keluar rumah, mengambil air dan mencari kayu bakar. Bisa menghirup udara segar dan pemandangan yang indah adalah hal langka bagi Mayang Sari. Sejenak, dia bisa keluar dari ruangan pengap di kamarnya. Setiap napasnya hanya tercium aroma kemenyan dan sesekali wangi kembang-kembang yang diletakkan di setiap sudut kamarnya, bahkan di bawah ranjangnya. Sesekali dia mencium aroma singkong bakar, walau dia tahu ibunya tak pernah membakar singkong saat malam hari.

Tak ada jendela, bahkan ventilasi di kamarnya sangatlah minim. Seakan Romonya tak membiarkan seekor nyamuk pun masuk ke kamarnya. Dia sangat kesepian, hari-harinya hanya diisi lamunan di kamarnya. Ibunya pun hanya datang ketika memberikan makan dia, dan mengantarnya keluar untuk buang hajat dan mandi.

Entah mengapa Romonya selalu melarang dia keluar dari kamarnya. Sejak bayi, Mayang Sari tak pernah berinteraksi pada orang lain, kecuali ibu dan romonya.

Mayang Sari tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggir hutan tepat di kaki gunung Lawu. Dia tinggal jauh dari keramaian desa, jika mau ke desa pun harus menyeberang sungai yang alirannya lumayan deras. Sesekali ibunya mengajaknya pergi ke desa, itu pun tanpa sepengetahuan romonya. Jika romo sudah mulai bersemedi di hutan dia akan pulang seminggu sekali.

Romonya adalah orang yang sangat ditakuti oleh penduduk desa. Banyak orang jika melihat romonya akan segera kabur ketakutan. Mereka memanggil Romonya Mbah Tuah. Itu salah satu sebab mengapa mereka sangat takut pada Romonya. Mulutnya bertuah apa pun yang disumpahinya akan menjadi kenyataan. Seorang penduduk desa yang pernah menantang romonya bahkan mati dengan cara mengenaskan. Romonya menyumpahi agar pria itu mati tersambar petir. Tak lama kemudian petir menyambar tubuh pria itu hingga terbelah.

Meludah ke langit, muka juga basah, itulah yang akan terjadi bagi orang yang berani menentang romonya. Mereka hanya akan mendapat kesusahan dan penderitaan sendiri jika berani pada romonya.

Semenjak itu para penduduk desa memanggil dengan julukan Mbah Tuah. Romonya adalah penganut aliran sesat, dia pemuja demit penghuni hutan Lawu. Bersekutu dengan makhluk halus adalah cara untuk mendapatkan ilmu yang dia inginkan, tak peduli apa pun syaratnya.

PseuCom
Luxiufer2

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top