Chapter 7
Keesokan pagi nya Naruto telah datang ke universitas untuk berkuliah. Saat ini Sakura dan Naruto tengah duduk berhadapan di cafeteria universitas sambil memakan semangkuk ramen dan segelas minuman dihadapan mereka.
Sai telah meninggalkan Sakura dan Naruto dengan alasan untuk menjemput kekasihnya. Pria itu hanya menghampiri mereka untuk menunjukkan dua puluh lima persen dari pekerjaan nya agar Naruto dan Sakura dapat melihatnya dan memberitahunya bila terdapat hal yang harus diubah.
Sebuah laptop terbuka di hadapan Naruto dengan USB tercolok di laptop tersebut. USB tersebut berisi dua puluh lima persen dari seluruh pekerjaan game mereka dan Naruto telah memasukkan sebagian musik yang dianggap nya cocok untuk game itu.
"Sai benar-benar jenius ! Karakter utama pria nya benar-benar mirip dengan Itachi-kun ! Kurasa aku akan memainkan game ini berkali-kali."
Naruto tertawa mendengar ucapan dan ekspresi wajah Sakura yang terkesan berlebihan ketika mengekspresikan ungkapan cinta kepada kekasih nya.
"Kalau begitu hadiahkan saja copy file dari game ini pada kekasihmu."
"Tidak. Itachi-kun sangat sibuk sehingga ia hampir tidak memiliki waktu untuk bersantai dengan bermain game."
Naruto mengangguk untuk menanggapi ucapan Sakura. Ucapan Sakura mengingatkan nya akan Sasuke yang terkadang terlihat sibuk. Ia berpikir bila Sasuke sebetulnya juga adalah seorang pria workaholic yang hanya melakukan seks sebagai satu-satu nya hiburan yang paling mudah untuk dijangkau nya.
"Oh ya, apakah kekasih mu sempat mengatakan sesuatu mengenai Sasuke ?" Tanya Naruto tanpa sadar.
"Huh ? Mengapa kau bertanya seperti itu, Naruto baka ?"
Naruto terdiam dan menggelengkan kepala. Ia sendiri bahkan tidak tahu mengapa ia menanyakan hal itu pada Sakura. Sikap Sasuke sungguh membuatnya binggung, pria itu bersikap kasar dan membuatnya tersiksa. Namun ia bersikap baik dan sempat membuat Naruto berpikir bila Sasuke telah berubah. Kemudian Sasuke kembali bersikap kasar dan kini ia bersikap baik lagi hingga membawakan roti dan mengunjungi Naruto di rumah sakit.
"Bisakah kau menjaga rahasia, Sakura-chan ?"
"Tak biasanya kau memintaku merahasiakan sesuatu. Aneh sekali." Sakura mengernyitkan dahi.
Naruto terkekeh pelan dan tersenyum, "Hehe... karena itu memang rahasia."
Sakura berdecak kesal dan menganggukan kepala.
"Baiklah...baiklah... apa yang ingin kau katakan ?"
"Janji ?" Naruto menunjukkan jari kelingking nya pada Sakura.
"Ya aku janji." Ucap Sakura sambil mengaitkan jari kelingking nya bagaikan dua siswa taman kanak-kanak yang tengah berjanji.
"Hehe... kau baik sekali, Sakura-chan."
Sakura merasa jengkel dengan Naruto. Dengan ketus ia berkata, "Cepatlah. Kau ingin mengatakan nya atau tidak ?"
Naruto membuka mulut nya dengan terpaksa. Ia mengulur waktu dengan sengaja, entah kenapa ia merasa gugup untuk mengatakan nya.
"Sasuke-sama bersikap sangat aneh. Ia terkadang bersikap sangat kasar, namun terkadang juga baik meskipun tidak menunjukkan nya secara langsung. Apakah dia.." Naruto berdehem beberapa kali. "Apakah ia baik-baik saja ?"
"Sasuke-sama ? Kau bahkan menyebutnya seperti itu saat ia tidak sedang bersama mu ? Seseorang sepertimu bisa menunjukkan rasa hormat hingga seperti itu ?"
"Ya. Aku terbiasa memanggilnya seperti itu karena ia yang memintanya."
"Uh... aku tak mengerti seberapa menyeramkan nya pria itu hingga mengubahmu sampai seperti ini, Naruto baka. Kau bahkan menyebut rektor universitas kita dengan sebutan 'nenek menyeramkan berdada besar'."
Naruto menggaruk pipi nya dengan gugup. Ia merasa malu seketika. Apa yang diucapkan Sakura memang benar. Para mahasiswa di universitas mulai menggunakan julukan yang dibuat Naruto ketika menyebutkan Tsunade, rektor universitas mereka yang terkenal sangat galak dan menyeramkan.
"Ahaha... aku sering bertemu orang itu. Sementara aku sangat jarang bertemu nenek menyeramkan berdada besar itu." Naruto kembali terkekeh.
Sakura menatap Naruto dengan binggung. Pria itu terlihat seolah menyembunyikan sesuatu darinya dan ia tidak biasanya bersikap seperti itu. Sebagian diri nya ingin mengetahui hal itu ketika bagian lain dari diri nya meminta nya untuk tidak ikut campur dengan apapun yang menjadi urusan Naruto.
"Hey, kau juga bisa menjaga rahasia, kan ?"
"Tentu saja. Kau meragukanku, Sakura-chan?"
Sakura merasa jengkel dengan cengiran di wajah Naruto. Ia merasa ingin menjahit bibir Naruto agar tak terus menerus menampilkan cengiran seperti itu di wajah nya.
Sakura telah berteman dengan Naruto jauh sebelum mereka berdua masuk ke universitas yang sama sehingga ia tak asing dengan sikap ceria Naruto yang berlebihan. Ia terlihat seperti seseorang yang tidak memiliki beban meskipun fakta yang terjadi ialah sebaliknya.
"Itachi-kun mengatakan padaku bila Sasuke berubah menjadi aneh beberapa tahun belakangan ini. Ia berubah menjadi sosok perfeksionis dengan emosi yang sangat tinggi. Ia kini sedang binggung dengan sikap Sasuke dan berharap agar pria itu berubah."
"Jadi itukah alasan nya bersikap aneh padaku ?"
"Entahlah."
Untuk menyembuhkan hati yang terluka sama sekali tidak mudah. Diperlukan waktu dan dedikasi bagi orang-orang disekitar untuk membantu seseorang dengan hati terluka. Naruto paham dengan hal itu, karena itulah ia mencoba menahan emosi dengan bersabar pada Sasuke.
"Sakura-chan, apa kau yakin bila suatu saat nanti Sasuke-sama akan berubah ?"
"Entahlah. Melihat sikap nya saat ini aku merasa tidak yakin."
"Aku ingin berusaha untuk mengubahnya." Ujar Naruto dengan serius.
Sakura terdiam, iris emerald nya menatap Naruto lekat-lekat. Ia tak habis pikir bila Naruto begitu bodoh hingga ingin mengubah seseorang yang baru dikenal nya, terutama seseorang seperti Sasuke.
"Mengapa kau ingin melakukan nya ? Kau tidak takut bila ia akan menolakmu dengan sangat kasar ?"
"Aku hanya merasa kasihan. Kupikir ia tak bahagia meskipun ia terlihat begitu sempurna dan baik-baik saja. Maka, meskipun ia menolakku dengan kasar, aku akan tetap berusaha untuk mendekatinya. Karena itulah yang harus kulakukan sebagai teman."
"Teman ? Kau menganggapnya begitu ?" Sakura menatap Naruto dengan khawatir. "Bagaimana bila ia tidak menganggapmu begitu ?"
"Tidak apa-apa. Bagiku ia tetap temanku. Siapapun yang kukenal kuanggap sebagai temanku."
Sakura menatap Naruto dengan khawatir. Sebagai sahabat, ia khawatir bila Naruto mendapatkan penolakan yang menyakitkan dari Sasuke. Ia telah merasakan nya dulu. Ia masih ingat ketika ia mendekati Sasuke dan Sasuke segera bangkit berdiri sambil berjalan meninggalkan nya tanpa menatapnya sedikitpun. Dan sebuah kalimat pertama dan terakhir yang diucapkan Sasuke padanya yang membuatnya menyerah masih membekas di hati nya.
'Pergilah. Kau hanya sampah penganggu yang terus menerus muncul dihadapanku.'
Itulah ucapan Sasuke pada Sakura beberapa tahun yang lalu dan membuatnya bersikeras memperingati Naruto. Ia menangis setelah Sasuke mengucapkan itu dan ia tak ingin Naruto merasakan sakit yang sama.
.
.
Sasuke menatap artikel yang terpampang di layar laptop nya. Ia mencari informasi mengenai apa yang dialami nya dan berpikir bila ia memiliki kepribadian ganda.
Pengidapnya memiliki dua atau lebih kesadaran dengan identitas berbeda. Rasanya Sasuke tidak memilikinya. Sampai kapanpun ia selalu menganggap dirinya sebagai Uchiha Sasuke. Bukan orang lain.
Kepribadian-kepribadian ini secara berulang mengambil alih perilaku orang tersebut atau disebut dengan switching. Sepertinya iya. Terkadang ia sedikit mengkhawatirkan Naruto ketika pria itu menunjukkan ekspresi kesakitan.
Pengidapnya memiliki ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berhubungan dengan dirinya. Sasuke bukanlah tipe orang yang pelupa dan ia selalu mengingat apapun yang berkaitan dengan dirinya tanpa menggunakan sebuah agenda meskipun jadwal nya cukup padat.
Gangguan-gangguan yang terjadi pada pengidapnya tidak disebabkan karena efek psikologis dari substansi, seperti alkohol, obat-obatan, atau karena kondisi media seperti demam. Sasuke merasa bila diri nya cukup sehat dan tak meminum alkohol dalam jumlah berlebih atau menggunakan obat-obatan terlarang.
Sasuke menelungkupkan kepala nya di atas meja. Ia merasa aneh sejak bertemu dengan Naruto. Sebelum bertemu dengan Naruto, ia bahkan tak pernah memikirkan diri nya. Ia hanya mementingkan karier dan bagaimana untuk terlihat sempurna dalam situasi apapun serta 'membalaskan dendam' pada siapapun yang pernah meremehkan nya.
Beberapa lembar berkas yang terletak di atas meja telah diselesaikan oleh Sasuke dan siap diberikan kepada orang-orang yang bersangkutan. Saat ini merupakan jam istirahat makan siang dan ia begitu malas untuk keluar dari kantor.
Sasuke memaksakan diri untuk bangkit berdiri dari kursi nya dan melangkah keluar dari ruangan nya. Mungkin ia terlalu penat dengan pekerjaan dan kantor nya sehingga mulai bersikap aneh. Maka sesekali ia ingin keluar dari ruangan kantor nya untuk sekadar pergi makan di café atau mall.
Tangan Sasuke menarik knop pintu, namun pintu itu telah didorong terlebih dahulu oleh seseorang.
"Apa yang kau lakukan ?" Ujar Sasuke dengan nada datar dan tatapan heran.
"Aku ingin mengajakmu makan siang, Sasuke."
"Dimana ?"
"Di kedai makanan manis yang baru saja buka di dekat kantor." Lelaki muda itu tersenyum tipis. Ketika ia sedang tersenyum, wajah dewasa lelaki itu terlihat sedikt mirip dengan Sasuke, sang adik.
"Tidak, Itachi-nii."
"Yah... terserah kau saja ingin makan siang dimana."
"Bonfire Steak House."
Itachi meringis seketika dan menggelengkan kepala. Tidak tahu mengapa, ia sangat tidak menyukai steak. Bisa dikatakan ketidaksukaan nya terhadap steak sama seperti Sasuke yang sangat membenci makanan manis.
Itachi hampir membuka mulut nya untuk melontarkan penolakan terhadap Sasuke, namun seketika mengurungkan niat nya. Ia ingin berusaha memperbaiki hubungan nya dengan Sasuke, lagipula ia bisa memesan menu lain.
"Hn."
.
.
Kedua pria Uchiha itu berada di sebuah steak house sambil duduk berhadapan. Jam makan siang hampir berlalu sehingga steak house itu tidak begitu ramai. Hanya terdapat beberapa pria berjas yang sepertinya memiliki cukup banyak uang untuk menikmati makan siang di steak house mewah itu.
Terdengar alunan piano yang dimainkan langsung oleh seorang pianis di steak house itu dan merupakan tempat yang sangat cocok untuk melepaskan penat setelah mengerjakan tugas-tugas kantor yang melelahkan.
Sasuke dan Itachi tak berbicara sama sekali. Mereka berdua menatap ponsel masing-masing untuk alasan yang berbeda. Itachi berusaha menghubungi kekasih nya ketika Sasuke mengecek email, berusaha memastikan bila hari ini ia tidak memiliki pekerjaan dan dapat bersantai.
"Ah.. Sakura-chan.." Gumam Itachi dengan suara pelan, namun cukup keras untuk didengar Sasuke.
"Hn ?"
"Tidak. Sepertinya kekasih ku sedang sibuk hingga tak membalas pesanku. Padahal aku sedang tidak sibuk saat ini." Itachi berdecak kesal menatap layar ponsel nya.
Sasuke tak menanggapi nya dan memilih memejamkan mata sambil bersandar di sofa. Ia telah mengecek seluruh email, tak ada pekerjaan yang tersisa untuknya. Sebetulnya ia tak perlu lagi kembali ke kantor. Namun ia merasa aneh dengan kembali ke rumah setelah makan siang dan memilih untuk tetap berada di kantor sekadar untuk menunggu pekerjaan baru yang akan datang padanya.
"Sasuke, kau akan kembali ke kantor setelah makan siang ?"
"Hn."
"Untuk apa ? Bukankah kau sudah menyelesaikan pekerjaan mu ?"
"Aku akan tetap berada di kantor untuk menunggu bila terdapat pekerjaan mendadak."
Itachi mengernyitkan dahi. Dalam hati ia merasa heran sekaligus kagum dengan Sasuke yang begitu mendedikasikan diri untuk pekerjaan. Melihat Sasuke saat ini mengingatkan nya dengan diri nya sendiri beberapa tahun yang lalu. Ia mulai membantu di kantor ayah nya setiap akhir pekan sejak tingkat satu di high school dan terus menyibukkan diri dengan pekerjaan hingga akhirnya merasa jenuh dan menyesal setelah menyelesaikan pendidikan strata satu.
"Pulang saja, Sasuke. Aku akan menggantikan mu bila terdapat pekerjaan mendadak."
"Aku tak dapat mempercayaimu untuk menggantikanku."
Itachi hampir membelalakan mata nya. Ia terkejut dengan reaksi Sasuke yang diluar ekspektasi nya. Ia tak mengira bila sang adik yang dulu begitu mengagumi nya kini berubah menjadi sosok yang meremehkan nya.
"Mengapa? Bukankah dulu kau begitu mengagumiku, Sasuke?" Itachi meletakkan tangan di bahu Sasuke. Sasuke tak menepis nya, namun tak membalas rangkulan Itachi juga.
"Kau telah berubah, Itachi-nii."
Sasuke mengatakan nya dengan tanpa keraguan sedikitpun. Itachi melirik Sasuke yang duduk dihadapan nya. Sosok itu berbeda jauh dengan sosok yang dikenal nya. Mungkinkah ia harus mengenalkan cinta pada Sasuke agar pria itu dapat berubah ?"
"Sasuke, apakah kau pernah berpikir untuk memiliki kekasih?"
Sasuke melirik Itachi dan menjawab dengan sinis. Menurutnya, belakangan ini Itachi seolah berusaha mengusik kehidupan pribadi nya dan itu sangat menganggu nya.
"Itu bukan urusanmu."
"Bagaimana bila aku mengenalkan seseorang padamu ? Kau tidak bisa hidup seperti ini terus, Sasuke." Ujar Itachi dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Terdengar suara kursi yang digeser sangat keras. Beberapa orang termasuk pelayan menatap ke arah Sasuke yang bangkit berdiri
"Ini hidupku, bukan hidupmu."
"Sasuke., aku hanya khawatir padamu."
"Kurasa kau cukup pintar untuk mengerti ucapanku, Itachi-nii." Desis Sasuke sambil menatap Itachi dengan tajam.
"Aku hanya ingin kau bahagia, Sasuke." Gumam Itachi dengan lirih dan sangat pelan.
Sasuke melirik Itachi. Ia tahu bila pria itu bergumam, namun ia tak dapat mendengarnya dan ia tak peduli. Ia merasa pria itu begitu munafik dengan bersikap bagaikan kakak yang baik dan hendak melindungi sang adik ketika ia sudah cukup kuat untuk melindungi diri nya secara fisik maupun mental.
Sasuke masih mengingat ketika ia menjadi korban bully dan didikan ekstra keras oleh ayah nya yang memberikan ekspektasi sangat tinggi serta memberikan hukuman fisik yang berat untuknya. Saat itu Itachi bersikap tak peduli dan memilih fokus dengan kesibukan nya sendiri.
Hati Sasuke terluka. Ia terlihat kuat secara fisik dan rapuh secara emosional. Baginya, ia dapat memperlakukan siapapun semaunya asalkan ia membayar nya, termasuk memperlakukan dengan kasar bagaikan binatang.
Dan ia tak mempercayai siapapun, termasuk keluarga nya sendiri. Juga Naruto.
.
.
Naruto menatap layar ponsel nya. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam dan Sasuke tak menghubunginya. Bila hal itu terjadi maka berarti Sasuke tak berniat menemuinya malam ini.
Sejak pertemuan nya dengan Sakura, Naruto merasa ingin segera bertemu dengan Sasuke meskipun ia akan mengalami kesakitan dan kaki nya belum sembuh sepenuhnya. Ia bahkan harus berbohong pada Naruko dan Kurama bila ia sempat terjatuh kemarin.
Naruto mengecek ponsel nya. Terdapat beberapa pesan yang masuk dan ia segera membuka nya satu persatu Tiba-tiba saja ponsel Naruto berbunyi dan Naruto mengangkat nya tanpa membaca nama penelpon yang tertera di layar.
"Moshi-moshi"
"Hey dobe jalang, turunlah ke lobby sekarang juga. Aku akan menjemputmu."
Naruto tersentak dengan Sasuke yang menelpon nya secara mendadak seperti ini. Kedua adik nya belum tidur dan ia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Naruko dan Kurama. Mereka berdua pasti takkan membiarkan nya pergi dengan kondisi kaki nya yang masih belum sembuh benar.
"Aku akan segera turun ke lobby."
Naruto segera menyambar jaket dan tas ransel nya. Ia mengisi tas ransel nya dengan pakaian tidur dan pakaian ganti cadangan. Ia juga membawa barang-barang yang akan dibawa nya ke universitas karena besok ia memiliki jadwal kuliah pagi.
Dengan langkah pelan, ia membuka pintu kamar nya dan menuju pintu. Naruko dan Kurama menatap penampilan Naruto dengan binggung.
"Kau akan pergi kemana, Naruto-nii ?" Tanya Kurama sambil mengalihkan pandangan dari layar TV.
"Karaoke."
"Karaoke? Kaki mu masih sakit, Naruto-nii. Kau tidak boleh pergi." Ujar Naruko.
"Teman lama ku berkunjung ke Konoha mengajak pergi karaoke. Bila aku tidak pulang ke rumah maka aku menginap di rumah nya."
Naruko dan Kurama saling bertatapan. Belakangan ini Naruto sering pergi untuk alasan yang aneh dan tidak jelas. Selain itu Naruto juga terlihat tak memiliki masalah dalam hal keuangan meskipun ia hanya bekerja di supermarket.
"Kau tidak berbohong kan, Naruto-nii?" Naruko menatap Naruto dengan serius.
Naruto hampir terkejut dengan ucapan Naruko yang meragukan nya. Biasanya baik Naruko maupun Naruto selalu mempercayai apapun yang dikatakan nya. Ia khawatir bila Naruko akan mencoba mencari tahu. Ia harus berhati-hati.
"T-tentu saja tidak, Naruko-chan." Naruto tersenyum dan mengelus rambut pirang Naruko dengan lembut.
"Kau tergagap dan terlihat seolah menyembunyikan sesuatu. Apa kau yakin tidak berbohong, Naruto-nii ?"
"Hehe... tentu saja, Naruko-chan. Untuk apa aku menyembunyikan sesuatu dari kalian?"
Naruto dengan cepat segera berjalan menuju pintu dan melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada Naruko dan Kurama.
"Mata ashita ne, Naruko-chan, Kurama."
Naruko dan Kurama melambaikan tangan pada Naruto.
"Mata ashita ne."
"Jaga diri kalian baik-baik. Jangan lupa untuk segera menghubungiku bila terjadi sesuatu pada kalian."
"Ya."
Naruko dan Kurama memandang Naruto dengan tatapan khawatir. Bagaimanapun Naruto selalu mempedulikan mereka berdua, bahkan pria itu segera pulang di tengah pekerjaan nya ketika Kurama menelpon nya karena Naruko yang mengalam demam tinggi.
"Kalian berdua tidak boleh membolos sekolah. Kalian bisa menggunakan motor ku untuk berangkat sekolah." Naruto memberi peringatan dengan tegas. "Kunci nya kuletakkan di atas meja di ruang keluarga."
"Baiklah, Naruto-nii."
Naruto menutup pintu dengan perlahan setelah melambaikan tangan sambil sedikit menyeret kaki nya. Ia berusaha keras tak mempedulikan kecurigaan Kurama dan Naruko.
.
.
Sasuke terlihat dalam suasana hati yang buruk saat ini. Ia tidak berbicara apapun dan memberikan tatapan yang sangat tajam kepada setiap orang yang berpapasan dengan nya. Ia juga terlihat tidak sabar ketika menunggu proses reservasi di hotel.
Kini Naruto dan Sasuke baru saja tiba di dalam kamar pesanan Sasuke. Sasuke menatap nya dengan tajam dan Naruto segera membuka pakaian. Gerakan nya lambat karena merasa gugup.
"Kau lambat, brengsek !"
Sasuke segera mendorong tubuh Naruto ke dinding dengan kasar hingga menimbulkan suara benturan dan membuat tubuh Naruto terasa nyeri. Sasuke melepas celana panjang dan celana dalam Naruto dengan kasar serta melempar nya ke sembarang arah.
Di tangan Sasuke terdapat borgol untuk kaki dan tangan serta rantai di dada nya. Dengan kasar Sasuke memakaikan benda itu kepada Naruto hingga besi menggores tubuh nya dan terasa sakit.
Tanpa mengatakan apapun Sasuke melepaskan pakaian nya sendiri sehingga pria itu hanya menggunakan celana dalam. Ia tak melepaskan seluruh pakaian nya dan mengeluarkan nipple clamp serta memasang nya di kedua puting susu Naruto.
Naruto menatap nya dengan binggung. Apa yang akan dilakukan pria itu padanya ?
"Kau berani menatapku, sialan ? Kau pikir siapa dirimu, bajingan ?"
Terdengan suara pukulan keras di kepala Naruto dan membuat kepala nya terasa pusing seketika. Ia berharap Sasuke memberinya penutup mata atau bit gag untuk mengurangi sedikit rasa sakit nya. Namun Sasuke dengan sengaja tak memberinya.
Naruto mendesis kesakitan. Sasuke dengan segera menarik nipple clamp itu dengan keras dan membuat puting Naruto terasa sakit. Ia merasa seolah kulit nya akan sobek dan puting nya terlepas dari dada nya yang kini terasa nyeri ketika ia bernafas.
"Aaaahhhh !" Jerit Naruto sambil memejamkan mata.
Sasuke mengendurkan tarikan nya dan menarik nya lebih keras hingga membuatnya serasa ingin mati dan khawatir bila puting nya benar-benar akan terlepas.
"AAAAHHHHHH ! SASUKE-SAMA !" Jerit Naruto.
Darah mulai menetes dari puting Naruto. Sebuah tamparan keras dilayangkan di wajah nya. Sasuke mulai bereaksi, namun ia menahan diri. Ia merasa harga diri nya terinjak bila ia terangsang semudah ini.
Sasuke kembali menarik puting susu Naruto yang sudah terluka dan darah yang menetes semakin deras. Rasa nyeri yang merayapi bagian dada nya membuat Naruto seolah akan mati.
"AAAAAAAARRGGHH !" Naruto menjerit lebih keras. Ia tak tahan lagi, ia yakin kulit di bagian puting nya yang sensitive telah sobek. Air mata mulai mengalir di pipi nya. "Kumohon, hentikan Sasuke-sama....."
Sasuke melirik Naruto sekilas. Ia tak bisa menarik puting pria itu lagi. Puting nya akan terluka parah dan mungkin akan putus bila ia terus menerus menarik nya. Ia tak ingin membunuh Naruto.
Dengan setengah menarik ia melepaskan nipple clamp dan membuat Naruto kembali memekik kesakitan. Sesuai dugaan, kulit Naruto berdarah dan sedikit sobek.
Puting Naruto masih terasa sakit dan ia tak berhenti menunjukkan ekspresi menahan sakit sambil mendesis dan sesekali meniup-niup.
"Apa yang kau lakukan jalang ? Ingin menghisapku ?!" Suara Sasuke meninggi.
"Sakit..."
"Kau memang dibayar untuk itu, sialan !" Sasuke kembali menampar nya.
Sasuke menyalakan lilin dan mendekatkan api nya ke puting Naruto yang terasa sakit seolah ingin membakar nya. Naruto meringis saat cairan lilin itu mengalir tepat di atas puting nya. Naruto menjerit sangat keras dan memekakan telinga.
Sebuah tonjokan diarahkan ke lengan Naruto dan Sasuke yang menatapnya tajam.
"Suara mu membuat telinga ku sakit, brengsek."
"G-gomen.."
Cairan lilin terus dialirkan Sasuke ke bagian-bagian lain tubuh Naruto dan ia menikmati suara jeritan Naruto yang terdengar bagaikan nyanyi penyanyi bergenre classic.
Sasuke mulai mengalami ereksi dan celana nya terasa ketat. Ia segera melepas nya dan memperlihatkan kejantanan nya yang telah ereksi sepenuhnya.
"Hisap, dobe."
Dengan kepala pusing dan pandangan sedikit berkunang-kunang ia memasukkan kejantanan Sasuke yang panjang dan merah ke mulut nya setelah Sasuke memperintahkan nya membuka mulut untuk memastikan bila ia tak akan menularkan penyakit kelamin padanya.
Naruto menghisap sperma Sasuke. Sperma yang asin itu ditelan nya dengan paksa dan membuatnya mual. Ia tak pernah suka dengan menelan sperma yang membuatnya bagaikan menghisap cairan milik nya sendiri.
Tanpa sadar Naruto menggigit kejantanan Sasuke dan membuat pria itu berteriak marah dan menarik kejantanan nya keluar dari mulut Naruto. Dengan kasar ia menendang perut Naruto dengan keras hingga ia merasa semakin mual.
"Aargh..." Pekik Naruto dengan pelan.
Naruto merasa seolah akan mati, namun Sasuke masih tak berhenti. Ia mengeluarkan anal beads sepanjang 10 cm dan memasukkan nya ke anus Naruto serta memukul Naruto dengan cambuk di tangan lain nya.
Anus Naruto terasa sakit dan perut nya terasa nyeri dan kembung. Tubuh nya terasa sakit, baik luar maupun dalam.
"AAARGH... S-Sasuke-sama..." Naruto menjerit pelan. Ia merasa lemas, bahkan untuk sekadar berteriak.
Sasuke masih mengalami ereksi dan semakin terangsang dengan jerit dan desahan kesakitan Naruto.
"Aarrgh... tolong aku..."
"Tak akan ada yang menolongmu, bajingan." Sasuke menusuk anus Naruto dengan anal beads dan memukul cambuk ke punggung Naruto yang mulai berdarah karena luka serta membuat Naruto berteriak panjang.
Setelah merasa puas, Sasuke melepaskan anal beads serta mengspank bokong berisi Naruto yang kenyal beberapa kali dan membuatnya terasa panas dan memerah.
Naruto terus mendesis pelan. Tubuh nya masih terasa sakit dan nyeri. Bahkan darah masih mengalir dari luka-luka baru nya.
Sasuke segera memakai kondom dan memasukkan kejantanan nya ke anus Naruto dan melakukan penetrasi dalam.
"AAAAAAARGGH !" Naruto kembali berteriak dan sedikit bergerak serta membuat borgol nya sedikit bergoyang untuk menahan sakit.
Naruto merasa benar-benar lemas dan seolah akan pingsan kapan saja. Ia memejamkan mata dan kembali membuka nya ketika ia merasa Sasuke telah mengeluarkan kejantanan nya dari anus nya.
Sasuke bangkit berdiri dan melepaskan borgol di tubuh Naruto dengan cepat serta melemparkan kotak P3K ke arah Naruto.
"Cepatlah mandi dan obati luka mu dengan itu, brengsek."
Wajah Naruto terlihat pucat dan ia membuka mata nya. Ia bahkan terlalu lemas untuk sekadar memakai kembali pakaian nya. Ia mengambil ransel nya yang dilempar Sasuke dan berjalan menuju kamar mandi sambil membawa ransel itu.
Kepala Naruto terasa berkunang-kunang dan ia berpegangan pada dinding kamar mandi. Ia menyalakan shower serta membersihkan tubuh nya dengan air hangat serta memberi sabun.
"Aaahh..."
Naruto meringis ketika luka-luka nya terkena busa sabun dan butiran air yang memancur dari shower. Ia kemudian mematikan air setelah merasa tubuh nya cukup bersih serta menyumbat tutup bathtub dan mengisi nya dengan air hangat.
Dengan gerakan sangat perlahan, Naruto membaringkan tubuh nya di dalam bathtub serta meringis ketika putting nya yang berdarah terkena air. Ia memberanikan diri menyentuhnya, memastikan bila puting nya tidak terkoyak. Beruntunglah ia, kulit di bagian puting nya elastis meskipun sensitif. Puting nya hanya nyeri dan sedikit berdarah akibat besi yang menarik kuat di bagian pinggir putting, namun puting nya tidak sampai sobek.
Air hangat membuat tubuh Naruto yang nyeri dan terluka terasa lebih baik. Ia sangat lelah hari ini dan ia memaksakan diri nya untuk tetap membuka mata. Setelah ini ia tak tahu apakah ia harus berkunjung ke rumah sakit atau tidak. Ia khawatir bila Kurama dan Naruko mengetahui keadaan nya dan semakin curiga.
Naruto tak mengerti dengan alasan Sasuke bersikap sekasar ini. Ia bahkan lebih kasar dari pertama kali saat mereka bercinta. Sasuke terlihat dalam emosi yang sangat buruk saat ini. Sasuke pasti sedang memiliki masalah dan Naruto berharap bila ia dapat membantu Sasuke meskipun pria itu mungkin akan semakin menyakiti nya,
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top