Chapter 15

Naruko dan Kurama duduk di kursi ruang tunggu di depan UGD dengan tubuh lemas. Sejak tadi Naruko tak berhenti menangis dan ia bahkan tak sempat mengganti pakaiannya meskipun mama-chan sudha mengizinkannya untuk pulang lebih awal hari ini.

Tak hanya Naruko, Kurama juga diam-diam meneteskan air mata sambil menundukan kepala. Ia merasa sangat menyesal atas perlakuannya kepada Naruto. Ia bahkan segera pergi ke rumah sakit setelah pulang kerja dan menerima pesan singkat dari Kurama.

Kurama telah mendengarkan penjelasan dari Naruko yang diucapkan dengan suara terbata-bata dan diiringi isakan tangis. Kini Naruko tak lagi meneteskan air mata dan hanya mampu menyandarkan tubuhnya di kursi tanpa mempedulikan tatapan orang yang melihatnya dengan wajah kusut dan mata merah meskipun riasan wajah masih tetap melekat di wajahnya.

Sasuke berjalan menuju ruang tunggu dengan tubuh lemas tak bertenaga. Ia menyesal tak berangkat bersama Naruto demi menyelesaikan pekerjaan dan Naruto sudah tidak sadarkan diri dengan kepala berdarah-darah ketika ia tiba di kelab itu dan Naruko yang menangis sambil menjelaskan padanya ketika ia bertanya.

"Bagaimana keadaan Naruto?" tanya Sasuke pada Kurama dan Naruko.

Kedua anak itu menggeleng dan Kurama memberanikan diri untuk menjawab, "Dokter masih belum keluar dari ruangan."

"Hn. Bagaimana jika kalian berdua pulang saja? Aku akan mengantarkan kalian."

"Tidak apa-apa, Sasuke-san. Lagipula kami tinggal di rumah yang berbeda dengan Naruto-nii."

"Hn? Bukankah setahuku kalian tinggal di rumah yang sama? Sekarang dimana kalian tinggal? Aku tidak bisa mengantar kalian jika kalian tidak memberitahuku," ucap Sasuke dengan nada lembut hingga ia sendiri terkejut dengan suara yang keluar dari bibir nya.

"Tidak apa-apa. Kami tidak akan pulang malam ini," ucap Kurama dengan suara bergetar akibat menangis.

Sasuke memandang sekeliling dan tersadar jika beberapa perawat yang berkunjung ke ruang UGD tampak memperhatikan Naruko. Jantung Naruko berdebar keras ketika ia menyadari Sasuke menatapnya dengan penampilan seperti ini.

"Naruko, apakah kau membawa pakaian ganti?" ujar Sasuke dengan suara pelan pada Naruko. Ia sedikit khawatir karena beberapa orang yang menunggu keluarga mereka di ruang UGD lain juga memperhatikan Naruko.

"Ya. Aku akan berganti pakaian."

Naruko segera bangkit berdiri dan membawa tas nya serta berjalan menuju kamar mandi. Ia tak mempedulikan tatapan orang-orang yang menatap penampilannya dengan heran.

Kini Sasuke duduk disamping Kurama yang menundukkan kepala. Terlihat jelas bekas air mata di wajah Kurama yang diusapnya dengan asal. Seharusnya Sasuke tidak perlu mengacuhkan hal yang bukan urusannya, namun hal itu malah mengusik hati nya. Sepertinya Naruto bahkan telah menularkan kepribadiannya yang peduli pada siapapun pada Sasuke.

Sasuke meletakkan tangan di pundak Kurama dan menepuknya beberapa kali. Anak itu terkejut dan menatap Sasuke dengan iris zaffre nya.

Terlihat jelas jika Kurama sangat gugup dan merasa sungkan. Namun Sasuke tetap menepuk pundak Kurama tanpa peduli dengan reaksi Kurama.

Naruko kembali dengan wajah tanpa sentuhan kosmetik sedikitpun dan mengenakan t-shirt abu-abu dengan celana panjang dan hitam. Sasuke melirik Naruko dan agak terkejut saat menyadari gadis itu benar-benar mirip dengan sang kekasih.

"Kalian sudah makan? Bagaimana jika kita makan malam di lantai dasar saja?"

"Tidak apa-apa, Sasuke-san. Kami tidak ingin merepotkanmu," ujar Naruko sambil menggelengkan kepala.

"Kalau begitu temani aku makan. Lalu kalian bisa memesan cemilan atau minuman."

Tanpa menunggu reaksi kedua anak itu, Sasuke segera bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Kurama dan Naruko serta menoleh kebelakang. Dengan terpaksa Kurama dan Naruko mengikuti Sasuke.

Naruko ingin mengucapkan terima kasih pada Sasuke karena telah memberikan uang untuknya kemarin. Ia sendiri terkejut mengapa Sasuke memesannya meskipun ia yakin Sasuke tidak menyukai wanita dan malah memberikan uang tips untuknya.

"A-ano... Sasuke-san," Naruko membuka mulutnya yang terasa kering tepat ketika mereka sudah masuk ke dalam elevator.

"Hn?"

"Um... kemarin... aku ingin berterima kasih," ucap Naruko dengan gugup.

"Kemarin?"

Naruko benar-benar malu mengucapkannya. Kurama bahkan ikut menatapnya. Ia tak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada Kurama nanti. Kurama pasti akan mengira dirinya munafik, namun Naruko sendiri sempat berpikir jika pekerjaan seorang hostess sama dengan pelayan lain. Setidaknya, ia bisa menjelaskan pada Kurama hostess bukanlah pekerjaan yang berkaitan dengan prostitusi.

Naruko sangat yakin jika pria yang kemarin dilihatnya benar-benar Sasuke meskipun dalam kegelapan. Sosok Sasuke dengan aura yang berbeda dari kebanyakan orang begitu mencolok dan mudah dikenali.

"Um.. kemarin kau memberikan uang tips lima puluh ribu ryo."

"Tidak perlu berterima kasih padaku."

"A-aku merasa sangat tidak enak menerima uang tips itu."

Memberikan uang tips memang bukanlah sesuatu yang umum, namun Sasuke tetap memberikannya pada Naruko ketika dua teman Sasuke telah meninggalkan meja terlebih dahulu.

Pintu elevator yang terbuka menyelamatkan Sasuke dari keharusan untuk menjawab pernyataan Naruko. Sasuke melirik beberapa restaurant di lantai dasar dan melirik Kurama dan Naruko.

Sasuke memilih sebuah restaurant jepang dan masuk ke dalam restaurant yang tidak terlalu mewah itu. Seorang pelayan mengucapkan sapaan dan segera mengambil tiga buah menu serta mengantar Sasuke ke tempat duduk.

Naruko dan Kurama duduk berhadapan dengan Sasuke dan tampak sangat gugup. Kursi di samping Sasuke kosong dan membuat perasaan Naruko serta Kurama terasa tidak enak. Ketika dulu mereka makan malam bersama Sasuke, Naruto duduk di samping Sasuke dan membuat mereka merasa tak terlalu gugup.

"Pesanlah apapun yang kalian inginkan."

Sasuke melirik menu itu. Harga makanan di restaurant itu sangat terjangkau jika dibandingkan restaurant yang biasa dikunjunginya. Ia menatap foto makanan yang terlihat lezat itu, namun ia tidak terlalu bernafsu makan. Hatinya diliputi kekhawatiran meskipun ia tak menunjukkannya.

"Aku pesan chicken curry rice, tempura dan matcha (teh hijau berkualitas baik yang biasa dipakai saat upacara minum teh)."

"Maaf, tuan. Namun seluruh teh di restaurant ini menggunakan konacha (bubuk teh yang merupakan ampas dari pemrosesan sencha dan gyokuro)," ujar pelayan itu sambil menundukkan kepala.

"Kalau begitu tomato juice saja."

Pelayan itu segera mencatat pesanan Sasuke. Naruko dan Kurama terlihat bimbang, mereka ingin memesan namun merasa tidak enak.

"Kalian benar-benar tidak ingin memesan apapun?" Sasuke melirik Naruko dan Kurama yang tampak gugup. "Atau ingin kupesankan saja?"

"Aku pesan miso ramen dengan konacha dingin," ucap Naruko dengan gugup.

"Aku juga pesan konacha dingin dengan shio ramen," timpal Kurama.

Pelayan segera mencatat menu dan segera meninggalkan meja. Naruko dan Kurama segera menundukkan kepala bersamaan dan berkata, "Arigatou gozaimasu, Sasuke-san."

"Hn."

Sasuke melirik kedua anak yang tampak gugup dan sangat tidak nyaman. Ia merasa ragu untuk memulai percakapan dengan kedua anak itu. Ia khawatir jika ia terkesan ikut campur, namun ia memberanikan diri untuk memulai percakapan.

"Mengapa kalian meninggalkan rumah? Naruto terus mencari kalian."

Kurama dan Naruko tampak terkejut serta menatap Sasuke. Sasuke berusaha untuk tak memberikan tatapan tajam pada kedua anak itu, namun kedua anak itu tetap ketakutan.

"K-kami..." ucapan Kurama terputus dan ia melirik Naruko. Ia tak tahu apakah ia harus jujur pada Sasuke atau tidak.

"Itu ideku. Kami berdua kecewa karena tak mengira Naruto-nii melakukan pekerjaan kotor dan aku mengusulkan untuk meninggalkan rumah. Maaf jika jawabanku menyinggungmu, Sasuke-san," ujar Naruko dengan pelan.

"Naruto tak pernah memberitahu kalian sebelumnya?" Sasuke berpura-pura tidak tahu dan bertanya pada Naruko dan Kurama.

Kurama dan Naruko menggelengkan kepala serempak.

"Lalu kami mengetahuinya dari rekan kerja Naruto-nii dan kami sangat marah. Saat itu kami menitipkan surat karena kami hendak meninggalkan rumah malam itu," ucap Kurama dengan perasaan sesak di dadanya. Ia gugup bagaikan seorang anak yang diinterogasi guru karena ketahuan menyontek.

Sasuke mengingat saat Naruko dan Kurama menitipkan surat padanya. Ia sangat menyesal. Seharusnya ia mengintip isi surat itu dan mencari kedua anak itu sebelum Naruto sadar dan menjadi seperti ini.

"Saat itu kami menggunakan uang di rekening kami tanpa mengetahui siapa yang mengirimkan uang dalam jumlah banyak. Lalu ketika aku pergi ke bank dan mengetahui uang itu pemberian Naruto-nii, aku tidak mau memakai uang itu dan memilih bekerja. "

Rasa penasaran memenuhi benak Sasuke dan ia memutuskan untuk membuka mulut.

"Maaf jika pertanyaanku terkesan kasar, namun apakah selama ini kalian tidak bekerja?"

Kurama menggelengkan kepala serta berkata, "Naruto-nii tak memperbolehkan kami bekerja. Sejak masih sekolah ia bekerja sendirian hingga mengambil dua atau tiga pekerjaan paruh waktu."

Sasuke tersentak dengan ucapan Naruko. Ia kini benar-benar percaya dengan informasi yang diberikan detektif mengenai Naruto setelah mendengar ucapan Naruko yang merupakan keluarga terdekatnya.

"Bagaimana dengan orang tua kalian?"

"Mereka sudah meninggal dan kami sempat tinggal bersama saudara. Namun kami mendapat perlakuan buruk dan Naruto-nii terus melindungi kami. Akhirnya kami pergi dari rumah," ucap Naruko sambil menyentuh dadanya yang terasa sesak ketika mengingat masa lalu mereka bersama Naruto. Air mata kembali menetes dan ia mengambil tisu untuk mengusap matanya.

"Aku... menyesal dengan apa yang kulakukan. Aku tak pernah sadar jika apa yang dihadapi Naruto-nii jauh lebih berat dibanding yang kami perkirakan karena ia selalu menutupinya. Aku takut bertemu dengannya. Jadi... kumohon... jika Naruto-nii sadar nanti, tolong sampaikan permintaan maafku padanya," Naruko menatap Sasuke dengan mata berkaca-kaca.

"Umm... aku juga. Naruto-nii selalu mementingkan kami dan bekerja keras agar kami bisa hidup nyaman, memiliki barang yang diinginkan dan bersekolah di sekolah terbaik. Kami tak tahu jika ia benar-benar menanggung beban sendirian," timpal Kurama dengan air mata yang menetes membasahi wajahnya.

Naruko mengenggam tangan Kurama dan mengusap air mata Kurama serta mengusap air mata nya sendiri. Sasuke melihat semuanya dan hati nya sendiri terasa sakit entah kenapa. Tak hanya Naruko dan Kurama yang menyesal, ia pun merasa menyesal telah sempat membuat Naruto begitu menderita. Ia memperlakukan Naruto begitu kasar hanya karena telah membayarnya tanpa mengetahui jika Naruto bahkan tak menikmati uang yang didapatinya. Ia telah menambah ketidakbahagiaan dalam hidup seseorang yang memang penuh dengan ketidakbahagiaan.

Sasuke mengusap puncak kepala Naruko dan Kurama serta mengelusnya dengan lembut. Ia mulai merasakan kedekatan emosional dengan kedua anak itu karena mereka bertiga merasakan penyesalan yang sama.

"Kali ini aku tak mau menyampaikan permintaan maaf kalian. Jika aku menyampaikannya ketika ia sadar nanti, ia pasti akan sangat khawatir pada kalian."

"Ano... Sasuke-san, aku ingin tahu apa reaksinya setelah tahu kami telah pergi? Apakah ia... mungkin merasa senang karena tak perlu mengurus adik merepotkan seperti kami?" tanya Kurama dengan suara bergetar.

"Tidak. Dia bahkan menanyakan kalian saat ia sadar dan menangis ketika membaca surat kalian. Ia bahkan melepas jarum infus dan ingin segera meninggalkan rumah sakit untuk mencari kalian," jelas Sasuke dengan dada sesak mengingat tamparan dan perkataan kasarnya pada Naruto.

"Naruto bahkan meminta bantuanku untuk mencari tahu keberadaan kalian dan mengirimkan uang pada kalian dengan rekeningku dan ia memberikan uang padaku. Kurasa dia terlalu takut untuk mendekati kalian. Namun ia terlihat kacau setelah kalian pergi dari rumah."

Naruko dan Kurama kembali meneteskan air mata sambil mendengarkan penjelasan Sasuke. Air mata telah mengalir deras di wajah mereka dan mereka tak lagi menahan air mata mereka. Mereka percaya jika apa yang diucapkan Sasuke adalah kebenaran setelah menyadari jika Naruto bahkan masih memperhatikan mereka dari jauh meskipun mereka berdua sudah membentaknya dan memakinya dengan begitu kasar.

"Sasuke-san, terima kasih karena kau telah membantu kami dan menjaga Naruto-nii ketika kami meninggalkannya. Arigatou."

Sasuke menghampiri Kurama dan Naruko serta memeluk kedua anak itu. Ia tak mengerti apa yang dilakukannya dan mengapa ia melakukannya, namun ia merasa seolah kedua anak itu adalah adiknya sendiri dan ia harus berterima kasih pada kedua anak itu karena telah menyadarkannya akan sisi lain dari Naruto.

"Um... Sasuke-san?" Kurama tampak terkejut.

"Aku akan memastikan jika Naruto-nii kalian akan baik-baik saja."

Naruko dan Kurama memeluk Sasuke dengan erat dan menangis di pelukan Sasuke. Mereka berdua merindukan Naruto yang akan memeluknya, namun pelukan Sasuke terasa seperti pelukan Naruto yang hangat dan menenangkan.

.

.

Sasuke berbaring di kasur empuk di dalam kamar tidur nya dan sejak tadi terus menerus berganti posisi. Sudah dua hari berlalu dan Naruto tak kunjung sadar. Sasuke bahkan hanya tidur tak lebih dari tiga jam meskipun tubuhnya sangat lelah.

Sasuke merasa sangat takut. Ia takut jika sang malaikat maut memutuskan untuk menjemput Naruto dan meninggalkan Sasuke sendirian. Sasuke tak ingin sendirian dan memiliki kenangan buruk akan kisah cinta pertamanya.

Tangan Sasuke terjulur untuk menyentuh ponselnya dan melirik jam. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, namun Sasuke sama sekali tak bisa tidur. Ia khawatir jika terjadi sesuatu pada Naruto atau ketika pria itu tersadar, ia tak menemukan seorangpun di sisinya.

Sasuke memejamkan matanya, namun yang terbayang adalah wajah Naruto yang lebam dan kepalanya yang berlumuran darah sehingga Sasuke segera membuka matanya.

Dengan cepat Sasuke bangkit berdiri dan segera mengganti pakaian tidurnya dengan kemeja dan celana jeans serta sepatu skeds. Ia akan pergi ke rumah sakit untuk mengujungi Naruto dan berjaga di sisi lelaki itu. Baginya, dengan berada di sisi Naruto akan membuatnya merasa lebih nyaman.

Sasuke segera berjalan mengendap-endap menuruni tangga menuju garasi. Ia memasukkan kunci mobil ke dalam saku celana dan berhenti di puncak tangga.

"Kau mau pergi kemana, Sasuke?" terdengar suara seorang lelaki berusia lima puluhan dengan wajah berkerut sambil menatap tajam pada Sasuke.

"Mengunjungi teman di rumah sakit."

"Teman?" Fugaku mengernyitkan dahi, merasa heran dengan Sasuke yang belakangan ini bersikap tak seperti biasanya.

"Hn."

Fugaku melirik jam. Saat ini pukul sebelas malam dan alasan Sasuke untuk keluar rumah terdengar aneh. Sasuke sudah berusia dua puluhan dan ia tak seharusnya mempedulikan kehidupan pribadi Sasuke. Namun ia merasa penasaran setelah mendengar cerita Itachi mengenai sikap Sasuke yang belakangan ini berbeda dan ia merasa harus mengetahui alasannya.

"Aku pergi, otou-san,"ucap Sasuke sambil melambaikan tangan.

"Kau tetap disini," Fugaku menatap Sasuke dengan tajam.

Sasuke menghentikan langkah dan menoleh pada snag ayah. Ia merasa kesal dan berusaha mengepalkan tangan untuk mengendalikan diri. Ia sangat kesal pada ayahnya. Ia merasa jika sang ayah hendak menjadikannya seperti robot yang mengatur banyak hal dalam hidupnya agar sesuai dengan keinginan lelaki tua itu setelah memperlakukannya dengan begitu buruk. Namun Sasuke sedang tak ingin memaki siapapun saat ini.

"Ada apa?"

"Duduklah."

Sasuke segera mendudukkan diri diatas sofa. Fugaku tak pernah sekalipun mengajak Sasuke berbicara diluar pekerjaan dan kini Sasuke menduga apa yang hendak dibicarakannya.

"Ada yang ingin kubicarakan padamu, Sasuke."

Sasuke tak menjawab dan mendengarkan ayahnya berbicara. Fugaku tak pernah melarang Sasuke untuk berpergian saat ini selama Sasuke tak membuat masalah dan menyelesaikan segala tugas kantor.

"Aku sudah mendengar dari Itachi mengenai perubahan sikapmu selama beberapa bulan dan aku juga merasakannya."

"Perubahan sikap? Apa maksud otou-san?"

"Apakah kau memiliki kekasih saat ini?"

Sasuke membulatkan matanya. Ia tak pernah menduga sang ayah berniat menanyakan hal bersifat pribadi seperti ini. Itachi pasti sudah mengatakan hal-hal aneh yang sangat bertentangan dengan fakta pada ayahnya.

"Walaupun aku memilikinya kinerjaku tak akan berpengaruh," ujar Sasuke dengan tatapan tajam seolah mengatakan 'ini bukan urusanmu'.

"Berasal dari keluarga mana kekasihmu? Sampaikan pada gadis itu jika aku ingin bertemu dengannya."

"Kekasihku bukan seorang gadis dan bukan berasal dari keluarga terpandang dengan status ekonomi yang sama dengan kita," jawab Sasuke dengan jujur.

Fugaku membelalakan matanya. Ia merasa sangat marah karena Sasuke kini membuat masalah. Ia agak kecewa karena Sasuke memiliki orientasi seksual yang menyimpang, namun ia tidak terlalu keberatan jika Sasuke setidaknya menjalin hubungan dengan pria yang juga sepadan dengannya.

Tangan Fugaku terangkat dan menapar wajah Sasuke dengan keras hingga wajah Sasuke memerah. Wajah Sasuke terasa hangat seketika, namun ia tak memegangi wajahnya.

"BODOH! MENGAPA KAU BERPACARAN DENGAN ORANG SEPERTI ITU?! DASAR ANAK TAK TAHU DIUNTUNG!" bentak ayah Sasuke sambil kembali menampar wajah Sasuke.

Sasuke tak menjawab dan hanya menatap dengan tajam. Ia marah, sangat marah. Namun ia berusaha mengendalikan dirinya dan memperlihatkan ekspresi datar meskipun hati kecilnya terasa sakit.

"Apakah aku harus memukulmu di kepala agar otakmu kembali berfungsi normal, hn?"

Hati Sasuke terasa sakit mendengar kata-kata tajam dan tangan Fugaku memukul kepala Sasuke dengan keras. Sasuke ingin mendapat pengakuan dari sang ayah hingga belajar ekstra keras demi mendapat nilai sempurna. Ia juga menyibukkan diri di kantor demi menunjukkan jika dirinya tak kalah hebat dengan Itachi. Namun sebesar apapun usaha yang dilakukannya, usahanya tak pernah berhasil.

"Otou-san, aku telah melakukan apapun yang kau perintahkan padaku. Namun kali ini aku tetap tak akan memutuskan hubunganku meskipun kau mengusirku sekalipun."

Fugaku terkejut. Kata-kata Sasuke diucapkan dengan suara yang terkesan tenang dan ekspresi wajah datar. Suara Sasuke bahkan terdengar lebih lembut dari biasanya, namun terdapat keseriusan pada diri Sasuke yang menatapnya lekat-lekat.

"Pergilah dari rumah ini, Sasuke. Dan jangan panggil aku otou-san lagi. Kau baru saja meletakkan kotoran di wajahku dan ibumu dengan memiliki kekasih yang berasal dari keluarga yang tidak jelas."

Sasuke melirik ayahnya dengan tatapan kecewa. Ia memang tak pernah bertemu dengan orang tua Naruto, namun bukan berarti keluarga Naruto tidak jelas. Setidaknya Naruto memiliki orang tua kandung meskipun sudah meninggal.

"Maafkan aku, otou-san. Namun kuharap suatu saat nanti kau akan merestuiku."

Fugaku tersenyum sinis dan memberikan tatapan tajam pada Sasuke. Ia akan membuat anak tak beruntung itu menderita. Ia memang tak bisa menutup kartu kredit atau menarik uang tabungan di rekening Sasuke, namun ia tak akan membiarkan Sasuke bekerja sehingga ia akan segera kehabisan uang dan mengemis pada Fugaku untuk kembali serta melaksanakan apapun yang diinginkan Fugaku.

.

.

Iris sapphire Naruto yang masih terpejam perlahan bergerak-gerak dan Naruto membuka mata nya. Ia menyipitkan mata nya ketika melihat cahaya ruangan yang menyilaukan dan mengerakkan tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa sakit, namun kepala nya benar-benar sakit dan ia merasa pusing.

Naruto mengerakkan tangannya dan mendapati selimut yang menutupi tubuhnya. Hidungnya mencium aroma obat yang kuat dan ruangan bernuansa putih yang membuat Naruto yakin jika ia sedang berada di rumah sakit.

Tangan Naruto yang terjulur tanpa sengaja mengenai sesuatu yang keras dan ia segera menoleh kearah tangan nya. Tangan Naruto tanpa sengaja menyentuh siku Sasuke yang sedang meletakkan kepala di samping kasur nya.

"Teme. Kau tidur?"

Naruto mengelus surai raven Sasuke yang tertidur dan tersenyum melirik paras lembut Sasuke yang sedang tertidur. Ia menyukai wajah Sasuke dalam berbagai ekspresi, namun ia paling suka ketika Sasuke tertidur.

"Bangunlah. Jangan tidur disini, nanti kau sakit," Naruto menepuk lengan Sasuke dengan lembut

Sasuke masih tak bergeming dan Naruto yakin jika Sasuke pasti sangat lelah hingga tertidur begitu pulas. Naruto tak bisa membiarkan Sasuke tertidur sambil duduk di lantai keramik yang dingin dan ia ingin memindahkan Sasuke ke sofa terdekat. Naruto segera duduk di atas kasur dan mencoba bangkit berdiri dengan berpegang pada tembok. Namun kepalanya terasa sangat pusing dan ia memejamkan mata serta segera berbaring di kasur.

Naruto tak ingin membuat banyak suara dan membangunkan Sasuke. Maka ia segera mengambil selimut yang menutupi tubuhnya dan menutupi tubuh Sasuke serta berbisik, "Gomen ne, teme. Aku tak bisa membawamu ke sofa. Oyasumi."

Naruto kembali mengelus surai raven Sasuke dan menatap sekeliling ruangan. Namun ia tak menemukan jam dinding dan ia tak tahu berapa lama sudah terbaring di rumah sakit. Naruto segera teringat dengan kejadian di kelab malam dan tersadar jika saat itu Naruko bersama dengannya dan kini hanya Sasuke yang berada di sisinya.

'Bagaimana keadaan Naruko? Apakah dia baik-baik saja? Apakah laki-laki tua brengsek itu melakukan sesuatu padanya?' batin Naruto sambil berusaha membuka laci yang tak terlalu jauh dari kasur nya dan mencari ponsel nya.

Mendengar pergerakan di kasur membuat Sasuke segera membuka matanya. Ia mengernyit menyadari Naruto tak lagi memakai selimut dan malah memakaikan selimut padanya ketika ia sedang tidur.

"Dobe, kau sudah sadar?" ucap Sasuke sambil menguap.

"Sadar? Aku hanya tertidur kan, teme?"

Sasuke segera memeluk Naruto dengan erat tanpa mempedulikan reaksi Naruto yang terlihat binggung.

"Ah.. jangan memelukku terlalu erat, teme."

Sasuke segera melepaskan pelukannya dan menatap Naruto lekat-lekat, "Kau baik-baik saja, dobe? Apakah pelukan itu menyakitimu?"

Naruto menggelengkan kepala dan tersenyum, "Aku baik-baik saja. Jangan mengkhawatirkanku."

"Maafkan aku, dobe. Ini semua salahku. Seandainya aku datang lebih cepat, kau tidak akan terluka sampai seperti ini."

"Ini bukan salahmu, teme. Aku terlanjur kesal dan tak dapat menahan emosiku," jawab Naruto sambil memeluk Sasuke dan menepuk-nepuk punggung Sasuke tanpa sadar untuk menenangkan pria itu.

"Tenanglah, teme. Kau tidak perlu merasa bersalah padaku. Lihatlah, kini aku sehat-sehat saja."

Naruto tersenyum meskipun Sasuke tak dapat melihatnya. Sasuke merasa kesal pada dirinya sendiri. Ini memang tak sepenuhnya kesalahan Sasuke, namun ia juga ikut berperan hingga Naruto seperti ini.

Sasuke berdecih kesal dan berkata, "Lelaki macam apa aku hingga membiarkan kekasihku terluka? Aku gagal melindungimu dan kini kau malah menenangkanku?"

"Teme, aku juga seorang lelaki dewasa, lho. Dan aku juga harus bertanggung jawab atas diriku sendiri. Aku senang karena kau berniat melindungiku, namun kau juga harus memikirkan dirimu sendiri," jawab Naruto sambil tersenyum.

Sasuke membalas pelukan Naruto dan mereka berdua berpelukan dengan erat. Sasuke merindukan kehangatan tubuh Naruto yang memeluknya dan ia menahan diri agar tak menangis. Ia merasa lega setelah khawatir Naruto akan meninggalkannya.

Naruto dan Sasuke terus berpelukan tanpa mengatakan apapun. Mereka berdua saling berbagi kehangatan dan menikmati keheningan hingga Naruto kembali berbicara pada Sasuke.

"Teme, apakah kau tidur dengan baik? Kau terlihat lelah dan kantung matamu menghitam."

"Baka dobe," ucap Sasuke tepat di telinga Naruto. "Seharusnya kau juga memikirkan dirimu sendiri dan tidak menanyakan kondisiku."

"Sudah dan aku merasa baik-baik saja, teme," jawab Naruto sambil tetap tersenyum.

"Kau tidak sadar selama tiga hari dan tubuhmu penuh lebam akibat pukulan lelaki tua brengsek di kelab itu. Kau sama sekali tidak baik-baik saja."

Naruto melepaskan pelukan dari Sasuke dan segera menatap Sasuke lekat-lekat. Jika ia tidak sadar tiga hari, maka selama tiga hari ia tak bisa memperhatikan Naruko. Ia khawatir jika sesuatu terjadi pada Naruko ketika ia kembali bekerja di kelab dan kali ini ia tak bisa melindunginya.

"Bagaimana dengan Naruko? Apakah lelaki tua itu melakukan sesuatu padanya ketika aku tidak sadar? Aku tak bisa membiarkannya bekerja di kelab malam."

Sasuke menghela nafas dengan sikap Naruto yang begitu mementingkan orang lain dan terkesan tak memikirkan dirinya sendiri. Hal itu sudah menjadi sifat yang mengakar pada Naruto dan Sasuke tak bisa mengubahnya sedikitpun.

"Petugas keamanan kelab menangkap lelaki brengsek itu dan memanggil polisi. Kini lelaki tua itu sedang menikmati masa-masa yang menyenangkan di penjara," ucap Sasuke sambil menyeringai sinis.

Naruto menangkap maksud Sasuke dari reaksi yang ditunjukkan lelaki itu dan segera bertanya, "Kau tidak melakukan sesuatu padanya, kan?"

"Tidak. Aku hanya memberikan uang pada polisi untuk menyiksanya di dalam penjara dan membunuhnya perlahan. Hanya itu saja."

"Jangan! Itu terlalu kejam," ucap Naruto dengan suara datar sambil menatap tajam pada Sasuke.

"Lelaki itu pernah melakukan pemerkosaan beberapa kali dan tertangkap polisi. Seharusnya kau merasa senang."

Naruto menggelengkan kepala dan berkata, "Aku sama sekali tidak senang. Itu sama saja kau mengotori tanganmu secara tidak langsung. Aku tak suka jika kau melakukan hal-hal seperti itu."

Sasuke tak mengerti dengan reaksi Naruto. Ia berpikir jika Naruto akan ikut merasa senang bersama orang-orang lain yang menjadi korban lelaki brengsek itu. Sasuke hanya menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan keluarganya dengan memberikan balasan setimpal pada siapapun yang berani menganggu dan ia sendiri tidak merasa hal itu adalah hal kejam. Ketika Sasuke mencoba bersikap baik dengan mengajak lelaki brengsek itu berdiskusi dan meminta pertanggungjawaban atas perbuatannya pada Naruko dan Naruto, ia malah bersikap sangat kasar pada Sasuke dan membuat Sasuke sangat kesal.

"Aku sudah terlanjur memberikan uang," jawab Sasuke tanpa berniat menghentikan. "Seharusnya kau senang karena aku membantu membalaskan perbuatannya padamu."

Naruto menghembuskan nafas kecewa dan berkata, "Aku tak ingin membalas dengan cara seperti ini. Kuharap lain kali kau tak melakukan hal seperti ini lagi."

Sasuke sudah menduga jika Naruto akan berekasi seperti ini. Hati lelaki itu terlalu baik dan siapapun yang berurusan dengannya begitu beruntung, termasuk dirinya sendiri.

"Hn. Aku tak akan melakukannya lagi, dobe. Namun kau juga harus memberikan bayaran karena telah berani memerintahku," ujar Sasuke sambil menyeringai.

"Eh? A-aku tak bermaksud memerintahmu, teme," ucap Naruto dengan gugup sambil meneguk ludah. "Aku hanya mengatakan ini karena aku tak ingin kau melakukan hal yang buruk. Itu saja."

"Tetap saja kau memintaku melakukannya, hn?"

"Y-ya."

Sasuke segera mendekatkan wajahnya pada Naruto yang tampak gugup dan mencium bibir Naruto yang terbuka. Naruto tak membalas ciuman dan hanya dapat terdiam, terkejut dengan ciuman mendadak yang dilakukan Sasuke dengan cepat.

"Arigatou, dobe."

Naruto tersadar dan memekik, "Teme, kau curang telah mencuri ciumanku."

"Kau telah memberikan padaku dengan suka rela sebelumnya. Mengapa kau keberatan, hn?" Sasuke mengedipkan mata jahil dan menyeringai untuk menggoda Naruto.

Naruto menatap Sasuke dengan jengkel dan melirik ponsel Sasuke yang mencuat dari saku celana nya.

"Sekarang jam berapa? Aku ingin menghubungi Naruko dan Kurama."

"Lelaki tua itu tak berhasil melakukan apapun pada Naruko dan Kurama juga baik-baik saja."

"Aku harus menghubungi dan memastikannya sendiri."

Sasuke mengeluarkan ponselnya dan berkata, "Sekarang pukul tujuh pagi. Aku akan segera menjemput mereka."

"Tidak usah. Biarkan saja. Aku hanya ingin memastikan mereka baik-baik saja"

"Hn. Ingin aku memastikannya untukmu?"

"Bolehkah? Apakah tidak merepotkanmu, teme?"

"Tidak. Namun kau harus memberikan bayaran."

"Bayaran? Dengan ciuman lagi?"

"Hn."

Naruto segera mendekati wajahnya dan tersenyum pada Sasuke. Ia hampir tertawa dengan Sasuke yang begitu manja dan menginginkan ciuman dengan cara seperti ini.

"Tidak jadi," Sasuke menyeringai dan tersenyum melihat reaksi Naruto yang tampak jengkel.

"Aaah... kau mengerjaiku lagi, baka teme," Naruto meringis dan merasa jengkel dalam hati.

Naruto merasa begitu bahagia dengan keberadaan Sasuke disisinya saat ini. Dan ia tak benar-benar merasa jengkel pada lelaki itu.

.

.

Naruko dan Kurama berdiri di depan kamar perawatan Naruto dan mereka berdua tampak ragu. Naruko mengulurkan tangan dan mengetuk pintu tiga kali, namun ia tak jadi membuka pintu ketika Kurama menarik ujung lengan baju nya.

"Naruko-nee, aku takut jika Naruto-nii sudah sadar. Aku takut menemuinya."

Naruko mengangguk dan berkata, "Ya. Aku juga takut. Namun kita sudah mengetuk pintu, maka kita harus masuk."

"Aku takut. Bagaimana jika dia marah pada kita? Kau tahu, Naruto-nii menyeramkan jika sudah marah. Dan dia pasti sangat marah karena kita meninggalkan rumah seperti ini."

"Kita masuk bersama saja. Kuharap dia sedang tidur ketika kita masuk."

Kurama segera membuka knop pintu bersama dengan Naruko serta masuk ke dalam ruangan. Naruko dan Kurama segera menundukkan kepala dan memilih menatap lantai saat bertemu pandang dengan iris sapphire Naruto.

Naruto dengan segera melirik Sasuke dan Sasuke mengedipkan mata memahami maksud tatapan Naruto. Ia segera mengecup kening Naruto dan berkata, "Aku pergi. Jaa ne."

Naruto tersenyum dan melambaikan tangan pada Sasuke. Sasuke melewati Naruko dan Kurama serta berkata, "Ohayo."

"Ohayo, Sasuke-san," balas Naruko dan Kurama sambil tetap menundukkan kepala.

Sasuke membuka pintu dan meninggalkan ruangan. Ketika pintu tertutup, perasaan Naruko dan Kurama semakin tidak enak. Jantung mereka berdegup keras dan tubuh mereka bagaikan telah mematung.

Naruto segera bangkit berdiri dan mendorong tiang berisi cairan infus serta menghampiri Naruko dan Kurama. Ia menyadari kedua anak itu masih menundukkan kepala dan kini menahan nafas serta memejamkan mata. Naruko dan Kurama telah mempersiapkan diri jika Naruto akan memukul mereka sebagai pelampiasan kekesalannya.

Tanpa memedulikan Kurama dan Naruko yang tampak gugup, Naruto segera mengulurkan tangan dan memeluk mereka.

Naruko menatap lengan Naruto yang sedang memeluk tubuhnya dan kini tangan itu mulai mengusap pundaknya dengan lembut.

"Naruto-nii, maafkan aku. Aku sudah bersikap sangat kasar padamu dan kau masih menolongku hingga terluka seperti ini," ucap Naruko dengan terbata-bata dan air mata yang mengalir di wajahnya tanpa bisa ia kendalikan.

"Gomen ne. Seharusnya kami tak meninggal rumah begitu saja. Seharusnya saat itu aku mendengarkan penjelasanmu," ujar Kurama sambil memeluk Naruto dengan erat dan meneteskan mata dalam diam.

Dada Naruto terasa sesak dan ia menahan diri agar tak menangis. Ia sangat bahagia karena dapat bertemu kembali dengan Naruko dan Kurama. Namun hal yang membuatnya paling bahagia ialah kedua anak itu bak-baik saja.

"Tidak, seharusnya aku meminta maaf pada kalian. Namun kurasa aku juga tak bisa meminta kalian memaafkanku karena aku sudah mengecewakan kalian."

Naruto mengeratkan pelukannya pada Naruko dan Kurama. Ia dapat merasakan pakaiannya mulai basah akibat air mata Naruko dan Kurama, namun ia tak menghiraukannya. Ia sendiri juga mulai meneteskan air mata.

"Tidak, Naruto-nii. Aku sama sekali tak kecewa dan seharusnya berterima kasih karena kau sudah merawatku. Aku juga ingin berterima kasih karena kau telah menyelamatkanku di kelab itu."

Naruto segera melepaskan pelukannya dan mengusap mata nya. Ia melirik Naruko dan Kurama.

"Apakah kalian berdua baik-baik saja? Aku berharap kalian berhenti bekerja dan kembali ke rumah. Namun jika kalian tetap tidak mau, aku akan mengirimkan uang dan kalian tidak perlu bekerja."

"Mengapa Naruto-nii masih memikirkan kami?" ucap Kurama dengan suara serak akibat menangis. "Kau tak perlu memikirkan kami. Kami hanya beban untukmu dan kami juga sudah menyakitimu."

"Baka. Kalian sama sekali bukan beban untukku," Naruto mengusap air mata di wajah Kurama dan Naruko dengan ibu jari nya. "Kalian adalah adikku dan kalian tak menyakitiku. Jangan berpikir seperti itu."

Naruko dan Kurama memeluk Naruto dengan erat dan menangis di pelukan Naruto sambil menikmati kehangatan pelukan lelaki itu. Naruto terus mengusap puncak kepala mereka berdua dan ikut menangis sambil membenamkan wajah di bahu Naruko dan Kurama.

Tanpa mengatakan apapun, mereka bertiga terus berpelukan dan tak berhenti menangis. Kurama melepaskan pelukan terlebih dulu dan mengusap air matanya, sementara Naruko masih memeluk Naruto yang kini juga memeluknya dengan sangat erat.

"Naruto-nii, moushiwake arimasen. Aku tak akan meninggalkanmu dan merepotkanmu lagi," ucap Naruko sambil terisak.

"Ya. Aku juga tidak akan meninggalkan kau dan Kurama."

Naruko kembali menangis dan Naruto membiarkan Naruko menangis dipelukannya. Ketika merasa cukup, Naruko melepaskan pelukannya dan Naruto segera mengusap wajah gadis itu dengan telapak tangan nya.

Air mata Naruko mengalir semakin deras dan Naruto kembali mengusap wajah Naruko.

"Naruko-chan, ingin kupeluk lagi?"

Naruko menggeleng. Ia merindukan Naruto dan pelukan lelaki itu. Ia dan Kurama ingin kembali ke rumah Naruto, namun ia tak berani mengatakannya.

"Naruto-nii, bolehkah... aku dan Naruko-nee tinggal di rumah mu lagi?" tanya Kurama dengan gugup.

"Mengapa harus bertanya? Tentu saja kalian boleh kembali ke rumah kapanpun," Naruto tersenyum dan mengacak rambut merah Kurama. "Aku kesepian tanpa kalian di rumah, lho."

"Arigatou gozaimasu, Naruto-nii," ucap Kurama dengan isakan tertahan.

"Aku juga ingin memberitahu sesuatu pada kalian," ucap Naruto dengan ragu dan jantung brdebar keras. Ia tak ingin mengatakannya, namun ia juga tak ingin menyembunyikan fakta dan kembali membuat Naruko dan Kurama kecewa padanya.

Naruko dan Kurama melirik Naruto, menunggu apa yang hendak dikatakan Naruto. Tatapan Naruko dan Kurama membuat Naruto merasa semakin gugup hingga ia harus menarik nafas dan menghembuskan perlahan agar ia tak merasa gugup.

"Sekarang Sasuke-san adalah kekasihku."

Naruto melirik Naruko dan Kurama, bersiap jika ia akan menerima tatapan penuh kekecewaan atau kemarahan dari mereka. Namun ia terkejut mendapati Naruko dan Kurama yang tersenyum.

"Sasuke-san sudah mengatakan pada kami. Aku tidak keberatan jika itu pilihanmu, Naruto-nii," ucap Naruko sambil melirik Naruto.

"Ya. Bahkan jika Naruto-nii ingin menikah dengan Sasuke-san sekalipun, aku tak keberatan," timpal Kurama sambil tersenyum.

Naruto tersentak dan berkata dengan pelan, "Kalian... tidak marah atau kecewa?"

Naruko dan Kurama menggelengkan kepala. Naruto kembali memeluk mereka berdua. Ia benar-benar bahagia dan ia tak perlu menyembunyikan hubungannya lagi.

"Arigatou, Kurama. Arigatou, Naruko-chan."

Naruko dan Kurama kembali memeluk Naruto dengan erat. Kali ini mereka berdua akan membiarkan Naruto merasakan kebahagiaan dan tak lagi menjadi penghalang. Mereka mengharapkan kebahagiaan Naruto dan ingin menerima Naruto sebagai kakak mereka apa adanya. Dan mereka juga mulai menyukai keberadaan Sasuke di sisi Naruto.

.

.

"Kurama, Naruko-chan, nanti malam kalian ingin ikut makan malam bersama kami?" ucap Sasuke sambil mengenggam tangan Naruto.

"Aku ma-"

Naruko segera menutup mulut Kurama dan menggelengkan kepala sambil tersenyum, "Tidak usah, kalian berkencan saja. Aku dan Kurama harus belajar malam ini."

Sasuke melirik Naruko dan Kurama serta menoleh pada Naruto yang tampak ragu. Sudah lima bulan Sasuke meninggalkan rumah dan kini ia tinggal bersama Naruto dan kedua adiknya.

Kini Sasuke telah membuka sebuah bakery dan restaurant yang sangat ramai. Ia ingin membuktikan jika ia dapat sukses tanpa ayahnya dan ia tak berniat kembali ke rumah meskipun Itachi dan ibu nya berkali-kali memintanya kembali ke rumah.

Hubungan Sasuke dan Naruto semakin akrab, begitupun hubungan Sasuke dengan kedua adik Naruto yang kini dianggapnya sebagai adik sendiri. Kini Naruko dan Kurama bahkan mulai memanggilnya 'Sasuke-nii' dan ia sama sekali tak keberatan.

"Kalian ingin makan apa? Aku akan membelikan sekarang untuk kalian," ujar Naruto.

"Oh tidak usah, Naruto-nii. Kami akan memesan pizza delivery," tolak Naruko sambil melirik Kurama yang tampak kecewa.

Sasuke dengan cepat mengeluarkan dompet dan mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu ryo sebelum Naruto sempat mencegahnya.

"Ini untuk membeli pizza."

"Tidak. Ini terlalu banyak, Sasuke-nii."

"Gunakan saja untuk membeli minuman dan side dish. Kembalian nya untuk kalian saja."

"Arigatou. Mata ashita ne," ucap Kurama dan Naruko sambil melambaikan tangan.

"Mata ne," ucap Naruto sambil melambaik tangan dan berjalan menuju pintu. "Ingat, kalian harus menghubungi kami jika terjadi sesuatu."

"Tenang saja. Selamat berkencan," ucap Kurama dengan sedikit meledek sambil membuka pintu dan segera mendorong Naruto keluar.

Wajah Naruto memerah dan ia mengeratkan genggaman tangan nya pada Sasuke. Pintu telah tertutup sebelum Naruto sempat menjawab Kurama dan Naruko.

Naruto segera memasuki elevator yang terbuka bersama Sasuke tanpa melepaskan genggaman tangan nya. Ketika pintu elevator tertutup, Sasuke segera melirik wajah Naruto yang masih memerah.

"Kedua adikmu sangat menggemaskan, dobe."

"Oh ya? Mereka memang sangat menggemaskan. Aku bahkan menahan diri untuk tak mencubiti wajah mereka setiap saat," ucap Naruto dengan antusias.

"Namun kau juga tak kalah menggemaskan dengan mereka."

"Oh? Aku?"

Wajah Naruto memerah dan ia menatap wajah sang kekasih. Mereka hanya berdua di dalam elevator dan wajah mereka berdua begitu dekat. Jantung Naruto berdebar keras seolah hendak melompat keluar dari rongga dada nya.

"Wajahmu memerah, dobe."

"Tidak, wajahku tidak memerah."

"Aku akan membuat wajahmu semakin memerah."

"Coba saja. Wajahku tidak akan memerah karena kauu, teme."

Sasuke mendekati wajahnya hingga wajahnya hanya berjarak tak lebih dari tiga sentimeter. Bibirnya begitu dekat dengan bibir Naruto dan hembusan nafas Sasuke mengenai kulit Naruto dan membuat jantung Naruto berdebar tak terkendali.

Sasuke mengecup ujung bibir Naruto dan menjilatnya. Ia segera njauhkan wajahnya ketika elevator berhenti di lantai B1. Wajah Naruto memerah bagaikan tomat dan membuat Sasuke semakin berniat menggoda Naruto.

"Wajahku sama sekali tidak memerah, tuh."

"Hn."

Sasuke menahan tawa melihat Naruto yang mengulum sudut bibirnya dan mengalihkan pandangan dari Sasuke dengan wajah memerah.

Menyadari tatapan Sasuke, Naruto segera menarik nafas dan memberanikan diri menatap Sasuke. Wajahnya semakin memerah dan terasa panas.

"Mengapa menatapku, teme? Wajahku tidak memerah, kok."

Sasuke tersenyum dan mencubit wajah Naruto hingga memerah.

"Sekarang sudah memerah, hn?"

Naruto mengerucutkan bibir dan membuat Sasuke kembali tertawa pada sang kekasih.

Naruto masuk ke dalam mobil setelah Sasuke membukakan pintu mobil untuknya. Sejak tadi Sasuke tak mengatakan kemana mereka akan pergi dan Naruto menahan diri untuk tak bertanya.

Sasuke masuk ke dalam mobil dan segera menyalakan mesin mobil untuk mengemudi keluar dari apartment. Naruto menatap jalanan kota pada malam hari yang lumayan ramai.

"Teme, kau ingin membawaku kemana?"

"Makan malam."

Naruto mengernyitkan dahi. Sasuke tak mengemudi menuju kedai Ichiraku Ramen yang menjual ramen favoritnya.

"Lho? Ini bukan jalan menuju Ichiraku Ramen."

Sasuke tak menjawab dan ia mengeraskan musik di mobil. Ia ingin memberikan kejutan pada Naruto dan berharap lelaki itu akan senang.

.

.

Naruto membelalakan mata saat Sasuke mengenggam tangannya dan membawanya masuk ke sebuah restaurant mewah yang terdapat di puncak gedung pencakar langit. Sasuke telah memesan VIP room dengan jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan kota dengan lampu berkerlap-kerlip di malam hari.

Pelayan meninggalkan ruangan itu setelah mengantar Sasuke dan Naruto. Sasuke segera menyentuh PC tablet yang terdapat di meja dan melihat menu yang terdapat di restaurant itu

"Dobe, kau ingin memesan apa?"

"Aku bingung. Bagaimana jika kau memesankan sesuatu untukku saja?"

Sasuke segera menggeser menu dengan jari telunjuknya dan menekan sebuah foto bergambar foie gras en croute serta memesannya sebagai hidangan pembuka. Sasuke memilih wagyu beef steak sebagai menu makan malam mereka berdua dan segelas tomato juice untuk dirinya dan orange juice untuk Naruto serta menekan tombol untuk memesan.

Naruto terus menatap kearah jendelan besar dengan antusias. Ia terlarut dengan pemandangan kota dan menikmati pemandangan yang kini terlihat dari lantai enam puluh dua. Sasuke melirik langit malam dengan lampu-lampu gedung di kejauhan. Terdapat mobil-mobil yang bergerak bagaikan semut di jalanan.

Naruto mengalihkan pandangan sejenak dan tanpa sengaja bertemu pandang dengan iris onyx Sasuke yang juga mengalihkan pandangan. Jantung Naruto berdegup kencang dan ia tersenyum.

"Aku sangat menyukai tempat ini. Terima kasih karena telah mengajakku makan malam di tempat ini."

"Syukurlah jika kau menyukainya."

"Tentu saja. Aku sangat suka pemandangan kota di malam hari. Kau juga, kan?"

Sasuke menatap wajah Naruto lekat-lekat. Ia benar-benar tak sabar untuk memiliki tubuh Naruto seutuhnya sebentar lagi. Dan ia merasa senang karena Naruto menyukai apa yang dilakukannya.

"Sebentar lagi akan ada kembang api, lho."

"Tidak mungkin. Saat ini bukan hari perayaan apapun."

"Kau tidak percaya, dobe?"

"Tentu saja tidak. Siapa orang yang mau memasang kembang api jika tidak ada peraya-"

Ucapan Naruto terputus. Terdapat cahaya api yang menyala di langit dan perlahan kembang api berwarna-warni meledak di langit. Naruto tak sempat mengatakan apapun ketika sebuah kembang api yang sangat indah bertuliskan, 'Will you marry me, dobe?' dengan kanji 爱 meledak di langit.

Naruto tersenyum lebar dan membelalakan mata nya. Ia sulit percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia segera melirik Sasuke dan tak percaya jika kembang api itu ditujukan untuknya.

"Teme, kembang api itu-"

Sasuke memutus ucapan Naruto dan berkata, "Aku menunggu jawabanmu, teme."

"Teme, aku..." Naruto tak dapat berkata-kata dan ia hanya dapat tersenyum sambil menatap Sasuke.

Sasuke mengelurkan sebuah cincin di dalam saku jas nya dan segera membuka kotak cincin itu.

"Dobe, maukah kau menikah denganku?"

Naruto melirik cincin emas putih dengan berlian-berlian yang berkilauan dan menatap wajah Sasuke yang terlihat serius. Naruto mencintai Sasuke dan diam-diam ia berharap jika suatu saat nanti dapat menikahi Sasuke.

"Tentu saja. Aku bersedia menikah denganmu, teme."

Sasuke segera meletakkan kotak itu di meja dan kebahagiaan menyeruak di hatinya. Ia segera bangkit berdiri dan memeluk Naruto dengan erat. Ia begitu bahagia hingga ia tak dapat berkata apa-apa.

"Arigato, dobe," ucap Sasuke sambil tersenyum. Ia tak menemukan kata yang tepat untuk melukiskan perasaannya saat ini.

"Arigato, teme. Aku sangat senang karena kau bersedia menikahiku dan menjadi pasanganku," jawab Naruto sambil tersenyum hingga matanya menyipit. Ia masih tak percaya jika Sasuke baru saja melamarnya dan ia telah menerima Sasuke menjadi pasangan hidup nya. "Mulai saat ini aku adalah milikmu, teme. Dan aku akan berusaha melakukan apapun yang kau minta padaku."

Sasuke menggeleng, "Tidak, dobe. Kau milikku dan aku adalah milikmu."

Naruto mengeratkan pelukannya dan dapat menghirup aroma tubuh Sasuke yang memeluknya. Sasuke melonggarkan pelukannya dan ia mencium bibir Naruto. Naruto memejamkan mata dan membalas ciuman Sasuke dan membuka mulutnya untuk bertukar saliva dengan Sasuke.

Kembang api yang menjadi saksi cinta mereka masih belum berhenti ketika Sasuke dan Naruto berciuman. Sasuke memeluk Naruto dengan erat dan tak melepaskan bibir merah dan sensual Naruto yang berada di dalam bibirnya.

Ketika kembang api terakhir telah meledak dan membuat langit malam dipenuhi cahaya berwarna-warni, Sasuke melepaskan bibirnya dan menatap iris sapphire Naruto yang membuatnya berdebar hanya dengan menatapnya.

"Aishiteru, dobe."

Naruto menatap wajah Sasuke yang sebentar lagi akan menjadi pasangan hidup nya. Ia bahagia telah menemukan belahan jiwa nya dan membalas ucapan Sasuke, "Aishiteru, teme."

Sasuke kembali mengecup bibir Naruto yang akan menjadi miliknya sepenuhnya. Malam ini merupakan malam yang berkesan baginya dan ia tak sabar untuk segera menikahi Naruto serta memiliki lelaki itu seutuhnya.

-The End-


Author's Note :

Berhubung banyak yg nanya soal chapter 15, sebetulnya chapter 15 yang di email itu di remove. Harusnya update chapter 14, cuma kepencet publish new chapter.

Ga kerasa udah lebih dari 6 bulan sejak publish fict ini & sekarang fanfict ini udah tamat. Senang bisa nyelesaiin fict ini sebelum UN.

Thanks buat para readers yang udah ngebaca fanfict ini dari awal sampai ending & ngasih dukungan dalam bentuk review yang ngebuat author bersemangat buat terus lanjutin fict ini. Tanpa readers, fanfict ini ga akan lanjut sampai tamat.

Berhubung ga ada lemon di chapter ini, author bakal nambahin lemon di epilgoue. Semoga ending chapter ini memuaskan.

Oh ya, author punya fanfict on going SasuNaru lain nya #promosi. Ini judulnya :

- Kill The Assasin (No lemon)

Author juga bakal publish fict lain setelah author selesai UN, judulnya :

- His Knight (Rate T, No lemon, SasuNaru. Genre : Romance/Friendship.)

Sinopsis : Uzumaki Naruto adalah seorang lelaki tanpa orang tua yang diangkat menjadi pelayan pribadi sekaligus knight seorang raja kerjaan Hi, Uchiha Sasuke. Bersama dengan sang raja yang membuatnya jengkel setiap hari dan membuatnya mulai merasakan debaran perasan aneh yang tak boleh dimilikinya.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top