Chapter 11

Naruko membuka mata nya dan melirik Kurama yang masih tertidur di samping nya. Sudah beberapa malam mereka menginap di hotel bintang tiga yang cukup jauh dari apartment. Naruko memesan menggunakan situs online sehingga mendapat harga yang lebih murah dan menghemat uang.

Bulan depan Kurama dan Naruko akan pindah asrama yang lebih terjangkau dan tinggal di asrama itu selama satu bulan atau lebih, setelahnya mereka akan kembali ke rumah lama mereka. Itulah rencana Kurama dan Naruko.

Kemarin Naruko mengambil uang di ATM dan terkejut mendapati nominal uang dalam jumlah besar di rekening nya. Ia tak tahu darimana uang itu berasal, namun rasanya mustahil bila seseorang salah mengirimkan uang dan uang itu masuk ke rekening nya. Uang itu senilai lima juta ryo dan uang itu cukup untuk biaya masuk universitas, bahkan lebih.

"Ohayo, Naruko-nee." Ucap Kurama dengan suara mengantuk sambil mengucek mata nya.

"Ohayo."

Kurama melirik jam yang tertera di ponsel nya. Jam menunjukkan pukul delapan pagi dan mereka sudah terlambat untuk berangkat sekolah.

"Naruko-nee, kapan kita kembali ke sekolah? Besok?"

"Tidak. Aku sudah menelpon ke sekolah dan mengatakan bila kita berdua izin karena Naruto sedang dirawat di rumah sakit dan aku harus menjaganya. Sementara kau tidak bisa berangkat ke sekolah sendirian."

"Sensei percaya?"

"Tentu saja." Naruko tersenyum. "Minggu depan kita kembali ke sekolah, setelah itu kita libur."

Kurama terlihat sedikit kecewa. Ia menikmati 'liburan dadakan' yang tiba-tiba saja dicetuskan oleh Naruko. Namun ia juga merasa bosan terus menerus berada di apartment.

"Aku agak khawatir bila kita datang ke sekolah Naruto-nii akan membawa kita pulang dengan paksa. Aku tidak mau pulang dan bertemu dengan nya."

"Aku juga."

Naruko mengelus kepala Kurama dengan lembut dan tersenyum. Namun ia segera menghentikan apa yang sedang dilakukan nya. Menurut orang-orang yang mengenal keluarga Naruko, Naruko bagaikan versi wanita dari Naruto. Mereka benar-benar mirip, bahkan senyum Naruko terlihat sama dengan Naruto. Ia benci melihat wajah nya sendiri di cermin dan berpikir untuk melakukan operasi plastik, namun ia harus berhemat. Uang lima juta ryo akan habis dengan cepat jika mereka berfoya-foya dan ia tak bisa bekerja atau berpergian dengan bebas saat ini.

"Namun aku tidak begitu yakin bila Naruto-nii benar-benar berniat mencari kita. Kurasa ia malah senang karena dapat bebas melakukan apapun bersama 'boss' nya itu."

Naruko meringis membayangkan hal-hal vulgar yang tiba-tiba melintas di pikiran nya dan ia menggelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan vulgar itu.

"Kita seharusnya bersyukur jika dia tidak mencari kita karena kita tidak perlu repot-repot melarikan diri."

"Benar juga, sih. Kalaupun dia mencari kita aku juga tetap tidak ingin pulang. Aku tak bisa memaafkan nya. Seandainya okaa-san dan otou-san masih hidup, mungkin mereka bisa melakukan seppuku akibat rasa malu."

Naruko mengangguk. Ucapan Kurama tidak salah. Di saat seperti ini ia agak khawatir dengan Naruto, seperti yang dulu dilakukan pria itu padanya. Saat ia dan Kurama membawa Naruto ke rumah sakit, di hati terdalam nya ia berharap agar Naruto selamat dan baik-baik saja. Meskipun ia berkata pedas dan ketus, ia sendiri merasa bimbang dengan apa yang dilakukan nya. Ia bersyukur mendengar suara Naruto di telepon, setidaknya ia baik-baik saja.

"Kurama, apakah yang kita lakukan saat ini egois?"

"Egois? Tentu saja tidak. Kita melakukan ini agar Naruto-nii menyadari kesalahan nya sekaligus membersihkan nama baik kita. Bayangkan jika seandainya teman kita bertemu dengan Naruto-nii yang seperti itu, mereka pasti berpikir bila kita mendukung apa yang dilakukan nya dan ikut membicarakan hal-hal buruk mengenai kita."

Naruko hanya tersenyum simpul. Kurama pasti sudah tidak ingat dengan apa yang terjadi ketika mereka masih tinggal di rumah istri paman mereka yang sudah meninggal. Namun ia masih mengingat dengan jelas bagaimana Naruto melindunginya dari pukulan wanita kejam itu hingga tubuh nya penuh luka dan merelakan jatah makan nya untuk Naruko dan Kurama hingga ia hanya makan satu kali sehari dan mengenyangkan diri dengan meminum banyak air. Hasilnya, tubuh Naruto menjadi sangat kurus.

"Aku kasihan pada okaa-san dan otou-san di alam baka. Bayangkan saja, putra sulung yang seharusnya menjadi panutan malah menjadi pelacur dan penyuka sesama jenis. Aku tak bisa membayangkan perasaan mereka." Ujar Kurama sambil menggelengkan kepala.

"Kau benar, Kurama. Apa yang dilakukan nya memang salah. Aku sempat merasa ragu bila apa yang kita lakukan egois untuk nya."

"Sebetulnya aku juga. Namun aku berusaha untuk mengeraskan hatiku dengan tidak menghiraukan perasaan tidak nyaman itu. Kupikir Naruko-nee bisa mencoba saranku."

Naruko bangkit berdiri dan segera berjalan menuju meja tempat ia meletakkan koper nya. Ia membuka koper itu dan mengambil pakaian ganti.

"Kita akan breakfast setelah mandi. Jadi tak usah memikirkan orang itu untuk sementara."

.

.

Sasuke mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit tempat Naruto dirawat. Sasuke bahkan hanya mengambil dua potong French toast, sedikit pasta dan sebuah sausage untuk makan pagi serta segelas tomato juice. Ia makan pagi bersama salah seorang anggota yakuza yang ikut ke hotel bersamanya dan ia cukup puas ketika mendapat laporan bila anggota yakuza itu menyiksa Konohamaru sepanjang malam hingga ia kesakitan dan tak sadarkan diri. Kini tubuh nya penuh dengan luka-luka, termasuk luka pada anus dan organ vital nya. Anggota yakuza itu memaksa memasukkan mulut botol bir ke anus Konohamaru hingga mengeluarkan darah.

Yang ada di benak Sasuke saat ini hanyalah menyampaikan kabar itu pada Naruto sekaligus mengecek keadaan pria itu. Ia bahkan memilih mengemudi sendri tanpa menggunakan jasa supir pribadi nya agar tiba lebih cepat.

"Sial. Mengapa tidak ada VIP parking?" Sasuke berdecak kesal sambil menatap tempat parkir yang begitu penuh. Rumah sakit itu hanyalah rumah sakit biasa yang mayoritas pasien nya adalah kelas menengah sehingga tidak menyediakan VIP parking.

Sebuah mobil terlihat hendak keluar dan Sasuke menunggu mobil itu keluar. Ketika mobil itu keluar, ia memparkir mobil nya dengan sangat cepat tanpa melakukan tindakan yang tidak perlu seperti pengemudi amatir atau pengemudi wanita. Ia tak memberikan kesempatan pada mobil dibelakang nya yang juga mengincar tempat parkir itu.

Sasuke segera keluar dari mobil itu dengan membawa sebuah kotak berisi dua slice kue yang dibelinya di restaurant hotel. Ia menutup pintu dan berjalan menuju pintu masuk dengan cepat.

Beberapa perawat melirik Sasuke dengan tatapan kagum ketika Sasuke memasuki rumah sakit itu. Ia selalu mendapat tatapan seperti itu setiap hari ketika ia berkunjung ke rumah sakit dan ia mulai terbiasa.

Sasuke tiba di depan pintu ruangan Naruto dan mengulurkan tangan untuk mengetuk pintu. Ia tak mengerti mengapa ia harus mengetuk pintu, ia melakukan hal itu diluar kendali nya. Dengan mengetuk pintu atau tidak, Naruto tak akan berani untuk tidak mempersilahkan nya masuk.

Naruto mengalihkan pandangan dari layar televisi yang sedang dilihatnya dan tersenyum pada Sasuke. Bibir nya mengulas senyum, namun wajah nya datar dan tatapan nya terlihat kosong.

"Bagaimana keadaanmu, Naruto?"

Naruto menatap Sasuke lekat-lekat, ia benar-benar terkejut dengan perubahan sikap Sasuke. Sasuke rutin mengunjungi nya setiap hari dan bahkan terkadang menemani nya hingga ia tertidur. Pria itu juga tak lagi bersikap kasar ataupun mengucapkan sumpah serapah. Sungguh sulit dipercaya, Sasuke yang dulu menyiksa nya dan Sasuke yang kini berada dihadapan nya benar-benar orang yang sama.

"Aku baik-baik saja, Sasuke-san. Menurut dokter aku sudah boleh pulang besok."

"Dobe." Ucap Sasuke dengan suara yang cukup keras untuk didengar Naruto.

"Eh?"

"Kubilang kau dobe."

Naruto terdiam, namun ia memberanikan diri menatap Sasuke. Ucapan Sasuke terdengar kasar, namun intonasi suara nya terdengar lembut.

"Aku..."

Ucapan Naruto terputus, ia hendak mengatakan 'aku bukan dobe' dengan jengkel. Namun ia segera menahan diri nya ketika tersadar bila Sasuke lah yang berada dihadapan nya saat ini.

"Hn?"

"Tidak apa-apa, Sasuke-san."

Sasuke berdecak kesal. Ia melangkah mendekati Naruto dan menepuk bahu Naruto serta menyentuh dagu pria itu. Ia memaksa Naruto untuk menatap nya.

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, dobe. Dan jangan berpura-pura bila kau baik-baik saja ketika kau tidak merasa seperti itu dihadapanku."

Naruto berusaha menundukkan kepala nya, namun Sasuke masih menahan dagu nya. Ia tak pernah mengira bila Sasuke akan berkata seperti ini padanya. Mungkin Sasuke telah berubah.

"Aku bukan dobe, teme."

Sasuke melepaskan cengkraman nya di dagu Naruto dan menatap pria itu lekat-lekat. Menyadari kesalahan nya, Naruto segera menundukkan kepala dalam-dalam dan hendak meminta maaf.

Sasuke mengangkat sedikit sudut bibir nya dan membentuk senyum tipis serta berkata, "Itulah yang kuharapkan."

"K-kau? Bukankah kau mengharapkan aku untuk menurutimu, Sasuke-san? Aku tak ingin mengecewakanmu atau membuatmu semakin kesal padaku."

"Rasanya membosankan jika kau terus mengiyakan apa yang kukatakan." Ujar Sasuke dengan serius. Belakangan ini ia bahkan tak tertarik untuk menyiksa siapapun. Seks dengan kekerasan dan jerit kesakitan tak lagi menarik untuknya.

Sasuke menyerahkan kantung kertas berisi dua slice cake pada Naruto. Naruto melirik kantung itu dan menatapnya dengan ragu.

"Ini untukku?"

"Hn."

"Sungguh tidak apa-apa? Aku yakin telah merepotkanmu. Kau bahkan mengunjungiku setiap hari dan membawakan makanan."

"Hn."

Naruto membuka kotak yang terdapat di kantung kertas itu dan mendapati satu slice red velvet cake dan satu slice oreo cheese cake dengan penampilan menarik dan terlihat lezat.

"Sasuke-san, bagaimana bila kita memakan cake ini bersama?"

"Tidak."

Naruto melirik Sasuke dengan bingung. Ia khawatir bila pertanyaan itu membuat Sasuke kembali emosi dan menyakiti nya. Menyadari kekhawatiran Naruto, Sasuke segera menambahkan, "Aku tidak menyukai cake."

"Gomen. Aku sama sekali tidak tahu."

"Hn."

Sasuke menyandarkan tubuh nya di sofa, ia memilih untuk duduk bersebelahan dengan Naruto. Naruto melirik Sasuke sejenak dan kembali menikmati cake yang sedang dimakan nya. Cake itu benar-benar lezat dan Naruto menyukainya. Ia terpikir untuk mengajak Kurama dan Naruko makan cake di tempat Sasuke membeli cake itu, namun ia tersadar bila kedua anak itu telah pergi. Tenggorokan nya tercekat seketika dan ekspresi wajah nya terlihat sedikit muram.

"Kau kenal Konohamaru, dobe?"

Naruto seketika menatap Sasuke dengan terkejut. Ia bahkan lupa untuk menelan cake nya dan hampir mengeluarkan cake itu dari mulut nya. Dengan cepat Naruto menelan cake itu sebelum menjawab Sasuke.

"Sedikit. Dia salah satu rekan kerja ku di club. Apakah kau juga mengenalnya, Sasuke-san?"

"Dialah orang yang membuat kedua adikmu meninggalkan rumah."

Naruto benar-benar terkejut. Ia mengetahui nama asli Haru saat pria itu tanpa sengaja meninggalkan dompet nya dan Naruto yang saat itu melihatnya menemukan nama di kartu pelajar Konohamaru. Namun ia tidak memperhatikan nama sekolah yang tertera di kartu pelajar itu.

"Konohamaru? Dia mengenal kedua adikku?"

"Dia adalah kekasih adik perempuan mu dan dia memberitahukan segala hal yang diketahuinya mengenai dirimu."

Naruto mengepalkan tangan nya erat-erat. Tatapan nya terlihat tajam dan ia benar-benar kesal. Sasuke yang melihatnya bahkan sedikit terkejut, tak pernah mengira Naruto bisa berekspresi seperti itu. Sepertinya sang budak kini telah menjadi semakin kuat.

Naruto sungguh tak mengerti mengapa Konohamaru menyebarkan pekerjaan asli Naruto pada kedua adik nya sebagai balasan pada Naruto yang telah ikut membantu menyembunyikan identitas nya. Namun ia lebih kesal karena ia membuat kedua adik nya kabur dan kini ia benar-benar khawatir hingga sulit tidur.

"Darimana kau mengetahui nya, Sasuke-san?"

"Sumber informasi ku."

Sumber informasi Sasuke sangat hebat. Naruto benar-benar kagum dengan Sasuke, sang 'master'. Ia bahkan tak tahu bila Konohamaru yang merupakan kekasih Naruko adalah Haru yang dikenalnya di club. Ia mengira bila mereka secara kebetulan memiliki kesamaan nama. Namun ia lebih tak mengerti mengapa Sasuke merepotkan diri untuk ikut terlibat dalam masalah yang tak berkaitan dengan nya.

"Apakah Naruko dan Kurama bersama dengan Konohamaru? Dimana dia sekarang, Sasuke-san?"

"Aku sudah 'mengurus' nya. Namun kedua adik mu tak bersama dengan nya."

Sasuke menyeringai di akhir kalimat dan Naruto menyadari maksud ucapan Sasuke. Pria itu pasti sudah melakukan sesuatu pada Konohamaru.

"Mengurus nya? M-maksudmu... kau melakukan kekerasan padanya, Sasuke-san? Kumohon jangan lakukan hal itu."

Sasuke tak segera menjawab, dalam hati ia mengagumi sikap Naruto yang terlalu baik. Atau mungkin pria itu benar-benar bodoh? Bodoh dan baik memiliki perbedaan yang terlalu tipis.

"Aku tak melakukan apapun padanya."

Naruto tersenyum lega. Ia bergidik membayangkan Konohamaru mengalami apa yang dialaminya setiap bercinta dengan Sasuke. Konohamaru adalah remaja yang emosional dan labil, Naruto khawatir bila sesuatu yang buruk terjadi pada anak itu meskipun di saat yang sama ia masih jengkel dengan sikap anak itu.

"Syukurlah. Aku khawatir kau melakukan kekerasan padanya, Sasuke-san."

Sasuke melirik Naruto sekilas. Ia masih terlihat khawatir meskipun kondisi nya saat ini jauh lebih tenang dibandingkan saat pertama kali membaca surat Naruko dan Kurama. Pria itu bahkan meneteskan air mata sambil tertidur. Sungguh pemandangan yang menyayat hati bagi siapapun yang melihatnya, termasuk Sasuke.

"Kau masih berniat mencari kedua adikmu?"

Mendengar kata 'adik', Naruto segera menatap Sasuke lekat-lekat. Tanpa ragu maupun menunggu lama, Naruto segera menganggukan kepala.

"Tentu saja. Aku masih berniat mencari mereka. Aku khawatir bila sesuatu yang buruk terjadi pada mereka."

"Memerlukan bantuanku, hn?"

"Terima kasih atas tawaranmu, Sasuke-san. Namun saat ini aku sudah cukup menyusahkanmu. Aku akan melakukan apapun untuk membalas kebaikanmu."

Naruto tersentak dengan apa yang diucapkan nya tanpa sadar. Sasuke melirik nya dengan tatapan penuh arti.

"Apapun?"

"Ya. Apapun yang kau inginkan, Sasuke-san."

"Benarkah?" Ucap Sasuke dengan nada menantang. "Bagaimana dengan seks? Sudah lama aku tak merasakan tubuh mu."

Naruto terlihat ragu sejenak. Sudah seminggu berlalu sejak kali terakhir ia bercinta dengan Sasuke. Luka-luka di tubuh nya telah sembuh dan kondisi tubuh nya membaik.

"Baiklah. Lakukan saja."

Sasuke menyeringai tipis dan tanpa mengatakan apapun ia menarik wajah Naruto hingga menghadap nya. Ia menatap lekat-lekat iris sapphire menawan yang berpadu dengan bibir tipis sensual serta hidung mancung. Kulit tan yang eksotis menambah pesona seorang Uzumaki Naruto.

Sasuke mengecup bibir Naruto singkat dan kembali melepaskan nya. Melalui kecupan singkat, perasaan Sasuke sedikit menghangat entah kenapa. Ia kembali menjauhkan wajah nya dari Naruto, membuat pemuda itu bertanya-tanya.

"Kau sudah selesai, Sasuke-san."

"Hn."

"Eh? Bukankah kau mengatakan kau ingin melakukan nya saat ini?"

"Aku sedang tidak berminat melakukan nya."

"Tidak? Apakah aku telah melakukan suatu kesalahan? Moushiwake arimasen, Sasuke-san." Naruto menundukkan kepala.

"Kau tidak melakukan kesalahan, dobe. Aku tak ingin bercinta dengan orang sakit."

Naruto tersenyum lega dan berkata, "Syukurlah, Sasuke-san. Kukira kau kesal padaku."

Untuk pertama kali nya jantung Sasuke berdebar cepat saat ia melihat senyuman lembut dan tulus dari Naruto. Ia tak tahu mengapa, namun ia suka melihat senyuman itu. Hati nya terasa menghangat saat ia mengetahui senyuman itu benar-benar ditujukan padanya.

Sasuke hampir tersenyum dan ia dengan cepat mengulum sudut bibir nya. Ia segera mengalihkan pandangan nya dari wajah Naruto. Jantung nya benar-benar tak terkendali. Mungkin, tanpa disadari, ia mulai tertarik pada Naruto. Atau bahkan benar-benar jatuh cinta pada sang budak.

"Apa yang ingin kau lakukan pada kedua adikmu? Mencari nya dan membawa nya pulang?" Sasuke dengan sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Tidak. Aku hanya ingin mengetahui keberadaan mereka dan terus memantau nya. Mereka marah padaku dan aku tak ingin memaksa mereka kembali." Ujar Naruto dengan pelan. Ia sendiri tak mengerti mengapa ia bisa berbicara sebebas ini pada Sasuke tanpa ragu hanya dalam beberapa hari.

"Hn."

.

.

Sasuke tiba di kantor setelah meninggalkan Naruto di ruang perawatan nya. Naruto bahkan melambaikan tangan dan tersenyum padanya. Senyum itu begitu manis dan tanpa sadar membuat Sasuke ikut tersenyum padanya.

Terdengar suara ketukan di pintu dan Sasuke mempersilahkan orang itu untuk masuk. Ia yakin bila orang itu bukanlah tamu yang penting dan dugaan nya benar.

"Ohayo, Sasuke."

Itachi masuk ke dalam ruangan sambil membawa kantung plastik yang penuh dengan berbagai jenis roti. Sasuke melirik nya sejenak dan tersenyum tipis.

"Ohayo."

Kantung plastik yang dipegang Itachi terlepas dari genggaman pria itu dan ia segera duduk di kursi yang berhadapan dengan Sasuke. Tatapan nya tajam dan terlihat waspada saat ia menatap Sasuke.

"Apakah kau benar-benar Sasuke, hn?"

Merasa kesal, Sasuke segera membalas tatapan Itachi dengan tajam.

"Apakah kau datang ke ruangan ku hanya untuk bertanya hal ini? Pergilah jika tidak ada urusan yang penting."

Itachi terdiam sejenak mendengar ucapan ketus bernada dingin dari Sasuke. Ia telah percaya bila pria dihadapan nya benar-benar Sasuke.

"Aku membeli banyak roti dan ingin memberikan beberapa untukmu. Kau sering lupa untuk makan dan membuatku khawatir."

"Aku tidak suka makanan manis."

Itachi mengambil kantung plastik yang tadi dijatuhkan nya meletakkan nya diatas meja Sasuke.

"Pilihlah yang kau suka. Ada beberapa yang tidak manis."

Sasuke menatap roti-roti di plastik itu. Plastik besar itu dipenuhi dengan berbagai jenis roti. Ia yakin terdapat lebih dari dua puluh potong roti di dalam plastik itu dan banyak yang terlihat manis, sesuai dengan selera Itachi.

"Kau akan terkena diabetes jika terlalu banyak memakan makanan manis seperti ini."

"Hn? Kau memperhatikanku sekarang, otouto? Aku merasa ingin menangis, Sasuke. "

Itachi membuat suara orang yang sedang menangis dan membuat Sasuke mengernyitkan dahi. Dulu Itachi adalah sosok pria tegas yang dingin seperti ayah nya dan sempat membuat Sasuke kagum. Namun ia berubah sejak berpacaran dengan Sakura, mantan teman sekelas yang berusaha mendekati nya. Ia kini menjadi lebih ceria, banyak bicara, berlebihan dan sangat bersantai.

"Kau sangat menjijikan." Ujar Sasuke sambil mengambil croissant tanpa isi dan fruit croissant serta roti tanpa isi yang tidak manis.

"Arigato." Ucap Sasuke sambil tersenyum tanpa sadar.

Itachi menatap wajah Sasuke yang terlihat cerah dan senyum yang terlihat tulus. Sudah lama ia tak melihat senyum itu dan ia hampir lupa jika Sasuke pernah memiliki senyum seperti itu. Saat masih kecil, senyum seperti itu dapat dilihat Itachi setiap hari. Ia tidak yakin Sasuke tersenyum seperti itu hanya karena roti pemberian nya.

"Kau sedang jatuh cinta, Sasuke?"

Sasuke yang hendak membuka mulut nya untuk menggigit croissant segera mengatupkan mulut nya dan memasukkan croissant itu kembali ke plastik kecil pembungkus roti.

"Jatuh cinta?"

"Hn."

Sasuke mengernyitkan dahi. Ia sering mendengar jatuh cinta, namun ia sendiri tak pernah tahu apa itu jatuh cinta. Ia tak pernah mengalami nya dan tak ingin mencari tahu apa itu cinta.

"Tidak."

"Benarkah? Kau terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta, lho."

"Jatuh cinta? Apa itu?"

Tawa Itachi meledak seketika. Pria itu tertawa keras sambil memegang perut nya sendiri. Wajah nya memerah dan ia tak dapat menghentikan diri nya sendiri.

Sasuke merasa jengkel. Itachi seolah sedang menghina nya saat ini. Sasuke memang tak pernah memiliki pengalaman romansa meskipun usia nya dua puluh satu tahun saat ini. Ia memang sangat tertinggal dibandingkan teman-teman nya. Bahkan Gaara, teman dekat yang memiliki sifat tak jauh berbeda dari nya pun juga memiliki kekasih. Ia bahkan bergidik saat mendapati Gaara berbicara dengan kekasih nya di telepon, suara nya begitu lembut dan ia terkesan begitu perhatian. Selama ini Sasuke tak pernah peduli, namun kini ia menyesal telah mendedikasikan seluruh hidup nya untuk pekerjaan.

"Pfft... Hosh... hosh..." Nafas Itachi tersengal-sengal setelah ia berhasil menghentikan tawa nya.

Sasuke menatap tajam Itachi yang telah berhenti tertawa dan kini menatap nya dengan serius. Pria itu kini tersenyum pada Sasuke.

"Apakah kau pernah mendengar istilah jatuh cinta?"

"Hn."

"Kau sama sekali tidak tahu apa itu jatuh cinta, huh?"

Kesabaran Sasuke hampir habis. Ia penasaran dengan maksud ucapan Itachi, namun pria itu seolah sengaja mempermainkan rasa penasaran nya.

"Jelaskan padaku apa itu jatuh cinta."

Itachi berpikir sejenak. Ia sulit menjelaskan nya karena hal itu berkaitan dengan perasaan nya. Ia sendiri sedang jatuh cinta dan menjadi lebih bersemangat saat membahas apapun yang berkaitan dengan cinta.

"Hmm... bagaimana, ya? Saat kau jatuh cinta, kau akan terus memikirkan orang itu setiap saat, apapun yang sedang kau lakukan. Lalu kau berharap bila orang itu adalah kekasih mu dan membayangkan melakukan hal-hal yang menyenangkan berdua. Kau mulai lebih sering tersenyum dan memperhatikan penampilan mu. Ketika seseorang kau cintai sedang sakit atau mengalami masalah, kau merasa khawatir dan akan melakukan apapun untuk nya."

Sasuke sulit mencerna maksud ucapan Itachi, namun ia berhasil menangkap garis besar dari ucapan pria itu serta menarik kesimpulan. Ia mengalami semua hal yang dijelaskan Itachi, namun ia ragu jika menyebutnya jatuh cinta.

"Apakah mengunjungi seseorang yang sedang sakit sambil membawa makanan setiap hari juga jatuh cinta? Lalu ketika seseorang meninggalkan pekerjaan nya dan bergegas mengunjungi relasi nya yang sedang sakit, apakah itu juga cinta? Lalu apakah jatuh cinta juga membuat jantung berdetak cepat dan dada terasa sesak?"

Itachi kembali tersenyum mendengar runtutan pertanyaan Sasuke bagaikan anak kecil yang banyak bertanya. Sepertinya meskipun Sasuke adalah orang yang dingin, pada dasar nya ia adalah orang yang polos dan lugu.

"Kau mengalami itu semua?"

Sasuke terlihat ragu. Ia tak ingin Itachi menertawakan nya, namun berbohong juga tak ada guna nya karena Itachi telah mengetahui semua nya.

"Jangan menertawanku." Sasuke mengalihkan pandangan dari Itachi. Wajah nya sedikit tersipu.

"Itu berarti kau jatuh cinta, baka otouto."

"Apakah jatuh cinta bisa terjadi hanya dalam waktu hampir dua bulan?"

"Tentu saja. Aku bahkan jatuh cinta saat melihat Sakura-chan pada pandangan pertama."

Sasuke terkesiap mendengar ucapan Itachi. Ia tak sadar selama ini dan ia benar-benar jatuh cinta pada Naruto dalam waktu yang sangat singkat menurut nya. Sasuke merasa takut jika ia jatuh cinta pada Naruto dan terus bersama pria itu. Ia telah menyakiti Naruto dan menambah penderitaan dalam hidup Naruto yang sudah penuh dengan penderitaan. Ia merasa egois menginginkan Naruto menjadi milik nya. Naruto adalah orang terbodoh jika masih menginginkan pria yang telah memperlakukan nya dengan kasar.

Sasuke tak pantas untuk bersama Naruto, atau bahkan untuk sekadar mencintai nya. Dan kini Sasuke bertanya pada dirinya sendiri, 'Pantaskah aku mencintai seorang Uzumaki Naruto?'.

-TBC-


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top