16

Sepanjang paruh waktu pelajaran hingga jam istirahat, Ge sama sekali tidak kembali ke kelas. Pak Santoso yang akhirnya menyadari keadaan Ge yang cedera segera membawa Ge ke UKS untuk menerima perawatan dari Bu Aura, guru UKS yang terkenal paling cerewet. Cerewetnya bahkan mengalahkan guru pembimbing yang biasanya ditakuti oleh para siswa.

Bahkan seorang Pak Santoso yang suka berlagak bak guru sadis ini juga tak luput dari omelan Bu Aura karena menyebabkan siswa cedera. Seperti kucing yang tercebur ke dalam got, Pak Santoso hanya menunduk dan mengangguk pasrah saat Bu Aura memarahinya. Setelah Ge menjelaskan bahwa cederanya bukan didapat di saat sedang berlari, barulah Bu Aura membebaskan Pak Santoso dari deraan kata-kata pedasnya.

Luka Ge benar-benar terbuka kembali, bahkan jadi lebih parah dari kemarin. Bu Aura yang membuka perban Ge sampai harus menahan napasnya melihat banyaknya darah yang membasahi perban.

"Kamu ini! Kenapa malah masih lari dengan luka separah ini? Jangan anggap sepele ya, bisa-bisa otot kakimu rusak dan kamu tak akan bisa berjalan normal lagi, mau kamu seperti itu?" omel Bu Aura sambil membalut kembali luka Ge setelah membubuhi luka sayatan itu dengan antiseptik.

"Pokoknya jangan bergerak dulu. Istirahat dulu di UKS sampai rasa sakitnya hilang. Untung kamu punya teman yang baik yang mau menolongmu kembali ke gerbang, kalau tidak, mungkin kamu harus berguling-guling untuk kembali."

Ge menganggap omelannya sebagai angin lalu, masuk telinga kiri keluar lagi dari telinga kiri alias membal. Tak ada satu pun perkataan Bu Aura yang disimak olehnya.

Pikiran Ge kembali dipenuhi oleh adegan romantis barusan. Saat tangan kokoh Maxell memeluk tubuhnya dengan erat. Ge senyum-senyum sendiri mengingatnya.

Hangat tubuh Maxell masih terasa di tubuhnya karena posisi mereka yang memang sangat dekat, saking dekatnya, Ge bahkan bisa mencium harum tubuh Maxell. Entah cologne atau parfum yang dipakai oleh Maxell, tapi aromanya benar-benar sangat ringan namun memabukkan. Kalau tidak menempel sedekat itu, mustahil Ge bisa mencium aroma yang samar itu. Atau mungkin itu aroma alami Maxell? Ge mencoba mengingat kembali, selama dua hari duduk di samping Maxell, Ge memang sesekali mencium aroma yang sama di saat angin bertiup masuk. Saat itu Ge tidak terlalu memikirkannya karena masih disibukkan dengan bibir Maxell, tapi sekarang ....

Mungkin cedera ini ada sisi positifnya juga. Ge merasa jarak dia dan Maxell menjadi sejengkal lebih dekat. Bahkan tadi Maxell sendiri yang menawarkan diri membantu Ge. Sesuatu yang sama sekali tidak disangka-sangka oleh Ge.

Ya ampun! ---Ge menepuk keningnya sendiri.

Tadi Ge belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Maxell. Tapi baguslah Ge belum mengucapkannya, Ge jadi punya alasan untuk mendekati Maxell.

Eh, bukannya Ge punya agenda untuk menarik Maxell ke tempat sepi lalu menanyakan perihal hubungannya dengan Michael?

Menarik Maxell ke tempat sepi ....

Pfft!. ---Ge menertawakan dirinya sendiri.

Tadi saat Maxell memapahnya, Ge menyadari kalau Maxell benar-benar kuat. Buktinya hanya dengan satu helaan napas, badan Ge yang sebenarnya cukup berisi dengan mudah diangkatnya. Bahkan Maxell tidak terlihat kelelahan meski harus berjalan sambil menopang berat tubuh Ge yang seluruhnya ditumpukan padanya.

Dalam kondisi sehat saja Ge ragu kalau dia akan mampu menarik Maxell ke tempat sepi, apalagi dengan kondisinya yang cedera begini.

Haaa ....

Baru kali ini Ge kebingungan menemukan taktik yang tepat untuk mendekati targetnya. Biasanya hanya bermodal senyum manis dan sapaan ramah, juga lirikan mata yang menggoda sudah lebih dari cukup untuk membuat cewek-cewek tersipu malu.

Ah iya, Maxell bukan cewek. Maxell itu cowok tulen walaupun wajahnya cantik. Belum tentu dia bisa menerima pernyataan cinta dari seorang cowok. Ge harus mempersiapkan hatinya untuk menerima penolakan dan, mungkin saja, tatapan jijik dari seorang Maxell.

Ugh! Tidak! Ge tak mau ditatap seperti itu oleh Maxell.

Mungkin lebih baik Ge rahasiakan saja perasaannya terhadap Maxell? Mungkin mendekatinya untuk menjadi temannya akan jauh lebih baik?

Ge, Ge. Labil banget sih lu! Barusan bilang mau mempersiapkan hati menerima penolakan, tapi begitu membayangkan penolakan, langsung keder aja lu!

Pergolakan dalam batin Ge membuatnya lelah sendiri. Tapi Ge tak menyukai aroma obat-obatan di ruang UKS ini. Ge tak akan bisa beristirahat di ruangan yang membuatnya teringat dengan kejadian tragis di masa lalu itu. Diam-diam, saat Bu Aura keluar sebentar dari ruang UKS, Ge melarikan diri dari ruangan itu dan berjalan tertatih-tatih ke taman di samping laboratorium IPA yang menurut gosip yang beredar di kalangan pelajar terkenal angker.

Taman yang digosipkan angker itu tak pernah didatangi siapa pun, tapi keadaannya masih sangat terawat. Sepertinya yang terpengaruh oleh gosip itu hanya para murid, pengurus taman sekolah dan petugas kebersihan masih tetap rajin merawatnya.

Baguslah murid-murid tak berani datang, Ge bisa beristirahat dengan tenang di sini.

Ge memilih duduk di bawah pohon rindang yang bisa menyembunyikannya dari pandangan, ---mungkin saja kan Bu Aura sedang kurang kerjaan dan mencarinya untuk memaksanya beristirahat di UKS. Bersandar di batang pohon yang cukup besar ini, embusan semilir angin sepoi-sepoi membuat Ge perlahan-lahan mulai diserang rasa kantuk hingga akhirnya tertidur pulas dalam keadaan duduk bersandar di batang pohon.

------

Maxell berdiri mematung dengan wajah terkejut, memandangi Ge yang tertidur di tempat yang tadinya ingin dijadikan tempat bersantai Maxell.

Kenapa makhluk ini selalu ada di tempat persembunyian Maxell sih?

Padahal taman ini baru ditemukan Maxell beberapa hari yang lalu dan hari ini pertama kalinya Maxell mendatangi taman yang pasti tenang dan damai karena tidak akan berani didatangi oleh murid yang lain berkat gosip hantu, ehhh ... malahan Ge sudah lebih dulu ada di sana.

Tapi kali ini Maxell harus mengakui, Ge yang datang lebih dulu, jadi bukan Ge yang sengaja datang mengganggunya.

Maxell menghela napas panjang. Jarak dari taman ini ke ruang kelasnya lumayan jauh juga, sekitar lima menit berjalan, dan Maxell malas jika harus berjalan kembali ke ruang kelasnya. Tempat persembunyiannya yang lain jaraknya lebih jauh lagi.

Yah sudahlah. Lagi pula Ge sedang tidur. Anggap saja tidak ada siapa-siapa.

Tidak mau bersusah payah mencari tempat lain, akhirnya Maxell memutuskan untuk tetap berada di sana. Maxell memutar dan mencari posisi yang nyaman. Di bawah pohon yang sama, di sisi yang berlainan dengan Ge, Maxell duduk di atas rumput dan mulai membaca buku yang dibawanya, ---buku tentang arsitektur.

Mungkin karena suasana yang tenang dan damai, jauh dari hiruk pikuk suara murid-murid yang sibuk bergosip di waktu istirahat yang terbilang cukup panjang ini, ---satu jam, kelopak mata Maxell mulai terasa berat, hingga akhirnya Maxell juga tertidur, bukunya terjatuh di sampingnya dalam keadaan terbuka, lembar halamannya yang tertiup angin mengeluarkan suara kepakan aneh. Suara kepakan yang membangunkan Ge yang sudah tertidur cukup lama.

Ge meregangkan ototnya sesaat sebelum menoleh untuk mencari asal suara yang telah membangunkannya dari tidurnya yang nyenyak.

Buku? Buku siapa?

Ge yang baru bangun tidur masih belum sepenuhnya ingat di mana dia berada saat ini, cukup lama Ge menatap buku itu sebelum akhirnya tersadar dengan kehadiran orang lain di tempat itu.

Dengan hati-hati Ge merangkak untuk melihat siapa yang berada di balik pohon itu.

Deg!

Jantung Ge melompat kegirangan begitu melihat sosok yang sedang tertidur itu.

Maxell!

Pucuk dicinta Maxell pun tiba!

Tanpa perlu bersusah payah menyeretnya ke tempat sepi, Maxell sendirilah yang datang ke tempat sepi ini. Ternyata benar kata pepatah, kalau sudah jodoh tak perlu susah payah dikejar pasti akan datang sendiri. ---Entah dari mana Ge mendengar pepatah asal-asalan ini, yang pasti Ge sudah memutuskan kalau Maxell adalah jodohnya.

Pelan-pelan Ge mendekati Maxell yang masih tertidur.

Sial! Saat ini ponselnya tidak bersamanya. Hilang sudah kesempatan emas untuk mengabadikan wajah sempurna Maxell. ---Ge mengutuk Pak Santoso yang melarang penggunaan ponsel selama pelajaran olahraga sehingga ponsel Ge dan murid-murid yang lain harus ditinggalkan di locker kelas.

Ge berjongkok tepat di samping Maxell. Jarak mereka mungkin kurang dari 30 cm, jarak yang cukup dekat untuk mengamati setiap detail di wajah bersih Maxell. Diulurkannya tangannya untuk menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah Maxell. Rambut hitam lurus itu terasa halus dan lembut di telapak tangan Ge. Bagian depan rambut Maxell sudah hampir menutupi telinganya, sementara bagian belakangnya sudah hampir menyentuh bahunya. Maxell sangat cocok berambut panjang, menyempurnakan keindahan wajahnya.

Mungkin karena merasa terganggu oleh tangan Ge yang menyibak rambutnya, Maxell sedikit menggerakkan kepalanya, bibir merah mudanya yang terlihat lembut dan menggairahkan itu sedikit terbuka, seperti menggoda Ge untuk menciumnya.

Uhhh ....

Apa ini yang disebut ujian dari Yang Maha Kuasa?

Jantung Ge berpacu sangat kencang, Ge berani bersumpah kalau dia bisa mendengar suara jantungnya yang berdetak keras, setiap denyutan seperti palu yang mengetuk-ngetuk dadanya. Ge menjilat bibirnya dan menelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang tiba-tiba terasa kering mencekik.

Ah, masa bodoh. Mau ujian kek, mau kuis kek, terserah. Pokoknya Ge tak boleh melewatkan kesempatan yang dianugerahkan untuknya ini. Kapan lagi Ge bisa punya kesempatan seperti ini. Jangan pernah membuang kesempatan, kesempatan tak akan datang dua kali, begitu yang sering Ge katakan kepada teman-temannya.

Ge menarik dan membuang napas beberapa kali untuk menenangkan jantungnya sebelum akhirnya, pelan namun pasti mendekatkan wajahnya ke wajah Maxell.

Adegan yang mengingatkan Ge dengan adegan dalam dongeng ini membuat Ge sedikit tersenyum, tapi bertentangan dengan dongeng, Ge berharap sang Putri Tidur yang akan diciumnya ini tidak akan terbangun dengan ciumannya. Jujur saja, tonjokan Maxell waktu itu masih membekas di ingatannya. Walau tidak sampai memar, tetap saja cukup menyakitkan.

Semakin dekat jarak antara wajah Ge dan Maxell, detak jantung Ge juga semakin menggila. Ge bahkan sempat khawatir dia akan mati karena serangan jantung sebelum sempat mencium Maxell.

Harum napas Maxell sudah tercium oleh Ge karena saat ini puncak hidung Ge sudah menyentuh puncak hidung Maxell.

Memiringkan kepalanya sedikit, bibir Ge akhirnya menyentuh bibir Maxell.

Tepat di saat bibir mereka menempel, mata indah Maxell tiba-tiba terbuka lebar.

Terlambat, Ge sudah tak bisa menarik mundur tubuhnya lagi. Detik di saat Maxell membuka mulutnya untuk protes, detik itu juga dimanfaatkan oleh Ge untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut Maxell.

Maxell yang masih terlalu shock tak sempat bereaksi, hanya bisa terdiam dengan mata terbelalak ....

------ 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top