5. Si Raja Culun

Pagi ini aku mengalami demam lagi. Berarti ada yang salah lagi. Namun sejauh apapun aku mencari, tetap tidak ketemu penyebabnya. Dari mana racun berasal, dengan apa ini menyakitiku. Sungguh membuatku jengkel setengah mati.

"Tsu Yi , apa aku dapat ikut pengadilan kerajaan?"

"Hamba kurang paham masalah itu yang mulia."

"Panggilkan dayang senior," perintahku.

Lalu sang Dayang seperti biasa, dengan wajah datarnya datang menghadapku dengan penghormatan yang dipaksakan.

"Iya Yang Mulia," ujarnya.

"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Apa seorang ratu dapat mengikuti pengandilan kerajaan?"

"Tentu bisa Yang Mulia. Namun Anda tidak akan diperbolehkan untuk berpendapat sama sekali," jawabnya singkat.

"Itu sudah cukup. Ayo Tsu Yi , kita bersiap-siap." Aku berdiri dan segera memerintahkan semuanya untuk segera berisap.

"Tapi yang mulia, bukankah kondisi Anda sedang tidak baik-baik saja hari ini," tanya Tsu Yi , khawatir.

"Kalau aku tidak bergerak, akan lebih tidak baik-baik saja besok. Ayo, cepat bersiap-siap."

***

Pengadilan kerajaan telah penuh dengan para mentri ketika aku datang. Mereka menyambutku dengan penghormatan. Aku berjalan menuju kursi Ratu di samping kursi Janda Ratu Agung, dan Janda Ratu.

Singgasana Raja ada di paling ujung tengah aula pengadilan kerajaan, sedang para wanita ada kanan singgasananya. Aku duduk sendirian, karena yang para Janda Ratu tidak ada yang datang dalam pengadilan.

Setelah menunggu kira-kira seperempat jam, akhirnya yang mulia Raja memasuki aula. Semua riuh mendadak sunyi, dan bunyi pengumuman juga pintu terbuka terdengar.

"YANG MULIA RAJA TELAH DATANG KE AULA UTAMA!"

Semua menunduk khidmat. Aku mengawasi kedatanganya dari samping singgasana. Ia bergerak tidak cepat atau lambat menuju kursinya. Ditemani para kasim kepercayaannya, ia akhirnya sampai pada singgasananya, melihatku sekilas, seperti biasa tanpa ekspresi lalu duduk tanpa berkata apa-apa.

Rapat dimulai.

Dua jam aku mengikuti rapat, sungguh tidak efisien. Aku pernah ikut rapat yang lebih panjang namun tidak seperti ini juga. Ketika suatu laporan disampaikan kepada raja, harus ada basa-basi dulu untuk menyanjung Raja dan pencapaiannya selama ini. Pastinya menjadi hal yang sama yang diulang-ulang, yang inti dari pembicaraannya hanya akan terbahas lima menit dari total satu jam prsentasi yang dilakukan.

Aku harus mencubit tanganku berulang-ulang untuk tetap sadar dan tidak tertidur di tengah-tengah rapat.

Beberapa hal yang aku dapat selama rapat adalah, Raja Wu Zi Sun adalah seorang jendral perang muda dulunya. Telah menaklukan banyak kerajaan-kerajaan lawan. Lalu setelah kakaknya yang putra mahkota meninggal karena sakit, ia diangkat menjadi Putra Mahkota selanjutnya. Dari seorang jendral gagah di pertempuran menjadi seorang raja yang hanya mengurusi admistratif negara, aku yakin itu tidak akan berjalan mulus. Dari sepengelihatanku, ia masih terlihat kaku dalam memberikan keputusan. Ia merupakan tipe pelaksana, bukan penggagas.

Ia lebih senang menyerahkan segala keputusan pada para mentri. Itu tidak terlalu baik. Sangat tidak baik, karena aku melihat laporan para mentri sangat mengambang dan tidak jelas secara penyampaian dan data.

Namun dari segala hal yang menjemukan itu, tiba-tiba ada pengumuman tentang datangnya seorang yang sepertinya telah ditunggu oleh semua orang.

"Jendral Yi Wen telah datang."

Apa?! Yi Wen? Pemeran Utama Wanita telah datang? Dimana-dimana?!

Seorang berpakaian zirah khas prajurit perang masuk dalam ruangan. Tingginya sekitar 170 cm, dan perawakannya agung. Namun terkesan lincah dan tahan banting. Lebih mengejutkan lagi adalah wajahnya yang seolah tidak nyata. Bahkan seorang wanita sepertiku mengakui bahwa orang ini benar-benar cantik luar bisa tanpa make up.

Matanya lebar untuk ukuran orang china lama yang belum ada oprasi pelebaran mata, bibirnya tipis dalam warna semerah darah, pipinya tirus, hidungnya mancung, dan walau kulitnya sering terkena matahari, itu masih memancarkan aura putih yang menyejukan.

Ini dia yang akhir-akhir ini disebut Juliet-nya Negeri China. Tidak salah, orang ini benar-benar diluar ekspektasi. Akirnya, pemeran utama serial ini datang juga.

Ratu Yi Wen, yang akan menciptakan abad kejayaan bagi kerajaan ini.

Atau calon Ratu lebih tepatnya. Karena Aku masih baik-baik saja. Aku bahkan tidak dapat menebak bagaimana jalan cerita berikutnya. Sedangkan versi Drama Kolosal asli, harusnya Ratu telah mati, dan Raja dapat menikahi peran utama secara leluasa.

"Yi Wen memberikan hormat kepada Yang Mulia Raja." Yi Wen melakukan Gerakan menghormat beberapa kali, disaksikan oleh semua yang ada di aula kerajaan.

Suasana dalam aula yang awalnya membosankan, tiba-tiba berubah drastis menjadi sangat menegangkan. Apalagi dengan ekspresi Raja yang dari bosan berubah menjadi cukup cerah, bahkan sangat cerah ketika menatap jendral wanita di depannya.

"Ini sangat membahagiakan. Lagi-lagi kau berhasil mempertahankan wilayah timur dengan sangat baik. Aku tidak akan rela bila wilayah yang susah payah aku dapatkan harus hilang dalam sekejap mata," kata Raja, dalam seribu pujian kebangggan.

"Hamba mendapat bantuan dari semua prajurit yang ikut serta yang mulia. Baik yang kembali dengan selamat maupun yang gugur di arena perang."

Wow, sangat bijaksana dan bersahaja. Kerajaan ini sangat beruntung memilikimu, Yi Wen yang agung.

"Tentu. Tentu saja semua orang akan mendapat imbalan mereka. Berikan masing-masing prajurit perang imbalan yang pantas atas jasa-jasa mereka selama perang," perintah Raja, pada asisten kerajaan.

"Baik yang mulia," persetujuan asisten Kerajaan, lalu segera pergi untuk menyempurnakan titah.

"Aku senang kau baik-baik saja," kata Raja, mencoba membuka pembicaraan mereka lagi.

"Terima kasih atas perhatian Yang Mulia."

"Terakhir kita bertemu saat aku masih menjadi Jendral di pertempuran Yu Go. Kau masih sangat kecil dan selalu bersama ayahmu, Jendral Ruo. Sekarang Ayahmu telah wafat, dan kau meneruskan perjuangannya. Aku juga mendengar adik laki-lakimu pun mulai mengikuti jejakmu?"

Lalu salah satu mentri maju untuk menyatakan informasi tambahan.

"Lapor Yang Mulia. Adik Laki-laki Jendral Yi Wen lah yang telah membunuh Jendral kerajaan musuh dengan kegigihanya," ujar sang Mentri.

"Luar biasa. Apa dia tidak datang kemari?"

Yi Wen tiba-tiba menunduk takut. "Maafkan kelancangan adik hamba. Namun dia terluka di tengah perang, hingga sekarang ia harus menerima perawatan."

Mendengar perkataan dari Mentri dan Yi Wen, membuat raja semakin berseri-seri.

"Keluarga kalian selalu mengabdi pada kerajaan ini. Untuk itu, aku berikan padamu dan adikmu, masing-masing sebidang tanah pertanian di daerah Hiji sebagai hadiahnya."

Yang mulia Raja memberikan dua gulungan surat keputusan pada asistennya yang lain, untuk dapat diserahkan pada Jendral Yi Wen secara langsung.

"Terima kasih banyak Yang Mulia. Kebaikan Raja tidak akan pernah terlupakan seumur hidup."

Raja memperhatikan dengan antusias saat Yi Wen menerima gulungan. Aku merasa Raja telah jatuh pada Yi Wen jauh bahkan sebelum ia datang kemari untuk menerima penghargaan.

Aku merasa tenggorokanku cukup kering untuk ukuran orang yang hanya diam di pojokan. Aku melihat cangkir yang berisi air putih di depanku, lalu meminumnya perlahan-lahan.

"Aku tidak menyangka,"ujar Raja, setelah Yi Wen menerima hadiahnya. "Wanita secantik dirimu memilih menjadi jederal perang. Aku lebih tertarik menempatkanmu di kamarku dari pada di perbatasan."

Brusss......

"Uhuk-uhuk-uhuk." Aku menyemburkan air yang telah aku minum dan menepuk dadaku sekencang yang aku bisa, hingga aku bisa bernapas Kembali.

Ngomong-ngomong, kini sang Raja telah beralih menatapku dalam ekspresi jengkel, seolah aku telah mengambil moment terbaiknya.

Mungkin ia menganggap itu moment terbaiknya. Namun bagiku, ia sedang bunuh diri. Apa Raja sudah gila? Menytakan hal yang sungguh menjijikan di depan wanita seperti Yi Wen?

"Saya... saya ingin membuktikan, bahwa wanita seperti hamba ini, tidak hanya dapat menjadi budak nafsu lelaki saja. Namun juga dapat mengharumkan nama kerjaan kita."

Aku melihat wajah Yi Wen yang memerah. Aku menebak dia tengah menyembunyikan kemarahannya. Ia cukup bijaksana dalam menyikapi ucapan Raja dalam sebuah kata sarkas yang keren.

"Ah, aku tidak bermaksud menyatakan bahwa Wanita itu tidak berguna. Namun kodrat mereka harusnya tidak di medan perang, bukan?"

Baiklah. Anda mungkin dibesarkan di medan perang Yang Mulia Raja. Namun apa Anda tidak pernah belajar cara berbicara yang sopan dan baik? Kau benar-benar telah mematahkan kesempatanmu untuk dapat mencuri hati Jendral Yi Wen, Raja Tolol!

"Maka anggap saja hamba bukanlah Wanita pada umumnya. Hamba tidak bersedia kalau hanya menjadi bunga dalam kamar pengantin. Hamba akan menjadi kesatria yang mengabdikan diri untuk kerajaan ini."

"Sekalian saya ingin mengingatkan hadiah yang Yang Mulia berikan pada saya saat kemenangan melawan kerajaan Tira. Yang Mulia sendiri yang berjanji, tidak akan pernah membiarkan orang lain bahkan keluarga saya sendiri untuk memaksa saya menikah, menjodohkan saya, atau merencanakan pernikahan dengan siapa pun dalam kerajaan termasuk Yang Mulia Raja sendiri. Hamba tidak akan menikah sampai menemukan orang yang tepat, jikalau sampai waktu senja, hamba tak kunjung menemukannya, maka hamba akan menikah dengan kesetian hamba pada dinasti ini," ujar Yi Wen tegas.

Raja menelan ludah, malu. "Tentu aku ingat. Aku hanya ingin mengatakan pendapatku."

Raja tersenyum kaku.

"Syukurlah kalau Yang Mulia masih memegang janji Yang Mulia. Kalau begitu, hamba izin untuk undur diri, Yang Mulia Raja." Setelah menunduk satu kali, Yi Wen pergi tanpa menoleh lagi.

Para mentri berbisik pelan menaggapi apa yang baru saja Raja lontarkan pada seorang Jendral yang berbakat.

Sedangkan Raja, masih terlihat berpikir, apa yang salah dengan kata-katanya tadi.

An Yi Zie, yang sangat pandai bicara di masa depan, rupanya sangat culun di masa lalu. Hedeh ...

Bersambung ....

Besok lagi ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top