MFG 62 - Before You Go
1,5 tahun kemudian ...
Tempat pemakaman umum ditengah kota ...
Semua orang terlihat memakai pakaian serba hitam, menandakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan saudara mereka yang tercinta.
Terlihat Lara disana yang paling terpukul diantara semua orang saat melihat peti jenazah anaknya mulai diturunkan. Adrian mencoba menenangkan istrinya dengan mendekapnya erat dan juga untuk mengantisipasi istrinya yang sewaktu-waktu mungkin saja akan kembali jatuh pingsan seperti tadi pagi.
Sungguh melihat istrinya amat terpukul seperti itu membuat Adrian tak kuasa melihatnya. Namun ini memang berat. Ia sendiri juga tidak menyangka anaknya akan pergi secepat itu. Ini adalah kuasa Tuhan.
Connor dan Nathan terlihat berdiri berdekatan dengan istri mereka yang berada disisi mereka masing-masing. Keduanya nampak terlihat tegar namun, tak bisa dipungkiri jika keduanya juga merasa amat kehilangan disana.
"Tetaplah tegar kak," ucap Adelle menguatkan suaminya itu sambil terus menggenggam tangannya disana berusaha memberikan semua dukungan yang dibutuhkan Nathan.
Nathan hanya mengangguk lemah. Jujur dia tidak sekuat itu. Ia sungguh membutuhkan pelukan saat ini.
Dan ya, kebiasaan Adelle memanggil kakak pada Nathan tak kunjung berubah meski keduanya sudah menikah. Entahlah. Nathan sendiri pun terlihat sama sekali tidak keberatan akan hal itu.
"Kau harus kuat sayang," ucap Catherin menyemangati Connor disana sambil mengelus punggung suaminya itu beberapa kali mencoba membuat Connor merasa lebih baik meski itu mustahil.
Connor hanya diam saja. Ia tidak menjawab dan juga tidak menampilkan ekspresi apapun sejak mendengar berita kematian saudaranya itu. Seolah dunianya menjadi tidak sama lagi. Ada yang berubah dan ia tidak menyukainya.
"Aku tidak mau tahu, An. Kau harus menemukan pembunuh kak Kenzo secepatnya. Aku ingin dia menyesal karena sudah melakukan ini. Apa salah kakakku padanya ? Aku ... hiks ..." ucap Lucy kemudian melanjutkan tangisnya didalam pelukan Anthony disana.
Anthony sendiri yang tidak suka melihat istrinya menangis sejak malam tadi tentu saja akan melakukan segala cara untuk menemukan pembunuh Kenzo agar istrinya itu merasa tenang.
Ia sendiri juga tidak akan membiarkan keluarga besarnya yang lain mengalami kejadian serupa setelah ini.
"Berhentilah menangis, sayang. Aku berjanji akan menemukan orang itu secepatnya. Bersabarlah sebentar. Aku tidak akan membiarkan orang ini merasakan kebebasan terlalu lama. Percayalah padaku. Aku akan membuatnya menyesal telah melakukan ini pada kakakmu," ucap Anthony dengan tekad penuh. Jika sudah begitu orang bersalah itu pasti akan merasa didalam neraka saat sudah tertangkap nanti. Anthony tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Ya, yang meninggal adalah Kenzo.
Tepatnya tadi malam setelah mobil yang ditumpanginya meledak dan hancur berkeping-keping. Beruntung tubuh Kenzo masih utuh meski sudah tak berkulit lagi.
Pelaku pembunuh ini sungguh amatlah kejam. Entah apa motifnya namun, sungguh hal itu sudah tak termaafkan lagi. Begitulah menurut Anthony.
Apalagi setelah istrinya menjadi tidak bisa tidur dan terus menangis. Anthony tidak akan membiarkan pembunuh yang sudah membuat istrinya mengalami stres ringan itu berkeliaran dengan bebas. Tidak akan.
"Sudah, jangan menangis lagi. Anak-anak membutuhkanmu, sayang. Mereka akan ikut sedih jika melihatmu sedih seperti ini. Percayalah padaku. Aku akan melakukan hal paling keji yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehmu pada pembunuh itu. Sekarang tenanglah. Aku tidak suka melihatmu menangis seperti ini," ucap Anthony memeluk istrinya erat samabil mengecup puncak kepala istrinya itu beberapa kali.
"Biarkan aku saja yang menghukumnya. Bawa saja dia padaku," ucap Lucy sambil mendongak menatap suaminya memohon, membuat Anthony langsung saja menggeleng keras disana.
"Tangan lembut seorang ibu tidak boleh ternoda dengan hal-hal keji dan tidak manusiawi seperti itu, sayang. Aku tidak akan membiarkan tanganmu ternodai darah bajingan seperti pembunuh itu. Biarkan aku saja yang melakukannya. Aku adalah ahlinya disini. Kau adalah ratuku. Kau cukup diam dan memerintahku saja. Tidak perlu turun tangan sendiri seperti itu. Tidak boleh," ucap Anthony mencoba memberi pengertian kepada istrinya itu.
"Buat dia menyesal hingga memohon ajalnya padamu. Jika perlu kuliti dia hidup-hidup seperti______"
"Berhenti, sayang. Singkirkan pemikiran kejam itu. Aku tidak menyukainya," ucap Anthony mengingatkan istrinya.
"Yang dibunuh adalah kakakku, An. Aku menyayanginya. Sangat menyayanginya. Kami selalu bersama sejak kecil. Dia saudara tertuaku. Dia____"
"Iya sayang. Aku tahu. Aku tahu semuanya," ucap Anthony kembali menenangkan istrinya yang kembali menangis disana.
Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara keduanya.
Acara pemakaman sudah selesai dan semua orang satu persatu mulai meninggalkan area pemakaman. Hingga tersisa keluarga inti saja.
"Jaga keluargamu baik-baik, son. Kami pulang dulu," ucap Daddy menepuk pundak Anthony bersama dengan Mommynya berpamitan disana.
"Terima kasih, Dad. Dan berhati-hatilah." ucap Anthony yang dijawab anggukkan pasti oleh Daddynya disana sebelum akhirnya pergi darisana.
"Sayang, apa kita pulang sekarang ? Kau belum makan sejak semalam aku takut kau____ Astaga !!!"
Anthony terkejut saat detik berikutnya Lucy langsung pingsan didalam pelukannya.
Pasti karena kelelahan.
"Apa yang terjadi padanya ? Bawa dia pulang dan biarkan dia istirahat. Sepertinya dia kelelahan. Apa perlu kubantu ?" ucap Adrian menawarkan bantuan pada Anthony, karena memang kebetulan dia tadi memang ingin menghampiri dan menyuruh putri kesayangannya itu pulang.
"Tidak perlu Daddy. Kalau begitu kami pulang dulu. Sampaikan salamku pada yang lain dan ya, tetaplah tegar. Kalian pasti bisa melewati ini. Aku permisi," ucap Anthony kemudian membawa Lucy kedalam gendongannya untuk dibawanya pergi darisana.
"Ayo kita pulang, Paul," ucap Anthony kepada supirnya saat dia sudah berada didalam mobil.
"Baik tuan. Nona Gaby juga terus saja menangis sejak bangun pagi tadi saat mendapati anda dan nyonya tidak ada dirumah," ucap supir Anthony itu sopan membuat Anthony sedikit khawatir karenanya.
"Kalau begitu cepatlah. Aku ingin segera sampai rumah,"
"Baik tuan,"
• • • • •
"Kemarilah kesayangan, Daddy. Kata Paul kau menangis pagi tadi, ya ? Kenapa, hmm ?" tanya Anthony pada putrinya yang kini sudah berpindah kepangkuannya itu.
"Paul bilang begitu ? Dasar pengadu. Tidak, aku tidak menangis. Tanya saja pada Nancy. Aku tidak menangis, 'kan ? Tanya juga Bob kalau tidak percaya," ucap Gaby yang kemudian terlihat menatap pengasuhnya itu dengan penuh intimidasi, sambil dengan santai mengelus anjingnya.
Ya, Bob adalah anak anjing barunya setelah Hugo sakit dan meninggal. Saat itu Anthony harus mati-matian mencari anjing yang persis sama seperti Hugo untuk menghentikan tangisan Gaby.
"Tidak, tuan,"
"Dengar, 'kan ? Tidak mungkin aku menangis Daddy," ucap Gaby penuh percaya diri. Gadis berusia berusia 6 tahun itu memang semakin pintar sekali bicara.
"Baiklah-baiklah. Daddy percaya padamu, sayang. Lagipula jika kau memang menangis memangnya kenapa ? Tidak masalah juga. Apakah kau juga bersikap baik pada adik-adikmu ? Kau tidak menjahili mereka lagi, 'kan ?" ucap Anthony yang langsung membuat Gaby terkikik geli.
"Tentu saja aku menjahili mereka. Cuma sedikit. Lagipula, mereka hanya bisa menangis jika kesal padaku. Dan itu membosankan. Kapan mereka akan besar, Daddy ? Lama sekali," ucap Gaby yang langsug mendapat cubitan dihidungnya dari Anthony.
"Kau semakin nakal, sayang. Dan ya, jangan ganggu Mommymu dulu hari ini, ya. Jika perlu apa-apa panggil Daddy saja. Mommy sedang kurang enak badan. Dan pastikan juga adik-adikmu tidak sampai menangis hari ini, ok ? Kau bisa ?" ucap Anthony membuat Gaby kembali berdrama lagi,
"Oh ... kedengarannya tugasku berat hari ini. Harus ada sesuatu sebagai imbalannya jika aku berhasil melakukannya," ucap Gaby sambil tersenyum penuh arti membuat Anthony menghela nafas beratnya disana.
"Apalagi sekarang, sayang ?" tanya Anthony.
"Aku ingin mengikuti les piano seperti Jessica,"
Anthony terlihat menatap putrinya itu lama sambil berkedip tidak percaya beberapa kali.
"Daddy ?!!!!!"
"Kau sungguh ingin ikut les piano ? Saat Mommymu mau mendaftarkanmu saat itu, kau tidak mau dan kenapa tiba-tiba berubah pikiran sekarang, sayang ?" ucap Anthony yang tidak habis pikir dengan putrinya yang satu itu.
"Itu rahasia. Jadi iya atau tidak ?" tanya Gaby yang tentu saja membuat Anthony berpikir keras disana karrna penasaran dengan apa yang disembunyikan putrinya itu.
"Baiklah-baiklah. Ya, sayang. Besok Daddy akan langsung mendaftarkanmu. Tapi ingat, jadilah gadis baik hari ini, ok ?" ucap Anthony akhirnya setuju.
"Terima kasih, Daddy !!!! Aku sayang Daddy. Kalau begitu aku mau bermain ditaman dulu sekarang sambil menunggu Bora datang," ucap Gaby yang kemudian langsung turun dari pangkuan Daddynya dan langsung pergi darisana diikuti pengasuhnya bernama Nancy tadi dibelakangnya, tak lupa Bob juga yang selalu mengekorinya.
"Pasti karena bocah bernama Marcel yang baru pindah itu dia tiba-tiba mau ikut les piano. Oh, astaga ... sudahlah aku mau melihat 2 kesayanganku yang lain dulu." ucap Anthony kemudian beranjak dari duduknya dan pergi ke kamar baby twins nya.
Cklekk
Anthony langsung saja tersenyum saat melihat 2 babynya langsung melihat kearahnya dengan antusias begitu dia masuk.
"Apa mereka rewel sejak pagi ?" tanya Anthony pada dua pengasuh babynya itu.
"Sama sekali tidak, tuan. Kalau begitu kami permisi dulu," ucap pengasuh itu sopan kemudian keluar dari kamar itu untuk memberi waktu pribadi bersama dengan anak-anaknya. Ya, memang selalu seperti itu. Itu memang aturan yang dibuatnya bersama Lucy.
"Kalian sedang bermain apa, hmm ? Jangan sayang, jangan pukul adikmu begitu. Diego kakak yang baik, 'kan ?" ucap Anthony saat sudah duduk didekat anak kembarnya disana.
"Lihat, Aletta hanya ingin memelukmu, boy. Jadi jangan memukulnya, ok ?" ucap Anthony sambil tersenyum teduh melihat tumbuh kembang putra putrinya itu terluhat semakin baik setiap harinya.
Ya, Diego Edgar Baxter dan Aletta Quinza Baxter. Siapa yang menyangka jika 1 tahun lalu Anthony langsung dikaruniani 2 anak kembar sekaligus. Tentu saja dia sangat bahagia karenanya.
Dua anak yang cantik dan tampan itu membuat keluarga kecilnya itu semakin lengkap.
"Kalian sudah akan berusia 1 tahun lebih setelah ini, 'kan ? Waktu berlalu dengan cepat sekali. Karena Daddy kalian ini tidak ada pekerjaan hari ini, ayo kita bermain bersama sambil menunggu Mommy kalian bangun dan______"
Cklekk
Anthony langsung memutar badannya untuk melihat siapa yang datang.
"Ada tamu yang mencari Daddy dibawah. Dia seorang pria yang menyeramkan. Uncle Connor sedang menemuinya sekarang. Kita disini saja dulu, Bora. Aku tidak mau bertemu pria itu lagi," ucap Gaby yang terlihat serius namun tetap tenang disana. Berbeda dengan Bora yang sudah terlihat akan menangis karena ketakutan.
Anthony terlihat bingung mendengar ucapan putrinya itu. Ia mengira-ngira siapa yang datang.
"Tetaplah disini bersama adik-adikmu, sayang. Tunggu sampai Daddy kembali," ucap Anthony kemudian berdiri dan pergi keluar dari kamar itu.
"Jaga anak-anak sampai aku kembali," ucap Anthony pada pengasuh anak-anaknya sebelum akhirnya berlari turun kebawah untuk menemui tamu yang dibilang menyeramkan oleh Gaby tadi.
Karena sebelumnya tidak ada sama sekali musuhnya yang berani terang-terangan menunjukkan diri seperti ini, apalagi berkunjung kerumahnya layaknya seorang tamu disiang yang terik seperti ini. Tapi Anthony rasa ia tahu siapa yang bertingkah kurang ajar dan tidak tahu malu seperti ini.
Ia hanya mengenal satu orang saja yang memiliki sifat lancang seperti ini.
"Rumah ini besar sekali. Kira-kira butuh bom jenis apa untuk meledakkannya ? Aku penasaran sekali,"
"Untuk ukuran seorang tamu, kau sungguh sangat tidak sopan tuan,"
"Dan untuk ukuran seorang kakak ipar, kau sungguh lancang padaku,"
"Well .. well .. Simon Degory. Aku tidak menyangka kau berani datang ke rumahku seperti ini. Aku penasaran hal penting apa yang membawamu sampai kemari," ucap Anthony sambil berjalan angkuh mendekati tamunya yang memang adalah musuhnya sejak lama.
"Tidak ada masalah besar hanya saja aku ingin berkunjung ke rumah sahabat lamaku saja. Hanya itu. Dan siapa tahu kau juga membutuhkan bantuan untuk menemukan siapa pembunuh kakak iparmu itu. Aku siap membantumu disini," ucap Simon dengan nada suara yang membuat Anthony tahu satu hal disana.
"Ayolah, Simon. Aku tahu apa niatmu kemari sebenarnya. Meski kau memang tahu siapa pembunuh itu, kau sama sekali tidak berniat untuk membantuku secara percuma, bukan ? Kau ingin mengajakku beraliansi karena pembunuh ini adalah musuhmu juga. Ada apa ? Kau terkejut aku mengetahui semuanya sejauh ini ? Tenang saja. Aku akan membereskan tikus kecil seperti dia ini sendiri. Aku tidak perlu bantuanmu. Sekarang pergilah. Perlu kau ingat jika aku bukan Jordan dan orang bodoh lainnya yang bisa kau rayu untuk beraliansi demi keuntunganmu sendiri. Dan jika kau mau, orang-orangku bisa melayanimu dengan sepenuh hati jika kau mengganggu keluargaku lagi seperti ini," ucap Anthony penuh sarkasme membuat Simon terdiam sebentar sebelum,
"Santailah, An. Kenapa jadi serius begini ? Aku hanya membawa sedikit informasi jika, kakak iparmu itu ternyata terlibat perjanjian maut dengan musuhku ini. Karenanya aku menjadi tertarik dan terpaksa jauh-jauh kemari untuk memastikan apakah kau mengetahui tentang hal itu atau tidak, tapi melihat ekspresimu saat ini aku yakin jika informasi penting itu belum sampai padamu. Jika kau ingin bertanya jangan sungkan-sungkan. Telfon saja aku," ucap Simon yang kemudian meletakkan kartu namanya dimeja sebelum akhirnya pergi darisana bersama dua anak buah yang menemaninya tadi.
"Kurang ajar sekali pria itu tadi. Biarkan aku______"
"Tenanglah, Connor. Dia bukanlah lawanmu. Percayalah meski dia terlihat layaknya seorang kepala bandit, tapi aku tahu ucapannya tidaklah bohong. Apa maksudnya jika Kenzo terlibat perjanjian maut ? Apa kau tahu sesuatu ?" ucap Anthony terlihat menatap Connor bingung sekaligus penasaran.
"Entahlah, An. Kau tahu sendiri Kenzo. Dia tidak begitu terbuka kepada kami. Mungkin karena dia kakak tertua jadi dia tidak ingin membebankan sesuatu hal yang bukan urusan kami. Tapi aku memang sedikit curiga sejak dia putus dengan kekasihnya dulu. Dia berubah sering menyendiri dan tidak banyak bicara lagi. Ekspresinya juga menjadi dingin dan semakin kaku setiap harinya. Entah karena apa tapi, kupikir itu hanya karena patah hati. Aku tidak tahu jika ada hal lainnya lagi," ucap Connor kemudian terlihat menunduk lesu terlihat sedih.
"Kuatlan dirimu, kawan. Pulanglah dan beristirahat, biarkan anak-anak bermain disini. Aku akan menjaga mereka," ucap Anthony sambil menepuk pundak Connor disana.
"Baiklah. Sampaikan salamku pada Lucy. Aku pulang dulu," ucap Connor yang hanya dibalas anggukkan singkat oleh Anthony.
Setelah kepergian Connor, Anthony langsung mengambil kartu nama yang ditinggalkan Simon tadi dan dilihatnya kartu itu sebentar,
"Kau pikir aku membutuhkan bantuanmu ? Dan ya, dengan mengatakan perjanjian maut itu kau sudah memberitahuku siapa sebenarnya pelaku pembunuh Kenzo ini. Jadi dialah orangnya," ucap Anthony kemudian meremas kartu nama itu dan membuangnya ketempat sampah.
'Jika dia kembali mengusik kehidupanku setelah sekian lama, itu hanya berarti satu hal saja. Dia merindukanku dan ini adalah undangan untuk mengajakku bertemu secara langsung. Ya, bukankah perjanjian lama harus diperbarui ? Kedengarannya menarik ?'
Bersambung.....
• • • • •
Sedikit doang tambahan sebelum tamat karena ini ntar nyambung ke sequel yaaa 🤗🤗🤗
IYA-IYA HAPPY ENDING TEMAN-TEMAN 😂🤣😂🤣
Aku ga mau dicincang 😅😅😅
Comment and Vote Guys ❤
Thanks for reading
LailaLk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top