MFG 48 - It's Done And Over Here

Malam harinya...

"Kau belum selesai juga ?" ucap Darriel yang saat ini terlihat menunggui Lucy yang tengah berdandan didalam kamarnya.

"Sebentar lagi." ucap Lucy singkat kemudian terlihat membetulkan rambutnya sedikit disana.

Darriel sendiri yang sudah siap sejak tadi memilih berbaring santai diranjang sambil memainkan ponselnya disana.

"Aku ingin memastikannya sekali lagi, apa kau sungguh-sungguh ingin datang kesana atau____"

"Jangan mulai lagi, Riel. Ini adalah yang ke 8x nya kau menanyaiku seperti ini. Ayo kita pergi, aku sudah siap." ucap Lucy yang langsung membuat Darriel bangun dari posisi berbaringnya disana.

"Bukannya apa-apa, hanya saja setiap kali mendengar jawabanmu, ada sesuatu aneh yang membuatku merasa tidak tenang. Aku takut kau akan menyesali keputusanmu ini, Luc." ucap Darriel mencoba membuat Lucy mengerti.

Lucy menghembuskan nafasnya berat mendengar ucapan Darriel itu. Perlahan ia berjalan mendekati Darriel dan menangkup kedua pipi pria itu menggunakan dua tangannya disana.

"Dengarkan aku... tidak ada yang salah dengan keputusanku ini, Riel. Meski sekali, aku sangat ingin menunjukkan pada pria itu kalau aku juga bisa melanjutkan hidupku dengan bahagia. Aku akan menjadi lebih menyesal lagi jika tidak melakukannya kali ini. Ini adalah kesempatan pertama dan terakhirku. Disana juga ramai. Dia tidak akan berani berbuat macam-macam denganku. Lagipula dia juga sudah punya istri jadi tenanglah. Aku bisa mengatasinya." ucap Lucy sambil memainkan pipi Darriel disana gemas.

Ya, Lucy menirukan tingkah Gabi saat putrinya itu kesal pada Darriel.

"Saat dulu aku mengeluarkan kapsul pelacak dari tubuhmu, saat itu juga aku sangat tahu seperti apa pria bernama Anthony ini. Menurutku dia itu seseorang yang licik dan ambisius, Luc. Kau tidak akan pernah tahu hal nekat apa saja yang sangat bisa dilakukan pria sepertinya. Aku tetap merasa khawatir mengajakmu kesana. Lebih baik kau dan Gabi tetap disini saja ya. Aku lebih tenang jika kau tetap di rumah sampai aku kembali, nanti." ucap Darriel sambil terlihat memegang tangan Lucy dan menatap wanita cantik itu penuh cemas disana.

Ya, sedari tadi keduanya berdebat tentang kepastian Anthony yang akan menjadi tamu istimewa didalam pagelaran seni yang akan mereka hadiri bersama malam ini. Sejak tadi Darriel berusaha membuat Lucy berubah pikiran dan mengurungkan niatnya untuk ikut bersamanya datang kesana tapi, Lucy lagi-lagi bersikap keras kepala.

Darriel takut sesuatu terjadi disana, nanti. Bagaimana jika ketakutan terburuk Lucy kembali menghantui wanita itu ? Bukannya apa-apa hanya saja temannya, dokter psikolog yang meembantu terapi Lucy selama ini mengatakan jika sekali lagi Lucy menghadapi serangan ketakutan mendadak untuk yang kedua kalinya, maka mustahil untuk wanita itu bisa sembuh meski menjalani beragam cara pengobatan sekalipun.

"Kau tahu, sebenarnya aku kesana karena Gabi. Meski sekali dalam seumur hidupnya, aku ingin dia melihat wajah orang yang sudah membuatnya hadir ke dunia ini. Aku hanya ingin putriku melihat langsung pria itu tanpa harus tahu jika dia adalah ayah kandungnya. Kau mengerti maksudku, 'kan ? Melihat tanpa mengenal." ucap Lucy yang masih tak membuat Darriel puas mendengar jawabannya disana.

"Bagaimana jika Anthony nanti malah membawa pergi Gabi dari sisimu ? Sudahlah, apapun alasan yang kau katakan itu tidak ada sisi baiknya sama sekali, Luc. Yang akan kau lakukan ini terlalu beresiko bagi dirimu dan juga Gabi." ucap Darriel yang kali ini rupanya berhasil membuat Lucy terdiam seperti sedang berpikir.

Darriel sungguh berharap Lucy akan berubah pikiran saat itu juga tapi,

"Mommy sedang apa ? Apa kita akan berangkat, sekarang ? Gabi bosan menunggu dibawah. Uncle Nathan dan uncle Connor terus menggangguku." ucap gadis kecil cantik itu yang tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Lucy disana.

"Kemarilah sayang. Apakah kau sungguh ingin menghadiri acara ini ? Disana akan membosankan. Bagaimana kalau kita tinggal dirumah saja dan menunggu Daddy hingga selesai disini saja ?" ucap Lucy memberi pengertian pada Gabi disana membuat Darriel sungguh sangat bahagia karena akhirnya Lucy mendengarkan saran darinya.

Tapi terlihat gadis kecil itu langsung menundukkan kepalanya dan memasang wajah murungnya disana.

"Sebenarnya... Gabi ingin pergi jalan-jalan bersama Daddy dan Mommy sebelum pulang naik pesawat, nanti. Kita jarang pergi ke kota dan kata uncle Connor saat malam hari banyak lampu berwarna-warni yang indah menyala disana. Gabi ingin melihatnya. Gabi mau ikut Daddy." ucap gadis kecil itu kemudian terlihat setetes air mata jatuh membasahi pipinya.

"Hei, sayang. Jangan menangis." ucap Lucy yang kemudian membawa putrinya itu kedalam pangkuannya dan dipeluknya erat disana.

Lucy yang merasa bingung langsung menatap Darriel mencoba meminta bantuan disana. Pria itu sendiri sedang dihadapkan pilihan yang sangat sulit saat ini hingga terlihat tak bisa berkata apa-apa disana.

'Jangan lakukan ini, Tuhan. Kumohon. Jika kau berniat menyakiti wanita ini lagi aku sungguh akan berpikir jika kau memang bukan pengadil yang baik. Kau sama saja seperti kami yang selalu bersikap egois dan berbuat sesuka hati. Tolong jangan lakukan ini. Jangan.' batin Darriel dalam hati.

"Riel..." panggil Lucy dengan nada lembut yang menenangkan seperti biasa membuat Darriel tak kuasa karenanya.

"Baiklah-baiklah. Kita semua akan pergi kesana dan kau, jangan pernah sedetikpun pergi dari sisiku disana. Tetap genggam tanganku apapun yang terjadi. Kau mengerti ?" ucap Darriel yang akhirnya mengalah.

"Terima kasih, Daddy !! Aku sangat menyayangi Daddy." ucap Gabi yang kemudian berpindah memeluk Darriel yang duduk didekatnya disana.

Lucy menatap Darriel yang saat ini tengah menatapnya itu dan mengatakan 'terima kasih' tanpa suara disana. Meski sebenarnya ia juga merasa khawatir jika bayangan-bayangan buruk yang dikatakan Darriel padanya tadi akan menjadi kenyataan.

'Meski aku baru mengenalnya saat itu, yang kutahu dia sangat bahagia mendengar kabar kehamilanku saat itu dan ya, aku yakin dia tidak akan berani macam-macam pada anak sekecil Gabi. Ya. Tidak akan terjadi apa-apa disana. Semoga saja.'

• • • • •

"Syukurlah jika dia tidak jadi datang kesini. Setidaknya aku merasa tenang karena yakin kau dan Gabi akan baik-baik saja." ucap Darriel saat kini mereka sudah berada didalam pagelaran seni yang baru saja dimulai itu.

Ya, pemilik acara tadi sempat meminta maaf karena tamu istimewa mereka batal hadir disana dan sungguh betapa leganya perasaan Lucy dan Darriel saat mendengar itu.

"Daddy, Gabi mau kue." ucap Gabi yang memang sejak tadi berada digendongan Darriel disana.

Lihatlah betapa beraninya gadis kecil itu saat berada diantara orang banyak disana. Meski sedari tadi orang-orang disana berusaha menarik perhatiannya dan ingin berbincang dengannya karena gemas, tapi gadis kecil itu bersikap sangat baik dan sopan sekali.

Bahkan bisa dibilang. Lucy sendiri tidak seberani itu. Wanita itu lebih memilih bersembunyi dibelakang tubuh Darriel sejak tadi.

"Kau tetaplah disini saja. Biar aku yang mengantarnya mengambil kue. Ayo, sayang." ucap Lucy lalu mengambil alih Gabi dari gendongan Darriel disana.

"Jangan lama-lama. Cepatlah kembali atau segeralah keluar jika merasakan sesak lagi." ucap Darriel mengingatkan dan dijawab anggukkan pasti oleh Lucy.

Lucy lalu mulai melangkah dengan hati-hati tanpa ingin menyentuh badan siapapun disana. Ya. Penyakitnya sudah seburuk itu.

"Kau mau makan kue apa, sayang ?" tanya Lucy pada putri kecilnya yang manis itu.

"Emm... Gabi mau susu saja, Mommy. Gabi haus." ucap Gabi sambil menggosok matanya dan Lucy tahu benar tanda apa itu.

"Kau sudah mengantuk, ya. Kita pulang duluan saja, yuk ? Daddy masih akan lama disini." ucap Lucy membujuk putrinya disana tapi,

"Aku tidak mau pulang tanpa Daddy." ucap Gabi yang kemudian langsung memeluk leher Lucy erat dan menyandarkan kepalanya dibahu Mommynya disana.

"Baiklah. Tapi Gabi harus tidur, sekarang." ucap Lucy yang kembali mendapat penolakan dari gadis kecilnya itu.

"Tidak bisa, Mommy. Disini berisik." ucap Gabi membuat Lucy menghembuskan nafasnya berat saat menghadapi putrinya yang kembali rewel seperti itu.

Ya, setiap akan mau tidur, ada saja hal-hal kecil yang diributkan oleh putrinya itu membuat Lucy terkadang menjadi pusing.

"Baiklah ayo kita keluar dan mencari tempat nyaman untuk Gabi tidur, ya." ucap Lucy yang kemudian berjalan keluar dan tentu saja Darriel yang memang dedari tadi mengamati keduanya dari kejauhan tahu benar apa yang terjadi disana.

Darriel membiarkan saja Lucy keluar darisana bersama Gabi. Karena ia tahu, itu adalah jam dimana putrinya harus pergi tidur.

"Gabi tidak mau disini. Gabi mau kesana." ucap Gabi yang kembali rewel membuat Lucy tidak tahan karenanya.

"Jadilah gadis baik, sayang. Jangan membuat Mommy pusing begini. Jangan minta yang aneh-aneh lagi." ucap Lucy yang kemudian membawa putrinya itu berjalan kearah pintu yang ditunjuk oleh putrinya tadi.

"Maafkan Gabi Mommy..." ucap gadis kecil itu yang tiba-tiba saja langsung berhenti merengek dan kembali menyandarkan kepalanya dibahu Mommynya disana.

Lucy sendiri merasa bersalah karena sudah memarahi putrinya seperti itu karena biasanya Darriel yang melakukan itu. Hanya saja Darriel melakukannya lebih lembut dan penuh pengertian.

Entahlah apa yang terjadi padanya malam ini.

"Kita sudah diluar, sekarang. Gabi tidur, ya." ucap Lucy sambil mengelus punggung putrinya itu lembut.

"Maafkan Mommy juga, sayang." ucap Lucy lagi dan kali ini sambil mencium kepala putrinya sayang disana.

Dan ya, ternyata Gabi belum benar-benar tertidur disana, terbukti dengan gadis kecil itu yang langsung memeluk leher Mommynya dengan erat disana.

Lucy tersenyum kecil karenanya.

'Disini sepi sekali. Tapi cukup indah juga. Sudah lama sekali aku tidak melihat bintang dilangit malam seperti itu.' batin Lucy dalam hati.

Cukup lama Lucy mencoba menidurkan putrinya disana hingga terdengar hembusan nafas putrinya itu menjadi teratur, tanda jika Gabi sudah tertidur.

'Sebaiknya kubawa dia ke mobil dan menunggu Darriel disana saja.' batin Lucy dalam hati.

Lucy kemudian terlihat bersiap melnagkah pergi darisana bersama putrinya tapi,

"Kau mau kemana ?"

Deg

Mendengar suara yang tidak asing itu, Lucy tiba-tiba menjadi diam ditempatnya berdiri saat ini. Ya, suara itu. Suara yang terkahir kali memaki dan meneriakinya itu, sekarang kembali didengarnya lagi.

Karena tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi akhirnya Lucy memutuskan untuk segera pergi membawa putrinya darisana tapi, dengan lancang oranag itu mencekal tangannya dan seketika semua ingatan itu kembali menyerangnya seperti peluru panas yang masuk kedalam otaknya.

Sungguh. Itu terasa sangat sakit.

"Kumohon tetaplah disini."

"Lepaskan aku. Jangan sentuh aku." ucap Lucy terdengar kesal dan marah langsung menyentak kasar tangan orang yang mencekal tangannya itu tanpa ingin melihat wajah orang yang saat ini berada dibelakangnya itu.

Keadaan menjadi hening cukup lama disana hingga,

"Gadis manis yang sangat cantik. Dia sangat mirip denganmu."

Seketika Lucy langsung memebalikkan badannya saat mengingat wajah putrinya itu mungkin saja menjadi tontonan sejak tadi bagi orang yang berada dibelakangnya itu.

Dilihatnya disana setelah sekian lama wajah Anthony yang masih sama seperti dulu. Mata itu. Rahang kokoh itu. Pundak yang selalu tegap setiap pria itu berjalan. Tatapannya yang lurus dan serius. Semuanya tetap sama. Tapi kali ini Lucy merasa pembawaan Anthony terkesan berbeda. Pria itu terlihat tegas namun terasa kehaampaan yang membuatnya merasa tidak nyaman berada didekat pria itu. Entahlah. Lucy tidak bisa merasakan emosi apapun dari dalam diri Anthony disana.

Ada apa dengan pria itu ?

"Aku harus pergi." ucap Lucy singkat dan kemudian berniat pergi darisana tapi,

"Kumohon. Tunggu sebentar saja. Setelah penantian panjang dan akhirnya kau ada tepat dihadapanku saat ini, kumohon meski hanya beberapa menit saja tetaplah disini." ucap Anthony terlihat memohon disana membuat Lucy langsung melangkah mundur untuk menjaga jarak darinya.

Meski tidak menginginkannya, Lucy memutuskan untuk berada disana karena ya, sebenarnya Lucy juga ingin tahu apa yang diinginkan pria itu darinya sekarang setelah apa yang sudah terjadi.

"Bukankah kau datang kesini karena ingin menghadiri acara pameran seni didalam ? Lebih baik cepat masuklah daripada membuang waktumu disini." ucap Lucy sambil terus mencoba membuat jantungnya agar mau bekerjasama dengannya karena rasa sesak itu. Rasa sesak itu perlahan mulai muncul disana. Ia tidak ingin terlihat lemah didepan pria itu.

"Jika memang itu tujuanku maka sudah sejak awal aku masuk kesana tadi, tapi tidak. Bukan itu tujuanku datang kesini." ucap Anthony sambil menatap Lucy penuh kesungguhan disana tapi Lucy dengan cepat langsung memalingkan wajahnya kearah lain karena tidak ingin terpengaruh dengan tipuan pria itu lagi.

"Aku harus menidurkan putriku ditempat nyaman sekarang, maaf tapi aku_____"

"Putri kita. Dia putriku juga." ucap Anthony membenarkan ucapan Lucy.

Sungguh, mendengar itu Lucy ingin sekali tertawa. Bagaimana bisa pria itu mengklaim putrinya semudah itu ?

"Apa kau bilang ? Putrimu ? Kau lucu sekali." ucap Lucy terdengar mengejek disana.

"Apa aku salah ? Bukankah dia memang putriku ? Atau kau mau mengatakan jika dia adalah anak pria yang sudah kau sewa untuk menjadi suami pura-puramu malam ini ? Sungguh, aku tidak menyangka kau bisa_____"

Plakkkk

Sungguh. Sejak tadi Lucy sudah mengira hal ini akan terjadi lagi. Dimana Anthony akan menghinanya lagi.

"Apa tamparan itu tidak bisa menyadarkanmu ? Apa kau masih sebodoh dulu ? Sekarang siapa lagi yang mencuci otakmu ? Tapi sudahlah, kurasa berbicara dengan pria sepertimu tidak ada gunanya." ucap Lucy yang kemudian membalikkan badannya dan ingin pergi darisana tapi,

Siapa sangka jika Anthony langsung bersimpuh, berlutuh tepat didepannya dan memegangi kakinya mencoba menghentikannya agar tidak pergi darisana.

"Lepaskan kakiku. Kepura-puraanmu ini membuatku muak. Kurasa aku sudah benar dengan melompat dari kapal saat itu. Keputusan untuk meninggalkanmu adalah hal terbaik yang pernah kulakukan didalam hidupku. Sekaranag lepaskan." ucap Lucy yang kemudian berusaha melepaskan pegangan tangan Anthony yang masih memegangi kakinya dengan erat sambil sesekali memastikan putrinya itu tidak terbangun dari tidurnya.

"Jadi begitukah sifatmu sekarang ? Kau harus memilih dulu pria seperti apa yang boleh menyentuhmu ? Apa pria yang datang kesini itu adalah pria kaya yang menjadi tempatmu bergantung hidup selama ini ? Apa saja yang sudah diberikannya padamu ? Uang ? Perhiasan ? Atau kau juga sudah menjual dirimu padanya demi bisa bertahan hidup ?" ucap Anthony yang lagi-lagi melontarkan hinaan pada Lucy disana tapi kali ini wanita itu hanya diam.

Ya, Lucy sangat mengerti apa yang sedang coba Anthony lakukan disana. Saat Lucy melihat Anthony terlihat menutup matanya seolah bersiap menerima apapun yang akan terjadi selanjutnya, Lucy langsung tahu jika Anthony sengaja melakukan itu. Pria itu sengaja menghinanya. Tapi untuk apa ?

"Teruslah hina aku sesukamu. Jika itu membuatmu senang dan puas maka lakukanlah saja. Dan perlu kau tahu jika aku bukanlah orang yang akan hilang kendali dan langsung melakukan kekerasan saat merasa emosi. Aku bisa mengendalikan emosiku dengan sangat baik." ucap Lucy yang kemudian memutuskan untuk menutup telinga putrinya disana karena meski Gabi sedang tidur, Lucy sungguh tidak ingin putrinya itu menangkap sedikitpun ucapan kasar pria didepannya itu.

Dibawah sana Anthony terlihat tersenyum miris.

"Ternyata kau tahu apa rencanaku." ucap Anthony terlihat menunduk dibawah sana membuat Lucy merasa iba sebenarnya.

"Aku tidak suka menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah dan tidak pernah melakukan hal semacam itu untuk menghukum seseorang meski dalam keadaan emosi sekalipun. Kau berharap apa dariku ? Kau ingin aku memukulmu dan menamparmu berkali-kali hanya karena hinaan seperti itu ? Untuk apa ? Agar rasa bersalahmu padaku terbayarkan, begitu ? Aku tidak bisa dan tidak mau. Aku ingin kau tetap dengan rasa bersalah yang tak pernah tertuntaskan itu. Jika perlu menderitalah selama sisa hidupmu." ucap Lucy yang kini lebih berani menyuarakan isi hatinya disana.

Anthony sendiri sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa disana.

"Kumohon. Aku melakukan ini dengan kesungguhan dan keseriusan penuh. Sejak lama aku ingin melakukan ini tapi tidak tahu harus mencarimu kemana. Tolong, sekali ini saja maafkan kesalahanku saat itu. Aku akui aku sangat bodoh dan terlalu munafik untuk bisa melihat kebenaran yang coba kau katakan padaku saat itu. Aku sangat merindukanmu hingga ingin mati rasanya. Sempat aku ingin menyerah pada kehidupan ini tapi Tuhan seakan sengaja tak memberikan jalan semudah itu menuju kematianku. Kurasa kesalahanku padamu terlalu besar hingga Tuhan menginginkanku tetap hidup agar bisa meminta maaf padamu seperti ini. Sekali lagi kumohon, maafkan aku." ucap Anthony sambik mendongak menatap Lucy penuh harap dibawah sana tapi,

"Jadi sekarang kau ingat untuk meminta maaf padaku setelah apa yang sudah kau lakukan ? Kau tahu apa yang sudah kualami sejak hari itu ? Aku mengalami koma selama 4 bulan dan 2 bulan setelahnya aku menjalani proses penyembuhan karena trauma yang membuatku hampir menjadi orang gila. Bahkan sampai sekarang pun aku masih takut melihat orang diluaran sana. Aku takut jika satu persatu dari mereka menyakitiku seperti yang sudah dilakukan temanmu dan kau sendiri malam itu. Apa kau pernah menderita penyakit kelainan jiwa seperti ini ? Tidak, 'kan ? Apa kau mengalami penderitaan seperti yang kualami saat itu ? Tidak. Aku tahu benar jika kau sudah memiliki istri dan melanjutkan hidupmu sekarang. Sudahlah, lebih baik jika sudah tidak memiliki urusan lagi disini, kau pulanglah dan temani istrimu dirumah. Setidaknya jangan buat wanita lain bernasib sama sepertiku. Lepaskan kakiku, sekarang." ucap Lucy yang akhirnya bisa melepaskan tangan Anthony pada kakinya dengan sedikit memaksa disana.

"Istri apa yang kau maksud. Wanita siapa ? Aku sungguh tidak mengerti maksudmu sama sekali. Aku tetap sendiri selama ini. Setelah kejadian itu jangankan untuk mendekati wanita lain, untuk melihat mereka saja aku merasa enggan." ucap Anthony yang saat ini masih tetap dalam posisi bersimpuh, berlutut didepan Lucy disana.

"Sudahlah. Jangan berusaha mengelak saat aku sendiri sudah pernah melihat foto dan artikelmu dimajalah bersama wanita. Sekarang dengarkan aku. Jika dalam sekejap kau lupa akan bayi yang masih dalam kandunganku saat itu, maka sekarang lakukan hal yang sama. Lupakan jika kau memiliki anak dan berhenti mengganggu kami. Jika selama 4 tahun ini kami bisa bahagia dan hidup dengan tenang tanpamu, maka tetap biarkan seperti itu. Lagipula putriku sudah memiliki sosok Daddynya sendiri sekarang dan akan membingungkan bagi anak sekecil dia jika kau tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai Daddynya. Apa kau mampu menceritakan dan menjelaskan apa yang sudah terjadi diantara kita nanti padanya ? Jika anak sekecil dia bertanya kemana saja kau selama ini dan kenapa kau tidak pernah datang menemuinya, bisakah kau memberikan alasan yang masuk akal dan mampu dipahami olehnya ? Kurasa tidak, 'kan ? Kuharap kau mengerti jika pernikahan sehari itu sudah berakhir sejak hari itu. Akan lebih baik jika kau juga tetap menjaga jarak dan pergi dari kehidupan kami. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti sebelumnya tanpa harus memikirkanku dan putriku. Semuanya sudah berakhir dan selesai disini." ucap Lucy yang kemudian berjalan mundur hendak pergi darisana tapi,

"Aku sudah membunuhnya. Pria yang sudah dengan lancang menyentuhmu itu, aku sudah menenggelamkannya dilaut saat pagi hari tepat setelah aku mengetahui kebenarannya dari mulutnya sendiri. Kuharap dengan mengatakan ini rasa takut yang menghantuimu itu segera menghilang. Aku merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah kau alami karena kebodohanku saat itu. Sekali lagi aku meminta maaf dan berharap kau segera sembuh. Dan ya, tidak ada yang lebih kuinginkan dalam hidup ini daripada melihatmu hidup dengan bahagia. Aku sungguh sangat senang melihatmu baik-baik saja bersama dengan gadis kecilku itu. Jaga diri kalian baik-baik. Semoga jika dilain waktu kita bertemu lagi, saat itu kau sudah bisa memafkanku dengan segala kesalahan dan kekuranganku ini." ucap Anthony yang masih setia dalam posisinya tanpa berniat ingin bangun sedikitpun.

Lucy yang mendengar itu tanpa sadar meneteskan air matanya disana.

"Kau tahu, bukankah terdengar menyedihkan. Saat itu kau sangat percaya pada temanmu itu hingga melakukan kekerasan fisik padaku hanya karena jaminan pertemanan lamamu, tapi dalam sekejap kau bisa berubah pandangan tentangnya hingga membunuhnya seperti itu. Aku tahu saat itu tidak ada jaminan apapun untukmu bisa percaya padaku karena kita baru saja menikah, tapi tidakkah kau berfikir sedikit saja jika pernikahan itu sendiri adalah jaminanya, An. Seharusnya kau bisa lebih percaya padaku karena aku adalah pasanganmu. Aku baru saja menikah denganmu jadi bagaimana mungkin aku bisa tega mengkhianatimu seperti tuduhanmu saat itu. Dan untuk apa aku melakukannya ? Berapa kali saat itu kau mencoba meyakinkanku dengan kata cinta dan bilang akan menjagaku seumur hidupku. Tapi lihatlah, hanya kekecewaan yang kau berikan sebagai hadiah pernikahan padaku saat itu. Kekecewaan itu membuatku bahkan merasa enggan untuk melihat wajahmu lagi seperti ini. Perasaan sakit hati itulah yang membuatku sulit untuk memaafkanmu. Bisa saja aku mengatakan jika aku sudah memaafkanmu sejak tadi tapi itu hanya sebatas ucapan yang keluar dari mulutku saja. Didalam hatiku, masih sangat berat rasanya untuk bisa memafkanmu. Luka hati ini terasa semakin sakit setiap detiknya. Biarkan aku yang akan merawat Gabi sendiri sampai nanti. Aku tidak akan membuatmu harus kerepotan ikut menjaganya. Meski dia putrimu anggap saja kau tidak pernah tahu tentang kebenaran itu karena memang ya, kemarin-kemarin kau memang tidak tahu, 'kan ? Sekali lagi kukatakan padamu, semuanya selesai dan berakhir disini. Aku pergi." ucap Lucy yang kali ini benar-benar pergi darisana. Lucy langsung berpikir mencari Darriel saat itu juga dan akan mengajak pria itu langsung pulang.

Sementara itu, Anthony disana terlihat menangis dengan kepalanya yang sedari tadi memang menunduk.

Semua yang dikatakan Lucy itu membuatnya sungguh merasa bersalah. Tapi, ada satu ucapan wanita cantik itu yang sungguh membuatnya sangat terusik.

'Aku sama sekali tidak berbohong, Luc. Aku belum melanjutkan hidupku. Bagaimana bisa kulakukan itu jika setiap harinya aku merasa hidup tapi bagaikan mati karena rasa kehilangan akan dirimu. Meski kau tidak bisa memaafkanku, setidaknya aku akan membuat kesalah pahaman ini menjadi jelas. Dan semoga usahaku ini membuatmu setidaknya bisa menaruh kepercayaan padaku meski hanya sedikit saja.'

Bersambung.....

• • • • •

Hayoloh 🤣😂🤣 Lucy kira-kira bisa balik ke kehidupan bahagia kayak sebelumnya atau nggak tuh ?

Yah.. kok kayaknya end nya jadi lama ya ? 😁😁😁


Comment and Vote Guys ❤

Thanks for reading

LailaLk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top