MFG 3 - Crazy Boss
"Kau sungguh hanya memakan itu saat makan siang ? Pantas saja bentuk tubuhmu bagus sekali. Jika tidak keberatan berikan tipsnya padaku lain kali, ya." ucap Catherin pada Lucy saat kini mereka menyantap makan siang bersama dikantin kantor,
"Kau ini berlebihan sekali. Aku memakan ini karena 5 hari lagi aku ada pemotretan iklan. Ya.. itu hanya pekerjaan sampinganku untuk mengisi waktu luang, tapi uangnya lumayan juga." ucap Lucy santai sambil memakan salad buahnya disana,
"Wow ! Aku tidak percaya mendengarnya. Sebenarnya siapa kau ini ? Kurasa kau bukanlah orang sembarangan. Apa tidak papa jika kau berteman denganku seperti ini ?" ucap Catherin yang membuat Lucy menggeleng kecil mendengarnya.
Ya.. sejauh ini Lucy mulai mengenal teman magangnya itu. Catherin seorang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Dia tidak sungkan berbicara apapun padanya dan itu yang membuat Lucy suka. Selama ini banyak wanita yang berlomba-lomba untuk berteman dengannya hanya karena dia adalah Lucy Amora Rivera. Sedangkan Catherin berbeda. Ya.. atau mungkin karena ia belum tahu siapa Lucy sebenarnya. Mari kita cari tahu.
"Kau tahu keluarga Rivera yang terkenal itu, tidak ?" ucap Lucy yang dibalas anggukkan ragu oleh Catherin disana,
"O.. aku tahu. Apa kau berpacaran dengan salah seorang putra keluarga mereka yang tampan itu ? Kudengar masing-masing dari mereka belum punya pasangan. Andai saja aku bisa menjadi kekasih dari salah satu dari mereka, pasti kehidupanku akan 100% berubah." ucap Catherin berandai-andai membuat Lucy tertawa kecil disana,
"Tidak, sayangnya aku tidak berpacaran dengan salah seorang putra dari keluarga mereka. Akulah putri satu-satunya dikeluarga itu. Aku Lucy Amora Rivera. Salam kenal, Cath." ucap Lucy sambil mengedipkan sebelah matanya guna menggoda Catherin disana yang terlihat terdiam tak percaya mendengarnya.
"A-apa ? K-kau ? Astaga ! Aku tidak percaya ini ? Kau tidak akan percaya jika aku bilang aku adalah penggemar terberatmu. Aku mengikuti semua akun sosial mediamu. Ya.. aku tadi pagi sempat berfikir saat pertama kali melihatmu wajahmu terlihat tidak asing bagiku dan aku ingat sekarang. Kau memang dia. Kau putri keluarga Rivera yang cantik itu. Aku selalu kagum dengan caramu berpakaian. Kau sangat mengerti dan bahkan bisa dibilang ahli tentang fashion. Kau_____"
"Sudahlah, Cath. Kau terlalu berlebihan memujiku. Aku hanya orang biasa. Dan ya.. seharusnya aku berterima kasih padamu karena kau menjadi temanku disini. Entah apa yang akan kulakukan jika aku tidak bertemu denganmu tadi pagi. Terima kasih, ya." ucap Lucy sambil tersenyum manis disana membuat Catherin semakin kagum pada keramahannya itu,
"Sungguh ? Hanya terima kasih ? Sayangnya aku menginginkan hal lain. Apa kau mau melakukannya ?" ucap Catherin sambil tersenyum lebar membuat Lucy mengernyit bingung,
"Apa memangnya ?" ucap Lucy was-was,
"Aku ingin kau menjawab pertanyaanku, diantara kakak-kakakmu mana yang paling baik menurutmu ? Karena aku bingung harus memilih yang mana untuk kujadikan sebagai satu-satunya idolaku." ucap Catherin sambil memanyunkan bibirnya membuat Lucy menahan tawanya disana,
"Mengenai itu.. emm.. bagaimana, ya ? Begini. Masing-masing kakakku hebat dalam bidangnya masing-masing. Kakak Kenzo, dia hebat mengurus perusahaan. Kakakku Connor dia artis yang lumayan juga menurutku dan kakakku Nathan, dia adalah favoritku. Dia yang terbaik. Dia selalu ada untukku kapanpun dan dimanapun. Nanti dia akan menjemputku, kau mau kukenalkan dengannya ?" ucap Lucy memberikan tawaran menggiurkan yang pasti semua wanita tidak akan menolaknya tapi,
"Emm.. bagiamana, ya ? Aku malu. Lagipula ada kebiasaan anehku saat berkenalan dengan pria tampan. Aku akan langsung pingsan begitu dia mengmyebutkan namanya. Ya.. itu sangat-sangat memalukan, aku tahu itu." ucap Catherin lalu keduanya tertawa bersama disana membayangkan hal itu benar-benar terjadi, hingga...
"Kau Lucy, 'kan ? Kau dipanggil ke ruangan boss besar sekarang." ucap salah seorang karyawan magang lain yang Lucy tidak mengenalnya,
"Sungguh ? Tapi aku malas kesana. Bilang padanya jika aku, Lucy tidak mau kesana." ucap Lucy santai lalu karyawan magang itu pergi begitu saja dari sana tanpa bicara apa-apa lagi,
"Hanya seperti itu ? Kau tahu dia aneh sekali hanya pergi begitu saja dengan seperti itu. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi sebentar lagi." ucap Catherin pelan membuat Lucy sebenarnya juga merasa sedikit cemas karenanya,
"Ya.. aku juga merasa begitu tapi______"
Ucapan Lucy terhenti karena tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang dan tentu saja Lucy langsung menatap Catherin yang ada didepannya penuh tanya, seolah berharap temannya itu akan menjawabnya tapi tidak. Terlihat temannya itu hanya terdiam takut melihat kearah belakangnya.
"Lucy... namamu Lucy, 'kan ? kau hanya punya dua pilihan saja disini, ikut aku ke ruanganku atau aku akan dengan senang hati melakukan hal-hal yang memalukan bagimu disini. Didepan orang banyak ini." bisik Anthony dengan posisinya sekarang yang sedikit membungkuk karena memeluk Lucy yang tengah duduk dari belakang,
"Kau sungguh sangat licik. Kau pintar sekali memilih wanita cantik sepertiku untuk dijadikan bahan gosip disini sebagai kekasihmu. Ya.. tidak buruk juga." ucap Lucy angkuh sambil meminum habis jusnya,
"Berdiri sekarang dan ikut aku." ucap Anthony lalu melepas pelukannya dan menunggu Lucy disana untuk mengikuti arahannya,
"Aku pergi dulu, ya. Kau tidak papa, 'kan ?" ucap Lucy bertanya pada temannya itu yang hanya dijawab anggukkan kecil olehnya,
"Baiklah, dah.." ucap Lucy lalu ia berdiri dan menatap tidak suka kearah Anthony disana,
"Aku tidak mau kita berjalan beriringan pergilah dulu karena aku juga ingin pergi ke toilet sebentar." ucap Lucy yang tentu saja tidak didengar oleh Anthony disana.
Anthony disana malah merangkul pinggang Lucy mendekat dan mengajaknya berjalan bersama masuk kedalam lift khusus dengan tanpa peduli jika wanita itu meronta minta dilepaskan sejak tadi.
"Kau itu benar-benar gila, ya. Apa maumu dariku sebenarnya ? Jika egomu terluka karena ucapanku tadi pagi, baiklah aku minta maaf padamu. Sudah, 'kan ?" ucap Lucy sambil melangkah mendur menjauh hingga ia kini menyandarkan tubuhnya didinding lift,
"Aku mengajakmu keruanganku karena aku ingin memberimu pekerjaan baru. Kau tidak perlu menjadi staff rendahan lagi mulai besok karena_______"
"Tunggu ?! Apa kau bilang ? Staff rendahan ? Asal kau tahu saja tanpa ada yang namanya staff rendahan ini kau tidak mungkin bisa disebut CEO, tuan mesum. Kau harus mengurangi sedikit rasa percaya diri dan congkakmu itu." ucap Lucy kesal lalu ia sedikit merapikan penampilannya,
"Baiklah, apapun itu bisakah jika kau lebih sopan padaku mulai besok, karena mulai besok kau akan resmi menjadi sekretaris pribadiku." ucap Anthony yang tentu saja membuat Lucy menatapnya datar tanpa ekspresi disana,
"Apa ? Tunggu ? Kau menjadikan karyawan magang sepertiku menjadi sekertarismu ? Apa kau bercanda ? Aku tidak mempunyai keahlian sama sekali dalam bidang ini dan ya.. bukankah kau sudah mempunyai sekertaris ? Kenapa dari sekian banyak karyawan diperusahaan ini, kau justru memilihku dengan tanpa pikir panjang dulu ? Selain sombong kau itu ternyata juga sangat bodoh. Entah bagaimana kau bisa sampai diposisi CEO saat ini, maaf tapi kurasa kau tak pantas dengan________"
Ucapan Lucy terhenti saat tiba-tiba Anthony disana langsung menariknya mendekat dan mencium bibirnya dengan ciuman panas yang romantis. Tentu saja itu juga dengan sedikit memaksa. Oh God ?!
"Jadi seperti inilah cara yang benar untuk membungkam dirimu, sayang. Oh.. aku akan sangat senang melakukannya setiap hari. Dan ya, nanti saat jam kantor telah usai datanglah ke ruanganku untuk informasi lebih lanjut tentang tugasmu besok. Kau_______"
"Menurutmu aku akan menuruti perkataanmu begitu saja seperti anak anjing yang manis ? Kau salah besar tuan Anthony. Aku suka berjalan diatas kakiku sendiri dan itu harus murni atas kemauanku sendiri. Bukan atas perintah atau kemauan orang lain yang mencoba mengambil alih hidupku seperti dirimu. Kau salah jika berfikir aku akan berlutut dikakimu. So, bye forever tuan mesum yang sombong dan congkak." ucap Lucy lalu melambaikan tangannya kecil pada Anthony yang tadi berhasil didorongnya dari dalam lift, tepat saat pintu lift terbuka. Ya.. Lucy beruntung pintu lift berpihak padanya.
'Dia benar-benar gila ! Aaarrgghh ! Beraninya dia menciumku seperti itu ? Aku sungguh harus keluar dari tempat buruk ini dan pergi ketempat yang memang seharusnya aku berada disana, bersama Mike. Ya, itu benar !'
• • • • •
Malam harinya..
"Kurasa dia pergi bersama Mike lagi, Mom. Dia tak mengangkat telfonku. Apa sebaiknya aku mencarinya dan membawanya pulang saja sebelum Daddy pulang sebentar lagi ? Astaga ! Dimana kau, Lucy ?" ucap Nathan khawatir sambil terus mencoba menelfon adiknya sejak tadi,
"Sebaiknya memang begitu, sayang. Atau jika Daddymu pulang dan tahu Lucy kembali membuat ulah, dia tak akan senang mendengarnya." ucap Lara yang juga terlihat cemas disana. Tentu saja begitu.
"Begini saja, jika Daddy pulang sebelum aku, katakan saja padanya jika malam ini Lucy dan aku akan bermalam diapartemen. Aku pasti akan menemukan Lucy dan membawanya pulang. Aku berjanji. Aku akan mengabarimu saat aku sudah bersama Lucy nanti, Mom. Aku pergi dulu." ucap Nathan lalu ia pergi dari sana setelah mencium puncak kepala Mommynya singkat. Ya.. itu cukup membantu meredakan sedikit rasa cemas yang menghantui Lara saat ini.
Lara tersenyum sendu melihat kepergian putranya yang pengertian dan penyayang itu. Ya.. dulu ia dan Adrian sempat berdebat saat memilihkan nama untuk Nathan karena menurut Adrian 'Nathan' adalah nama seseorang yang membuat Lara dulu mengalami kesulitan. Tapi, Lara bersikeras jika nama 'Nathan' adalah yang terbaik, kenapa ?
Andai saja jika Lara tidak menjalin hubungan dengan Nathan saat itu ? Andai ia tidak putus dengan Nathan ? Andai Nathan tidak mencoba menjualnya kepada om-om berkantong tebal ? Mungkin semua yang Lara punya saat ini tidak akan seperti sekarang. Maksudnya, Adrian dan anak-anaknya.. entah bagaimana jadinya jika ia mendapat takdir yang lain. Bahkan Lara enggan hanya untuk memikirkannya saja. Ia tak mau takdir yang lain. Ia sudah bahagia dengan hidupmya yang seperti ini. Bersama Adrian dan anak-anaknya.
'Semoga berhasil, sayang.' batin Lara dalam hati.
Sementara itu..
Suara musik berdentum keras memenuhi sebuah club malam yang ramai ditengah kota New York dan ya.. Lucy is there.
"Are you happy, babe ?" ucap seorang pria yang saat ini tengah menari dibelakanganya dengan jarak keduanya yang sangat amat dekat.
"Tidak pernah sebaik ini, Mike." ucap Lucy yang sepertinya sudah mabuk berat disana.
Mike yang mendengar itu tentu saja tertawa senang setelahnya dan kembali menari bersama Lucy dengan brutal. 'Brutal' dalam artian saling menggoda dan menyentuh satu sama lain diantara kerumunan orang-orang disana. Itu hal yang wajar dilakukan oleh seseorang yang mabuk berat, terutama Lucy. Apalagi Mike adalah pacarnya yang berarti ia tidak benar-benar salah dalam hal ini.
"Tunggu disini. Aku akan mengambilkan minuman lagi untukmu." ucap Mike lalu ia pergi berjalan keluar dari kerumunan meninggalkan Lucy sendiri disana,
Lucy yang hanya samar-samar mendengar ucapan kekasihnya itu hanya mengangguk kecil dan setengah tidak peduli. Ya.. dia sudah mabuk berat dan bahkan ia merasa tak punya kendali penuh pada tubuhnya sekarang. Astaga ! Itu buruk.
Tak lama kemudian terlihat seseorang pria datang kearah Lucy lalu menggantikan tempat Mike untuk menari bersama wanita cantik itu disana. Tentu saja Lucy juga membiarkannya saja. Atau mungkin itu karena dia tidak tahu ?
"Aku tidak tahu kau adalah penari yang hebat." ucap seorang pria yang samar-samar Lucy bisa mendengarnya,
"Ya. Aku ahli dalam segala hal." ucap Lucy asal karena sepertinya ia sudah sangat-sangat mabuk berat. Bahkan saat ini terlihat ia juga sudah tidak bisa berdiri tegak disana.
"Kau kacau, sekali. Aku benci mengatakan ini tapi aku akan mengantarmu pulang sekarang. Ayo." ucap pria itu lalu menarik Lucy keluar dari kerumunan.
"Kau memakai parfum apa ? Kenapa tercium seperti bos brengsek yang kutemui pagi ini ? Menjauhlah dariku." ucap Lucy saat tadi ia tak sengaja jatuh kepelukan pria itu lalu kemudian mendorongnya dengan sisa kekuatannya. Tapi tidak bisa. Atau bisa dikatakan tidak mungkin bisa dalam keadaan mabuknya yang seperti itu.
"Ini memang aku dan meski aku brengsek aku tidak pernah memanfaatkan ketidakberdayaan wanita seperti yang dilakukan pacarmu itu. Dia terlihat lebih brengsek dariku." ucap Anthony sambil berusaha keras memapah Lucy yang seperti zombie pincang itu,
"Mike tidak seperti itu. Dia baik padaku dan tahu apa yang kubutuhkan untuk bersenang-senang. Jika tidak tahu apapun diamlah saja." ucap Lucy dengan nada terdengar kesal ditengah mabuk beratnya membuat Anthony mengangkat sebelah alisnya saat mendengarnya,
"Benarkah ? Kurasa kau sedikit salah mengenainya." ucap Anthony saat melihat pacar Lucy yang dipanggilmya sebagai Mike tadi sedang berada dimeja bartender dengan seorang gadis dipangkuannya,
"Apa kau tidak membawa apapun kesini ? Apa kita bisa langsung pergi sekarang ?" ucap Anthony ingin memastikan untuk terkhir kalinya apakah wanita yang tengah dipapahnya itu tidak meninggalkan sesuatu disana. Seperti tas, mungkin.
"Tidak. Semua barang-barangku ada dirumah Catherin. Ayo kita pergi saja. Aku butuh tidur, sekarang." ucap Lucy sambil kini berpegangan erat pada Anthony karena merasa ia akan jatuh saat itu.
Anthony yang menyadari itu langsung saja berinisiatif untuk menggendong Lucy untuk mempermudah akses keduanya keluar dari sana. Saat sampai diluar Anthony langsung bertemu dengan supirnya dan meminta supirnya untuk membukakan pintu agar dirinya bisa masuk.
"Kita pulang sekarang." ucap Anthony pada supirnya sambil saat ini mencoba membuat Lucy nyaman tidur didadanya.
Setidaknya meski keduanya tidak menyukai satu sama lain, keduanya bisa saling membantu, 'kan ? Apa salahnya ? Atau mungkin.. apa ini hanya awalnya saja ?
• • • • •
Comment and Vote Guys ❤
Thanks for reading
LailaLk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top