⚠
...
Ternyata pesan Mami ada benarnya juga. Badanku terasa remuk saat ini. Aku hanya bisa duduk sementara Ali sibuk menyalami beberapa tamu yang hadir. Kepalaku terasa berat sekali dan badanku meriang. Kalau saja aku tau efeknya akan seperti ini, aku memilih tinggal di London sampai malam resepsi ini. Malam itu Ali benar-benar membantaiku.
*Flashback On
Ali menciumi pucuk kepalaku beberapa kali. Tangan kirinya mengait di pinggangku, mengusap perutku perlahan. Hal itu malah menciptakan sensasi aneh dalam diriku. Aku tak pernah bersentuhan dengan laki-laki seintens ini dan Ali orang yang pertama dalam hidupku.
"Li," panggilku pelan. Suaraku terdengar seperti desahan yang tertahan.
"Apa, sayang?"
"Gue---boleh nanya satu hal gak sama lo?"
Usapan tangannya sempat berhenti, hanya sebentar. Lalu kemudian mengusap perutku lagi. "Nanya soal apa?"
Aku benar-benar ragu menanyakannya. Apa ini waktu yang tepat? Tapi aku benar-benar butuh kejujuran dari Ali.
"Kenapa lo suka main cewek?"
Dan benar saja pergerakan tangan Ali langsung terhenti. Ia lalu menekuk lengan kanannya dan mengangkat sedikit kepalanya. Meletakkan sisi kepalanya diatas telapak tangannya.
"Kalo gue jujur, apa lo bakalan percaya?" tanyanya balik. Aku hanya bisa mengangguk dan sangat menunggu penjelasannya. "Gue lakuin itu karena 1 alasan!"
"Apa?" sahutku cepat.
"Karena lo!"
"Gue?" cicitku. Ali mengangguk lalu menempelkan pipinya ke pipi kiriku.
"Gue cuman pengen bikin lo cemburu!"
"Hah?"
Ali menarikku dan memelukku semakin erat. "Gue ragu sama yang gue rasain waktu itu. Gue sempat gak percaya kalo gue jatuh cinta sama lo. Apalagi lo sepupu gue sendiri. Tapi semakin hari, gue semakin tertarik sama lo. Gue tau, gue cowok brengsek, gue cowok gak bener. Gue sering keluar masuk klub malam. Gue mencoba mengalihkan rasa cinta gue dengan cara bermain sama cewek lain. Tapi ternyata gak bisa."
Ali terkekeh pelan setelah mengatakan hal itu. "Sejauh mana permainan lo sama mereka?"
"Maksud lo?"
"Mm---lo pernah---ML sama mereka?"
Ali langsung tertawa terbahak. "Ya gaklah."
Aku mendengus sebal. "Yang waktu itu apa?" seruku tak terima. "Yang waktu gue pingsan. Waktu gue masuk ke ruangan lo dan liat lo----"
"Apa?" potongnya cepat. Aku langsung terdiam, mengingat hal itu membuat wajahku tiba-tiba memanas. Tiba-tiba Ali bangun dan aku memekik saat Ali melingkarkan tangannya ke perutku dan menarik tubuhku. Aku menyangga tubuhku dengan kedua tanganku. Ali langsung menciumi punggungku yang polos.
Tangannya perlahan membuka kaitan braku dan kembali melemparnya seperti ia melempar bajuku sebelumnya. Ia kembali menciumi punggungku sementara tangannya bergerilya menjamah area dadaku.
Aku mendesah kuat saat merasakan remasan tangan Ali yang begitu tiba-tiba. Kecupannya turun ke pingganku dan tangannya terlepas dari area dadaku. Kini tangannya bergerak melepas celana dalamku. Tidak melepasnya tapi hanya menurunkannya sebatas pahaku.
Kecupannya masih terasa dipunggungku. Saat jemari Ali mengelus bagian intimku, aku menggelinjang kaget. Ini pertama kalinya. Aku menggigit bibirku kuat-kuat. Kedua tanganku mencengkram kuat sprei putih ini. Elusan tangan Ali yang maju mundur membuatku semakin menggeliat.
"Aliiih!" panggilku lirih.
"I'm here, Baby!" bisiknya disela-sela kecupannya. "Apa kamu siap?" tanyanya meyakinkan. Aku mengangguk ragu. Apa Ali akan melakukannya sekarang? Apa dengan posisi seperti ini?
Aku sedikit panik saat Ali menarik dirinya dan aku tau, ia sedang melepas satu-satunya benda yang melekat ditubuhnya. Aku menoleh dan menatap ke arahnya. Ali kembali mendekatkan tubuhnya dan menyambar bibir tipisku.
"Sakit. Itu pertama yang akan kamu rasain tapi setelahnya sakit itu akan hilang. Percaya kan sama aku?"
Aku mengangguk pelan, menarik nafas dalam-dalam. Aku memejamkan mataku kuat-kuat saat benda itu mencoba masuk ke dalam. Bahkan kedua kakiku hingga bergetar karena efek sakit yang ditimbulkan.
Tapi Ali terlalu lihai. Ia mengusap lembut kedua pahaku, memberiku sensasi aneh dan sedikit membuatku rileks.
"Jangan tegang, Baby. Rileks!" pesannya sebelum mencoba memasukiku lagi. Aku kembali mengangguk dan merintih saat Ali mencobanya lagi. Rasanya aku ingin menyerah saja.
"Sakit, Ali!" rengekku. Ali mendekatkan dirimya hingga dadanya menempel dipunggungku. Ia menciumku, memberiku ketenangan.
"Tahan, Baby!" bisiknya pelan dan kembali memagut bibirku. Satu tangannya ia gunakan untuk menangkup pipiku. Aku membalas ciumannya, berusaha merilekskan diriku. Tapi aku melepas ciumannya saat tiba-tiba Ali mendorong miliknya masuk ke dalam.
"Aaaaawssshhh!" airmataku menetes begitu saja. Benda itu rasanya terlalu besar untukku. Perih dan panas, hal itu yang aku rasakan pertama kali saat Ali berhasil memasukiku. Sebagian tubuhku ambruk sementara Ali memegang kedua pinggangku.
Ali masih terdiam dan tidak melakukan apapun. Sepertinya ia menunggu rasa sakitku menghilang. Tanganku semakin kuat mencengkram kain putih ini.
Merasa tak tega, Ali kembali mengecup bibirku dan mengaitkan tangannya ke pinggangku. Merebahkan tubuh kami bersamaan tanpa melepas penyatuan kami. Ia kembali menempelkan punggungku ke dadanya.
Posisi seperti ini sedikit membuatku rileks. Perlahan Ali menggerakkan dirinya maju mundur. Tangannya setia memegang pinggangku. Aku hanya bisa mendesah sambil memejamkan mataku.
"Stop, Ali. Berhenti!" pintaku. Tapi ia tak mengubrisku. Ali malah semakin mempercepat gerakannya. Bahkan tubuhku tersentak saat benda itu benar-benar masuk ke dalam.
"Aku gak akan bisa berhenti, Baby!" tangannya menangkup pipiku dan sedikit menariknya lalu menyambar bibirku. Tak ada yang bisa aku lakukan selain mencari sesuatu yang bisa aku cengkram. Jemari Ali bergerak menyeka airmataku yang masih saja mengalir. "Maafin aku, Baby!" bisiknya.
Aku tak bisa menjawab dan memilih membalas ciuman Ali. Rasa sakit, perih dan panas itu terus berlanjut hingga kami berdua mencapai titik kepuasan. Tubuhku bergetar hebat dan disusul Ali yang menumpahkan cairan hangatnya di dalam.
"I love you, Baby!" bisiknya disaat kesadaranku perlahan menghilang.
*Flashback Off
"Hayo, mikir jorok ya?" suara Ali tiba-tiba terdengar di telingaku.
"Anjir. Kaget gue!" pekikku sambil memukul lengannya. Ali malah tersenyum jahil kearahku sambil menatapku dengan tatapan aneh. "Kok ngeliatinnya kayak gitu?" protesku.
"Gue udah gak sabar!" sahutnya lirih.
"Gak sabar? Gak sabar kenapa?"
"Gak sabar buat bantai lo lagi?" tawa Ali menggelegar membuat tamu undangan menoleh kearah kami.
"Diem, Ali. Mereka pada liatin kita!" desisku sambil mengedarkan pandanganku. Tapi Ali masih saja tertawa sambil memegangi perutnya. "Diem atau gak gue jatah lo?"
Tawa Ali seketika memudar. Ia menatapku dengan mata elangnya yang tajam dan menusuk. "Lo berani ngancem gue?"
"Ck. Salah sendiri bikin gue malu!"
"Hm, gitu ya? Oke, gue bakalan bikin lo tambah malu,"
"Hah?"
Belum sempat aku melanjutkan ucapanku tiba-tiba Ali mengangkat tubuhku dan menggendongku. Yang membuatku malu Ali menggendongku seperti sedang mengangkat karung beras.
Sialan.
Teriakanku tak dihiraukan olehnya. Ali langsung membawaku masuk ke dalam kamar hotel dan mengunci pintunya. Ia lalu menurunkan aku di atas tempat tidur putih yang sudah dihiasi berbagai macam bunga.
Ali melepas semua baju yang kini melekat ditubuhnya. Ia melangkah pelan mendekatiku dengan seringaian mesumnya.
"Sudah siap Nyonya Prilly Alifiandra?"
...
Surabaya, 10 Mei 2018
-ayastoria.
Double up dan ini part terakhir khusus enaena 😁😁😁.
Gak ada extra part atau lainnya. Langsung pindah ke story baru aja ya. Minggu depan ada story baru genre religi.
Sampai jumpa 😁😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top