46

Bilqish dan Vian segera melanjutkan perjalanan mereka menuju sebuah club atas petunjuk dari Riko. Club itu masuk ke dalam sebuah gang kecil yang sangat kumuh. Di atas gedung petak itu terdapat tulisan "Serenity Clubs" dengan warna neon yang berkelip-kelip seolah-olah lampu itu bisa redup kapan saja. Jika ilihat lebih dalam, sepertinya tempat ini lebih ke arah sebuah pub daripada sebuah club karena suasananya yang tidak seramai club dengan musik DJ yang memekakan telinga.

"Emang jam segini udah buka?" tanya Vian. Jam masih menunjukkan pukul enam sore. Bahkan matahari baru saja tenggelam di sana. Sepertinya ini bukan jam-jam untuk seseorang pergi ke sebuah pub seperti ini.

"Gapapa, liat tuh! Buka 24 jam."

Mereka berdua akhirnya mendorong pintu masuk yang diikuti suara gemericik lonceng di atasnya.

"Selamat datang..." sapa sang pelayan dengan sangat ramah.

Bilqish dan Vian mengangguk. Mereka cukup takjub dengan desain pub ini. Unik dan sangat kuno. Dari luar terlihat sangat sepi, namun jika sudah masuk ke dalam suasana berubah ramai. Kata sepi sepertinya tidak berlaku bagi pub ini. Bahkan di jam seperti ini, masih banyak yang berdatangan untuk sekedar melepas penat atau mengobrol dengan teman.

Musik klasik yang mengalun serta lampu yang dibuat redup membuat Bilqish sangat nyaman. Suasananya begitu menenangkan. Ia bahkan dapat melihat orang-orang yang berada di sini lebih leluasa untuk bercerita dengan rekan mereka. Mereka seolah sedang berada di rumah.

"Mau pesan apa Kak?" tanya sang pelayan yang menyapa mereka tadi.

"Menunya apa aja?"

Sang pelayan sekaligus barista pub itu tersenyum. "Sepertinya kakak pertama kali datang kemari. Jadi di tempat  kami tidak ada menu kak. Kami membuat minuman sesuai dengan keinginan pelanggan. Ingin vodka? Bisa. Wine? Bisa. Soda? Bisa. Bahkan kami juga menyediakan soju yang langsung diimpor dari Korea," jelas pelayan bernama Denny itu panjang lebar.

"Wah, keren!" puji Vian kagum. Baru pertama kali ia melihat konsep pub yang unik seperti ini. Jadi, secara tidak langsung mereka bisa membuat hampir semua minuman yang ada sesuai dengan selera pelanggan. Gila!

"Hmm kalau gitu Mas..."

"Denny. Panggil aja Denny."

Bilqish mengangguk. "Okay Denny. Gue pesen hmm Americano tapi dicampur dengan susu karamel. Ada?"

Denny mengangguk. "Of course. Gue bakal buat ini sespesial mungkin agar lo terkesan dengan tempat ini."

"Hmm kalo gue soda aja deh tapi kasih lemon di dalamnya."

Lelaki berusia 20 tahunan itu mengangguk. "Silahkan ditunggu." Ia lalu bergegas menuju meja di mana barista membuat minuman pesanan tersebut.

Di saat mereka berdua menunggu minuman datang, kedua mata mereka meneliti pub itu lebih jauh, mencari seseorang bertato mawar seperti yang Abi dan Riko katakan. Mereka menjelajahi satu per satu wajah serta lengan pengunjung yang rata-rata berpakaian terbuka. Namun, setelah melihatnya satu per satu dengan saksama, hasilnya nihil. Dia tidak ada di sini. Pria itu tidak ada di sini.

"Sepertinya kalian sedang mencari seseorang," Denny tiba-tiba datang dengan pesanan mereka berdua. Americano dengan susu karamel serta soda lemon. Pesanan yang sangat jarang ditemui dan diminta di sebuah pub yang rata-rata mengandung alkohol di dalamnya.

Bilqish mengangguk. "Kalau boleh tau, apa lo pernah ketemu dengan pria bertato mawar?"

"Pria bertato mawar?"

"Iya di lengannya ada tato mawar. Badannya gede berotot gitu."

Denny meletakkan kedua gelas itu di meja dengan berhati-hati lalu diam sebentar untuk mengingat sesuatu. "Sebenarnya nggak banyak pengunjung di pub ini. Mereka yang datang kemari biasanya sudah menjadi pelanggan tetap. Jadi biasanya gue hafal semua pelanggan di sini. Tapi pria bertato mawar... Hmm... coba gue tanyakan temen gue ya..."

"Thanks," ucap Bilqish sembari tersenyum ramah.

Setelah berbincang dengan Denny, Vian yang semula bermain ponsel langsung mencolek lengan Bilqish. "Gue udah nyari tempat ini di instagram, twitter, bahkan google tapi emang ngga ada sama sekali. Ini kaya hidden place gitu Bil. Seperti yang Denny bilang, cuma orang-orang tertentu aja yang tahu tempat ini. Bahkan media sosial dengan dunia perspill-an itu ngga ada yang mengungkap tempat ini," kata Vian dengan menggebu-gebu. Rasa takjubnya bertambah kali lipat mengenai tempat ini seperti telah menemukan harta kartun yang tersembunyi.

"Pantesan mereka semua terlihat sangat akrab dengan pelanggan. Mereka juga terlihat sangat santai bahkan dengan pelanggan serasa seperti teman sendiri," kata Bilqish sembari mengangguk-angguk paham dengan keakraban yang tercipta antara pelanggan dan barista ini. Karena pelanggannya sedikit dan tetap makanya mereka sangat akrab.

Tak lama kemudian Denny datang lagi ke meja mereka lalu duduk di samping Bilqish. "Beberapa hari yang lalu dia datang. Tapi nggak lama. Kata temen gue, dia sering ke sini setiap malam Jumat. Sepertinya kalian harus kesini lagi lusa."

Mendengar hal itu, Bilqish menampilkan raut yang kecewa karena usahanya hari ini berakhir sia-sia. Namun, Denny memberikan hidangan kentang goreng gratis kepada mereka sebagai bentuk penyambutan di tempat ini. Saat itulah tali pertemanan mereka terbentuk. Tanpa sadar Bilqish, Vian, dan Denny saling bertukar cerita mengenai banyak hal. Profesi, umur, keluh kesah, bahkan ke arah hobi juga. Bahkan Bilqish ditawari untuk manggung di pub ini jika ada kesempatan dan Bilqish menyetujuinya sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Denny.

Hari semakin larut namun obrolan mereka tidak berhenti sampai di situ. Bahkan Bilqish dan Vian berpindah tempat duduk yang berdekatan dengan meja barista agar tetap bisa mendengarkan cerita Denny sembari lelaki itu membuat minuman untuk pelanggan lain.

"Bil, kayanya kita harus balik," kata Vian memotong cerita mereka. "Besok kita ada jadwal manggung kan?"

Bilqish menepuk jidatnya. "Oiya lupa. Yaudah gue sama Vian balik dulu ya Den. Lusa kita kesini lagi," pamit Bilqish diikuti anggukan oleh sang barista. "Gue tunggu ya!"

Mereka berdua akhirnya keluar dari pub itu dan berjalan menuju keluar gang kumuh itu lagi. Bahkan lampunya juga sangat minim. Namun, di tengah jalan mereka, Bilqish nampak melihat sesuatu. Sebuah mobil yang sangat familiar tengah terparkir rapi di sebuah club seberang. Club yang benar-benar club dengan musik DJ yang menggema bahkan terdengar sampai ke luar.

Buru-buru Bilqish mengambil ponselnya tapi sial, batrainya lowbat. "Shit!" umpat gadis itu.

"Kenapa Bil?" tanya Vian kaget.

Bilqish menggeleng. "Batre hp gue lowbat Vi."

"Yaudah nih, gue ada powerbank." Vian memberikan powerbank yang ia keluarkan dari tasnya dan langsung dipakai oleh Bilqish dengan cepat.

"Buru-buru amat sih Bil. Ada apa?"

Bilqish tidak menjawab, gadis itu masih sibuk menyalakan ponselnya lalu tangannya menggulir kontak berisi puluhan nomor dan berakhir di salah satu nomor. Ia kemudian menelepon orang tersebut. Terdengar nada menyambungkan namun tidak ada sahutan dari penelepon seberang.

Nomor yang anda tuju...

"Bangsat!" Pekik Bilqish dengan penuh amarah. Ia bahkan membanting ponselnya ke jok belakang mobil dengan keras.

"Bil? Are you okay?" tanya Vian yang masih bingung dengan situasi yang terjadi.




Kiw kiw akhirnya balik lagii hehehe sepertinya sudah sangadd lama tidak update. Mianhae chinguyaaaa. Semoga tidak bosen yeahhhh luvvv

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top