45

Keadaan Abi jauh lebih membaik sehingga lelaki itu masuk ke kampus hari ini walaupun Ellie dan Bilqish melarangnya. Mereka berdua menyuruh Abi untuk tetap istirahat karena luka memar yang ada di sekujur tubuh Abi masih nyeri. Namun, lelaki itu tetap bersikukuh untuk pergi ke kampus dan bekerja. Akhirnya mereka berdua menyerah dengan syarat Abi tidak boleh menggunakan sepedanya kemanapun ia pergi. Si Entong harus ditahan terlebih dahulu.

Abi sendiri sempat heran melihat Ellie dan Bilqish begitu kompak akhir-akhir ini. Mereka berdua tak pernah bertengkar dengan hal-hal sepele seperti dulu. Mungkinkah mereka sudah akur? Abi sendiri tidak tahu.

"Bil!" Abi memanggil Bilqish yang baru saja turun dari mobil.

Gadis itu terlihat sedikit terkejut namun tersenyum sembari melambaikan tangan. "Gue ke kelas dulu!" kata Bilqish dengan sedikit teriak.

Abi mengacungkan jempolnya ke udara lalu melihat Bilqish yang sedikit tergesa-gesa meninggalkan parkiran. Selain keheranan akan keakuran Bilqish dan Ellie, Abi juga merasa heran dengan sikap Bilqish akhir-akhir ini. Gadis itu terlihat terus menghindarinya dan tak mau berlama-lama berbincang dengannya entah karena apa. Padahal Abi hanya istirahat beberapa hari, namun banyak perubahan yang terjadi.

"Abi!"

Lelaki itu menoleh ke sumber suara. Ada Ellie yang menghampirinya dengan penuh keceriaan. "Gimana keadaannya hari ini?"

"Lebih baik, El."

Ellie tersenyum. "Syukurlah. Udah sarapan?"

Abi menggeleng dan sontak saja Ellie menggandeng Abi untuk menuntunnya ke kursi yang tak jauh dari sana. "Kuliahnya masih satu jam lagi kan? Makan dulu gih. Gue udah buatin tumis kangkung kesukaan lo."

"Tapi—"

"Udah makan dulu. Nih!" Gadis itu menyodorkan kotak bekal berisi tumis kangkung dengan tahu sebagai lauk pauknya. Abi sebenarnya sedang tidak nafsu makan, namun melihat ketulusan dari mata Ellie membuatnya tak tega untuk menolak pemberian gadis itu. Mau tak mau Abi mengambil sendok dan melahap bekal tersebut dengan berbagai cerita dari Ellie yang mengiringi sarapan pagi itu. Gadis itu terlihat bersemangat menceritakan banyak hal kepada Abi. Tentu hal ini membuat Abi tersenyum melihat antusiasme yang Ellie berikan kepadanya.

"Ah, jadi seperti ini ekspresiku ketika bercerita banyak hal kepadamu," batin Abi dengan senyum kecil.

***

Jam kelas telah berakhir namun Bilqish tak langsung beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu melamun dan malas untuk pulang. Hari ini juga sedang tidak ada latihan band jadi ia benar-benar bosan sekarang.

Bilqish menatap ponselnya sekali lagi. Ia tak mungkin mengajak Aaron keluar di jam ini karena pasti ia sedang bekerja di kantor. Tapi ia tak bisa seperti ini. Bisa mati kebosanan nantinya.

"Ngapa lu?" seseorang tiba-tiba datang dan duduk di depan Bilqish.

Gadis itu mendongak ke atas melihat Vian telah cengar-cengir di hadapannya. "Gabut gue. Main yuk!"

"Gue mau ke tempat karantinanya Riko. Mau ikut nggak?"

Bilqish langsung berdiri dan mengangguk setuju. Kebetulan ia juga sangat sangat merindukan sahabatnya yang brengsek itu. "Stella?"

"Dia lagi ada kelas pengganti."

Keduanya pun langsung keluar kelas lalu menuju parkiran kampus. Kali ini mereka ke tempat karantina menggunakan mobil Bilqish sedangkan mobil Vian dibiarkan terparkir di kampus karena Bilqish sangat ogah naik ke mobil sahabatnya itu.

Mobil Vian adalah tipe-tipe mobil jeep ala penculik yang di sinteron Indonesia. Warnanya hitam keabu-abuan. Cocok sekali dengan gaya Vian yang simpel dan cool. Mobil ini sangat kontroversi di kalangan anak kecil. Apabila mobil itu melewati sebuah jalan pemukiman penduduk, anak-anak pasti langsung berlarian masuk ke dalam rumah karena takut diculik. Bahkan beberapa anak langsung berteriak histeris karena takut. Vian sendiri merasa hal itu sangat menghiburnya sehingga ia mempertahankan mobil itu sampai sekarang.

"Yuk!" Bilqish melempar kunci mobilnya kepada Vian yang langsung ditangkap dengan tepat sasaran.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil lalu menjalankan kendaraan itu keluar dari kampus. Di sepanjang perjalanan, mereka berdua nampak berkaraoke ria dari lagu-lagu yang terputar di playlist Bilqish. Mereka berdua punya selera musik dan genre yang sama.

"Vi, lo kok bisa sama si Frozen gimana ceritanya?"

Vian langsung menoleh. "Frozen siape?"

"Itu si Anna."

"Oalah... Anna dulu itu kating di jurusan gue. Ekonomi Pembangunan. Sempet beberapa kali juga jadi pembicara di seminar kelas gitu dan gue panitianya. Yauda gas aja gitu," kata Vian dengan santainya.

"Gas gas lu kira mobil? Tapi emang sii dia cantik dan elegan."

Vian mengangguk sembari menepuk dadanya dengan keras. "Pacar siapa dulu dong!" katanya menyombongkan diri.

"Anjir, gue muji si Anna malah elu yang sombong. Dasar!"

Kendaraan beroda empat itu akhirnya berhenti di sebuah gedung yang mirip dengan rumah sakit. Di depan gedung putih itu terdapat taman dengan pagar menjulang yang mengeliling bangunan. Beberapa orang dengan pakaian serupa nampak berjalan kesana kemari di area taman. Balai Besar Rehabilitasi namanya.

"Kamar atas nama Riko Atmajaya, Mbak..." tanya Bilqish di meja resepsionis karena beberapa hari yang lalu katanya kamar Riko dipindah.

"Bunga Dahlia 13E ya Mbak."

"Terima kasih Mbak," ucap Bilqish lalu menarik lengan kemeja Vian menuju tempat yang telah disebutkan oleh penjaga.

Di sepanjanga koridor menuju kamar Riko, Vian dan Bilqish berjumpa dengan banyak sekali pasien yang mengalami kecanduan narkoba. Ada yang sudah tua, muda. Dewasa maupun remaja. Mereka nampak linglung dan matanya sayu. Narkoba telah menjadi candu dan bagian hidup mereka, maka dari itu ketika mereka diharuskan untuk berhenti mengosumsinya, beberapa bagian akan terasa hilang. Walaupun begitu, itu adalah cara terbaik dan pilihan terbaik. Narkoba bukan obat dalam menyelesaikan masalah. Ia malah akan menimbulkan masalah baru yang jauh lebih besar.

"Riko?" Bilqish mengetuk pintu perlahan dan melihat seseorang nampak sedang tidur di kasurnya.

Riko membuka matanya. Lelaki itu tersenyum lebar. "Oi! Bil! Vi!" panggilnya dengan semangat walaupun suaranya terdengar serak.

"Gimana kabar lo?"

Ada perubahan besar dalam penampilan Riko. Kini lelaki itu botak. Benar-benar botak tanpa menyisa rambut barang sesenti pun di kepalanya.

"Anjir bro! Kepala lu kenapa dah?" tawa Vian ngakak dan langsung mengambil ponselnya untuk mengabadikan momen tersebut.

Riko tersenyum sembari mengusap kepalanya yang terasa licin. "Gue berdedikasi buat sembuh. Makanya biar inget terus sama tempat ini dan kejadian ini, gue botakin nih kepala."

Bilqish langsung mengusap kepala Riko. "Beneran licin coy!" katanya sembari ngakak.

"Gue mau say thank you ya buat kalian. Gara-gara kalian akhirnya gue sadar kalo jalan yang gue ambil selama ini salah. Kasian gue sama nyokap. Nggak tega liat dia sedih terus selama gue di sini."

"Makanya lo harus cepet sembuh dari kecanduan lo. Buat kejadian ini sebagai pembelajaran ya Ko kalo setiap masalah pasti ada solusinya. Ada banyak orang yang sayang sama lo, care sama lo, dan pengen bareng terus sama lo. Jadi jangan berpikir kalo lo itu sendirian. Kita semua ini ada buat lo, bukan saat seneng doang tapi saat susah juga," kata Bilqish dengan mata berkaca-kaca. Begitupula Riko yang langsung mengangguk mengerti.

"Duh, bijak bener lo Bil... Bergaul sama Abi nih jadi ceramah dan suka memberi nasihat," celetuk Vian.

"Kampret!" balas Bilqish.

"Oiya salam juga deh buat si Abi. Gue minta maaf pernah jahilin dia dulu. Mana orangnya baik banget lagi sama gue," tambah Riko yang ingat kejadian dahulu dan merasa sangat tidak enak hati.

"Elu sih, Abi mah emang baek dari dulu. Elu aja yang buta," jawab Vian.

"Iyaa, gue aja yang cemburu waktu itu dia deket sama temen-temen gue seakan menggantikan posisi gue di sana."

"Dasar lu cembokur mulu!" kata Bilqish memukul kepala Riko dengan tangannya. "Kalian itu punya porsi masing-masing di hati setiap orang. Cara kita menyayangi kalian sebagai teman juga sama aja kok!"

"Iye-iye. Trus kabar Abi sekarang gimana?"

Setelah pertanyaan dari Riko itulah Bilqish akhirnya menceritakan tentang kejadian beberapa hari yang lalu mengenai insiden pemukulan yang dialami Abi. Ditambah pula sikap kecurigaan Ellie yang mendasar cukup membuat Bilqish terpancing untuk menyelidiki lebih lanjut agar kasus serupa yang terulang kembali.

"Dia digepukin gitu? Saat lampu mati?" tanya Riko dengan terkejut.

Bilqish mengangguk. "Iya! Dan nggak ada yang tau siapa mereka. Tau-tau si Abi udah terkapar gitu di halaman rumahnya."

"Ya Tuhan! Parah banget sih! Menurut gue orang kaya Abi itu pasti nggak pernah deh bikin masalah sampe kaya gitu. Pasti ada apa-apanya," tambah Vian yang mencium bau kecurigaan pula.

"Nah! Itu yang gue maksud juga Vi. Kaya aneh kan tiba-tiba ada yang gepukin saat mati lampu juga. Serandom-randomnya orang ya ngga begitulah. Apalagi kalau orangnya terbukti mabuk, ya nggak mungkin ngga bacok kalo ngga disenggol," terang Bilqish. Ia pun melanjutkan ceritanya tentang ciri-ciri serta perawakan pelaku yang memukuli Abi waktu itu.

"Tato mawar di lengan?"

Bilqish mengangguk.

Riko menautkan kedua alisnya. Ia nampak sedang mengingat-ngingat sesuatu. Sepertinya kecanduan narkoba membuat ingatannya sedikit pudar. "Gue nggak tau ini orang yang sama atau bukan, tapi ada juga orang bertato mawar yang gue kenal. Dia adalah orang yang pertama kali ngasih gue narkoba di klub."

"Wah gue merinding. Menarik banget kasusnya," ungkap Vian sembari mengusap lengannya dengan kasar.






Waw agak terkamcagiya. Siapa sii pria bertato mawar inii. Dan whyyyy hmmmm next tidakkk? Semakin penasaran tidakkk?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top