41
Mata Abi mengerjap beberapa kali ketika sinar mentari menembus di sela-sela jendelanya. Silau.
"Aw..." ringis Abi ketika hampir seluruh tubuhnya sakit ketika digerakkan. Rasanya ngilu dan sakit.
Abi jadi ingat kejadian semalam ketika ia keluar untuk mencari udara segar, tiba-tiba saja segerombolan orang menyerangnya, memukulinya, dan menendangnya dengan brutal lalu pergi ditelan gelapnya malam. Bahkan Abi sendiri tak tahu siapa sosok mereka. Ia hanya mengingat salah satu tato yang ada di tubuh pelaku. Tato bergambar mawar.
"Udah bangun?" Seseorang muncul dari balik pintu. Ia membawa semangkuk bubur dan juga air putih.
"Ellie?"
Gadis itu menghampiri Abi dan menaruh nampannya di meja sebelum membantu Abi untuk duduk di tepian kasur. Karena ditendang di bagian perut, kini untuk membungkuk terasa sangat sulit bagi Abi.
"Lo kenapa bisa dikeroyok gini sih Bi?" Tanya Ellie khawatir ketika luka-luka di tubuh dan wajah Abi mulai membiru.
Abi menggeleng lemah. "Aku juga nggak tau El. Kemarin kejadiannya cepet dan tiba-tiba. Bahkan aku ngga sempat untuk membela diri."
Ellie menghela nafasnya sedih.
"Tapi kamu kenapa bisa sampai di sini? Sejak kapan?"
Sembari menyerahkan mangkuk buburnya ke arah Abi, Ellie mulai bercerita. "Kemarin gue mau minta maaf ke lo masalah Bilqish. Gue udah telpon tapi ngga dijawab. Jadi gue ke sini. Tapi datang-datang lo udah terkapar di halaman depan. Gue panik dan minta bantuan warga sekitar buat angkat lo ke sini."
"Makasih ya El..."
Ellie mengangguk. "Yaudah sekarang lo makan dulu. Sementara ngga usah masuk kuliah dulu Bi. Gue udah ijinin kok ke dosen matkul lo hari ini."
"Tapi..."
"Ngga ada tapi-tapian. Ini perintah!"
Tak ada pilihan lain selain menurut. Lagipula seluruh tubuhnya juga sangat sakit digerakkan. Keram dan nyeri. Mungkin ini akan bertahan dalam waktu yang lama. Apalagi wajahnya yang sudah penuh luka lebam membuat Abi tak mau seseorang khawatir.
Tiba-tiba saja Abi teringat Bilqish. Kemarin mereka sempat bertelepon sebentar sebelum akhirnya telepon terputus. Ia tidak mau membuat Bilqish khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak.
"El, hp aku mana?"
"Di meja. Bentar gue ambilin dulu."
Ellie menyerahkan ponsel jadul itu ke arah Abi. Namun, setelah ditekan-tekan ponsel itu tidak mau menyala. Abi juga sudah mengetuk-ngetukannya, memasang dan melepas batrainya tetapi hasilnya tetap nihil. Layar ponsel tetap gelap.
"Mungkin gara-gara kemarin kebentur jadinya layarnya mati total Bi. Soalnya gue pernah pengalaman kaya gitu."
"Apa bisa dibenerin El?"
Ellie mengangkat bahunya. "Nggak tau. Coba nanti dibenerin. Sekarang makan dulu ya Bi. Keburu dingin."
Abi menghela nafasnya dengan berat. Ia mengambil mangkuk bubur itu dan memakannya dengan pelan-pelan karena bibirnya yang robek terasa ngilu ketika digerakkan.
"Semoga aja Bilqish nggak khawatir..." batin Abi.
***
"Sudah sesuai rencana?" tanya seseorang dari balik mobil hitam.
Lelaki dengan badan kekar itu mengangguk dengan mantap. "Sudah tuan. Tepat saat lampu di seluruh desa padam."
Lelaki dengan jas hitam itu tersenyum dengan bangga. "Bagus," ucapnya lalu mengeluarkan amplop dari dasbor mobilnya dan memberikannya kepada orang tersebut.
Dengan tersenyum senang orang bertato itu menghitung uang yang ada di amplop. Uang dengan jumlah puluhan juta sudah berada di tangan, sesuai kesepakatan bersama. Sungguh pekerjaan yang mudah dengan hasil yang luar biasa. Dia menyukainya.
"Terima kasih tuan."
Mobil berwarna hitam itu lalu melesat pergi ketika rencananya berhasil dan kesepakatan yang terjalin berjalan dengan lancar. Di balik kemudinya, ia tersenyum lalu tertawa dengan renyah. "Rasakan pembalasanku..." gumamnya.
***
"Tau Abi nggak?" tanya Bilqish kepada salah satu teman Abi yang keluar dari kelas.
"Hari ini Abi nggak masuk..." jawab orang itu.
Mendengar jawaban dari salah satu teman sekelas Abi sontak membuat Bilqish mengernyit heran. Tumben, tak biasanya Abi tak masuk kuliah seperti ini apalagi tanpa kabar. Perasaan Bilqish semakin tidak enak mengingat percakapan mereka di telepon juga terputus tiba-tiba. Sepertinya ada yang tidak beres.
Bilqish lantas bergegas pergi setelah jam kuliahnya telah selesai. Ia hendak pergi ke rumah Abi untuk memeriksa sendiri kondisi lelaki itu. Namun, ketika ia hendak masuk ke dalam mobil, seseorang muncul di hadapannya.
"Aaron!" panggil Bilqish dengan terkejut lantaran kedatangan Aaron yang tiba-tiba dan tanpa memberitahunya sama sekali. "Katanya kamu ada rapat hari ini?"
Aaron mengangguk. "Udah selesai. Aku ke sini mau ngajak kamu makan siang. Yuk!"
Tentu ajakan Aaron tak bisa ia tolak. Ia juga tak enak jika terus menerus membicarakan Abi di hadapan kekasihnya. Ia memahami Aaron. Ia pasti tak nyaman jika dirinya mengkhawatirkan lelaki lain padahal dia sendiri memiliki kekasih walaupun hubungannya dengan Abi hanya sebatas teman. Sebatas itu. Ia bahkan menganggap Abi seperti Riko dan Vian. Tak lebih.
"Yuk! Mau makan apa?" tanya Bilqish yang langsung mengiyakan ajakan Aaron. Kepergiannya ke rumah Abi bisa ditunda nanti. Waktunya dengan Aaron tak banyak, ia harus bisa memanfaatkannya selagi bisa.
"Aku ada rekomendasi restoran baru dari teman. Mau ke sana?"
Bilqish mengangguk. "Boleh. Tapi mobilku?"
"Biar nanti diurus sama sopir ya. Yuk!" Aaron langsung menggandeng tangan Bilqish dengan halus lalu mereka berdua masuk ke dalam mobil menuju restoran yang sudah Abi siapkan.
"Oh iya Ron, besok ada acara makan malam. Ayah mau kamu ikut," kata Bilqish membuka pembicaraan kepada Aaron.
"Jam berapa?"
"Yah, sekitar jam 6 lah. Nanti kamu ke rumah aja dulu. Bisa?"
Aaron mengangguk. Tangannya yang kekar mengusap rambut Bilqish dengan lembut. "Tentu sayang. Tentu bisa."
Siapa sih yang tidak luluh diperlakukan semanis itu? Bahkan Bilqish yang hatinya seperti batu langsung meleleh seperti es yang mencair. Aaron memiliki sejuta pesona yang tidak bisa diragukan lagi. Apalagi di usianya yang masih muda, lelaki itu tergolong mapan. Tampilannya juga sungguh menawan. Kaum hawa saja pasti akan menoleh dua kali ketika melihatnya datang.
Mobil sudah terparkir apik di depan restoran dengan puluhan papan karangan bunga sebagai ucapan selamat atas terbukanya restoran. Mereka berdua turun, saling bergandengan. Tampak hampir seluruh mata menatap mereka berdua dengan aneh. Tidak, mereka menatap Bilqish dengan aneh. Pasalnya kostum yang mereka gunakan sangat jomplang sekali. Aaron dengan jas hitam rapinya sedangkan Bilqsih dengan celana jeans hitam dan kemeja hitam kotak-kotak. Tapi nampaknya mereka berdua tak peduli.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Aaron mempersilahkan Bilqish untuk memesan makanan terlebih dahulu.
"Pasta carbonara satu. Sama hmm apa ya? Strawberry milkshake satu."
"Udah?"
Bilqish menggeleng. "Steak satu sama kentang goreng deh."
"Nah gitu dong!" Aaron terkekeh. "Ya kali kamu makan pasta doang."
"Ngejek nih ngejek!"
"Tambah pasta satu sama kopi satu ya Mbak."
"Baik Pak Bu. Silahkan ditunggu ya," pelayan yang sudah menulis segala pesanan tadi akhirnya pergi. Bilqish masih sibuk menatap restoran yang indah itu. Apalagi di sampingnya terdapat kaca yang menghadap langsung ke arah outdoor. Mereka tak kesana karena cuaca lagi terik. Jadi mereka memilih di ruangan indoor.
"Pak Aaron?" Seseorang datang menyapa. Bilqish dan Aaron yang mendengar itu serempak menoleh. Salah satu klien Aaron datang, tak sengaja bertemu di sini.
"Joanna?"
Halloooo akhirnya nih bisa update kekekek hayoloooo makin agak masuk problem yah wkwkwk semoga kalian tetap menantiii see youu guysss luvvv
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top