39

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Keperluannya di kampus sudah selesai dan Aaron berencana untuk menjemputnya hari ini. Akhirnya ia menunggunya di taman depan kampus.

Di tengah terik matahari yang menyengat, Bilqish menengadah, membiarkan wajahnya terkena sinar itu yang datang dari balik dedaunan. Sejuk dan nyaman.

Di tengah ia menikmati angin sepoi-sepoi yang menyapu wajahnya, sebuah benda dingin menempel di pipinya.

"Udah nunggu lama?" Aaron datang membawa brown sugar boba kesukaan Bilqish. "Maaf ya, tadi aku beli ini dulu soalnya."

Bilqish mengangguk dengan sumringah. Cuaca panas seperti ini memang paling enak minum brown sugar boba yang menyegarkan. "Makasi ya..." kata gadis itu sembari menyeruput minumannya.

"Itu tangan kamu kenapa?" Aaron segera mengecek tangan Bilqish yang terbalut dengan perban. Suaranya terdengar sangat panik bahkan raut wajahnya khawatir. "Kamu luka?"

Bilqish menggeleng. Ia segera menarik tangannya ketika Aaron mencoba untuk memperhatikannya. Ia hanya tidak ingin ditanyai lebih lanjut mengenai masalah yang tergolong sepele tersebut. "Aku gapapa kok. Tadi cuma kegores."

"Kegores apa kok sampe diperban gini? Sakit banget ya? Mau dibawa ke dokter?" Tanya Aaron bertubi-tubi.

"Aaron... Aku gapapa. Ini cuma luka kecil kok."

"Kamu yakin?"

Bilqish mengangguk sembari menyeruput minumannya lagi. "Lagipula sekarang udah ada boba. Aku pasti cepet sembuh!" ucapnya.

"Gara-gara boba atau aku?" Kini Aaron menggoda. Alisnya naik turun membuat Bilqish tertawa.

"Apaan sih!" Tak terbiasa digoda seperti itu membuat wajah Bilqish tersipu malu. Wajahnya merah padam bak tomat yang sudah siap dipanen. Lucu.

Di tengah asiknya mengobrol bersama, tiba-tiba ponsel Aaron berbunyi. Lelaki itu menatap sekilas layar ponselnya lalu menatap ke arah Bilqish seolah meminta persetujuan.

"Gapapa angkat aja," kata Bilqish.

Aaron berdiri dari duduknya lalu mengangkat telepon sedikit menjauh dari tempatnya duduk. Lelaki itu nampak berbincang serius lalu tersenyum kemudian. Bilqish memperhatikannya dari tempatnya berada. Entah mengapa melihat Aaron sungguh membuatnya masih tak percaya bahwa lelaki itu adalah kekasihnya. Miliknya.

Beberapa mahasiswi yang berlalu-lalang di area taman sempat curi-curi pandang ke arah Aaron seolah mengagumi figur lelaki itu. Bilqish yang melihatnya langsung melotot tajam ke arah mereka seolah dari matanya ia mengatakan bahwa "Jangan tatap, dia pacarku!" hingga membuat mereka semua kicep seketika, tak mau berurusan dengan Bilqish yang sudah sangat terkenal di kampus ini.

Aaron kembali setelah hampir lima menit mengobrol. Lelaki itu melihat Bilqish yang masih meminum bobanya bak anak kecil.

"Dari staff aku sayang. Katanya sebentar lagi ada meeting," kata Aaron menjelaskan. "Yaudah aku anter kamu pulang dulu ya?"

Bilqish mengangguk. Mereka berdua akhirnya meninggalkan taman kampus dan masuk ke dalam mobil. Namun, sebelum itu sebuah bunyi lonceng sepeda terdengar dari luar bersamaan dengan seseorang yang terus memanggil nama Bilqish.

"Abi? Ngapain?" tanya Bilqish keluar lagi dari mobil Aaron untuk menemui Abi dengan sepedanya.

"Ini tadi aku beli salep. Diolesin yang rutin biar lukanya nggak ada bekas."

"Repot-repot banget sih lo! Btw Thanks ya!"

Abi mengangguk. "Salam buat Mas Aaron."

Gadis itu mengangkat jempolnya ke udara. "Yaudah gue balik dulu ya Bi!"

"Hati-hati Bil!" Abi melambaikan tangannya di udara bersamaan dengan mobil Aaron yang melaju kencang di sampingnya.

Di balik itu, Aaron menatap Abi dengan tatapan nyalang. Lelaki itu juga menggenggam kemudinya dengan erat. "Oh jadi ini semua ulah Abi? Awas aja lo!" batin Aaron kesal.

***

Seperti saran yang diberikan oleh Aaron beberapa waktu lalu, Bilqish, Stella, dan Vian menuju tempat Drake untuk membicarakan hal penting mengenai pergantian posisi Riko dalam band karena lelaki itu masih dalam tahap rehabilitasi. Mereka bertiga berharap bahwa Drake mau bergabung ke band mereka untuk sementara, minimal sampai Riko sembuh dari kecanduannya.

"Gimana Drake?" tanya Bilqish setelah menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke toko musik miliknya itu.

"Gue berharap lo mau ikut Drake. Sementara sampai Riko pulih," tambah Vian.

Drake diam. Ia nampak berpikir dan mempertimbangkan jawaban yang akan ia berikan karena posisinya ia juga harus menjaga toko musiknya.

"Biasanya manggung jam berapa sampai jam berapa?" tanya lelaki itu.

"Jam 9 sampai maksimal jam 12 an lah. Gue juga nggak boleh pulang malem-malem. Ntar selesai manggung lo boleh langsung cabut, Drake. Untuk pembagian keuntungan bisa langsung ditransfer besoknya. Tenang, kita selalu transparansi masalah itu. Oh ya, kita juga bisa sambil sponsorin toko musik lo ini. Bawa banner sekalian juga bisa. Itung-itung iklan gratis kan? Gimana?" jelas Stella dengan strategi marketingnya yang tiada lawan.

Mendengar kata sponsor dan iklan gratis membuat Drake mengangguk-angguk. Sepertinya ini bisa dijadikan ajang promosi yang bagus untuk toko alat musiknya. Nggak ada salah juga kan dia memulai band lagi setelah sekian lama vakum.

"Boleh deh," jawab Drake akhirnya. "Tapi..."

Ketiga orang itu langsung tersenyum mendengar jawaban Drake. Namun, senyuman itu kian luntur ketika kata pengecualian itu disebut. Mendadak jantung mereka kembali berdisko. Menunggu jawaban Drake layaknya menunggu jawaban dewan juri ketika audisi. Menegangkan.

"Semua alat musik yang dipake manggung dari gue. Sekalian promosi," lanjutnya membuat Bilqish, Stella, dan Vian bernafas lega. Kalau gini mah mereka berterima kasih kepada Drake yang mau meminjami mereka alat musik.

"Gue kira apaan Ya Tuhan... Boleh... Boleh banget. Kita malah yang harusnya berterima kasih Drake," ucap Bilqish dengan senyum lega.

Drake mengangguk dan mereka akhirnya berjabatan tangan secara bergantian sebagai bentuk peresmian kerja sama mereka. Senyum senang nampak terpancar di ketiga insan itu yang akhirnya menemukan solusi sesuai yang diharapkan.

"Vi gue sama Stella mau makan dulu, lo ikut nggak?" tawar Bilqish kepada Vian.

Lelaki itu menggeleng. "Nggak deh Bil. Gue mau ke studio ambil stik drum yang ketinggalan. Kalian makan aja."

"Yaudah tiati ye sob!" Stella mengangkat tangannya ke udara diikuti senyuman oleh Vian. "Yoi!" jawabnya.

Akhirnya Bilqish dan Stella berangkat menuju salah satu kedai makanan langganan mereka sejak semester satu. Di sana, mereka mengobrol banyak hal sembari menunggu makanan mereka datang.

"Jadi gimana lo sama Aaron?"

"Fine. Baik-baik aja. Tapi akhir-akhir ini dia agak sibuk gitu."

Stella mengangguk. "Gue baru tau lo bisa sebucin itu njir," kekeh gadis itu.

"Ya gimana, dia juga suka ngegoda gue. Kaya apa ya so sweet iya, bisa jadi pendengar baik iya, bisa jadi pacar sekaligus temen. Paket komplit gitu."

"Kalo Abi?"

Bilqish menghentikan tangannya mengaduk es jeruk lalu menatap Stella dengan raut kebingungan. "Abi kenapa?"

"Ya lo sama Abi. Gimana?"











Anyeonggg! Selamat membaca lagi kisah ini yaaa hihi aku harap kalian masih menunggu kabar publish cerita ini. Yang masih stay kalian hebat banget banget banget! Luvvv

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top