35
Matahari sudah terbit menyising, panas tepat di atas kepala, membakar siapa saja yang berada di bawahnya. Namanya juga di Jakarta, kalau tidak panas ya macet, kata penghuninya.
Di tengah teriknya matahari yang menyinari, Stella meletakkan dagunya di atas meja ketika ujiannya telah selesai dan ia menghampiri Bilqish di ruang ujiannya. Gadis itu masih berkutat dengan ponselnya, entah sedang mencari apa. Mungkin malah sedang berchat ria dengan sang kekasih? Stella nampak tak peduli.
Dingin. Itulah yang Stella rasakan ketika hembusan AC dibiarkan begitu saja mengenai tubuhnya. Bilqish merasakan hal yang sama, bedanya gadis itu segera bangkit beberapa waktu kemudian, membuat Stella protes. "Mau kemana?"
"Mau ke Naturelove."
"Naturelove? Perusahaan yang sahamnya lagi naik-naiknya itu?"
Stella pengamat saham. Ia ikut dengan hal begituan untuk mendapatkan uang melalui trade dan berbagai bahasa lain yang tidak Bilqish ketahui. Jadi wajar kalau ia tahu perusahaan beserta harga sahamnya sekarang. Benar-benar pemuda milenial.
"Itu perusahaannya nyokapnya Riko, La."
Keterkejutan Stella bertambah dua kali lipat. Bahkan gadis itu menganga, membiarkan giginya mengering sesaat karena diterpa udara AC yang dingin. "Sumpah lo?"
Bilqish mengangguk. "Gue sama Aaron mau ke sana buat beritahu kondisi Riko sekarang. Lo mau ikut?"
Tanpa babibu Stella segera menyambar tasnya dan berdiri. Gadis itu mengangguk kuat-kuat. Kapan lagi coba ia akan pergi ke perusahaan tersebut. Namun, di sisi lain ia juga berkewajiban untuk membantu Riko selaku sahabatnya itu. Ini namanya sekali mendayung dua pulau terlampaui.
Karena Aaron ada rapat dadakan, Bilqish akhirnya pergi ke kampus menggunakan mobilnya sendiri. Sekarang ia akan pergi ke kantornya Aaron untuk menjemput lelaki itu. Sebenarnya ia merasa berdebar sekarang mengingat ini pertama kalinya Bilqish akan mengunjungi kantornya Aaron sebagai kekasihnya. Dulu ia pernah ke sana bersama ayahnya, tetapi sekarang beda lagi. Jujur, Bilqish gugup setengah mati.
Mobil itu berhenti tepat di parkiran perusahaan. Mereka berdua lantas masuk dan menuju lift. Aaron bilang, mereka langsung saja menuju lantai sebelas, tempat di mana kantornya berada dan menunggunya tepat di kantin kantor itu saja.
Lift tersebut berdenting tepat di lantai sebelas. Mereka berdua lantas keluar. "Bil, gue ke kamar mandi dulu ya. Lo duluan aja."
Bilqish mengangguk. Ia akhirnya menuju ke sebuah kafetaria dan melihat seseorang yang berperawakan seperti Aaron duduk di ujung bangku sana. Dari belakang saja, Bilqish sangat yakin bahwa itu ada kekasihnya.
Sebuah senyuman hadir di bibir Bilqish. Gadis itu segera menuju Aaron. "Sayang!" panggil Bilqish membuat lelaki yang membelakangi Bilqish segera menoleh dengan terkejut. Benar, lelaki itu Aaron. Namun, ia tidak sendiri. Ia bersama dengan seseorang, membuat Bilqsih tak enak hati. "Maaf maaf aku kira kamu sendiri tadi. Yaudah dilanjutin dulu aja. Maaf jadi ganggu."
"Oh enggak kok, kita udah selesai, ya kan Ron?" Gadis di hadapan Aaron itu tersenyum dengan ramah.
"Iya. Tapi kamu kok udah di sini? Pulang cepet ya?" tanya Aaron di tengah keterkejutannya.
Gadis itu mengangguk. "Iya, tapi kamu beneran udah selesai? Kalau belum aku nunggu dulu gapapa."
Kini giliran Aaron yang mengangguk. "It's Okay. Oh ya, kenalin ini client aku Joanna. An, ini pacarku, Bilqish."
"Joanna. Panggil aja Anna."
"Bilqish."
Mereka berdua bersalaman bertepatan dengan Stella yang datang. Gadis itu terkejut melihat keberadaan Joanna, namun ia lebih memilih untuk diam. Tak mau banyak berbicara. Ia melihat gelagat Joanna dengan tatapan yang tak dapat dideskripsikan. Aneh dan tajam, seolah mengerti sesuatu dan berusaha menyembunyikannya. Bilqish tahu itu, perubahaan ekspresi Stella ketara sekali. Namun, ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakannya.
"Yaudah Ron, Bil, La gue cabut dulu ya. Ron, jangan lupa laporannya buat besok." Joanna meninggalkan ketiganya menuju salah satu bilik ruangan.
"Yuk!" Aaron menggandeng tangan Bilqish menuju lift. Mereka berdua nampak bermesraan tepat di hadapan Stella, membuat gadis itu menghela nafas.
"Tiket ke Mars jam berapa yah? Di bumi panas banget berasa ngontrak!" sindir Stella membuat Aaron dan Bilqish tertawa.
***
Tak sampai lima belas menit mobil Bilqish berhenti di sebuah perusahaan bertuliskan Naturelove di depannya. Mereka bertiga segera keluar menuju meja resepsionis untuk mengutarakan maksud dan tujuan mereka datang ke sini. Untung saja kemarin Aaron sudah membuat janji dengan Bu Alisa sehingga mereka bertiga tak perlu menunggu terlalu lama untuk menemuinya.
Ruangan Bu Alisa berada di lantai lima. Aaron sendiri sudah beberapa kali datang ke sini untuk melakukan kerja sama. Berbeda dengan Bilqish dan Stella yang sedari tadi takjub dengan interior perusahaan yang sangat minimalis dan menarik. Jika perusahaan milik Keylan lebih mengutamakan kepada interior pencampuran antara Asia dan Eropa, perusahaan ini hampir keseluruhan berinterior khas Eropa. Walaupun begitu, nuansa kantor begitu nyaman dan hawanya sungguh sejuk. Bahkan beberapa kali Stella mengambil potret interior indah itu di ponselnya.
"Pantes aja sahamnya naik terus," batin Stella ketika melihat interior perusahaan yang menkajubkan tersebut.
"Permisi," ucap Aaron sembari mengetuk pintu ruangan Bu Alisa.
"Masuk!"
Setelah diberikan titah demikian, Aaron, Bilqish, dan Stella masuk ke ruangan tersebut. Aroma lavender langsung menyeruak menusuk hidung.
Ruangan di hadapannya kini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pas untuk ruangan seorang wanita bekerja. Segala barang yang ada di sana juga tertata rapi dan sangat bersih. Sikap perfeksionis terlihat jelas dalam pancaran aura Bu Alisa.
"Pak Aaron? Bilqish? Stella? Yuk duduk dulu," kata Bu Alisa menyelesaikan beberapa berkas yang harus ditandatangani sebelum menghampiri kolega beserta kedua sahabat anaknya tersebut.
Walaupun sibuk bekerja, Bu Alisa masih sempat memperhatikan Riko sehingga ia mengetahui Bilqish dan Stella yang pernah Riko ceritakan sebagai sahabatanya sekaligus kawannya dalam bidang musik.
"Buatkan minuman, tiga." Bu Alisa berbicara di telepon lalu menuju sofa yang sudah diduduki tiga orang tersebut untuk berasalaman.
"Ya ampun, Bilqish dan Stella. Udah lama banget yah kita nggak ketemu," kata Bu Alisa sembari cipika cipiki dengan Bilqish dan Stella lalu bersalaman secara resmi dengan Aaron.
"Iya Tante, udah lama banget ya. Terakhir kayaknya tiga bulan lalu waktu ulang tahunnya Riko," timpal Stella diikuti anggukan oleh Bilqish.
"Ah, Tante ingat. Yang kalian prank Riko kalau kucingnya mati itu kan?"
Bilqish dan Stella mengangguk sembari tertawa. "Bener Tan, Riko sampe mau nangis gara-gara kucingnya dikabarin meninggal itu."
Bu Alisa ikut tertawa mengungkit kejadian tempo hari itu. Melihat wajah Riko yang cemas, takut, dan khawatir ketika Mimo, kucingnya diberitakan mati oleh dirinya agar Riko pulang cepat membuat mereka semua tertawa melihat Riko mempercayainya. Bahkan lelaki itu pulang dengan tangisan. Padahal itu semua hanya bohongan belaka. Sontak tindakan Riko yang cengeng membuat mereka yang ada di sana tertawa terbahak-bahak.
"Jadi, tujuan kalian menemui saya untuk apa ya?"
Aaron berdehem sebentar. Kini gilirannya untuk berbicara mengingat pasti Bilqish dan Stella sulit untuk memulainya. Apalagi memberikan kabar buruk ini kepadanya.
"Jadi begini Bu, kami selaku temannya Riko ingin membicarakan beberapa hal menyangkut keadaan Riko sekarang."
"Memangnya Riko kenapa?" suara Bu Alisa terdengar sangat cemas dan khawatir. Raut wajahnya juga berubah.
"Beberapa hari yang lalu salah satu teman kami tidak sengaja bertemu Riko. Dia sedang dikejar beberapa orang dan setelah ditelusuri, mereka adalah sekelompok rentenir yang menagih hutang kepada Riko," lanjut Aaron.
Sontak saja Bu Alisa menutup mulutnya karena terlalu terkejut dengan berita yang Aaron sampaikan. "Ta—tapi saya sudah memberikan Riko cukup uang. Bahkan saya yakin semua keperluan Riko tercukupi. Tapi kenapa dia sampai bisa berhutang dengan rentenir?"
Aaron menatap Bilqish dan Stella. Kedua gadis itu menghembuskan nafasnya lalu mengangguk, setuju untuk memberitahu keadaan Riko lebih lanjut. "Berita ini akan mengejutkan Bu Alisa. Jadi, saya mohon Bu Alisa harus siap dengan kenyataan ini. Saya harap Bu Alisa juga tetap mendampingi Riko sebagai anak Ibu dengan sepenuh hati karena saat ini Riko seperti sedang tersesat dan butuh bantuan untuk jalan pulang."
"Pak Aaron, maksud Pak Aaron apa?"
Bilqish memberikan ponselnya di atas meja. Gadis itu menyalakan sebuah rekaman suara yang ia rekam beberapa hari yang lalu ketika Riko jujur kepadanya. Ia melakukan ini sebagai bukti dan ancaman agar Riko tidak berbuat macam-macam sesuai dengan ide Abi. Untung saja Abi memberikan ide tersebut dan sangatlah berguna sekarang.
Suara Riko terdengar di putaran rekaman tersebut. Bu Alisa mendengarnya dengan saksama. Ia merasa begitu terkejut dengan pernyataan yang anaknya buat. Kecanduan narkoba? Sungguh Bu Alisa tak pernah berpikir bahwa anaknya akan berbuat sejauh ini bahkan hal ini terjadi karena depresi yang Riko dapat pasca pengumuman perceraian Alisa dan Tom. Sungguh tersayat hari Bu Alisa mendengarnya. Ia merasa bersalah hingga air mata tak terasa jatuh di pipinya.
"Se—sekarang dimana Riko berada Bil? Dimana saya bisa menemui anak saya satu-satunya itu?" tanya Bu Alisa dengan terisak.
"Dia aman bersama teman kami Tan. Kami bisa mengantar Tante ke sana kalau perlu."
"Baik, kita ke sana sekarang ya!"
Ketiganya langsung kompak mengangguk.
"Baik Bu."
"Baik Tante."
Menurut kalian adakah bagian yang mengganjal dari part ini? Coba tebak? Wkwkwk
Btw maaf banget yaa aku slow update. Kemarin masih hectic uas guysss. Yang mau ujian aku doain semoga lancar dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Aamiin
See you kapan-kapan!!! Byeee luvvv
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top