30
Bilqish mengendarai mobilnya untuk pulang. Namun, di tengah perjalanan setetes demi setetes air turun dari langit. Dari awalnya yang pelan, tiba-tiba berubah menjadi begitu lebat. Hujan datang, bertepatan dengan hati Bilqish yang begitu gundah hari ini.
"Sial!" umpat gadis itu ketika jalanan di depannya sungguh macet. Memang di kota metropolitan seperti ini macet menjadi hal yang lumrah. Apalagi di saat hujan melanda. Semua mobil pasti akan keluar dan memenuhi jalanan. Pasti.
Bilqish mengulurkan tangannya untuk menyalakan speaker mobil yang tersambung di akun musiknya. Sebuah lagu milik Billie Eilish berjudul Bored terputar, mendominasi indra pendengaran Bilqish. Lagu bernada mellow itu sukses membuat keadaan Bilqish yang gundah jadi semakin gundah. Entah karena apa. Mungkin karena jawaban Abi pagi tadi yang tidak bisa lepas dari pikirannya.
I'm not afraid anymore
[Aku tak takut lagi]
What makes you sure you're all I need?
[Apa yang buatmu yakin kaulah yang kubutuhkan?]
Forget about it
[Lupakan saja]
When you walk out the door and leave me torn
[Saat kau berjalan pergi dan tinggalkan aku dengan putus asa]
You're teaching me to live without it
[Kau mengajariku tuk hidup tanpanya]
Bored, I'm so bored, I'm so bored, so bored
[Bosan, ku sangat bosan]
I'm home alone, you God knows where
[Aku sendirian, kaupun tahu ku dimana]
I hope you don't think that shit's fair
[Ku harap kau tak menganggap situasi ini adil]
Bilqish bernyanyi keras pada bagian reff itu dengan sepenuh hati, seolah lagu itu merasuk ke dalam jiwanya. Hawa dingin dari hujan deras di luar sana membuat gadis itu kian mendalami perasaannya.
Jalan sudah semakin lenggang. Sedikit demi sedikit Bilqish menjalankan kendaraanya untuk keluar ke jalur utama. Ia akan mencari jalan tikus atau jalan pintas jika ingin pulang ke rumah dengan cepat.
Namun, di tengah jalannya, tiba-tiba mobilnya bergerak tidak seimbang. Bannya seolah meliuk-liuk tidak sesuai dengan kemudinya. Pergerakannya juga menjadi aneh, seperti ada yang mengganjal di sana. Bilqish berusaha mencerna apa yang terjadi hingga matanya melotot ketika melihat tiang listrik tepat di hadapannya. Gadis itu menginjak pedal rem dengan mendadak sehingga badannya terhuyung ke depan. Untung saja badan mobilnya tidak menabrak tiang tersebut. Namun, ia dapat merasakan ada yang aneh terjadi pada kendaraan roda empat tersebut.
Jantung Bilqish berdetak dengan cepat. Gadis itu ngos-ngosan. Tangannya mengeluarkan keringat dingin, bahkan sedingin udara di luar sana. Ya Tuhan! Hampir saja ia menabrak tiang listrik yang ada di depannya. Hampir saja mobilnya hancur. Hampir saja kecelakaan terjadi.
"God!" gumam Bilqish terlampaui shock. Gadis itu terdiam sebentar dengan nafas yang menderu. Ia menatap ke depan dengan tatapan kosong, berusaha mengendalikan dirinya yang masih mencerna apa yang baru saja terjadi padanya. Jika saja ia telat menginjak rem, mungkin ia sudah menabrak tiang di sana. Hancur sudah badan mobil kesayangannya tersebut.
Setelah dirasa perasaannya tenang, Bilqish berusaha mencari payung di sekitarnya. Ia kemudian keluar dari mobil untuk mengecek apa yang terjadi dengan mobilnya di tengah badai hujan yang melanda.
"Kok bisa kempes gini sih?" Bilqish menghela nafasnya kala melihat ban depannya kempes di salah satu sisi. Apakah karena tertusuk paku? Atau ada hal lain? Entahlah.
Bilqish kembali ke dalam mobil. Lagunya masih terus berputar membuat gadis itu menghentikannya dan membiarkan suara hujan menjadi saksi kesialannya hari ini. Apalagi jalanan di sini sangat sepi, tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan. Bahkan toko-toko juga tutup sekarang.
Tangan Bilqish sibuk mengscroll nama-nama di dalam kontaknya. Mungkin Aaron akan membantunya saat ini.
Bunyi panggilan berdengung. Namun, tak ada tanda-tanda bahwa Aaron akan menjawab. Bilqish kembali menelepon nomer Aaron berkali-kali. Namun, hasilnya nihil. Kemana Aaron? Kenapa tidak mengangkat panggilannya?
Gadis itu akhirnya melakukan spam chat kepada Aaron, berharap Aaron akan melihatnya dan membalasnya.
Aaron?
Aaron?
Kamu dimana?
Mobilku bannya kempes. Bisa jemput nggak?
Aku ada di depan kedai takoyaki yang pernah kita beli dulu. Di sini hujan deras.
Gimana Aaron?
Aaron?
Bilqish menghela nafasnya kasar. Ia kembali menelepon Aaron. Tetapi lagi-lagi hasilnya nihil.
"Aaron kamu dimana sih?" tanya Bilqish sembari mengigit kukunya dengan cemas.
Sebuah peringatan batrai yang hampir habis membuat Bilqish kembali mengumpat. "Sialan! Kenapa harus sekarang sih!" kesalnya.
Menyerah dengan Aaron, Bilqish mulai menelepon adiknya, Bima. Namun, ia jadi teringat jika adiknya sedang melakukan ujian juga sekarang. Jadi, tak mungkin jika ia mengganggunya. Akhirnya Bilqish mengurungkan niatnya tersebut. Ia tak mau mengganggu konsentrasi adiknya.
"Masa iya gue ngehubungin Abi? Padahal baru aja tadi berantem. Mau ditaruh mana muka gue ha?" gerutu Bilqish.
Ia menyandarkan kepalanya di jendela, menatap air hujan yang turun di kaca mobilnya. Sebuah peringatan ponselnya akan sisa batrai yang Bilqish miliki membuat gadis itu frustrasi setengah mati.
"Okay, gue tetep marah sama dia. Tapi gue nggak punya pilihan lain," kata Bilqish mulai menekan nomer Abi dengan sedikit paksaan dan tekanan batin.
Tak sampai lima detik panggilan itu terangkat. Bilqish langsung bernafas lega, entah karena apa.
"Hallo? Abi?
"Hallo? Bilqish? Kamu kenapa?"
"Hmm gini... Gu—gue hampir nabrak."
"Ha?" Terdengar nada shock di sana. "Nabrak apa? Kamu gapapa? Sekarang dimana? Sama siapa?"
"Gue gapapa cuma ban mobil kempes. Sekarang gue ada di depan kedai takoyaki Jalan Anggrek Bi."
"Yaudah aku ke sana ya?"
" Tapi lo ke sini pake apa?"
"Di sana ada ban cadangan?"
"Kata Ayah dulu ada. Kayaknya sekarang juga masih ada."
"Yaudah tunggu. Aku ke sana. Jangan kemana-mana."
Panggilan telepon itu berakhir ketika logo nanas bolong terpampang jelas di layar ponsel. Yah, ponselnya akhirnya mati juga.
Bilqish menyandarkan kepalanya di kemudi mobil. Ia berulang kali menghela nafasnya dengan kesialan yang datang bertubi-tubi hari ini. Sebenarnya hari apa sih ini kok membuat Bilqish merasa emosi terus?
Sebuah ketukan di jendela membuat Bilqish tersentak. Gadis itu menoleh ke samping, mendapati seseorang tengah memakai mantelnya dan menerjang derasnya hujan. Dia adalah Abi.
"Masuk ke samping Bi," Bilqish memberi isyarat kepada Abi untuk masuk ke pintu samping. Tapi Abi menggeleng.
"Nanti mobilnya jadi basah," katanya dengan suara yang terdengar lirih di telinga Bilqish karena beradu dengan derasnya hujan.
Bilqish menggeleng. "Gapapa, masuk aja."
Menurut, Abi akhirnya masuk ke dalam mobil sembari melepas mantelnya agar mobil Bilqish tidak basah.
"Kamu gapapa? Ada yang luka?" Abi melihat seluruh tubuh Bilqish dengan teliti. Raut wajahnya cemas, bahkan deru nafasnya tidak karuan. Sepertinya ia sangat terburu-buru untuk datang ke sini.
Gadis itu menggeleng. "Gue gapapa Bi. Tadi hampir doang, nggak sampe nabrak kok!"
Abi menghembuskan nafasnya lega. "Alhamdulillah. Aku kira kamu kenapa-kenapa tadi," katanya dengan nada khawatir. "Ban yang kempes sebelah mana?"
"Itu yang kanan depan."
"Ban cadangan?"
"Di belakang."
Abi mengangguk. Lelaki itu memakai mantelnya lagi lalu bergerak keluar. Tak gentar sekalipun walau hujan tengah deras di sana mengguyur badannya. Ditambah angin yang kencang menusuk kulit bahkan sampai ke tulang. Dingin.
"Bil, duduk sini aja. Jangan keluar," titah Abi sebelum menghilang di balik mobil untuk mengambil perkakas yang ia bawa.
Namun, Bilqish tak mau menurut. Gadis itu malah keluar dengan payungnya, membuat Abi sedikit marah. "Kenapa keluar?"
"Gue pengen liat lo benerin mobil."
"Orang benerin mobil ya gitu-gitu aja Bil. Masuk aja. Ntar kena flu."
Bilqish menggeleng. Ia memegang payungnya kuat-kuat, takut jika terbawa angin yang sangat kencang.
"Bil!" Abi sedikit mengeraskan suaranya. "Bisa nurut sekali aja?" lanjutnya tegas.
Ini pertama kalinya Bilqish mendengar Abi sangat tegas hingga mengeraskan suaranya. Gadis itu sedikit terkejut, bahkan tak bisa merespon apa-apa. Ia terlalu linglung untuk mencerna situasi yang terjadi.
Lagi-lagi Abi menghela nafasnya. Lelaki itu berjalan di dekat sebuah warung yang sedang tutup lalu membawa kursi yang ada di sana. "Kalo mau lihat, duduk sini aja," ucapnya sembari menepuk bangku yang sudah Abi pindahkan di depan teras sebuah warung yang sedang tutup. Bahkan lelaki itu mengelapnya agar tidak terlalu basah.
Tak ada alasan menolak, Bilqish duduk di tempat itu dan melihat Abi kembali menerjang hujan lalu mengeluarkan ban cadangan dari belakang mobil Bilqish.
Dengan cekatan Abi mengganti ban tersebut dengan ban baru. Walaupun sedikit kesusahan, namun akhirnya ban tersebut dapat terganti seiring dengan hujan yang berangsur mereda, menimbulkan percikan ringan di langit.
"Thanks ya," kata Bilqish sembari tersenyum.
Abi mengangguk. "Nggih," jawabnya dengan aksen Jawa yang akhirnya keluar.
"Gue anterin pulang Bi. Masuk!"
Di tengah perjalanan menuju rumah Abi, keduanya saling diam. Entah mengapa suasana canggung terjadi. Bilqish merasa tidak enak terus menerus marah dengan Abi padahal lelaki itu sudah membantunya tadi. Namun, benar kata Stella. Jika musuhnya menjadi sumber kebahagiaan sahabatnya, kenapa ia harus menghalanginya? Kenapa ia harus repot-repot untuk melarang padahal itu bukan ranahnya lagi? Bukankah itu tidak adil?
"Bi..."
Abi yang menatap jendela mobil segera menoleh. "Iya Bil?"
"Abi..."
"Iya Bilqish, ada apa?"
Bilqish menatap Abi sebentar. "Kalo ternyata Ellie adalah orang yang lo pilihan, gue sebagai temen lo cuma bisa mendoakan dan mendukung lo Bi. Lancar-lancar ya sama Ellie. Kalau butuh saran, solusi, temen curhat, bilang aja. Gue selalu ada kok!"
Abi yang semula tersenyum langsung meredupkan senyumannya. Lelaki itu mengangguk. "Matur suwun ya Bil," katanya lalu kembali menatap jendela mobil yang masih menampilkan embun-embun hujan meskipub hujan sepenuhnya mereda karena sekarang hujannya telah berpindah di hatinya.
Hallo! Akhirnya setelah sekian abad ya MTM Update lagi hihi tentu saja di malam hari menjelang malam. Terpantau sekarang jam 22:47 nih updatenya wkwk. Semoga kalian ngga bosen2 ya sama cerita ini. Thank you🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top