27

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Bilqish mengerjapkan matanya perlahan ketika cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela kamarnya. Gadis itu hendak merentangkan tangannya ke udara, tetapi tiba-tiba ia berteriak, terkejut melihat seseorang nampak santai duduk di sofa kamarnya dengan buku di genggaman.

"Pagi," sapa lelaki itu sembari tersenyum.

"Aaron? Ngapain ke sini?" tanya Bilqish yang terkejut melihat kekasihnya sudah nangkring di sana sepagi ini. Apakah artinya lelaki itu juga melihat Bilqish sedang tidur tadi? Dengan tampang ngoroknya juga? Ya Tuhan...

Aaron menutup bukunya lalu menghampiri Bilqish. Lelaki itu memberikan segelas susu kepada gadis itu dengan penuh perhatian. "Minum dulu Bil," katanya.

Bilqish menurut. Ia meminum susu coklat itu dengan tandas tak bersisa. Memang minum susu coklat hangat di pagi hari sungguh nikmat. "Udah."

"Aku mau minta maaf kemarin nggak jadi jemput kamu. Aku ada rapat dadakan. Batre hpku mati..."

Bilqish menghembuskan nafasnya kasar. Mengingat kejadian kemarin membuat emosi Bilqish meluap lagi. Ia begitu kesal dengan lelaki itu yang tidak mengabarinya sama sekali. Apalagi ia harus menunggu berjam-jam tanpa sebuah kepastian. Bilqish membencinya. "Nggak ada charger? Power bank?"

Aaron menggenggam tangan Bilqish dengan lembut. Lelaki itu tampak menyesal telah melakukan hal demikian kemarin. "Aku lupa bawa. Aku udah berusaha menghubungi kamu, tapi kamu tolak."

"Ha? Maksudnya?"

"Aku pinjam hpku temenku buat calling kamu. Tapi kamu nggak angkat."

Ah, Bilqish jadi ingat. Kemarin ada beberapa nomer tidak dikenal yang memanggilnya. Ia kira itu nomer spam atau penipuan sehingga ia menolaknya berkali-kali, bahkan memblokirnya. Ia tidak menyangka jika saat itu Aaron berusaha menghubunginya. Bilqish saja yang terlalu parno terhadap nomer tidak dikenal. Maklum, ia pernah terkena penipuan akan hal itu. Saat itu ia sedang duduk di bangku SMA. Ada nomer tidak dikenal sedang menelponnya, katanya adiknya tengah mengalami kecelakaan serius. Tentu tanpa basa-basi Bilqish mentransfer uang kepada rekening sang penelpon yang katanya digunakan untuk biaya rumah sakit agar Bima dapat segera ditangani. Ternyata itu adalah penipuan. Bima malah sedang asyik bermain bola dengan teman-temannya.

"Aku kira itu nomer spam," kata Bilqish. "Akhirnya aku blokir."

Aaron tersenyum. Ia memaklumi tindakan gadis itu. "Dimaafin kan?"

Tak ada yang bisa Bilqish lakukan selain mengangguk. "Tapi lain kali bawa charger sama power bank. Aku nggak suka nunggu, kamu tau itu."

"Siap ibu negara!" pekik Aaron sembari memberi hormat layaknya prajurit ke komandannya. Hal itu membuat Bilqish tertawa. Melihat Aaron pagi ini sudah cukup membuat gadis itu melupakan masalah yang ada. Baginya, Aaron adalah obat bagi setiap masalah. Perlakuannya kepadanya membuat Bilqish terasa begitu istimewa dan Bilqish tak pernah sebucin itu dengan orang lain jika bukan Aaron orangnya.

***

"Nanti aku jemput ya?"

Bilqish mengangguk sebelum keluar dari mobil Aaron. Di saat itulah dari arah belakang Stella merangkul Bilqish dengan senang. "Kalo udah punya pacar mobil dianggurin cui! Buat gue aja gimana Bil?" goda Stella.

"Trus mobil lo buat apa?"

"Buat pajangan," kekeh gadis itu.

"Bil, La... Aku kerja dulu ya..." Aaron menancap gasnya meninggalkan area kampus setelah melambaikan tangannya kepada kedua gadis itu.

"Apa tadi? Aku-kamu?"

Bilqish segera berjalan meninggalkan Stella di belakang. "Apa sih La!" gerutunya. Padahal ia sedang menyembunyikan semburat merah yang ada di pipinya. Mendengar Stella yang terus menggodanya membuat Bilqish merasa malu. Sangat malu.

"Abis ujian gue mau nemuin Riko. Lo mau ikut?" tanya Bilqish kepada Stella.

"Boleh. Masalah kemarin ya?"

"Heem. Gue nggak enak ngerasa musuhan sama Riko. Nggak nyaman. Ntar juga si Vian ikut kok. Kita bicarain bareng-bareng."

Stella mengangguk. Ia setuju dengan ucapan Bilqish. Memang paling tidak enak ketika sedang bermusuhan dengan teman sendiri. Pasti rasanya kepikiran mulu dan merasa bersalah. Ingin rasanya permasalahan segera berakhir agar mereka bisa menjadi sepeti dahulu.

Bilqish dan Stella akhirnya berpisah di sebuah belokan karena gedung fakultas mereka berbeda. Bilqish di gedung fakultas ekomoi dan bisnis sedangkan Stella di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Gadis itu mengambil jurusan ilmu pemerintahan.

Saat masuk ke gedung, seseorang segera malambaikan tangannya ke udara. "Bilqish!" panggilnya.

Sebuah senyuman terbit di bibir Bilqish. Gadis itu membalas lambaian tangan Abi dan menghampirinya. "Ada apa?" tanya gadis itu.

"Nih," Abi memberikan sekotak bekal berisi roti dengan selai coklat keju kepada Bilqish. "Belum sarapan kan?"

Mulut Bilqish menganga. Ia tidak percaya Abi akan membawakan bekal untuknya. Ia sudah sangat rindu dengan masakan Abi dan syukurlah lelaki itu memberikan makanan karena ia lupa sarapan tadi di rumah. Aaron harus cepat-cepat berangkat ke kantor dan dirinya harus segera ke ruangan untuk ujian.

"Gue nggak nyangka lo ngasih ini. But, Thanks ya," ucap Bilqish tulus.

Abi melihat arlojinya yang ada di tangan kirinya. "Masih ada lima belas menit sebelum masuk ujian. Makan satu roti dulu nanti abis ujian makan yang satu lagi. Ya?"

"Siap! Yaudah gue ke ruangan ujian dulu ya!"

"Semangat! Aku tau kamu bisa!" pekik Abi memberi semangat kepada Bilqish dengan mengepalkan tangannya ke udara. Hanya dengan ucapan semangat itu sudah mampu mengisi energi di tubuh Bilqish. Ia yakin, mata kuliah yang sulit ini bisa ia selesaikan dengan baik. Ia tak mau usaha Abi mengajarinya selama ini akan berakhir sia-sia. Ya, Bilqish bisa! Bilqish pasti bisa!

***

Suasana mencekam menyelimuti ruangan studio. Di sana sudah ada Bilqish, Stella, dan Vian yang menunggu kedatangan Riko. Mereka tengah mengadakan rapat tetapi sudah hampir tiga puluh menit, Riko tidak kunjung datang juga.

"Vi, coba telpon Riko dong," kata Bilqish yang sudah lelah menunggu sahabatnya itu datang. Padahal ia ingin membicarakan hal serius kepadanya, tetapi yang ditunggu malah tak kunjung datang.

"Oke, wait..."

Vian merogoh ponselnya lalu mendekatkannya ke telinga. Lelaki itu mondar-mandir dengan perasaan cemas ketika hanya nada tersambung yang ia terima. Tak ada jawaban. Riko sepertinya sengaja tidak menjawabnya.

"Nggak dijawab," kata Vian kembali duduk di sofa.

Bilqish menghela nafasnya dengan kasar. Ia menatap Stella. "Coba lo La..."

Stella mengangguk. Gadis itu segera menghubungi Riko tetapi hasilnya tak jauh berbeda dengan Vian. Tak ada jawaban. Hanya ada nada tersambungkan yang terdengar.

Bilqish mengusap wajahnya dengan gusar. Ia sudah mengharapkan hari ini menjadi hari akhir pertengkaran dirinya dengan Riko. Tetapi nyatanya tidak semudah itu. Lelaki itu mungkin terlanjur sakit hati dengan perilaku Bilqish ke arahnya atau mungkin ia sudah terlanjur kecewa dan tidak mau berteman lagi dengannya.

"Trus gimana?" tanya Bilqish yang sudah bingung dan pasrah.

"Kita tunggu Riko aja Bil. Mungkin dia masih butuh waktu sendiri untuk merenung semua yang dia lakuin," balas Vian berusaha menenangkan Bilqish.

"Iya Bil. Mungkin Riko masih butuh waktu."

Bilqish menerima saran dari kedua temannya. Mereka akhirnya pulang dengan tangan kosong. Tak ada hasil atas apa yang mereka lakukan. Hal itu tentu membuat Bilqish sangat sedih dan kacau.

Saat Bilqish hendak menunggu jemputan Aaron, seseorang bertudung hitam nampak melewati dirinya. Bilqish tau siapa orang itu. Dengan cepat, gadis itu mengejar lelaki itu yang sudah jauh melangkah.

"Riko! Tunggu Riko!" teriak Bilqish sembari terus berlari, tetapi orang yang ia panggil tidak menoleh sedikitpun.

Bilqish hendak berlari lebih jauh, tetapi seseorang menepuk pundak Bilqish. Gadis itu menoleh, mendapati Aaron tengah terengah-engah di belakangnya. "Kamu ngejar siapa?"

Langsung saja Bilqish memeluk Aaron. Tangis gadis itu pecah. Ia meluapkan semua rasa kesal dan sedihnya di dada bidang lelaki itu. Aaron sendiri terus menerus mengusap punggung kekasihnya untuk menenangkannya. "Tenang Bil... Tenang..."

Bilqish terisak. Entah mengapa perasaan takut mulai menghantuinya. "Aku tadi liat Riko... Dia... Dia kurus banget dan matanya sayu. Riko keliatan kayak orang linglung. Beda banget sama apa yang aku temui dulu. Aku takut Ron... Aku takut kalau cerita Drake dulu terjadi sama Riko..."

"Hust... Riko nggak bakal kenapa-kenapa. Kamu nggak perlu khawatir. Percaya sama aku. Ya?"

Bilqish diam. Ia ingin percaya perkataan Aaron tetapi hatinya mengatakan hal yang lain. Ia sudah terlanjur memikirkan hal buruk terhadap sahabatnya itu. Bagaimana jika dugaannya benar? Bagaimana jika kisah Stefanni akan terjadi kepada Riko? Ya Tuhan, Bilqish benar-benar tak kuasa jika hal itu terjadi kepadanya.


Hai hai! Kisah Riko masih belum tuntas ya hehe gapapa seru kok! Ini mengangkat kisah persahabatan gitu guys hehe

Semoga kalian masih stay ya sama cerita ini dan terus menikmati alurnya. Terima kasih! Luv kalian semuaa❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top