26

"Kalian mau sampe kapan diem-dieman gini?" tanya Abi sembari memberikan dua cup booba kepada kedua gadis yang tengah melakukan perang dingin itu. "Nggak capek?"

Bilqish dan Ellie kompak menggeleng tanpa berniat melepas tatapan tajam nan menusuk satu sama lain.

Abi menghembuskan nafasnya berat. "Kalian belajar aja dulu. Kalau ada yang nggak paham tanya ya," ucapnya lalu kembali ke kasir untuk melayani pembeli. Sebenarnya ini bukan jam bekerjanya tetapi Adit tiba-tiba memiliki urusan mendadak sehingga ia dan salah satu temannya bertugas menggantikan.

Untung saja hari ini kedai boobanya tidak terlalu ramai. Jadi ia bisa sekalian membantu Bilqish dan Ellie belajar walaupun mereka berdua nampak terus bertengkar satu sama lain. Bahkan laptop mereka tak tersentuh sama sekali.

"Abi!" panggil Bilqish. "Yang ini gimana?" tanyanya.

Abi datang untuk melihat paper milik Bilqish. Lelaki itu lantas menjelaskan kepada Bilqish mengenai mata kuliah pengantar bisnis yang sudah ia lalui di semester lalu. Tak lama setelah itu, Ellie menarik lengan Abi untuk meminta penjelasan.

"Eh Kambing, Abi belum selesai jelasin main tarik-tarik aja lo!" ungkap Bilqish kesal.

"Emang lo doang yang butuh? Gue juga butuh!"

Bilqish langsung naik pitam. "Tapi gue duluan yang minta penjelasan ke Abi! Buta lo?"

"Lagian dijelasin pun lo mana paham sih? Sok paham iya," kata Ellie meremehkan.

Mendapat penghinaan seperti itu tentu membuat Bilqish tidak terima. Ia tak suka diremehkan, itu melukai harga dirinya. Gadis itu segera berdiri dan menggebrak meja dengan keras. "Jaga ya omongan lo!" kata Bilqish menunjuk Ellie dengan amarah yang meluap-luap.

Ellie juga ikut-ikutan berdiri, tak gentar sedikitpun melihat kemarahan Bilqish. "Kenapa? Lagipula gue bicara fakta kok!"

Bilqish hendak menampar Ellie karena menurutnya omongan gadis itu benar-benar sudah kelewatan. Tetapi Abi dengan sigap melerai. Lelaki itu menyuruh Bilqish dan Ellie duduk kembali ke tempatnya. "Ya Gusti... Kalian berdua kenapa ribut mulu?"

"Dia tuh!" ucap keduanya bersamaan.

Abi mengacak rambutnya frustrasi. Ia bingung harus melakukan apa agar dua gadis ini tidak ribut dan bertengkar seperti ini.

Ini juga menjadi kali pertama Bilqish dan Ellie melihat Abi sefrustrasi itu. Jika biasanya Abi adalah pribadi yang tenang dan mampu mengatasi masalah dengan tenang, kali ini ia berbeda. Ia terlihat bingung dan tak tahu harus berbuat apa atas kekacauan yang mereka perbuat. Tentu berdamai bukanlah jawabannya. Mereka pasti akan menolak ide itu mentah-mentah. Lantas bagaimana caranya mereka dapat bersama tanpa saling bertengkar serta membuat keributan?

Abi menumpukan tangannya di tengah-tengah meja. Ia lalu menulis beberapa peraturan yang harus disepakati oleh kedua gadis itu selama meminta Abi untuk mengajari mereka.

Peraturan itu ada beberapa hal, seperti :
1. Dilarang ribut, saling mengejek, saling menghina, melakukan kekerasan fisik ataupun lisan selama pembelajaran berlangsung
2. Jika ingin bertanya, angkat tangan terlebih dahulu. Apabila ditemukan persamaan waktu dalam bertanya, maka kedua belah pihak harus melakukan suit.
3. Pembelajaran dilakukan di waktu dan tempat yang telah disepakati.
4. Wajib menjaga ketenangan dalam proses pembelajaran. Tidak boleh memainkan gadget untuk hal-hal yang tidak penting.
5. Peraturan selanjutnya menyusul
6. Kedua belah pihak setuju dengan peraturan yang berlaku dan sanggup menerima sanksi apabila melanggar peraturan.

"Baca dulu," titah Abi memberikan secarik kertas itu yang langsung dibaca bersamaan oleh Abi dan Bilqish.

"Ha? Nggak boleh main hp?"

Abi mengangguk. "Kalau nggak penting nggak boleh. Nanti malah nggak fokus."

"Tidak boleh berisik juga? Mendengarkan lagu?" tanya Bilqish.

"Fungsi earphone apaan woi?" balas Ellie.

Bilqish menatap sinis ke Ellie. "Gue tanya ke Abi, bukan ke elo anjir! Nyaut aja kayak Sapi," timpal Bilqish.

"Tuh Bi! Dia ngelanggar peraturan pertama!"

"Yaelah laporan banget sih lo! Disahkan aja belom!"

Abi kembali menghela nafasnya dengan lelah. Ia ragu peraturan yang ia buat akan berhasil. "Bagi yang melanggar akan membayar denda. Gimana? Setuju?"

Bilqish dan Ellie mengangguk setuju. Mereka akhirnya menandatangani kontrak peraturan itu sebagai bentuk pengesahan. Mereka berdua lantas kembali belajar dan syukurlah sejauh ini masih berjalan kondusif.

Abi memperhatikan keduanya dari kasir. Jika tenang dan dalam keadaan begini mereka terlihat sangat akur dan cocok menjadi sahabat. Sifat mereka begitu sama dan yah mungkin bisa melengkapi satu sama lain. Bilqish dengan emosi yang meluap-luap dan Ellie yang lebih mampu mengontrol emosinya. Perpaduan yang sangat pas!

Jam sudah menunjukkan angka lima. Waktunya jam sift Abi berakhir diikuti kedua gadis itu yang mengakhiri belajar mereka untuk hari ini. Keduanya tengah berberes meja dan hendak pulang.

Bilqish nampak menelpon seseorang. Ia mondar-mandir dengan perasaan gugup.

"Kok nggak diangkat sih?" gumam Bilqish.

"Ada apa Bil?" tanya Abi.

"Oh ini, Aaron katanya mau jemput tapi ditelpon nggak diangkat." Bilqish kembali menelpon nomer Aaron. Tetapi hanya nada tersambung yang terdengar.

"Mau bareng kita aja? Aku sama Ellie mau ke toko buku di bawah," ajak Abi. Namun, Bilqish menggeleng. Ia lebih memilih menunggu Aaron di sini sesuai perjanjian mereka beberapa jam yang lalu.

"Nggak deh Bi, gue nungguin Aaron aja. Kalian bisa pulang kok paling sebentar lagi Aaron ke sini."

Abi mengangguk. Ia akhirnya pergi dengan Ellie walaupun tak rela. Tetapi jika ia memaksa, memangnya siapa dirinya? Siapa dirinya yang bisa memaksa Bilqish untuk menuruti ajakannya di saat pacarnya akan datang? Tentu jika Abi menjadi Bilqish, ia akan melakukan hal yang serupa.

Kepergian Abi dan Ellie membuat hati Bilqish dilanda sepi. Ia hanya bisa melihat orang yang berlalu-lalang di sekitaran mall dengan harapan bahwa ada Aaron di sana.

Mereka sudah janji akan menemui Drake setelah ini untuk membahas masalah gitar Stefanni yang beberapa waktu lalu senarnya putus. Tetapi, sampai detik ini tak ada kabar lagi dari Aaron. Dichat tidak dibalas apalagi ditelpon. Kemana dia?

Jam terus berputar. Adzan magrib berkumandang. Sudah hampir satu jam Bilqish duduk sendirian menunggu Aaron datang. Mungkin lelaki itu sedang terjebak macet atau mungkin sedang ada rapat dadakan dengan klien. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Tak mau menunggu lama, Bilqish akhirnya menelpon Stella. Ia ingin menceritakan hal ini kepada sahabatnya. Jujur ia sangat kesal sekarang kepada Aaron dan ia butuh teman bicara. Menunggu bukanlah kebiasaannya. Menunggu adalah sesuatu yang paling Bilqish benci.

"Hallo La?"

"Iya Bil, ada apa?"

"Keluar yuk! Gue mau cerita sesuatu..." ucap Bilqish.

Stella nampak diam di sana. Gadis itu tak mengatakan apapun membuat Bilqish bingung.

"La, bisa ngga?"

"Duh, kayaknya nggak bisa deh Bil. Gue lagi ada tugas..."

Bilqish menghela nafasnya kasar. "Yaudah deh... kapan-kapan aja kalo gitu," ujar Bilqish.

"Sorry ya bebs... Lain kali gue traktir deh. Ini tugasnya beneran nggak bisa ditinggal..."

Bagi penggila nilai seperti Stella tentu Bilqish memakluminya. Tentu meninggalkan tugas demi bersenang-senang bukanlah tipe Stella sama sekali. Apalagi jika deadlinenya sudah mepet. Gadis itu pasti sangat susah diajak keluar.

Bilqish mematikan telponnya. Ia kembali melihat chat yang ia kirim kepada Aaron. Tak ada sama sekali yang belum terbaca. Gadis itu lantas berjalan keluar mall sembari menelpon seseorang lagi.

"Vi, bisa jemput gue ngga?" kata Bilqish pada Vian.

***

Setelah menunggu selama sepuluh menit, Vian akhirnya datang menggunakan mobilnya. Ia sebenarnya cukup terkejut tiba-tiba Bilqish menelponnya tadi. Ia takut Bilqish kenapa-kenapa makanya tanpa basa-basi lelaki itu langsung kemari.

"Ada apa Bil? Kenapa muka lo kusut banget dah?"

Bilqish menatap jendela mobil Vian yang menampilkan gedung tinggi Kota Jakarta yang dipenuhi lampu warna-warni. "Aaron katanya mau jemput gue tadi. Tapi sampai sekarang belum bales chat gue."

Sontak saja Vian tertawa sangat keras membuat Bilqish bingung. "Kenapa ketawa?"

"Emang ya kalo udah jatuh cinta orang bisa berubah 180 derajat."

Bingung, Bilqish bertanya. "Maksud lo?"

Vian menatap sahabatnya itu lekat-lekat sebelum akhirnya kembali menatap ke jalanan. "Bukannya dulu lo itu cewek mandiri yang kemana-mana sendiri oke? Kenapa sekarang nggak dijemput aja udah uring-uringan sih Bil? Tapi gapapa sih, hal itu wajar menurut gue. Artinya lo udah memberikan kepercayaan kepada Aaron buat menjadi bagian dari hidup lo. Jadi kalo nggak dilakuin sama-sama pasti ada rasa yang hilang. Maunya deket terus, maunya bareng terus. Sekalinya nggak bareng kayak orang linglung nggak tau arah. Bener kan?"

Bilqish meresapi setiap kata yang Vian ucapkan. Jujur, apa yang dikatakan Vian seratus persen benar. Entah mengapa ia ingin dekat terus dengan Aaron. Ingin melakukan banyak hal dengan lelaki itu. Rasanya tidak mau pisah. Mengingat Aaron tak mengabari sama sekali juga membuat dada Bilqish sesak seolah ada rasa yang hilang. Padahal sebelum bertemu Aaron, Bilqish tidak seperti ini. Bilqish tidak semanja ini, dia adalah pribadi yang mandiri dan tangguh. Tetapi mengapa kini berbeda? Apakah ini efek dari jatuh cinta?

"Idih, sok pengalaman lo!"

Vian tertawa. "Mau makan dulu?"

"Boleh. Burger aja gimana?"

"Lo selalu sama pikirannya sama gue Bil! Kita emang sahabat sejati dah!"

Mobil Vian akhirnya berhenti di salah satu restoran cepat saji CMD yang ada di salah satu daerah di Jakarta. Mereka memesan dua burger besar, soda, dan juga kentang goreng. Bilqish juga menambah kebab sebagai tambahan makanannya.

"Bil, lo udah ngomong sama Riko setelah hari itu?"

Bilqish menggeleng. "Gue belum ketemu Riko setelah hari itu. Kalo lo?"

"Sama... Dia jarang masuk kelas. Gue cariin di ruang latihan juga nggak ada," jawab Vian sembari memakan burgernya.

Mendengar keadaan Riko setelah hari dimana Bilqish menamparnya tak ayal membuat gadis itu kepikiran. Rasa bersalah itu meluap lagi ke permukaan. Ia harus menyelesaikan semuanya ini sesegera mungkin.

"Gue harus ngomong sama Riko, Vi... Gue merasa bersalah banget udah nampar dia."

Vian menggeleng. Ia menatap Bilqish dalam karena melihat raut khawatir dan cemas Bilqish yang sangat ketara sekali. Inilah istimewanya gadis itu. Ia bisa secuek-cueknya dengan orang lain, tetapi bisa menjadi sosok penyayang dan penuh cinta dengan orang yang menurutnya berharga dan berarti. Maka dari itu, hanya orang-orang tertentu yang bisa merasakan hal itu. Orang-orang beruntung itulah yang pantas mendapatkan kasih sayang Bilqish yang begitu mahal harganya.

"Riko emang salah Bil. Stop salahin diri lo sendiri atas kejadian itu. Oke? Gue bakal bantu ngomong sama Riko. Dia pasti ngerti dan ngakui kesalahannya."

"Ya, semoga aja..."






Hallo! Akhirnya kembali lagii hehe sebenarnya mau up kemarin tapi kemarin ada rapat gitu jdinya ketunda. Maaf yaaa. Jangan bosen2 baca cerita ini yaaa. Thank youuu🥰🥰❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top