24
Acara syukuran itu sudah selesai dengan kekesalan yang menyelimuti hati Bilqish. Hampir semua tamu sudah pulang kecuali Aaron, Abi, dan beberapa teman bandnya.
"Kenapa Riko bisa bersikap kayak gitu sih?" Tanya Bilqish yang mondar-mandir di hadapan teman-temannya yang tengah duduk di sofa. Jujur, walaupun ia sangat marah dan kesal kepada Riko, Bilqish sendiri tak bisa berhenti memikirkan sahabatnya itu. Ia juga merasa menyesal telah membentaknya tadi. Tadi itu refleks karena Bilqish merasa ucapan Riko sudah keterlaluan dan ia tak menyukainya.
"Gue mau bilang palingan Riko lagi PMS tapi baru nyadar kalo dia bukan cewek," celetuk Vian membuat semua orang di sana menatapnya dengan tajam seolah berkata 'ini bukan saatnya untuk bercanda'. Hal itu membuat dirinya kembali ringsuk ke dalam sofa yang empuk.
Abi yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. "Sepertinya yang dibilang Mas Riko benar. Akar permasalahannya adalah keberadaan saya di sini. Saya memang tidak pantas—"
"Abi! Lo ngomong apa sih?" Bilqish langsung menyela. "Baru tadi lo bilang kalo semua makhluk itu sama di mata Tuhan, tapi kenapa sekarang jadi pesimis gini?"
Abi sendiri tak tahu mengapa ia menjadi pesimis seperti ini. Ia hanya merasa bersalah telah membuat Bilqish dan Riko bertengkar apalagi posisinya dia adalah pendatang dan menjadi sumber masalah atas pertikaian itu. Keberadaannya membuat Riko tidak nyaman dan ia menyadari hal itu.
"Maaf..." Abi berdiri dari duduknya. Lalu ia berpamitan pulang karena perasaannya mengatakan ia tak bisa berlama-lama di sana. Ia perlu berpikir jernih atas semua yang terjadi.
Bilqish hendak menyusul Abi dan mencegah lelaki itu pergi, tetapi Aaron menahan tangan Bilqish. Lelaki itu menatap Bilqish dengan tatapan menenangkan. "Biarin Abi pergi Bil. Dia butuh sendiri."
Keadaan semakin runyam. Bilqish sangat bingung berada di posisi sekarang. Tentu ia tidak bisa memilih antara Abi atau Riko. Keduanya memiliki tempat sendiri di hatinya. Semoga saja ia mempunyai cara untuk menyatukan mereka berdua pada tali persahabatan.
***
Abi menatap hamparan sawah yang ada di hadapannya. Sepulang dari rumah Bilqish, lelaki itu mampir sebentar di sebuah gubuk yang ada di tengah sawah. Gubuk ini juga yang menjadi saksi bisu awal kedekatan Abi dengan Bilqish saat gadis itu membantunya mengajar mengaji di musholla. Jika dipikir-pikir kejadian itu sudah berlangsung lama sekali. Bahkan sampai sekarang Aisyah mencari keberadaan Bilqish agar bisa mengajarinya mengaji lagi.
Melihat magic hours di hamparan sawah ditemani angin semilir mampu membuat Abi merasa tenang walaupun pikirannya berkecamuk. Andai saja ia tidak masuk terlalu jauh dalam kehidupan Bilqish, mungkin gadis itu tidak akan bertengkar dengan sahabatnya. Andai saja Abi hanya sebatas menjadi pembimbing, tanpa bergerak sejauh itu, mungkin hubungan persahabatan itu tidak bermusuhan seperti sekarang. Andai saja...
Abi mendesah berat. Ia bingung harus melakukan apa agar perasaan bersalahnya ini menghilang. Apalagi ketika melihat Bilqish begitu sedih setelah membentak Riko tadi terus terbayang-bayang di benak Abi. Bilqish tak pernah sesedih itu dan merasa sebersalah itu sebelumnya. Pasti persahabatan antara mereka terjalin begitu erat.
Sebuah panggilan telepon masuk. Abi mengambil ponsel mininya dari saku. Ternyata itu panggilan dari Bilqish.
"Abi?"
"Iya Bil?"
Bilqish terdiam lama sebelum melanjutkan bicaranya. "Masih mikirin yang tadi?"
Kini Abi yang diam. "Iya..."
"Gapapa. Riko biar gue yang urus. Gue juga perlu minta maaf udah bentak dia tadi."
"Aku juga akan bantu bicara ke Riko."
"Nggak usah. Biar gue aja. Gue mau jelasin ke dia kalau sikap kayak gitu itu salah. Dia harus tau bahwa harta nggak bisa menentukan status seseorang. Dia harus paham bahwa nggak ada perbedaan derajat antara satu orang dengan orang lainnya. Semua itu sama..."
Abi mengangguk. Tak ada yang bisa ia ucapkan selain kata terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Bilqish yang sudah mau membelanya walaupun harus mempertaruhkan persahabatan mereka. Padahal apa yang dilakukan Bilqish adalah sebuah keharusan. Jika ada sahabat yang melakukan kesalahan, sepatutnya diberitahu dan dinasihati sebagaimana benarnya, bukan malah membiarkannya terus tersesat dalam kesalahan tersebut. Itulah gunanya seorang sahabat, saling menasihati dan mengarahkan ke jalan yang baik.
"Lo tau nggak Bi gimana gue bisa sahabatan sama Riko?"
"Memangnya gimana?"
Bilqish tertawa di ujung telepon. Gadis itu merasa lucu saja mengingat awal pertemuan dirinya dengan Riko. "Dulu mobil gue mogok di jalan. Di situ posisinya nggak ada bengkel terdekat dan ponsel gue batrenya abis. Nggak bisa minta bantuan siapa-siapa. Apalagi saat itu lagi hujan deras."
"Lalu?"
"Lalu datang Riko sama ketiga temennya. Mereka naik motor gitu sambil pake mantel. Awalnya mereka ngelewatin mobil gue doang sampe akhirnya ada yang nyadar kalau kap mobil gue kebuka. Mereka akhirnya puter balik dan bantu gue. Nah si Riko inilah yang paling jago ngotak-ngatik mesin mobil. Di tengah hujan pun dia rela benerin mobil gue sedangkan temen-temennya bantu cari pertolongan. Saat itulah gue nggak bisa ngelupain jasa Riko sampe akhirnya kita berteman dan bikin band bareng.
Dari situ juga gue yakin Riko itu orangnya baik. Dia emang posesif gitu sama sesuatu yang menjadi miliknya. Biasalah, dia punya prinsip kalo sesuatu yang dekat sama dia, itu jadi miliknya. Makanya dia nggak mau miliknya kenapa-napa gitu."
Abi mengangguk. Mendengar Bilqish bercerita membuat dirinya terhibur. Perasaan cemas tadi mendadak hilang. "Iya, Mas Riko keliatan kalo dia orang baik."
"Tolong maklumi dia ya Bi. Kali ini aja. Besok gue bantu bicara," pinta Bilqish.
Lalu sambungan telepon itu mengarah ke berbagai macam arah. Mereka membahas acara syukuran tadi dan bagaimana ibu-ibu sangat menyukai molen buatan Abi. Tak hanya itu, Abi juga menceritakan mengenai keterlambatannya tadi. Hal itu membuat Bilqish tertawa. Bagaimana tidak? Ternyata Abi terlambat karena saat ia bersiap-siap, molen yang ia goreng gosong. Akhirnya ia kembali membuat dari awal pada beberapa adonan. Jika hanya membawa yang tidak gosong tentu jumlahnya sangat sedikit. Jadi, mau tak mau ia harus membuatnya lagi. Untung hasilnya tidak terlalu mengecewakan.
***
"Kak?" Bima masuk ke dalam kamar Bilqish. Adiknya itu seolah tak betenaga dan hanya tiduran di atas kasur milik Bilqish. "Keluar yuk?"
Bilqish yang tengah bermain ponsel langsung menatap adiknya yang tengah menatap langit-langit kamar. "Tumben banget. Kenapa?"
"Gapapa. Pengen cari udara segar aja."
Melihat kekalutan yang akhir-akhir ini melanda adik semata wayangnya itu membuat Bilqish sedikit prihatin. Tentu ia tak bisa menolak permintaan Bima. Lagipula keluar di jam seperti ini cukup bagus untuk dijadikan sebuah refreshing. Sekarang pukul sebelas malam. Setengah dua belas tepatnya.
Bilqish sudah menggunakan hoodie hangatnya. Mereka berdua juga sudah ijin kepada Keylan untuk keluar mencari angin sebentar.
Untuk menikmati udara malam yang menyegarkan, Bima dan Bilqish keluar menggunakan si Max, motor milik Bima. Mereka berkeliling menyusuri Kota Jakarta yang agak sepi malam itu. Beberapa orang nampak masih nongkrong di kafe dan trotoar. Yang lainnya hanya mobil dan motor yang lalu lalang pada tujuannya masing-masing.
"Kak?" panggil Bima.
Bilqish mendekatkan dirinya ke tubuh Bima. "Ada apa?"
Ada jeda yang cukup lama sebelum Bima bicara. "Tadi Bunda tanya ke gue."
"Tanya apa?"
"Apa gue mau pergi ke Jerman? Maksudnya bukan karena paksaan, bukan juga karena kakek tapi dari kemauan gue."
Bilqish sudah tahu ini. Bundanya sudah membicarakannya tadi. "Trus lo jawab apa?"
"Gue bingung. Di sisi lain gue nggak mau ninggalin Sena yang lagi kacau sekarang. Tapi di sisi lain kakek lagi butuh bantuan kita. Kalo bukan gue yang bantu kakek, siapa lagi? Aunty Keyra juga kenapa sih belom kawin-kawin?" umpat Bima kesal. Pasalnya umur Keyra sebenarnya sudah cukup untuk menikah. Entah mengapa wanita itu terus menundanya.
Sebuah pukulan mendarat di helm Bima dengan keras. "Heh lo kira nikah itu gampang? Main nikah-nikah aja! Mulut lo minta dikuncit ya? Lo juga apa nggak inget dulu Aunty Keyra pernah bermasalah sama pacarnya itu yang akhirnya ngebuat dia nggak percaya cinta lagi? Susah tau Bim kayak gitu. Trauma..."
Bima tentu ingat dengan kekasih terakhir bibinya itu. Dulu mereka bahkan sempat akan menikah, tetapi ternyata kekasihnya itu sudah beristri. Istrinya sudah hamil tua dan melabrak Keyra saat itu dan menyebutnya pelakor. Padahal Keyra sendiri tak tahu apa-apa. Bahkan Bima sampai pergi ke Jerman untuk memberi pelajaran pada pria itu yang telah membuat Keyra berduka.
"Iya Kak. Gue salah..." Bima menghentikan laju motornya karena lampu berwarna merah. Ia tengah melihat sekitar lalu matanya menangkap sebuah objek yang membuatnya terkejut. Lelaki itu lantas menelan ludah dengan susah payah sembari menatap kakaknya melalui spion. Bahkan sampai lampu sudah berwarna hijau, Abi masih belum melajukan motornya membuat kendaraan di belakangnya langsung memberikan klakson nyaring.
Bilqish yang melihat adiknya tengah bengong segera memukul punggungnya. "Lo mikirin apa sih Bim? Udah ijo tuh!"
Bima langsung melajukan motornya dengan cepat. "Nggak, nggak papa Kak. Cari makan yuk? Gue laper."
Bilqish mengangguk. Lagipula di malam seperti ini memang enaknya makan sesuatu yang enak.
"Kenapa dia ada di sana?" Batin Bima bertanya-tanya.
Gimana nih kisah dibalik persahabatan Riko dan Bilqish? Riko kan anaknya baek ye kannn hihi
Kasian yah Keyra. Ternyata itu yang bikin dia nggak nikah-nikah di usianya sekarang. Kalau diitung2 sih sekarang umur Keyra itu udah 26 tahun guys! Jadi cukup lah ya untuk menikah. Apalagi di keluarga Nugraha bener2 butuh penerus gitu. Nugraha gampang sakit2 hiks
Trus yang dilihat Bima kira2 apa yak? Ada yang bisa nebak?
Sesuai request langsung double update yaksss. Lanjotttt tapi tinggalin jejak dulu yukssss
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top