16

Akhirnya setelah menimang antara mandi atau tidak, Bilqish memilih untuk mandi sekaligus keramas untuk menyegarkan tubuhnya. Rasanya hari ini adalah hari yang melelahkan dan juga menyenangkan. Ia bisa bertemu dengan teman baru dan juga pengalaman baru. Tentu hari ini akan menjadi hari yang tak akan pernah ia lupakan.

Bilqish membasuh rambut basahnya menggunakan handuk kecil sembari menyalakan kompor untuk membuat kopi instan agar matanya tetap terjaga mengingat masih ada tugas yang menantinya. Setelah air mulai mendidih, ia menuangkannya ke dalam gelas berisi bubuk kopi goodbay beserta granule di atasnya bersamaan dengan ponselnya yang berdering tanda pesan masuk.

Aaron

Udah mau tidur?

Entah mengapa, pesan singkat itu membuat bibir Bilqish terangkat seketika.

"Ngapa dah lo senyum kek orang gila?" Tanya Bima yang tiba-tiba muncul dari dapur menggunakan masker greenteanya membuat Bilqish terkejut setengah mati. Ia kira hantu jaman sekarang berevolusi menjadi berwarna hijau setelah melihat lelaki itu.

"Kadapat anjir!" pekik Bilqish yang hampir menumpahkan kopi panasnya. "Ngapa sih lo Bim?"

Lelaki itu melewati Bilqish tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ia lalu mengambil air dingin dari kulkas sehingga membuat maskernya retak ketika ia meminumnya. "Chat dari Kak Aaron atau Kak Abi?"

"Kok lo tau Abi?"

Bima tersenyum bangga. "Lo pikir bisa nyembunyiin sesuatu dari gue?"

Bilqish berdecak. "Lo nguntitin gue ya?" tanyanya. "Atau lo bajak hp gue?"

"Gue? Melakukan hal itu semua? Kayak nggak berkelas aja." Bima mendekat kearah Bilqish, membisikkan sesuatu di telinga kakaknya itu. "Mata-mata gue banyak kakakku sayang."

"Bima! Jangan macam-macam ya lo!" teriak Bilqish ketika adiknya itu sudah berlari menaiki tangga lagi. Ya Tuhan gini amat ya punya adik laki-laki. Bisanya bikin emosi terus.

Bilqish mulai menaiki tangga setelah jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah cukup larut ternyata dan satu kata pun belum tertulis di lembar essainya. Sial! Mau mengerjakan sampai jam berapa kalau begini terus?

Pesan dari Aaron ia biarkan begitu saja. Malam ini ia akan fokus untuk mengerjakan tugasnya. Apalagi ia sudah berjanji kepada ayah dan bundanya untuk memperbaiki nilai di semester ini setelah nilainya anjlok di semester lalu.

Seperti perintah Abi tadi, Bilqish menelepon lelaki itu sembari menyalakan laptopnya. Panggilannya itu ditolak. Namun, tak beberapa lama setelah itu panggilan kembali masuk. Panggilan dari Abi.

Cukup aneh memang bagi Bilqish melakukan panggilan seperti ini. Bagaimana tidak? Di saat semuanya serba internet, Abi masih menggunakan komunikasi yang jadul berbayar pulsa. Di saat semuanya menggunakan line ataupun whatsapp, Abi masih bertahan menggunakan sms. Walaupun begitu, Abi tak merasa ketinggalan jaman. Lelaki itu bahkan update setiap berita yang ada. Ia juga tetap mendapatkan nilai yang bagus. Bahkan dengan keterbatasannya dalam sarana dan prasarana itu, Abi mampu menunjukkan bahwa dia bisa. Dia bisa bersaing dengan mahasiswa lainnya ada ataupun tiada sarana prasaran yang memadai.

"Hallo? Assalamualaikum Bilqish..." suara itu masuk di indra pendengaran Bilqish. Begitu kalem dan menenangkan.

Bilqish mengangguk. "Waalaikumsalam. Gimana Bi? Tadi udah gue sms kan topik buat essai gue?"

"Iya Bil... Cukup menarik sih tentang perkembangan uang tunai memengaruhi agama. Kamu udah coba cari referensi?"

"Belum lah hehe. Gue juga baru buka laptop sekarang."

Abi nampak tertawa di sana. "Yaudah gapapa. Coba saya cari di buku-buku lama saya. Kamu coba cari buku yang berkaitan dengan ekonomi cetak uang ya..."

Setelah diberi instruksi begitu, Bilqish langsung mengerahkan jari-jarinya menari di atas keyboard laptopnya. Melalui Mak Gugle, Bilqish mendapatkan banyak referensi baru yang langsung ia bacakan kepada Abi. Beberapa buku serta jurnal ia baca satu per satu ketika ada hal yang menarik langsung ia tulis di sebuah kertas sebagai bahan coret-coret.

Di lain tempat, Abi nampak membuka satu per satu bukunya yang lama, berharap ada referensi baru yang dapat ditambahkan untuk essai milik Bilqish. Walaupun sambil menguap lebar, Abi tetap melakukannya dengan teliti dan sepenuh hati. Ia tak mau mengecewakan gadis yang sudah percaya kepadanya.

Detik berganti detik. Menit berganti menit dan jam berganti jam. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Namun, pembahasan antara Bilqish dan Abi tidak pernah usai. Bahkan semakin malam semakin seru dan menarik. Rupanya mereka tak hanya membicarakan masalah tugas, melainkan ke kehidupan masing-masing. Dari sini pula Abi jadi tahu alasan mengapa gadis itu menyukai musik rock daripada musik lainnya.

"Dulu emang nggak terlalu suka sih. Tapi denger lagunya Avril jadi suka. Mulai saat itulah gue pengen banget kayak Avril. Dia keren dengan caranya sendiri, tanpa memperhatikan standar kecantikan yang dibuat orang-orang. Gue mau buktiin juga kalo cewek itu ngga harus dituntut lemah lembut. Cewek juga bisa keras dan nggak bisa diremehkan gitu aja."

Abi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kamu bener Bil. Tak ada yang bisa membatasi seseorang dalam berkarya, apalagi gender."

"Kalo lo, kenapa bisa merantau dari Banyuwangi ke sini?"

"Saya dapat beasiswa waktu SMA. Sebenarnya saya nggak mau ambil karena cuma ada saya sama ibu. Kalau saya pergi, ibu sama siapa? Bapak sudah meninggal waktu saya kecil. Tapi ibu selalu dukung saya untuk mengejar cita-cita saya. Ibu juga selalu menyemangati saya. Jadi, mau nggak mau saya ambil beasiswa itu dan pengen buat ibu bangga," jelas Abi dengan suara sedikit parau. Menceritakan tentang ibunya sungguh membuat lelaki itu merasakan kerinduan yang luar biasa terhadap sosok ibu. Namun, mengingat masih banyak kesibukan serta hal-hal yang harus ia kerjakan, Abi belum sempat pulang lagi. Mungkin terakhir saat Ramadhan tahun lalu. Itu pun tidak sampai satu minggu.

Mendengar cerita Abi membuat mata Bilqish berkaca-kaca. Ia dapat merasakan kerinduan seorang anak kepada ibunya, namun terhalang waktu dan ruang. Gadis itu pernah merasakannya setiap kali Dara pergi ke luar kota bersama Keylan. Walaupun cuma beberapa hari, terkadang ia begitu merindukan ibunya itu. Padahal itu hanya beberapa hari, lantas bagaimana jika sampai berbulan-bulan seperti yang dirasakan Abi? Apalagi lelaki itu tak punya ponsel yang digunakan untuk melakukan videocall. Mungkin hanya via suara saja. Tetapi apakah dengan itu ia akan merasa puas? Tentu tidak.

"Bilqish?" Tanya Abi ketika hanya mendengar kesunyian di seberang telepon. "Kamu sudah tidur?"

"Belum," jawab Bilqish sedikit serak.

"Istirahat dulu aja. Udah jam 1 malam. Dilanjut besok pagi di kampus gimana?"

Bilqish mengangguk. Ia sudah tak kuat berhadapan dengan laptop lagi. Punggungnya sudah sangat sakit dibuat duduk. Mungkin ide Abi bagus juga. Ia akan menyuruh adiknya itu untuk membangunkannya pagi-pagi sekali. "Boleh boleh," ungkap Bilqish dengan sedikit menguap.

"Dah Bilqish! Selamat malam dan selamat tidur..." kata Abi dengan lembut.

"Hmm," gumam Bilqish yang sudah ambruk di kasurnya dengan mata yang terpejam. Gadis itu sudah berada di mimpi indahnya.

"Semoga mimpi indah," bisik Abi lalu mematikan panggilannya itu.

***

Seperti janjinya, Bilqish akhirnya bangun pagi-pagi sekali. Walaupun jam enam bukan dikategorikan sangat pagi, tapi menurut Bilqish bangun jam segitu sudah merupakan sebuah rekor di hidupnya. Bahkan gadis itu tak melakukan sarapan agar bisa tiba di kampus lebih cepat. Jam mata kuliah akan dimulai pukul Sembilan dan sekarang sudah jam setengah tujuh. Baik, mereka hanya memiliki waktu dua jam untuk menyelesaikan semuanya. Waktu yang lumayan singkat.

Dengan terburu-buru, Bilqish mengendarai mobilnya menuju kampus. Untung saja jalanan tak semacet biasanya. Mungkin karena ia menggunakan jalan lainnya walaupun jaraknya lebih jauh.

"Bilqish jangan sampai usaha lo begadang kemarin sia-sia. Buat hari ini hari milik lo," kata gadis itu berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Jujur, ini pertama kalinya Bilqish datang ke kampus sepagi ini. Lihat, hanya beberapa mahasiswa saja yang berlalu-lalang di tepat ini. Koridor yang biasanya ramai nampak sepi. Bahkan, ketika ia sampai di kantin, hanya ada Abi di sana. Hanya ada Abi seorang diri yang melambaikan tangannya di udara ketika melihat Bilqish datang.

"Gila! Sepi banget kampus. Ini pertama kalinya loh gue dateng ke kampus jam segini!" teriak Bilqish menggebu-gebu.

Abi tersenyum tipis. Ini pertama kalinya juga ia melihat wajah Bilqish yang menggebu-gebu tak sabaran. "Gimana? Enak kan sepi begini?"

Walaupun Bilqish benci bangun pagi, tapi hari ini ia mengakuinya. Berangkat pagi ternyata sangat menyenangkan. Ia bisa menghirup udara segar yang belum tercemar polusi, tidak terjebak macet, bahkan kampus terasa seperti miliknya. Hell, rasanya bangun paginya hari ini terbayarkan dengan semua hal ini.

Tiba-tiba perut Bilqish keroncongan. Ia kelaparan. Nampaknya lain waktu ia harus membawa bekal dari rumah agar saat berngkat pagi seperti ini perutnya bisa bersahabat.

"Lapar?" Tanya Abi yang rupanya mendengar suara perut Bilqish.

Gadis itu mengangguk. "Gue nggak sarapan."

Lantas Abi mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah bekal. Bilqish nampak tak terkejut lagi melihat hal itu karena Abi memang sangat suka membawa bekal. Dulu, ia juga sudah pernah memakannya dan rasanya enak!

"Makan dulu, Bil. Hari ini saya bawa bekal sayur bening sama tahu," jelas Abi yang membuka bekalnya dan menyuruh Bilqish untuk mengambil sendok.

Menu itu terlihat sederhana. Hanya sayur bening dan tahu. Namun, ketika itu adalah buatan Abi, rasanya begitu menggugah selera. Bahkan, ini adalah sayur bening terenak yang pernah Bilqish makan.

Sementara Bilqish memakan bekal Abi, lelaki itu nampak mengoreksi essai yang kemarin mereka bahas. Laptop milik Bilqish sudah ada di hadapannya dan ia dengan cermat membenarkan hal-hal yang dirasa kurang.

Bilqish yang melihat Abi begitu serius membantunya mengerjakan tugas nampak terharu. Ya Tuhan, begitu baiknya lelaki ini. Ia rela datang pagi, membuatkan bekal, bahkan membantunya mengerjakan tugas tanpa mengeluh sedikitpun. Padahal apa yang lelaki itu dapatkan dari ini semua? Tidak ada. Bilqish merasa bahwa ia lah yang banyak diuntungkan di sini. Yang Bilqish lihat adalah pancaran ketulusan dari sosok Abi.

"Bilqish?" panggil Abi membuat lamunan gadis itu buyar.

"Hmm?"

"Mau teh hangat?" Tanya Abi yang menyodorkan botol sejenis termos kepada Bilqish.

Gadis itu mengangguk. Lengkap sudah sarapannya hari ini. Ditemani oleh sayur bening dan di akhiri dengan teh hangat. Sempurna!

Beberapa saat Abi mulai serius kembali mengetik satu demi satu kata ke dalam Mrs. Word. Beberapa kali ia melihat ke arah buku tuanya untuk memastikan bahwa informasi yang ia ketik benar adanya. Sedangkan Bilqish, gadis itu sudah terlelap lagi dalam tidurnya dengan posisi duduk. Antara kekenyangan dan hawa pagi yang membuatnya ngantuk.

Melihat Bilqish tidur tepat di hadapannya membuat Abi tersenyum. Lelaki itu memaklumi bahwa mungkin saja Bilqish lelah. Apalagi rutinitas ini masih terasa sangat baru baginya. Pasti Bilqish juga susah beradaptasi dengan ini sementara Abi sudah terbiasa. Bahkan ia sudah melakukannya semenjak duduk di bangku sekolah dasar.

Dulu, saat sekolah Abi pasti akan datang paling awal mengingat ia berangkat bersama ibunya yang saat itu berprofesi sebagai penjual di pasar. Jadi mau tak mau ia akan berangkat pagi sekali dan belajar di kelas sendirian sampai teman-temannya datang. Namun Abi sama sekali tak marah. Justru dengan hal itu membentuk pribadi Abi yang disiplin. Buktinya kebiasaan itu terbawa sampai ke bangku kuliah.

Jam sudah menunjukkan angka delapan bertepatan dengan essai yang sudah selesai Abi kerjakan. Namun, ia tak ada niatan untuk membangunkan gadis itu. Biarlah ia tertidur sebentar sebelum kelasnya di mulai jam Sembilan nanti sementara Abi akan memulai kelas jam sepuluh.

Lamat-lamat Abi memandangi wajah polos Bilqish yang tertidur pulas. Gadis itu nampak cantik dengan versinya sendiri. Walaupun terlihat garang, saat diam Bilqish akan terlihat begitu manis.

Sebuah deringan ponsel membuat Bilqish bergerak gusar. Gadis itu segera mengambil ponselnya yang ada di tas. Melihat nama Aaron di sana sontak membuat mata gadis itu terbuka lebar.

"Aaron? Ada apa?" Tanya Bilqish.

"..."

"Tapi gue udah ada di kampus."

"..."

"Sama Abi."

"..."

"Iya, nanti gue kabarin. Dah!"

Telepon dimatikan bersamaan dengan Bilqish yang menguap lebar bak kuda nil. "Gimana essainya Bi?"

Abi mengangguk. "Sudah selesai," jawabnya.

Sebuah senyuman terbit di bibir Bilqish. Ia segera membalikkan laptopnya agar menghadap ke arahnya. "Wah, berasa punya peri tugas nih gue. Bangun-bangun tugasnya dah kelar," kekeh gadis itu. "Thanks ya!"

"Iya, sama-sama Bilqish. Sekarang kamu buruan ke kelas buat siap-siap. Udah jam setengah sembilan soalnya," titah Abi sembari merapikan bekal yang ada di meja.

Bilqish yang melihat ada perubahan raut wajah Abi dari yang sebelum ia tidur dan sesudah tidur nampak heran. Kenapa lelaki itu jadi judes seperti ini sih? Atau gara-gara ia tak membantunya sama sekali?

"Bi, lo gapapa?" Tanya Bilqish bingung.

"Memangnya saya kenapa?" Abi balik nanya.

"Ng—nggak nggak papa. Gue ke kelas dulu ya," pamit Bilqish dengan perasaan yang campur aduk. "Oh ya, nanti selesai kuliah jangan pulang dulu ya!"

Abi mengangguk dengan senyum tipis. Aneh, apakah Abi marah dengannya?

Happy Sadnight!

Akhirnya bisa update lagi hehe

Kira2 Abi lagi marah ngga sih? Marah soal apa coba? Komen yaa!

See u next part bubyeee

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top