14
PLAY THE PLAYLIST
EXO CBX - DIAMOND CRYSTAL
***
"Eh Bi lo kelar kerja jam berapa?" tanya Bilqish penasaran.
"Sekitar jam lima. Ada apa ya Mba— Eh Bil?"
Bilqish melihat arlojinya yang ada di pergelangan tangan. "Gue mau jalan-jalan dulu sama Aaron. Abis itu kalo lo udah pulang kerja kabarin gue ya, gue ada tugas buat besok dan gue nggak paham. Jangan lupa nanti telpon ya! Dah!" pamit gadis itu yang sudah ditarik Aaron menjauh sedangkan Abi hanya menatap mereka sampai mereka menghilang di balik kerumunan pengunjung. Lelaki itu mendesah pelan, lalu menatap Ellie dengan sedikit terkejut apalagi mengenai pertanyaan yang gadis itu ajukan.
"Lo suka ya sama Bilqish?" tanya Ellie tiba-tiba membuat Abi tersedak ludahnya sendiri.
"Ha? Apa? Nggak mungkin El, saya sama Bilqish beda kasta. Lagipula saya sadar diri kok," ujar Abi dengan sebuah senyuman. Senyum yang aneh.
Ellie yang mendengar itu tersenyum puas. Ia memandang Abi dengan tatapan berharap. Jika Abi sudah mengatakan demikian, bukankah ada celah untuk dirinya masuk ke dalam hati Abi tanpa ada halangan suatu apapun. "It's sound good!" pekiknya.
"Maksudnya?"
Ellie menggeleng. "Never mind! Oh ya, tapi kenapa kalo disuruh Bilqish lo mau terus?"
Abi segera beranjak dari kursinya ketika seorang pelanggan datang ke kedai booba miliknya. "Sebentar, ada pelanggan," pamitnya, menghiraukan pertanyaan dari Ellie dan bergegas melayani pembeli dari seorang gadis remaja dengan ibunya tersebut.
Ellie memandang Abi dengan saksama. Jujur, ia terpukau dengan lelaki itu. Melihat Abi yang begitu mandiri dan cerdas mampu menaklukkan hatinya dalam sekejap. Perasaan seperti ini sudah lama tak ia rasakan. Walaupun banyak sekali lelaki yang mendekatinya, Ellie selalu mengabaikannya, sedangkan kepada Abi berbeda. Ia dapat merasakan aura positif dari lelaki itu. Tak apa jika semua orang mengatakannya cupu. Tak masalah. Yang penting bagi Ellie, Abi adalah sosok yang baik, dapat diandalkan, bertanggung jawab, bahkan ia bisa menjadi keren dengan caranya sendiri. Sungguh, jika orang-orang di luar sana melihat Abi yang sekarang, yang tanpa balutan kemeja kotak-kotaknya, dijamin mereka akan klepek-klepek dengan aura yang Abi keluarkan.
"Ellie!" panggil Abi lagi.
Ellie menggeleng, membuyarkan lamunannya yang sudah meranah kemana-mana tentang dirinya dan Abi. "Kenapa?"
Abi menunjuk matanya dengan jari telunjuk dan jari tengah seperti membentuk peace, lalu mengarahkannya ke buku yang ada di depan. Mulutnya berkomat-kamit seolah memerintahkan Ellie untuk fokus ke buku, bukan fokus pada dirinya.
"Ampun Bang Jago!" ringis Ellie yang langsung fokus pada bukunya tersebut dengan sediki tertawa malu. Sial, dia kepergok menatap lelaki itu.
"Gimana gue mau fokus kalo lo seganteng ini saat kerja, Bi?" batin gadis itu dengan jantung berdebar.
***
"Kita mau ke mana?" tanya Bilqish setelah mereka keluar dari bagian food court menuju tempat parkiran.
Aaron menoleh, lalu tersenyum ke arah gadis itu. "Ada yang mau lo tuju? Atau beli sesuatu selain booba?" tanyanya.
Gadis itu berhenti sejenak, berpikir. Lalu sebuah pikiran terlintas di benaknya. "Gitar!" pekiknya senang.
Bagi seorang musisi, dibanding membeli make up, tak ada kebahagiaan lagi selain membeli peralatan musik. Walaupun di rumah Bilqish sudah tersedia hampir semua alat musik mulai dari gitar, bass, piano, biola, dan lain-lainnya, rasanya tak cukup jika belum membeli keluaran terbaru. Apalagi di jaman sekarang desain-desain gitar dibuat sedemikian rupa untuk menarik pelanggan.
Bilqish bergerak lincah ketika mereka sampai di toko alat musik yang Aaron kenalkan. Di depan pintu masuk saja sudah ada berbagai macam gitar listrik atau bass yang sengaja dipasang berjajaran sesuai warna yang tertera apalagi di dalamnya? Pasti lebih menakjubkan! Rasanya Bilqish benar-benar berada di dunianya sekarang.
Seseorang datang. Ia memakai kaos hitam dengan gambar The Beatles dan celana jeans bolong. Rambutnya juga sedikit gondrong khas anak musisi sekali. "Wah, Aaron! Kapan balik ke Indonesia?" tanya lelaki itu menjabat tangan Aaron dan juga sedikit memeluknya.
Aaron tersenyum melihat kawannya tersebut. "Baru dua minggu yang lalu lah. Gimana kabar lo?"
Drake mengangguk. "Seperti yang lo liat. Oh ya ini siapa?"
Bilqish yang melihat-lihat gitar segera menghentikan aktivitasnya. Ia menatap Drake lalu tersenyum simpul. "Oh, ini Bilqish. Vokalis band," tutur Aaron memperkenalkan Bilqish pada Drake.
"Drake," lelaki itu menyalami Bilqish dengan ramah sedangkan gadis itu membalasnya dengan sedikit canggung. "Btw lo mau cari bass? Gitar? Atau—"
"Gitar. Gitar akustik," balas Bilqish cepat.
Drake langsung mengajak Bilqish dan Aaron menuju rak sebelah. Di sana sudah ada pajangan-pajangan gitar yang sangat banyak. Mulai dari gitar akustik hingga gitar elektrik semuanya ada dan tersusun rapi. Warnanya pun beragam membuat Bilqish terpukau sejenak. "Ini semua dijual?" tanyanya dengan memegang satu persatu gitar lalu memetik senarnya dengan benar.
Aaron tersenyum. Ia memandang Bilqish lama. Sangat lama karena ia tak pernah menemukan ekspresi Bilqish seperti ini sebelumnya. Jika biasanya gadis itu menatap dengan judes dan ketus, saat ini gadis itu menatap sesuatu dengan begitu tulus dan lembut. Hal ini membuktikkan bahwa Bilqish adalah gadis yang keras di luar namun lembut di dalam. Jika sudah menyukai sesuatu, pasti gadis itu akan memperlakukannya dengan baik seperti pada gitar contohnya. Mungkin suatu saat nanti Aaron dapat ditatap seperti itu oleh Bilqish. Aaron harap hari itu akan terjadi secepatnya.
"Yap! Gimana ada yang udah lo taksir?" tanya Drake memperlihatkan koleksi gitar di tokonya karena membeli gitar nyatanya seperti memilih pasangan bagi seorang musisi. Mencari gitar juga seperti mencari tongkat sihir di Harry Potter. Harus cocok dan pas dengan hati. Tak boleh memilih sembarangan apalagi asal-asalan.
Bilqish menggeleng. "Ada lagi nggak? Gue nyari yang simpel tapi elegan," ucap gadis itu yang terus menjelajahi satu demi satu gitar yang ada.
"Gimana Drake? Ada koleksi lainnya nggak?" Tanya Aaron kepada sahabatnya itu.
Drake terdiam sebentar. Lelaki bertato itu Nampak berpikir, entah memikirkan apa. Tiba-tiba saja ia menatap Bilqish lama lalu menghembuskan nafasnya dengan berat. "Mungkin ini saatnya," ujarnya.
"Maksud lo?"
"Ron, lo tunggu sebentar di sini. Gue mau ngomong berdua sama Bilqish," titah Drake berlalu menuju sebuah ruangan yang tertutupi tirai cokelat. Bahkan semua orang berpikir bahwa itu adalah dinding, padahal itu adalah suatu ruangan rahasia.
Aaron hendak mencegah Bilqish untuk bicara berdua dengan Drake, namun Bilqish mengiyakan. Alhasil, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu di sofa yang telah disediakan.
Bilqish masuk ke dalam ruangan di balik tirai tersebut yang ternyata adalah sebuah studio musik. Ia melihat sekeliling, di sana terdapat poster The Beatles serta foto-foto band yang Bilqish yakini adalah band yang pernah berlatih di sini. Keadaan ruangan itu sangat bersih dan rapi. Namun, beberapa kertas nampak berserakan di meja. Bilqish mendekatinya, ternyata itu adalah kertas berisi lirik-lirik lagu yang dibuat oleh seseorang. Dengan rasa penasaran, Bilqish mengambil gitar yang ada di sana lalu mulai memetik senar gitarnya mengikuti lirik yang ada di dalam kertas. Demi apapun, lagunya begitu indah. Kesedihan yang terangkai dalam lirik mampu tersampaikan dalam nada-nada yang diciptakan. Rasanya siapapun akan menangis bila mendengar lagu ini. Namun, mengapa lagu sebagus ini hanya berserakan di meja? Bukankah jika dibuatkan video klip atau dimasukkan ke dalam Itube akan laris bahkan viral?
"Stefanni," tiba-tiba Drake muncul dari balik pintu. "Penulis lagu itu Stefanni..."
Kemunculan Drake membuat Bilqish terkejut lalu meletakkan gitarnya di tempatnya semula. Sebenarnya ia tak bermaksud lancang untuk memainkan lagu seseorang, namun rasa penasaran inilah yang membuatnya berbuat seperti ini. "Sorry, gue nggak bermaksud..."
"Gapapa. Permainan lo bagus banget! Gue aja kadang masih salah not sedangkan lo dalam sekali main udah menguasai lagu itu," puji Drake ikut duduk di depan Bilqish.
Lelaki itu lantas menyerahkan sebuah gitar kepada Bilqish. Gitar itu berwarna biru langit dan biru laut yang dipadupadankan dengan beberapa bintang serta bulan kecil di sekitarnya. Warnanya sangat cantik dan tidak pasaran membuat Bilqish jatuh hati dalam sekali tatap.
"Lo suka?"
Bilqish mengangguk dengan tetap melihat gitar itu. Ia juga mencoba memainkannya. Suara genjrengannya sangat jernih dan empuk. Dengan sekali pegang, rasanya ia dengan mudahnya bisa menyatu dengan benda ini. Seperti ada ikatan batin di antara keduanya.
"Itu milik Stefanni."
Kalimat itu keluar membuat Bilqish menghentikan genjrengannya. Ia menatap Drake dengan tatapan tak terbaca. "Kalo ini udah ada yang punya, kenapa lo kasih ke gue?"
Sebelum menjawab itu, Drake nampak mengambil foto yang ada di laci. Foto seorang gadis yang tengah membawa gitar yang kini dipegang oleh Bilqish. "Stefanni udah meninggal beberapa tahun yang lalu..."
Bilqish tak sanggup menahan raut terkejutnya. Ia tak percaya gadis itu telah meninggal apalagi dari wajah yang tertera di foto, gadis itu nampak masih muda. Mungkin jika masih hidup ia akan seumuran dengannya.
"Dunia musik ternyata sangat kejam Bil kalau kita nggak kuat terbawa arus. Stefanni suka banget sama musik. Dia juga jadi vokalis sekaligus gitaris kayak lo. Suatu hari, band lain ngajak kita collab. Band itu diketuai oleh Zein. Gara-gara itu, Stefanni suka sama Zein dan akhirnya mereka pacaran. Ternyata Zein pemake dan Stefanni diajari untuk make juga. Awalnya dia nggak mau, tapi karena diancam akan ditinggalkan, Stefanni akhirnya nurut. Gue bodoh banget saat itu nggak bisa ngelindungi Stefanni dari Zein sampe Stefanni rusak. Masa depannya hancur. Band kami bubar dan Zein selingkuh. Gue nggak ada saat Stefanni dalam masa terpuruknya Bil. Bayangin sahabat kayak apa gue? Gue jahat banget Bil... Stefanni akhirnya kecanduan sampai dia overdosis. Dia meninggal dengan mimpi-mimpi yang masih terpendam. Gue merasa bersalah atas hal itu Bil..." Drake mengusap air matanya yang menetes. Nyatanya lelaki garang macam Drake memiliki kisah yang sangat memilukan. Lelaki itu bahkan menangis ketika menceritakannya, terbukti betapa sedihnya ia atas kejadian itu.
Bagaimana tidak sedih ketika seseorang yang sangat dekat dengan kita tidak bisa kita lihat lagi untuk selamanya? Hanya ada kenangan-kenangan yang tersimpan dalam memori tanpa bisa diulang kembali.
Menyesal. Itulah yang Drake rasakan selama bertahun-tahun setelah kepergian Stefanni yang begitu mendadak. Ia bodoh telah membiarkan emosinya meluap-luap untuk meninggalkan Stefanni di masa terpuruknya. Seharusnya seseorang yang sudah masuk dalam lingkaran setan seperti itu harus dirangkul dan diajak untuk keluar, bukan malah meninggalkannya. Itulah tindakan yang Drake sesali sampai sekarang.
"Drake, gue nggak tau mesti ngomong gimana, tapi kalau gue jadi Stefanni, gue nggak bakal menyalahkan lo atas apa yang terjadi. Itu semua sudah menjadi pilihannya dan itu resiko yang harus dia tanggung. Selama kita sudah mengingatkan dan mengajak kebaikan sedangkan orangnya nggak mau, apakah itu menjadi salah kita?"
Drake terdiam. "Tapi gue ninggalin dia saat masa terpuruknya Bil..."
"Memangnya Stefanni mau sahabatnya melihat dia saat dia terpuruk? Kadang saat masa terpuruk, seseorang ingin sendiri Drake. Dia nggak mau orang yang ia sayang ikut sedih melihat kondisinya. Jadi, dia nggak mau meminta tolong atau bahkan meminta lo menemani dia. Itu udah jadi keputusannya Drake. Nggak ada yang perlu disesali. Kalau lo terus begini, apakah Stefanni akan tenang di alam sana?"
Drake lagi-lagi terdiam sembari menatap foto Stefanni yang tengah tersenyum itu. Ia merindukan sahabatnya yang riang dan ceria itu. Bagaimana ya kabarnya sekarang di alam sana? Apakah dia baik-baik saja?
"Drake, pasti Stefanni pengen lo bangkit dari rasa bersalah lo. Dia pasti pengen liat lo bahagia juga di atas sana. Gue yakin itu..."
Lelaki itu menghela nafasnya sembari mengusap bekas air matanya. Entah mengapa berbicara dengan Bilqish membuat hatinya tenang, seolah beban yang ia pikul selama bertahun-tahun terangkat seketika. Padahal mereka baru saja bertemu, namun mereka merasa seperti teman lama yang bertemu kembali. Pembawaan Bilqish yang membawanya pada suatu realita membuatnya sadar bahwa apa yang gadis itu katakan ada benarnya. Tak baik terlarut-larut dalam rasa bersalah. Ia juga perlu memikirkan diri sendiri untuk bahagia.
"Bil, gue minta tolong boleh?"
Bilqish tersenyum. "Apa?"
Drake memberikan sebendel buku kepada Bilqish beserta gitar berwarna biru itu dengan ukiran nama Stefanni di baliknya. "Lanjutin mimpi-mimpi Stefanni ya? Gue pengen lo orang yang menyanyikan lagu-lagu ciptaan dia."
"Apa gue pantas?"
Drake mengangguk. "Nggak ada yang lebih pantas selain lo Bil."
Gadis itu mengangguk dengan yakin. "Gue usahain ya Drake."
Keduanya lalu keluar dari ruangan itu diikuti Aaron yang langsung berdiri dari duduknya. "Gimana?"
Pertanyaan itu hanya dibalas Bilqish dengan gitar yang terangkat di udara.
"Thanks ya Drake," ucap Bilqish dengan senang. "Thanks udah percaya sama gue."
Drake menggeleng. "Gue yang makasih atas segalanya Bil."
Mendengar percakapan itu membuat Aaron bingung. Memang apa yang mereka lakukan di dalam sana hingga keduanya terlihat sangat akrab sekarang?
"Kita balik dulu ya Drake! Kapan-kapan kita hang out bareng temen-temen lainnya," pamit Aaron diikuti lambaian tangan oleh Drake.
Mobil Aaron sudah menjauhi area toko alat musik itu. Drake berdiam sejenak menatap langit yang sangat cerah hari itu. "Hari ini gue menemukan sosok yang mirip sama lo Stef. Sifatnya pun sama. Gue jadi rindu sama lo. Di sana lo lagi ngapain Stef? Apa di sana lebih indah sampai-sampai lo pergi secepet itu ninggalin kita semua?"
Drake menghirup udara dalam-dalam. Ia menatap toko alat musiknya, lama. Kenangan ia dan teman-temannya yang berlatih band di sini mulai mengisi pikirannya. Ah, waktu berjalan secepat itu ternyata.
Akhirnya setelah lama hiatus bisa update lagiii
siapa ni yang kangen Abi-Bilqish-Aaron? Jangan lupa klik vote dan komen sebanyak-banyaknya yaaa
semoga aja cerita ini bisa tetep lanjut hehe
see u
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top