06
"Udah?" tanya Stella melihat Bilqish datang dengan senyum yang merekah.
Bilqish mengangguk. Ia menyeruput brown sugar miliknya dengan hati yang lega. Ia lega telah berbaikan dengan Abi. Rasanya hatinya lebih tenang, seolah masalah serta beban yang ia pikirkan sedari tadi terangkat sudah.
Sebenarnya ini adalah rencana Stella. Gadis itu sudah tahu bahwa Abi bekerja di mall yang sedang mereka pijaki sekarang. Apalagi lelaki itu menjual minuman yang Bilqish sukai, benar-benar kebetulan yang luar biasa. Oleh karena itu, Stella mengajak Bilqish kemari agar masalahnya dengan Abi dapat terselesaikan dengan baik. Ia melakukan itu juga demi sahabatnya, pasalnya ia tak mau sahabatnya itu tidak fokus pada konser nanti malam.
"Lo pesen apa La?" tanya Jihan sembari terus menggigit sedotannya, kebiasaan jika sedang minum.
"Beli nasi goreng aja lah. Kalo lo?"
Bilqish menatap satu per satu jajaran kedai food court di sana. Matanya tertuju pada makanan korea yang terkenal sangat hot spicy itu. "Gue pengen ramen deh!"
Stella mengikuti arah pandangan Bilqish. Tiba-tiba saja melihat tteobokki membuatnya ingin makan makanan itu sekarang dan melupakan nasi gorengnya. "Ah, gue pengen tteokbokki jadinya,"
"Makan korean food enaknya sambil liat drakor," keluh Bilqish. "Eh 'Dunia Kawin' udah update lagi belum sih?"
"Ha? Dunia Kawin?"
Bilqish menepuk lengan Stella sambil tertawa dengan manis. "Itu loh 'The World Of The Married'. Kan kalo dibahasa Indonesia jadi Dunia Kawin!" kekehnya.
Mendengar lelucon Bilqish, Stella ikut tertawa. "Anjir gue kira apaan! Udah kok kemarin. Mau liat sekarang?"
Bilqish mengangguk dengan antusias. "Emang nonton drakor pelakor tuh harus ada temennya, biar nggak misuh-misuh sendiri!" tawanya.
"Betul! Mumpung mall lagi sepi dan securitynya kagak ada!" Stella segera mengeluarkan macbooknya dari dalam totebag bersamaan dengan makanan yang datang. Akhirnya, mereka kalap dengan membeli banyak makanan, seperti kimbab, ramen, tteokbokki, dan jangan lupakan kimchi pedas mereka.
"Eh ini gimana sih! Anak durhaka kali ya si Joon Young tega bener ama emaknya!" kesal Stella sembari memakan tteokbokkinya.
"Lah kok mau ke laut kenapa tuh? Bunuh diri? Ya Allah Bu Dokter, jangan mati dulu elah, gentayangan tau rasa lho!" cerocos Bilqish gemas.
Dari kejauhan, seseorang memperhatikan bagaimana kedua gadis itu tengah beradu mulut bahkan mengumpat dengan senyum penuh arti. Lelaki itu menatap setiap perubahan ekspresi Bilqish yang begitu menggemaskan seolah bukan Bilqish dengan topeng galaknya.
Seorang lelaki menepuk pundak orang itu. "Lagi liatin siapa sih Bi?" tanya Adit yang memergoki temannya tengah memandang seorang gadis untuk pertama kalinya. Catat, pertama kalinya.
Lelaki itu membenarkan topinya dengan canggung. "Nggak ada, kenapa?"
"Nggak usah ngeles deh lo! Hmm, gue pikir kayaknya lo lagi suka sama yang baju moka deh! Abi... Abi... Akhirnya lo dewasa juga ya!" Adit menepuk pundak Abi dengan bangga seolah itu adalah prestasi yang patut diacungi jempol. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari kedai minuman mereka ramai dikunjungi gadis-gadis yang sengaja datang untuk bisa modus pada Abi. Tetapi lelaki itu memilih untuk mengabaikannya begitu saja. Tetapi tepat pada hari ini, Abi menunjukkan sesuatu yang berbeda. Ia tertarik dengan seorang gadis yang terlihat tomboy tetapi manis bersamaan. Entah kepelet apa lelaki itu tiba-tiba bisa menjadi seperti ini.
Adit kembali menoel lengan Abi ketika seorang pelanggan remaja dengan usia sekitar 18 tahun tengah menatapnya dengan kagum. Abi tak mendengus. Ia tersenyum dengan ramah. "Mau pesan apa?" tanyanya.
"Mau pesan Green Tea pake cinta ada nggak mas?" goda remaja itu. Ah, tak perlu terkejut. Abi sudah mengalaminya setiap hari. Digoda, bahkan dimintai nomer telepon.
"Silahkan ditunggu ya!" ucapnya seolah tak terusik dengan godaan yang sudah menjadi makanan sehari-harinya itu.
***
"Bil, lo mau pulang bareng nggak?" tanya Stella setelah mereka selesai makan dan menonton drama dua episode berturut-turut hingga kawasan mall yang tadinya sepi menjadi ramai pengunjung.
Bilqish mendongak setelah mengetik beberapa pesan di ponselnya. "Enggak, gue dijemput."
Stella mencolek dagu sahabatnya dengan centil. "Dijemput sama Mas Bule ya?" tanyanya genit.
"Hmm," jawab Bilqish sekenanya. Sebenarnya ia ingin sekali pulang bersama Stella. Namun, tiba-tiba saja Mas Bule yang disebut Stella mengajaknya untuk berkeliling Jakarta. Katanya ia rindu dengan kota kelahirannya itu, makanya mengajak Bilqish agar mau menemaninya.
Memang wajah Aaron itu seperti kebarat-baratan hingga sahabatnya itu memanggilnya Mas Bule. Pasalnya ibunya—Grace adalah keturunan Jerman. Kedua orang tua Aaron bertemu ketika Keylan, Dara, Davon, Luna, Maya, Doni, dan Dino berlibur ke Jerman yang tak lain adalah rumah kedua Keylan, ayah Bilqish.
"Lo duluan aja La, Aaron agak lama mungkin," ucap Bilqish sembari meminum sisa brown sugarnya.
Stella mengangguk. Gadis itu mengemasi macbooknya dan memasukkannya ke dalam totebag yang selalu ia bawa. "Have fun, Bilqishku sayang! Jangan lupa cerita nanti malam!" teriak Stella sebelum pergi.
"Kabari gue kalo udah sampe rumah!" jawab Bilqish tak kalah teriak, tak peduli jika suaranya mengganggu pengunjung lain.
Setelah Stella pergi, rasanya begitu sunyi. Bilqish paling jarang keluar rumah tanpa ada seseorang yang menemani karena memang pada dasarnya ia benci sendirian. Makanya biasanya ia akan mengajak Bima kemana-mana.
Sudah lewat sepuluh menit tetapi Aaron belum juga memberi kabar. Bilqish tetap positif thinking dan menganggap jika lelaki itu sedang terkena macet. Apalagi sekarang adalah jamnya pulang kantor.
Namun, sudah lewat lima belas menit pun Aaron tak kunjung datang. Bilqish mulai gelisah. Ia tak bisa menunggu sendirian terlalu lama lagi. Rasanya aneh dan menyebalkan. Selain benci sendirian, Bilqish juga benci menunggu. Dan kini ia harus dihadapi kedua hal yang ia benci secara bersamaan hanya demi Aaron saja.
Seseorang menepuk pundak Bilqish dengan lembut. Gadis itu segera menoleh dengan senyum merekah, namun senyuman itu menurun ketika yang di dapatinya bukan Aaron, melainkan sosok lain.
"Lho, Mbak Bilqish belum pulang?" tanya Abi yang sudah berganti pakaian dari pakaian kerjanya menjadi sweater hitam polos. Rambutnya pun terlihat basah, membuat lelaki itu terlihat sedikit—keren.
"Oh, Abi! Gue lagi nunggu temen. Kalo lo?"
"Saya mau pulang. Udah waktunya bergantian shift."
Bilqish mengangguk, mengiyakan. Lalu ia kembali fokus kepada ponselnya, mengabaikan Abi yang sedang duduk di depannya itu.
"Mbak besok kuliah jam 10 kan?" tanya Abi sembari melihat jadwal yang ia bawa, pemberian dari Mrs. Hanna sebagai pembimbing Bilqish.
Gadis itu mengangguk dengan lesu. Mengingat kuliah ia jadi malas. Tetapi ia harus semangat dan lulus dengan cepat, seperti saran Aaron malam itu.
Sebenarnya malam di mana dirinya dan Aaron berada di taman saat pesta, mereka menceritakan banyak hal. Aaron lebih banyak bercerita tentang kehidupannya di Amerika sana. Mulai dari kuliahnya dan pertemanannya, semuanya terdengar menyenangkan di telinga Bilqish hingga membuat gadis itu—iri.
Kehidupan Aaron seolah sempurna di mata gadis itu. Bagaimana tidak? Lelaki itu sudah sukses di usia muda. Bahkan saat kuliah pun, lelaki itu juga mengelola sedikit saham ayahnya di sana. Dan hal itulah yang memotivasi Bilqish agar kuliah dengan benar dan membuat kedua orang tuanya bangga. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu. Ia yakin dengan meminta bantuan Abi yang sudah sabar menghadapinya dan tahu bagaimana sifatnya, jalan menuju impiannya akan terbuka lebar.
"Bi, gue ke bawah dulu. Temen gue udah dateng. Lo sekalian nggak?" tanya Bilqish lalu menerima panggilan telepon dari Aaron tanpa menunggu jawaban dari Abi.
Abi mengangguk, mengekor kemanapun Bilqish pergi, walaupun sebenarnya jika ia mengikuti gadis itu, Abi harus memutar ke tempat tujuannya karena memang beda arah. Tetapi demi keamanan, maka Abi mau melakukannya.
"Aaron!" teriak Bilqish kepada lelaki yang sedang bersandar di mobil hitam itu.
Aaron membalas lambaian dari Bilqish dengan senyum lebar. Sedangkan Abi hanya diam mematung dengan kejadian yang ada di hadapannya itu.
"Ah, ini temannya Mbak Bilqish," batin Abu.
Lelaki itu datang, meminta maaf telah membuat Bilqish menunggu dan dengan mudahnya gadis itu memaafkan kesalahan Aaron. Padahal Bilqish adalah tipe yang sulit memaafkan apalagi jika ia harus melakukan sesuatu yang ia benci. Mungkin karena itu Aaron. Beda lagi kalau itu orang lain.
"Ron, kenalin dia Abi. Pembimbing yang gue ceritain,"
"Oh ya udik itu ya?" tanya Aaron disertai kekehan recehnya.
Abi hanya tersenyum simpul dikatakan demikian, lalu dengan ramah menglurkan tangannya ke arah Aaron. "Abi, Mas."
"Aaron." balas Aaron. "Ayo Bil! Keburu sore!"
Bilqish mengangguk. "Bi, kita duluan ya!"
Abi mengangguk. "Nggih Mbak." balasnya sembari melihat Bilqish dan Aaron menghilang dari balik mobil hitam yang melaju meninggalkan dirinya sendirian di tengah keramaian mall itu.
Abi menghembuskan nafasnya berat lalu melangkahkan kakinya untuk memutar menuju bengkel di mana si Entong dirawat.
Ah, pada akhirnya ia tetap berdua saja dengan si Entong. Semoga saja sepeda tuanya itu mau diajak kerja sama dengan tetap sehat seperti sedia kala.
"Entong, kenapa Abi jadi sedih?" gumamnya pilu.
Akhirnyaaa bisa update hehe
Maaf yaaa kalo updatenya lamaa. Aku harap kalian suka sama part ini!
Setelah aku liat part kemarin banyak banget yang masih bingung ngeship siapa wkwk. Emang sii masih awal gituu
Tunggu aja yaa kapal Bilqish berlayar ke arah mana :)
See u!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top