05
"Gimana kabarnya?"
Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Aaron setelah mereka berdua hening cukup lama karena tak ada yang berani memulai pembicaraan. Keduanya terlalu gugup satu sama lain.
Bilqish berdehem. "Baik, kok. Kalo lo?"
"Hmm, nggak pernah baik semenjak nggak ngeliat Bilqish lagi, mungkin." ujar lelaki itu tenang. Namun, tidak bagi Bilqish. Mendadak hawa angin malam yang dingin sirna, berganti rasa gerah yang menyesakkan. Pipinya memerah bak tomat dan tangannya bergetar karena gugup. Gadis itu blushing!
Bilqish segera menggaruk rambut belakangnya dengan gelisah. "Jangan bercanda ah!" kekehnya pelan, berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila.
Mendengar reaksi Bilqish, Aaron yang semula menghadap depan segera menggeser badannya hingga matanya dapat menatap wajah Bilqish yang merah padam itu. "Sejak kapan sih gue main-main sama lo, Bil?" tanyanya serius.
Dengan pelan, tangan kekar Aaron menggenggam tangan Biqish yang sangat mungil itu. Di sana sudah ada kutek warna hitam yang lupa ia bersihkan bekas konser kemarin. Namun, nampaknya Aaron tak terganggu dengan warna kutek antimainstream yang dipakai Bilqish. Justru ia menganggapnya unik, di saat cewek lain memakai kutek pink, gadis ini malah memakai kutek hitam. "Tatap mata gue, Bil!"
Bilqish menunduk, malu. Tangannya yang digenggam Aaron ia lepaskan agar gadis itu bisa leluasa memainkan kukunya karena gugup setegah mati. Memang kebiasaan sedari kecil jika hatinya gugup dan gelisah, Bilqish akan memainkan bahkan menggigit kukunya itu.
Aaron tersenyum dengan tingkah gadis yang sudah tidak ia temui selama enam tahun itu. Tangannya terulur untuk menyentuh dagu Bilqish agar gadis itu mau menatap mata coklatnya. "Bil, gue serius sama lo, duarius malah! Bahkan nih ya, gue nggak pernah seserius ini sama cewek selain lo,"
"Ta—tapi Ron,"
"Tapi apa?"
Bilqish kembali memutuskan kontak matanya dengan mata indah Aaron. Ia benar-benar tak bisa berlama-lama menatap mata yang teduh itu, seolah dengan menatapnya, ia akan terhipnotis dengan segala kharismanya.
"Ke—kenapa harus gue?" tanya Bilqish penasaran. Padahal mungkin banyak gadis di luar sana yang lebih cantik dan feminim daripada dirinya, tetapi kenapa Aaron malah memilihnya? Bukankah itu aneh?
Aaron tersenyum. "Kenapa harus yang lain kalo yang gue mau cuma Bilqish?"
Oh shit! Bilqish kehilangan kata-katanya. Ia memutar bola matanya untuk mencari objek lain yang akan ia lihat agar teralihkan dari mata Aaron yang terus menatapnya dengan intens. "Ta—tapi gue bukan cewek lemah lembut, suka dandan, man—"
"Sst!" Telunjuk Aaron menempel tepat di bibir ranum Bilqish, menghentikan segala ketidakpercayadirian yang akan gadis itu ucapkan. "Gapapa, gue suka Bilqish yang apa adanya. Nggak masalah kok kalo lo nggak bisa lemah lembut, suka dandan, kayak cewek lain. Yang gue butuhin cuma Bilqish. Sekarang gue tanya, Bilqish mau nggak sama Aaron?"
***
Bilqish mengucek matanya yang perih karena semalaman tak bisa tidur. Bagaimana bisa tidur jika kata-kata yang Aaron ucapkan semalam terngiang terus dibenaknya?
Ini gila! Benar-benar gila! Bagaimana mungkin seorang Bilqish yang terkenal keras hatinya bisa luluh hanya dalam waktu semalam? Tidak! Ini tidak mungkin! Bilqish tidak mungkin jatuh cinta semudah ini kan?
"Argh! Kenapa sih lo Bil! Kenapa lo jadi cewek lebay gini sih! Baperan amat!" gerutu Bilqish pada dirinya sendiri. "Nggak, nggak! Nggak mungkin Aaron beneran suka sama lo! Dia pasti lagi kibulin lo lagi!" ucapnya pada dirinya sendiri.
"Tapi kenapa kemarin dia so sweet banget Ya Allah!" Bilqish langsung guling-guling tidak jelas. Kenapa hati dan pikirannya selalu tidak sinkron sih? Pikirannya mengatakan bahwa Aaron serius dengan dirinya, tetapi mengapa hatinya justru tak yakin?
Puk!
Seseorang menepuk pantat Bilqish dengan keras. Gadis itu segera bangun lalu berteriak mendapati Bima yang melakukan itu padanya. "Heh mesum! Ngapain lo pukul-pukul pantat gue ha?"
Bukannya jera, Bima semakin ingin memukul pantat kakaknya yang empuk, seperti squisy katanya. Padahal ia selalu dijewer dan dipukuli karena melakukan itu. Tentu saja itu tidak mempan. "Kak bangun gih!" titah Bima.
"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?" balas Bilqish sewot.
Bima segera menarik kaki kakaknya untuk bangun dari kasurnya. Hal itu tentu memancing amarah dari si empunya kaki hingga kaki itu mendarat di wajah ganteng Bima. "Kak! Kaki lo bau tauk! Kadar ganteng gue jadi berkurang kan gara-gara kaki lo!"
Bilqish meraih selimutnya untuk kembali tidur. Namun, belum sampai matanya terpejam, seseorang menarik selimut itu lagi, membuat kesabaran Bilqish habis. Ia akan siap meledak saat ini juga. "Kenapa sih lo ganggu gue mu— Ha? A—aron?" gadis itu membekap mulutnya tak percaya melihat Aaron berada di hadapannya. Ia segera beralih menatap daun pintu, di sana ia dapat melihat Bima tengah tertawa terbahak-bahak melihat kejadian memalukan itu.
Bilqish buru-buru merapikan rambutnya. "So—sorry, gue kira tadi si tengil Bima."
"It's okay. Gue anggap ini sebagai pelatihan gue ngadepin lo esok, Bil," kekeh Aaron.
"Gas terus Kak! Gas! Jangan kasih longgar!" seru Bima dengan senang. Namun, beberapa saat setelah itu, sebuah bantal mengenai wajahnya. Bantal yang dilempar Bilqish sebagai wujud rasa kesalnya kepada adiknya yang laknat tersebut.
"Hari ini ada kuliah pagi kan?"
Bilqish mengangguk.
"Lo siap-siap dulu, entar gue anterin ya?"
"Nggak—"
Aaron segera keluar dari kamar Bilqish. "Gue nggak menerima penolakan dalam bentuk apapun!" titahnya keras. Hal itu membuat senyum mengembang di bibir Bilqish.
Jika biasanya Bilqish acuh tak acuh dengan penampilannya, maka hari ini ia tampil berbeda. Ia mengenakan celana jeans hitam ketat andalannya dengan kemeja moka sebagai atasannya. Pada bagian lengan, Bilqish sedikit menggulungnga ke atas agar arloji hitamnya dapat terlihat.
Setelah selesai dengan outfit kampusnya, ia beralih pada make up. Jika ia biasanya hanya memakai pelembab dan liptint, maka untuk hari ini, Bilqish memakai sedikit bedak dan juga blash on di pipinya.
Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin lalu tersenyum puas. "Anjay bisa cantik juga gue!" kekehnya geli.
Ia menutup pintu kamarnya dengan hati-hati. Jantungnya terasa berdetak dengan kencang dan darahnya berdesir hebat.
Ketika kakinya melangkah perlahan menuju lantai dasar, hampir semua orang menatapnya dengan tatapan tak percaya.
"Bun, Yah, Kak Bilqish beneran cewek ternyata," celetuk Bima tak percaya.
Ucapannya itu membuat Bilqish memukul kepala Bima dengan keras. "Omongan lo woy!"
"Oh ternyata, luar cewek tapi dalem masih preman, Yah!" celetuk Bima lagi.
Mereka akhirnya makan bersama dengan sarapan yang dibuat Dara. Ada berbagai macam masakan, mulai dari makanan yang disukai Keylan, hingga yang disukai Bilqish. Semua itu berjajar rapi di meja yang besar.
Aaron juga ikut makan dengan mereka. Sesekali Keylan bertanya tentang kehidupan Aaron di luar negeri, bahkan mereka juga membicarakan tentang bisnis. Sejauh ini, Aaron cukup nyambung diajak bicara apa saja oleh Keylan.
"Yah, Bun, Bilqish ngampus dulu!" gadis itu menyalami kedua orang tuanya. Hal itu juga diikuti Aaron karena lelaki itu datang memang berniat untuk mengantarkan Bilqish berangkat ke kampus.
"Hati-hati ya Bil!" ujar Dara dan Keylan bersamaan.
"Bentar Ron!" Bilqish mencegah Aaron untuk masuk ke dalam mobil. Gadis itu mengambil paku yang ada di tasnya, lalu mulai menjalankan aksinya setiap pagi.
Apalagi kalau bukan mengempeskan ban motor milik adiknya, Bima.
***
"Cieee! Cowok baru?" Stella mencolek dagu Bilqish setelah melihat temannya itu datang bersama cowok setelah sekian lama berangkat sendiri dengan mobil hitamnya.
"Apaan sih! Bukan!" tepis Bilqish langsung kabur meninggalkan Stella yang terus menerus meneriaki namanya. Ia benar-benar tak ingin menjelaskan apapun kepada gadis itu.
Rasanya pagi ini begitu aneh. Rasanya seperti ada yang kurang. Tetapi apa?
Bilqish segera menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia melihat arlojinya. Sudah jam 10 pagi. Tetapi, ia tak mendapati tanda-tanda ada lelaki udik yang mendatanginya untuk memaksanya masuk ke dalam kelas. Seharusnya ia bersyukur dong, tetapi kenapa hatinya merasa tak enak?
Apakah karena rasa bersalah telah membentaknya kemarin? Argh?! Kenapa hati Bilqish tak tenang sih?
"Hmm, Vin, lo liat cowok udik itu nggak?" tanya Bilqish dengan ragu.
"Kenapa? Kok lo nyariin? Bukannya bagus dia nggak gangguin lo lagi?" timpal Riko.
"Hmm, menurut lo kemarin gue keterlaluan nggak sih?" tanya Bilqish kepada kedua temannya Riko dan Vian yang belum waktunya kelas. Begitupula Bilqish. Masih ada jeda tiga puluh menit sebelum kelas berikutnya dimulai.
"Menurut gue sih iya! Si cupu keliatan sedih banget, jadi nggak tega gue!" jawab Vian mengingat betapa murungnya wajah Abi kemarin akibat bentakan Bilqish. Namun, yang bisa lelaki itu lakukan hanyalah membuat Abi maklum atas perilaku sahabatnya itu.
Jawaban berbeda ternyata terlontar dari Riko. Lelaki itu merasa apa yang Bilqish katakan itu benar agar Abi tak seenaknya mengikuti, mengatur, bahkan menggangguk Bilqish lagi.
Argh! Bukannya pertanyaan terjawab, Bilqish malah benar-benar bingung dibuatnya.
Akhirnya, setelah hampir dua jam, kelas terakhir selesai sudah. Bilqish segera keluar ruangan di mana sudah ada Stella yang menunggunya karena mereka akan pergi ke mall.
Untung saja ia tadi segera menolak Aaron untuk menjemputnya ke kampus. Jadi, ia tak perlu mengabari lelaki itu lagi. Syukurlah!
Bilqish dan Stella sudah sampai di salah satu mall terbesar di Jakarta. Di sana sudah tersedia banyak sekali barang yang dijual, mulai dari barang branded sampai yang biasa saja.
Sebenarnya mereka tak menuju ke tempat pakaian maupun aksesoris. Tujuan utama mereka adalah food court karena perut mereka sudah meminta untuk diisi. Apalagi, di sini makanannya tergolong enak-enak.
"Gue beli booba dulu ya! Lo pilih tempat dulu La,"
Stella mengangguk. Mereka berpisah untuk mencari makanan masing-masing sesuai selera. Bilqish paling suka dengan booba, sedangkan Stella lebih suka Thai Tea.
"Mas, Brown Sugarnya satu!" ucap Bilqish lalu memberikan kartu kredit platinum yang diberikan Keylan agar anaknya itu bisa berbelanja sesuai kebutuhannya. Walaupun diberikan kartu itu, Bilqish tak serta merta membelikan banyak hal. Keylan dan Dara mengajarkan anak gadisnya untuk tetap hemat dan membeli apa yang ia perlukan saja.
"Loh, Mbak Bilqish!"
Bilqish yang sedang mengecek arlojinya segera menatap ke depan. Ia terkejut melihat sosok yang ia cari di kampus telah berada di hadapannya ini.
"Udik? Lo kok di sini? Kerja?" tanya Bilqish tak percaya.
Abi tersenyum. "Nggih Mbak! Sering-sering beli di sini ya!" kekehnya. (Nggih : iya)
Melihat lelaki itu terkekeh membuat rasa bersalah Bilqish kembali muncul ke permukaan. Kemarin ia telah membentaknya dengan tanpa alasan hingga wajah Abi yang biasanya ceria langsung murung, Abi yang sering membicarakan banyak hal langsung diam seribu bahasa. Bukankah itu tandanya ia sudah keterlaluan?
Bilqish menyuruh Abi untuk duduk bersamanya sebentar. Rasanya hatinya akan lega jika ia meminta maaf kepada Abi atas kejadian kemarin.
"Gue minta maaf kemarin udah bentak lo tanpa alasan," ucap Bilqish tulus. "Kemarin gue keterlaluan banget ya sama lo?"
Abi tertawa. Ia melepas topi kerjanya lalu mengelap keringat yang menetes di sana. "Mboten Mbak! Mboten nopo-nopo. Mbak Bilqish berhak marah sama saya," (Mboten : tidak , nopo : apa)
"Tapi—"
"Saya nggak papa Mbak Bilqish. Kemarin saya juga udah bicara sama Bu Hanna masalah ini. Saya nggak bakal jadi pembimbing Mbak Bilqish lagi,"
Ha?
Benarkah itu?
Bilqish meneguk salivanya dengan susah payah. Ia bingung harus berkata apa lagi. Lagi-lagi pikiran dan hatinya tak bisa sinkron. Hatinya meminta Abi untuk tetap menjadi pembimbingnya, tetapi kenapa pikirannya berkata tidak? Haish! Ini benar-benar menyebalkan!
"Saya pamit kerja lagi ya Mbak!" Abi berdiri, meninggalkan Bilqish. Namun, sebuah tangan mencegah lelaki itu untuk terus melanjutkan langkahnya.
"Gue mau lo bimbing gue terus!" ucap Bilqish tiba-tiba.
Abi yang terkejut dengan ucapan tiba-tiba itu segera menoleh. "Nopo Mbak?"
"Abi, jadi pembimbing gue lagi ya?"
"M—mbak Bilqish se—serius?" tanya Abi tak percaya hingga bicaranya pun terbata-bata. Bahkan Bilqish sendiri tak percaya dengan apa yang ia katakan barusan.
Gadis itu mengangguk. "Tapi bawain brown sugar setiap lo bimbing gue! Deal?"
Abi mengangguk dengan semangat. Senyum manis terbit di bibirnya. "Siap laksanakan!"
Wahh rekor nihh part terpanjang. Part ini bener2 banyak surprise nya sih menurutku. Gimana menurut kalian?
Oke kita vote lagi dan lagi
#timAbiBilqsih
#tim AaronBilqish
Oh ya cover baru MTM gimana? Suka nggak? Atau suka yang lama?
Skuyyy! Jangan lupa tinggalkan jejak yaaaa.
Mau ngambek kalo vote sama komennya dikit hehe
See u!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top