03

Lagu Avril Lavigne - Wish You Were Here terus berbunyi dari ponsel milik Bilqish. Seperti lirik lagunya, langsung saja membuat gadis itu mengumpat. "Damn! Siapa sih yang nelpon pagi-pagi, Argh!" ucap gadis itu langsung mematikan ponselnya lalu lanjut tidur lagi.

Sehabis konser yang tak sesuai jadwal karena pihak panitia yang kurang tanggap, akhirnya konser itu berakhir pukul dua. Yap, pukul dua pagi baru Bilqish bisa masuk ke kamarnya. Rasanya semua badannya remuk. Untung saja kemarin ada Bima, adiknya yang mau menemaninya. Jadi ketika lelaki itu menyetir mobil, dirinya bisa tidur untuk sejenak.

Bahkan ketika pagi telah tiba, baju panggungnya belum lepas dari tubuh gadis rocker itu. Ia seolah tak peduli jika terasa sesak karena kebutuhan tidurnya jauh lebih penting dari itu.

Lagi dan lagi, ponsel Bilqish berbunyi. Anehnya, bunyi itu bukan dari panggilan whatsapp, tetapi panggilan telepon biasa. Hell, di era modern seperti ini, masih ada yang menelpon menggunakan telepon biasa? Bukankah hal itu malah menyita banyak biaya? Entahlah.

Dara masuk ke kamar Bilqish, lalu menyibakkan selimut putrinya itu. Wanita itu tak marah. Dara memaklumi tindakan Bilqish ini karena memang itu yang disukai anaknya. Dara pun tak mempermasalahkan anaknya yang tidur molor asal kewajibannya terhadap Tuhan sudah ia tunaikan bersama-sama tadi pagi.

"Bil, ayo nak bangun. Sarapan dulu!" Dara mengangkat tubuh gadisnya itu agar Bilqish duduk di ranjangnya.

Bilqish mengerang, "Bun, Bilqish masih ngantuk," ucapnya dengan suara serak.

"Bilqish, udah jam 10 loh. Kamu nggak ngampus?" tanya Dara sembari merapikan kamar putrinya yang super berantakan.

Bilqish langsung membuka matanya dengan lebar. Ya ampun, hari ini ada jadwal kelas manajemen perbankan dan dosennya pasti akan memberikannya nilai D lagi di akhir semester jika ia tak masuk sekarang.

Bilqish buru-buru menelpon Stella, walaupun gadis itu ikut manggung kemarin sebagai pemain bass, Stella pasti akan tetap masuk kampus apapun kondisinya. Selain suka bermain musik, Stella adalah tipikal ambisius. Ia tak ingin nilai mata kuliahnya rendah. Karena hal itu juga yang menjadi jaminan kepada kedua orang tua Stella jika dirinya boleh bermain musik rock.

Tak ada jawaban. Bilqish pasti sudah tahu jika tak ada seorangpun yang menyalakan ponsel disaat pelajaran Mr. Bram tengah berlangsung. Ia menggigit kuku jarinya, bingung.

"Ada apa sih Bil?" tanya ibunya yang khawatir dengan gelagat aneh putrinya.

Gadis itu tak berbicara. Ia malah menggelengkan kepalanya sebagai tanda tak terjadi apa-apa lalu bergegas mandi. Ibunya tidak boleh tau jika ia tengah melewatkan kampusnya atau tamatlah riwayatnya di dunia permusikan.

Kaos hitam sudah melekat di tubuh gadis itu. Ia memakan sosisnya dengan tak selera. Dara yang melihat itu segera mengusap rambut anaknya yang tergerai panjang. "Kenapa sayang? Ada masalah? Kok ngga lahap makannya?"

Bilqish meletakkan garpunya di piring. "Gapapa Bun, lagi nggak nafsu saja. Bilqish ke atas dulu ya,"

Dara mengangguk. "Kalau ada apa-apa bilang Bunda ya, Bunda ke caffe dulu."

Bilqish terus mondar-mandir di kamarnya. Ia menggenggam ponselnya dengan kuat. Perasaan cemas itu muncul. Ia tak mau jika harus mengulang pelajaran Mr. Bram di semester depan. Cukup dua kali saja ia melakukan kesalahan. Ia ingin lulus dan membanggakan kedua orang tuanya. Tetapi selalu saja ada halangan di setiap niatnya itu.

Bilqish menggigit kukunya, kebiasaan kalau sedang bingung dan berpikir keras. Tiba-tiba, suara bel rumah berbunyi membuatnya terlonjak kaget. Ia buru-buru turun ke bawah untuk membukakan pintu karena pembantu rumah tangganya dan Bi Lastri tengah ke pasar untuk membeli keperluan rumah.

Bilqish benar-benar tak menyangka dengan apa yang ia lihat. Ia begitu terkejut melihat siapa yang datang.

"Cupu? Ngapain lo kesini?" tanya Bilqish kaget melihat Abimanyu tengah berdiri di depan rumahnya. Ya, depan rumahnya!

Lelaki itu hanya memakai kaus putih, tanpa gambar ataupun tulisan apapun. Kacamatanya nampak selalu bertengger di matanya. Mungkin minus atau apapun itu, Bilqish tak peduli.

"Ini mbak, titipan dari Mr. Bram. Tadi ada tugas, beliau ngga masuk kelas," terang Abi dengan senyumnya yang khas. Yang kuno, tetapi sangat menentramkan itu.

Ternyata selama ini Abi dan Bilqish mempunyai beberapa mata kuliah yang sama walaupun jurusan mereka berbeda. Mereka sebenarnya juga satu angkatan, tetapi karena Bilqish mengulang di beberapa mata pelajaran, akhirnya ia begitu tertinggal daripada Abi.

"Ya sudah mbak, saya pulang dulu. Assalamualaikum," pamit lelaki itu lalu menaiki sepeda bututnya.

Bilqish cengo di tempatnya. Ia tak percaya jika Abi mau untuk mengantarkan tugas kuliah ke tempatnya dengan sepeda butut itu? Padahal jarak antara rumah dan kampusnya lumayan jauh.

Ting!

Bunyi pesan masuk ke ponsel Bilqish. Ternyata dari Stella yang mengatakan bahwa dirinya barusan bangun tidur. Bilqish dapat menebak jika gadis itu sudah tahu tentang ketidakhadiran Mr. Bram di kelas, makanya bisa santuy di rumah.

Bilqish mengumpat dalam hati. "Telat La!"

***

"Mbak Bilqish!" Abi melambai-lambai ke arah Bilqish ketika lelaki itu melihat Bilqish berada di taman bersama teman-temannya, sedangkan dirinya masih mengendarai sepeda bututnya dari pintu masuk kampus.

Gila, bisa pede gitu ya masih pake sepeda jadul ke kampus di era modern seperti ini. Benar-benar cupu sekali.

Bilqish membuang muka seolah tak peduli. Hal itu membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak karena panggilan Abi yang diacuhkan begitu saja.

"Bil, si cupu tetep ngekorin lo mulu ya?" tanya Riko dengan sisa-sisa tawanya.

Gadis itu mengangguk sembari mengaduk-aduk jus melonnya dengan malas. Lalu tanpa diduga, Abi datang. "Mbak Bilqish, ayo! Ada kuliah pagi kan? Mrs. Sisil udah dateng."

Bilqish menatap Abi dengan tajam. Ia benar-benar tak ingin diganggu sekarang, tetapi laki-laki ini begitu menyebalkan sekali. Datang-datang mengatur seperti bos. Emang dirinya siapa ha?

"Lo nggak usah ikut campur urusan gue bisa nggak sih?"

"Tapi kan—"

"Mrs. Hanna biar gue yang urus. Yang perlu lo lakuin cuma berhenti deket-deket gue. Gue udah muak!" teriak Bilqish frustasi.

Atmosfer di sana begitu menyeramkan. Teman-teman Bilqish pun langsung diam dan hanya berperan sebagai penonton. Meraka tak mau ikut campur dengan hal ini karena Bilqish begitu menyeramkan ketika ia sedang marah.

Anehnya, tak ada balasan dari Abi, lelaki itu tak menjawab dan hanya menunduk menatap sepatu converse buluknya dengan diam. Senyum khasnya luntur berganti ekspresi yang tak dapat didefinisikan. "Kalau Mbak Bilqish butuh bantuan, hubungi saya ya!"

"Gue nggak bakal butuh bantuan lo!" tegas Bilqish mengakhiri percakapan mereka karena gadis itu memilih pergi diikuti teman-temannya dari belakang, memutus kontak antara mereka terlebih dahulu.

Sebelum itu, Vian menepuk pundak Abi agar lelaki itu memaklumi atas tindakan yang Bilqish lakukan. "Yang sabar ngadepin Bilqish, dia emang galak, tapi kalo sama orang yang udah dia kenal, dia baik kok!"

Abi tersenyum miris. "Matur suwun Mas," ucapnya.

Abi duduk tepat di bangku yang Bilqish gunakan tadi dengan perasaan yang tak terbaca. Padahal hari ini ia sudah bela-belain ke kampus disaat tak ada jadwal kuliah untuk mengingatkan gadis itu agar datang ke kelas. Bahkan ia juga sudah membuat nasi goreng spesial untuk jaga-jaga jika Bilqish lapar. Tetapi apa hasilnya? Ia malah membuat gadis itu marah. Sangat marah.

Lelaki itu membuka kotak bekalnya yang berisi nasi goreng dan telor ceplok buatannya. Dengan miris, ia mulai memakannya dengan paksa. Percuma ia membuat ini. Ternyata, Bilqish tak membutuhkannya.

***

"Bil! Lo nggak ngerasa keterlaluan sama si cupu ya?" tanya Stella di saat mereka berjalan menuju kelas. Walaupun berbeda, tetapi masih dalam satu koridor gedung yang sama.

Bilqish berhenti mendadak. Ia menatap Stella dengan dahi yang berkerut. "Perasaan daritadi lo kok belain dia sih La? Oh, lo suka sama si cupu? Ambil aja ambil, bukan selera gue kok!"

"Bil, bukan gitu maksud gue. Tadi dia keliatan sedih banget abis lo bentak begitu. Tapi kalo emang itu buat lo nggak nyaman, nggak masalah juga sih. Yaudah, gue ke kelas dulu yaa! Dahh!"

Bilqish masih diam. Ia kemudian menatap jendela koridor yang menampilkan taman kampus yang begitu indah. Di saat hampir semua mahasiswa tengah hilir mudik untuk pergi ke kelas masing-masing, ada seseorang tengah duduk dengan santainya sembari memakan bekal yang ia bawa.

"Apa bener gue keterlaluan ya?" batin Bilqish sesak melihat Abi yang makan nasi goreng dengan polosnya.

Marhaban ya Ramadhan yaaa! Tunggu terus MTM buat publish hehe

Ada kritik saran? Skuyy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top