00

"Minggir, bangsat!"

"Lo mau cari mati ha!?"

Itulah beberapa makian yang keluar dari bibir mungil seorang perempuan dari dalam mobil pribadinya ketika seseorang dengan sepeda butut tengah menghambat laju kendaraannya menuju parkiran.

Bilqish segera turun dari mobil hitamnya sembari menendang pantat lelaki yang tengah jongkok di hadapan sepeda jadul ala 90-an itu. Sepeda yang lebih pantas dipajang di museum daripada dibawa di universitas terkenal seperti ini. "Minggir woy! Lo kira ini jalan nenek moyang lo!?"

Lelaki yang tengah sibuk membenahi rantai sepeda yang rusak itu bangkit berdiri, melepas earphone yang menyumpal telinganya. "Ada apa ya mbak?" tanyanya dengan wajah tak berdosa sama sekali. Bahkan cenderung tersenyum polos penuh kehangatan.

Lelaki itu nampak berpenampilan berbeda dari mahasiswa lainnya. Ia memakai pakaian jadul bermotif kotak-kotak lusuh, kulitnya putih namun terlihat kusam, sepertinya terlalu lama terkena polusi udara serta paparan sinar matahari, di hidungnya juga bertengger kacamata bergagang hitam dengan kaca yang kotor, berdebu. Tubuhnya juga menguar bau parfum orang tua yang begitu Bilqish benci walaupun ia baru sekali menciumnya. Geez, darimana datangnya manusia kuno bin udik di kampus mewah seperti ini?

"Lo budek atau gimana sih!? Sepeda butut lo ngehalangin jalan gue!?" teriaknya lepas hingga menarik perhatian mahasiswa lainnya yang berlalu lalang di sekitar sana. Namun, seperti biasa, Bilqish nampak tak peduli.

"Oalah mbak, ngapunten nggih. Saya ndak tau." lelaki itu memindahkan sepedanya yang sudah menepi ke ujung jalan beraspal. "Mangga-mangga. Mbaknya bisa lewat," ucapnya sembari tersenyum penuh rasa bersalah.

Bilqish mendengus kesal lalu ia mengambil langkah lebar menuju mobilnya lagi. Ketika mobilnya melaju, sayup-sayup ia mendengar suara teriakan dari lelaki medok itu dengan keras. "Sekali lagi ngapunten nggih mbak!"

"Ngapunten ngapunten! Makan tuh punten!" cibir Bilqish sebal karena dirinya sendiri tak tau apa arti dari ngapunten yang lelaki itu bicarakan. Untuk apa juga ia mengerti? Buang-buang waktu saja...

Setelah memarkirkan mobilnya di tempat biasa, Bilqish segera manaiki tangga menuju lantai dua. Sebenarnya hari ini bukan jadwalnya untuk pergi ke kampus. Masih beberapa jam lagi dan seseorang yang sudah ada di balik kursi maha megah itu menelponnya untuk segera datang. Entah dengan alasan apa. Padahal, Bilqish masih mengantuk karena hanya tidur beberapa jam setelah dirinya manggung di sebuah caffe milik pamannya tengah malam.

"Ternyata kamu sudah datang, duduk Bil." wanita paruh baya yang rambutnya sudah hampir memutih itu menyuruh Bilqish untuk duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Ada apa Mrs.?" tanya Bilqish tanpa penuh basa-basi, seperti biasanya. Buat apa berbasa-basi jika dengan hal itu akan memperlambat waktunya untuk kembali tidur di atas ranjang?

"Begini, sebentar lagi akan ada ujian semester. Dan saya lihat dari semester awal sampai saat ini nilai kamu terus saja menurun, tidak ada perkembangan. Jika nilai kamu terus begini, kamu bisa tidak naik ke semester berikutnya, Bilqish."

"Lalu?"

"Saya sudah menyiapkan seseorang untuk membimbing kamu."

"What!? Saya menolak! Bukankah saya sudah berprestasi disini? Kenapa saya harus butuh seorang pembimbing? Buang-buang waktu saja." bentak Bilqish tak terima. Hey, yang benar saja. Mengapa wanita ini tiba-tiba mangaturnya seperti ini? Memang siapa dirinya ha?

"Saya tau kamu dan grup band kamu sudah mengharumkan nama universitas ini. Tapi itu tidak cukup Bilqish. Kamu sendiri pasti tau jika universitas ini mementingkan orang dengan otak-otak cerdas, bukan seseorang dengan bakat-bakat tertentu, apalagi menyanyi."

Bilqish meremas tangannya dengan kuat. Apa dia bilang? Tidak memerlukan bakatnya? Coba lihat kejadian beberapa waktu lalu ketika wanita ini dengan bangga dan penuh kesombongan memamerkan piala bergengsi dari ajang bernyanyi yang diadakan oleh salah satu stasiun televisi di hadapan semua orang? Rasanya Bilqish ingin menelan orang itu mentah-mentah sekarang juga jika logikanya sedang tak berjalan.

Bilqish merasa muak dengan ini semua. Ia segera berdiri dari kursi dengan amarah yang meletup-letup siap meletus. Atau lebih tepatnya sebelum ia naik ke atas meja dan mencakar wajah menyebalkan dari wanita tua itu.

Kaki jenjang berbalut celana jeans hitam ketat itu berjalan pergi tanpa kata. Tak sopan memang, tapi ini balasan setimpal atas apa yang wanita itu lakukan padanya, bahkan seharusnya ia memaki wanita itu dengan sadis sebelum pergi. Namun, kakinya berhenti ketika senyum penuh kemenangan terpatri jelas di bibir Mrs. Hanna. "Apakah kamu tetap menolak jika ini diperintahkan sendiri oleh Ayah kamu?"

Shit! Bilqish segera berbalik, menatap Mrs. Hanna dengan tatapan penuh intimidasi. Namun, wanita tua itu hanya tersenyum penuh arti lalu kembali melanjutkan perkataannya. "Pak Keylan sudah menyetujuinya, bahkan beliau yang mengusulkannya sendiri."

Double shit!

"Lihat, pembimbing kamu sudah datang."

Bilqish berbalik. Matanya membelalak ketika seorang lelaki yang tadi pagi ia temui sudah berada di hadapannya lagi.

Senyum ceria dari lelaki itu tak padam ketika melihat Bilqish lagi. Tangannya melambai ke arah Bilqish dengan gembira. "Hai mbak! Ketemu lagi kita!"

Triple Shit!

Rasanya dunia nampak menyerangnya bertubi-tubi hari ini.

Sudah antusias dengan cerita anak pertama Keylan dan Dara?

Give me boom vote and comment guys!

Next or no?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top