Prolog

Menjadi asing di sebuah kamar serba putih dengan aroma menyengat hidung adalah rasa pertama ketika seorang wanita muda mulai tersadarkan dari tidur panjangnya beberapa lama.

"Alhamdulillah," serentak semua orang yang kini mengelilinginya mengucapkan rasa kesyukuran yang tiada tara. Sepertinya memang semua berharap bahwa wanita muda berusia kurang lebih 33 tahun ini segera sadar dari tidurnya.

Benturan yang mengenai kepalanya jelas membuatnya kembali merasakan nyeri. Memandang satu persatu orang yang berada di sekelilingnya. Tuhan, mengapa seolah waktu tidak berpihak kepadanya hingga tak satupun dari mereka yang berhasil dia kenali.

"Menga__pa sa__ya ada dis__ini?"

Masih dengan tangan yang memegang kepala dan apa ini, selang oksigen yang menancap di hidung. Beberapa selang infus yang menancap di tangan kanan dan kirinya.

Goresan luka juga ada di lengan, mungkin juga kaki menambah perih tubuhnya dan baru saja tersadar jika kini dia tidak memakai kain pelindung kepala untuk menutup auratnya.

"Bu Hafida, saya dokter yang akan menangani anda. Selamat datang kembali, anda baru saja tersadar setelah 15 hari koma di sini," sapa satu satunya lelaki diantara mereka yang mengenakan snelli khas seorang dokter kepada Hafida yang masih lemah di atas hospital bed

Tidak banyak yang berkata setelahnya hanya ada beberapa perintah dari orang yang menyebut dirinya sebagai dokter itu untuk memindahkannya ke ruang perawatan. Menorehkan beberapa tulisan di sebuah map yang akhirnya dia letakkan di sebelah kaki Hafida Nuraina diatas hospital bed ini.

Ketika semua telah disiapkan oleh beberapa suster, Hafida kembali tersadar bahwa dia tidak memakai hijab penutup kepalanya.

"Nurse__"

"Bu Hafida menginginkan sesuatu?"

Tangan Hafida menunjukkan kepalanya perlahan. Mengerti apa yang dimaksudkan oleh pasiennya, seorang perawat lantas meletakkan sebuah kain diatas kepala Hafida untuk menutup dan membungkus kepalanya. Merapikan perlahan supaya beberapa helai anak rambut yang keluar tidak terlihat.

Tidak ada yang bisa Hafida katakan selebihnya, hanya bibirnya yang kini terus menerus merapalkan kalimat istighfar yang dia yakini bisa mengurangi rasa sakit yang dia rasakan saat ini.

Tubuhnya terasa kebas, punggungnya seperti telah lengket di hospital bed, panas dan sedikit perih.

Apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya. Beberapa kilatan masa lalu yang kembali hinggap di kepalanya membuat rasa nyeri itu kembali menyerang hingga membuatnya merintih perlahan karena sakit di kepalanya.

Suster yang membawanya ke kamar perawatan segera menghampiri dan menyuntikkan cairan ke dalam infusnya hingga perlahan rasa nyeri yang Hafida rasakan berkurang hingga akhirnya dia tidak merasakan apa apa lagi dan matanya kini juga terpejam sempurna. Di dalam ruang perawatan VVIP A di sebuah rumah sakit swasta di daerah Condong Catur ini.

🍒🍒

Tidak ada yang bisa dijelaskan kepada keluarga pasien secara lebih jika kondisi pasien belum stabil. Hanya menunggu dan memberikan layanan terbaik.

Ini adalah tahun keempat dia bertugas di rumah sakit ini sejak predikatnya menjadi seorang dokter muda, dokter umum, residen bahkan sampai sekarang menjadi seorang spesialis pun tetap bekerja di rumah sakit yang sama. Bukan, bukan karena dia adalah anak dari pemilik rumah sakit swasta di kota gudeg ini namun karena dia adalah seorang dokter bertangan dingin dengan otak secemerlang einsteinlah yang patut untuk dipertimbangkan.

dr. Amour Erlangga, Sp.BS

Hanya beberapa orang saja yang ada di kota gudeg ini dengan spesialisasi seperti yang Amour pilih, tentunya karena spesialisasi ini membutuhkan ketelitian dan kejelian yang begitu matang dan mungkin tidak akan bisa membuka praktek pribadi dengan begitu mudahnya.

Rangkaian sekolahnya yang selalu mengikuti program akselerasi dan juga lulus kuliah kedokteran dengan predikat magna cum laude dengan waktu tersingkat sampai dengan pengambilan sumpah kedokteran selama 5 tahun. Wajar jika di usianya yang baru akan menginjak usia 30 tahun satu setengah tahun lagi, dia telah berhasil mendapatkan gelar seorang dokter spesialis bedah saraf.

Hanya saja ternyata Allah memberikan beberapa sentuhan kecil bagi hatinya supaya tetap tahu bagaimana caranya bersyukur dan bersabar.

Kisah pilu kehidupannya tidaklah semulus perjalanan karier dan cita-citanya. Menjadi seorang duda dengan seorang anak berusia delapan bulanan di usianya sekarang membuat dia begitu tertutup dengan masalah hati.

Dia menikahi gadis pilihan kedua orangtuanya, bukan karena syariatnya yang benar melarang adanya khalwat antara dua jenis insan berlainan. Namun karena tugas dan cita citanya yang begitu besar sehingga dia beranggapan merasa sangat naif jika hanya memikirkan masalah perempuan sebagai pelengkap hidupnya.

Orang yang sukses dengan semua pencapaian yang akan dia peroleh nantinya. Mungkin itu kalimat yang selalu Amour dengungkan untuk hatinya manakala hasrat harfiahnya sebai insan meminta sedikit waktunya. Nanti, bukankah Allahnya telah menjamin jodoh, hidup dan matinya?

Dia menyayangi keluarga kecilnya, meski mungkin kata cinta belum sepenuhnya bisa dia ungkapkan dari hati untuk seorang yang asing dan tiba tiba kini menyandang gelar sebagai istrinya. Tanggung jawab, itulah kata yang paling tepat dia sematkan diantara hubungan keduanya. Hingga akhirnya Allah memberikan karuniaNya dengan menumbuhkan benih yang Amour tanam di rahim istrinya.

Rasa sayang kepada keluarganya itu lambat laun berubah posisi dengan tumbuhnya benih cinta. Namun ternyata Allah mencubit hatinya dengan teguran yang luar biasa, istrinya dinyatakan meninggal dunia setengah jam setelah baby Ayesha Kinnara terlahir di muka bumi ini.

Hingga akhirnya Amour baru menyadari akan satu hal, pendekatan diri kepada Allahu Rabbnya untuk mengisi segala kekosongan hati. Hijrah dengan segala konsekwensinya, mendekatkan diri dan hanya bergantung kepadaNya adalah pilihan dimana tidak satupun obat yang bisa menyembuhkan sakit hatinya kehilangan orang yang baru dia cintai.

"Rawat dan didiklah dia dengan baik Mas, dia anak kita. Aku tahu Mas Amour masih belum bisa menerima aku sepenuhnya karena kedatanganku yang tiba tiba masuk menjadi sebagian kisah dalam perjalanan hidupmu. Aku titip dia Mas, karena aku merasa waktuku tidak akan lama"

Tidak ada isak tangis yang terurai dari pelupuk mata keduanya, namun rasa kesedihan seakan membalut pilu percakapan terakhir dua insan pasangan halal di ujung verlos kamer.

Setelahnya, seorang dokter kandungan yang menangani kelahiran putri pertamanya mengabarkan berita kematian istrinya. Sedih dan penyesalan jelas terlihat dari sisi wajahnya yang putih, apapun masalahnya takdir kematian yang telah Allah tentukan tidak akan bisa terhindari.

'Kullu nafsin dzaiqotul maut', setiap yang bernyawa pasti akan mengenal apa yang disebut dengan kematian.

🍒🍒


Hi, haaaiiii gaes hadir kembali dengan cerita baru. Bukan cerita yang spektakuler hanya sebongkah cerita yang terbalut kisah hijrah seseorang untuk lebih mengenal Tuhannya

Semoga berkenan dan masuk menjadi salah satu daftar bacaan untuk penikmat dunia orange semuanya.

Ingin tahu cerita lanjutannya, boleh comment dibawah mau dibawa kemanakah cerita ini????

Yang di Jogja, boleh tau suaranya...maaf kota tercinta kalian (dan tentunya saya juga 😍😍) saya comot sebagai setting kisah ini ya????

See....lets bring our heart to carried away by the atmosphere

Bismillahirrohmanirohiim,
Blitar, 11 April 2019


Inshaallah update setiap hari jumat, 2 minggu sekali ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top