09¤ Welcome World Prince
Always remember to be happy bacause you never know who's falling in love with your smile. If you don't have a smile, I give you one of mine
✏✏
Menunggu kelahiran seorang bayi. Untuk kedua kalinya Amour memiliki rasa yang sama. Meski yang kedua ini bukan anaknya sendiri tapi memperoleh kabar bahwa Hafida telah dibawa ke rumah sakit karena kontraksi sudah mulai sering dan tak berjeda membuat Amour juga khawatir tak berkesudahan. Berharap semuanya lancar dan sehat.
Hafida sudah mulai mengejan saat Amour baru saja sampai di ruang bersalin. Menunggu di luar bersama bu Yulianti. Amour sudah seperti seorang suami yang sedang menunggu istrinya melahirkan.
Berjuang menghadirkan buah hati ke dunia itu seperti hidup diantara mati.
Itu karenanya mungkin tersebutlah surga di bawah telapak kaki ibu. Bahkan rasulullah sendiri bersabda cintailah ibu, ibu, ibu baru kemudian bapak.
Dua jam berjuang, Amour semakin resah. Beberapa panggilan dia abaikan karena memang hatinya tidak bisa beralih dari keadaan Hafida. Beberapa kali dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Hingga akhirnya seorang dokter kandungan keluar dari ruangan VK dan tersenyum kepada Amour. "Selamat, putra ibu Hafida lahir sempurna dengan berat 3 kg."
"Alhamdulillah, laki-laki atau perempuan, Dok?"
"Laki-laki. Masih dibersihkan dan dirangsang untuk breastfeeding dan hypno breastfeeding. Nanti akan dipanggil jika sudah siap untuk mengadzaninya."
Amour tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia. Anaknya lahir laki-laki, ingatannya kini kembali kepada Kinnar. Dia pasti akan bahagia jika mengetahui adiknya terlahir laki-laki. Meski belum sepenuhnya mengerti namun sedikit-sedikit Amour mencoba untuk mengenalkan kepada Kinnar bahwa dia akan memiliki seorang adik.
Empat puluh hari lagi atau paling lambat 2 bulan lagi. Mimpinya bersama Hafida akan segera terwujud.
"Allahuakbar, allahuakbar, laa ilaahaillallah," iqomah terakhir dikumandangkan Amour di telinga kiri bayi mungil berjenis kelamin laki-laki ini.
Bukan hanya Amour, kini keluarga Amour dan juga si kecil Kinnar juga telah sampai di rumah sakit. Arisanti bahkan membantu Hafida untuk menyiapkan semuanya.
"Bunda__, maaf bolehkah Kinnar bersama saya sebentar? Kalau dia mau saya juga ingin menyusuinya karena si kecil sudah puas sepertinya tadi dan ini air susunya masih keluar," Hafida memang sudah merubah panggilan kepada Arisanti menjadi bunda setelah sebulan kemarin dia berkunjung kembali ke rumah mereka. "Supaya mereka juga menjadi saudara sesusuan bukan hanya karena saya dan papanya menikah."
"Mashaallah Sayang, bunda setuju sekali. Bagaimana Amour?"
"Alhamdulillah, Kinnar minum ASI juga akhirnya. Nggak apa-apa Bun, kalau air susu Hafida melimpah. Aku sama ayah keluar dulu. Bunda bantuin Hafid, biar si kecil bersama bu Yulianti." Kata Amour bersiap meletakkan bayi di dalam boxnya.
Kinnar langsung berbinar saat Hafida mengulurkan tangannya untuk meminta Kinnar mendekat. Sedari tadi dia hanya diam memperhatikan sekelilingnya. Tidak merengek minta untuk digendong seperti biasanya saat bertemu Hafida.
"Huh, kakak yang baik. Sini deket ibun, kakak mau mimik?"
"Mik__mik__mik," racau Kinnar saat Hafid mencoba berinteraksi dengannya. Saat Hafida membuka kancing baju atasannya. Kinnar hanya diam melihat, tangan kanannya justru tergerak untuk memainkan puting susu yang sebenarnya sudah siap untuk diminumnya.
"Ayo di mimik seperti adik."
"Mik__mik__mik", air mata Arisanti tiba tiba meleleh. Melihat cucunya tidak mengenal fungsi yang kini ada di hadapannya.
"Bunda___?" kata Hafida sambil melihat kepada bundanya.
"Mungkin karena Kinnar tidak pernah melihat sebelumnya, Fid. Makanya dia tidak tahu. Biar Amour membelikan alat pompa asi dan dia minum lewat botolnya saja," ujar Arisanti kemudian keluar memberitahukan kepada Amour dan juga suaminya.
Setengah jam kemudian Amour kembali dengan membawa 2 buah alat pompa asi. "Kakak nggak tahu bagaimana caranya mimik ibun ya?" goda Amour pada putri sulungnya. Kinnar malah tertawa memperlihatkan gigi putihnya yang baru tumbuh beberapa.
"Fid, kamu sudah mengabari keluarga Yudha?" tanya Amour. Meskipun tidak suka kepada sikap Yudha kepada Hafida tapi Amour tidak ingin bayi kecil itu kehilangan nasabnya.
"Belum Mas, nanti saja kalau aku sudah benar-benar fit baru aku kabari. Takutnya keluarga mereka___" kata Hafida berpikir jauh ke depan.
Membayangkan sesuatu yang akan terjadi di depan membuat Hafida ragu untuk memberikan kabar kepada keluarga mantan suaminya.
"Kamu tidak perlu khawatir. Mereka sepertinya juga masih di rumah sakit ini. Karena kemarin istrinya Yudha baru saja menjalani operasi pengangkatan rahim," jawab Amour.
"Pengangkatan rahim?" Hafida yang baru menyadari mengapa dia sering bertemu dengan Yudha di rumah sakit ini baru mengetahui dengan jelas alasannya. Mungkin sebelumnya Yudha pernah menjelaskan tetapi dia tidak pernah ambil pusing dengan masalah mereka.
Yang dia tahu bahwa keluarga Yudha berkeinginan untuk mengambil putra Hafida ketika telah lahir. Menurut mereka adalah satu bentuk tanggung jawab bagi Yudha.
Bahkan beberapa kali Yudha juga menyampaikan maksudnya kepada Hafid untuk menikahinya jika dia bersedia berpisah dengan Amour setelah Amour menikahinya.
Otak gila seperti apa yang bersarang pada Hafida jika dia meluluskan permintaan konyol laki laki yang telah mencampakkannya. Meski sampai sekarang dia bersyukur masih melupakan pernikahannya dengan Yudha. Tapi bukti bukti yang sepertinya memang sengaja Yudha tunjukkan kepadanya seperti kilatan petir yang menyambar. Sebentar tetapi Hafida merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya.
"Alfrinda mengidap kanker leher rahim stadium IVA, jadi supaya tidak menyebar ke hati atau bahkan paru-paru maka tim dokter menyarankan untuk mengangkat kandungannya." Jawab Amour.
"Itu artinya mereka nggak akan memiliki keturunan Mas, oh pantas saja selama ini dia begitu getol untuk menikah kembali dengan Hafid. Malah meminta Hafid untuk menceraikan mas Amour dan kembali kepadanya nanti." Kata Hafida dengan geram.
"Dia pernah berkata seperti itu kepadamu. Benar-benar laki-laki tidak tahu malu!" kata Amour sambil mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.
Apalagi mengetahui jika anak yang Hafida lahirkan adalah laki-laki tentu mereka akan berusaha dengan kemampuan maksimal. Laki-laki yang bisa menjadi penerus marga trah Danudirjo.
Meskipun ayah dan ibu Yudha kelihatannya baik tapi tidak menutup kemungkinan akan berubah jika berkaitan dengan cucu, penerus trah dan juga marga ningrat mereka. Itu yang menjadi fokus Amour setelah pernikahannya dengan Hafida.
"Iya sebaiknya jangan beri kabar dulu. Aku akan menemui seorang ahli hukum dahulu untuk memperkuat posisimu tentang hak asuh sekaligus dengan de jure akta lahir dia," kata Amour.
Hafida hanya termangu mendengar ucapan calon suaminya ini. Bahkan Hafida pun tidak sampai jauh berpikir kearah sana. Amour sampai harus mendatangi penasehat hukum untuknya dan juga sang putra yang baru saja dia lahirkan.
"Kamu sudah mempersiapkan nama untuk jagoan kita?" tanya Amour kepada Hafida.
"Belum."
Amour tersenyum kemudian berpamitan kepada Hafida dan juga bundanya untuk keluar sebentar. "Aku keluar sebentar, jangan lupa pikirkan nama untuknya."
"Mas Amour mau kemana?"
"Aku harus menemui temenku. Dia seorang pengacara, tenang saja ada bunda dan bu Yulianti di sini," jawab Amour kemudian meninggalkan ruangan Hafida.
"Bunda dan Ibu, kira-kira ada nama yang cocok untuk putraku?" tanya Hafida karena dia sungguh belum memiliki nama untuk putranya.
"Kamajaya," kata Arisanti.
"Bayuaji," kata bu Yulianti bersamaan dengan Arisanti.
"Kamajaya Bayuaji, sepertinya nama yang bagus. Bagaimana Bun? Ibu?" tanya Hafida.
"Bagus," jawab mereka bersamaan. Kamajaya yang artinya sama seperti Amour dalam bahasa jawa. Sedangkan Bayuaji adalah pusara angin. "Minta persetujuan Amour, siapa tahu dia memiliki nama untuk anak kalian."
Rasanya memang sangat bahagia, mendengarkan Arisanti telah menganggap putra Hafid sebagai cucunya sendiri. Bahkan seolah yang lahir itu memang benar benar anak Amour juga bukan hanya anak dari seorang janda.
Hafida kini telah selesai mempumping air susunya. Kemudian memberikan kepada Kinnar untuk segera diminum. Apapun yang terjadi keduanya adalah saudara sesusuan jadi mereka bermahram dan haram untuk menikah.
🍒🍒
"Mas, kemarin bunda dan juga ibu coba memberikan nama kepada si bayi 'Kamajaya Bayuaji' menurut mas Amour bagaimana?", tanya Hafida saat mereka akan bersiap untuk kembali ke panti asuhan. Tempat Hafida tinggal sampai dengan dia menikah dengan Amour.
"Bagus, pusara angin sang dewa cinta. Aku suka, Kamajaya artinya sama denganku bukan?" kata Amour.
"Benar," jawab Hafida.
Setelah semuanya siap kini Kama telah berada di gendongan Hafida sementara Kinnar bersama Asih dan Amour yang membawa barang barang mereka. Sudah seperti satu keluarga yang utuh.
Beberapa karyawan dan paramedis di rumah sakit itu pun akhirnya mengerti tanpa harus dijelaskan oleh Amour, pun juga Hafida. Entahlah, biang gosip selalu dapat berita nomor wahid di dunia ini.
"Ih ternyata ya, Hafida itu bukan hamil sama dr. Amour. Tapi sama mantan suaminya yang dulu. Dicerai waktu awal hamil. Kalau aku jadi dr. Amour ogahlah nikah dengan Hafida. Kaya nggak ada perawan lagi saja di dunia ini," kata salah seorang dari mereka.
"Bener itu, lagian ya usia Hafida kan jauh di atas dr. Amour," sambut yang lain.
"Widiiihhhh, berondong dong. Mungkin Hafida suka brondong jagung kali ya?" jawab yang lainnya.
Hingga semuanya menjadi terdiam saat mendapat teguran langsung dari bos besar mereka. Siapa lagi kalau bukan Rahmat Erlangga, pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja.
"Kalian di bayar di sini bukan untuk menggosip dan mencari berita sebagai rujukan untuk mengghibah orang. Kembali kerja atau suruh manajemen untuk merumahkan kalian." Mata tajam Rahmat segera menguliti tiga wanita yang sedang memperhatikan putranya dan calon anggota keluarganya berjalan meninggalkan ruangan rawat bersalin.
"Maaf Pak, kami hanya___"
"Masih mau di sini atau saya rumahkan, mengapa kalian masih berdiri di situ?" tegas sekali ucapan Rahmat.
Akhirnya mereka bertiga langsung meninggalkan Rahmat dengan muka tertunduk. Antara tegang, malu dan takut dipecat.
Aduh makanya neng geulis, punya mulut itu dijagain baik baik. Jangan sampai ditaruh di comberan kaya tadi kerjaannya nyinyirin orang, ghibahin orang padahal yang kita ghibah tidak mengerti apa-apa.
Amour baru saja membukakan pintu mobilnya untuk Hafida agar segera masuk ke dalam mobil tiba-tiba satu layangan bogem mendarat persis di mukanya.
Buggghhh,
Terkejut tentu saja, bahkan Amour yang belum siap untuk menerima serangan langsung terhuyung seketika ke belakang. Hafida hanya bisa menjerit kemudian beristighfar.
"Astaghfirullah, Mas Amour. Pak Yudha apa yang anda lakukan kepada mas Amour?" kata Hafida kencang hingga membuat bayi yang ada di gendongannya terbangun dan menangis.
Namun Yudha yang sudah kalap mata tidak mendengarkan ucapan Hafida. Tangannya terus memburu. Tatapan benci menjurus kepada Amour. Hatinya telah tertutupi oleh syaiton hingga kini dia mulai menjalankan aksinya untuk membuat Amour babak belur.
Namun sayang sungguh sangat sayang. Sabuk hitam taekwondo Amour membuktikan bahwa dia bisa menangkis setiap serangan yang diberikan kepadanya. Kini pertarungan sengit antara Yudha dan Amour pun tak dapat dielakkan.
Beberapa security berhamburan menghampiri untuk melerai. Namun ternyata salah satu security justru malah terkena bogem dari Yudha di pipinya.
"Awww,"
"Hei, sudah berhenti. Sebenarnya ada apa ini. Ikut kami ke pos!!" perintah security itu kepada Yudha. Dia tahu bahwa dokter Amour diserang terlebih dulu ketika akan membukakan pintu untuk Hafida dan bayi yang ada di gendongannya.
"Kamu siapa? Mengapa tiba-tiba menghajar dr. Amour?" security memulai interogasinya kepada Yudha.
Sedangkan Amour memilih untuk pergi meninggalkan rumah sakit untuk segera mengantarkan Hafida sampai ke rumah. Rahangnya kelihatan memerah karena terkena bogem Yudha tiba-tiba tadi. Beberapa kali Amour meraba dengan sedikit meringis. Tangannya memberikan tanda supaya Hafida tidak perlu mencemaskannya.
Saat Amour hendak membelokkan mobilnya ke halaman panti asuhan. Gawainya bergetar, panggilan dari rumah sakit tertera di layar monitornya.
Beberapa saat setelah Amour menghentikan mobilnya tepat di halaman panti asuhan, tangannya segera menggeser button hijau untuk menerima panggilan karena ini sudah panggilan ketiga kalinya.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Ini Dedi Dok, security yang menangkap orang yang telah melayangkan bogem kepada dr. Amour. Kami ketahui namanya Yudha Dok, ketika kami tanya dia hanya terdiam tidak menjawab apa pun hanya namanya saja. Bagaimana, apa sebaiknya kita naikkan ke kepolisian dengan laporan tindakan kurang menyenangkan dan membuat keributan di rumah sakit?" lapor seorang security dari ujung gawainya
"Sudah lepaskan saja, dia sebenarnya teman saya. Mungkin hanya salah paham. Istrinya sedang pemulihan pasca operasi. Kalau nanti kita polisikan bisa nangis darah keluarganya." Kata Amour kemudian menutup percakapannya.
Tidak ada pentingnya juga meladeni sikap Yudha yang arogan seperti itu. Amour lebih memilih untuk berbahagia bersama 'calon' keluarga barunya. Menimang Kama dengan meninabobokan dan juga bermain dengan Kinnar.
Pipinya yang memerah kini telah dia kompres dengan es tube yang disiapkan oleh Hafida.
"Maafkan Hafid Mas, mungkin karena aku mas Amour menjadi seperti ini," kata Hafida yang merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Amour di rumah sakit tadi.
"Tidak ada yang perlu di maafkan, kamu tidak salah. Yang terpenting sekarang setiap ada yang mencurigakan dari tindakan keluarga Yudha segera kabari aku," jawab Amour.
Keduanya kini sedang asyik bermain berlima bersama dengan Kinnar, Kama dan juga Asih. Senyum keduanya tidak lepas tersungging saat melihat Kinnar yang berusaha dengan sangat, berbicara dengan bahasa planet dengan adik barunya, Kama.
🍃 ___ 🍃
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
So mohon untuk cek ketypoan, syukraan katsiraan telah menantikan cerita ini
Yogyakarta, 01 Juli 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top