07¤ Musibah atau Karma

Cinta itu ibarat sebuah mata pisau, semua bergantung di tangan orang yang menggunakannya

✏✏

Hanya karena sebuah rasa yang enggan untuk dilepaskan. Akhirnya kini Yudha harus merasakan kehilangan apa yang seharusnya pantas untuk dipertahankan.

Mutiara yang pernah dimiliki namun disia siakan hingga akhirnya justru malah dia hempaskan keadaannya. Yudha memang tidak menginginkan keberadaannya hingga akhirnya malam penuh drama itu terjadi.

Yudha yang kala itu tengah bermasalah dengan Alfrinda kekasihnya. Memutuskan untuk mendatangi sebuah club malam yang terkenal di Jogja. Menenggak beberapa gelas minuman memabukkan itu sampai akhirnya dia mabuk berat.

Pulang ke rumah dalam keadaan setengah sadar dengan diantarkan salah seorang dari temannya yang masih bisa berjalan dengan normal. Hanya Hafidalah yang kala itu mau membantunya.

Menikahi Hafida selama satu tahun bukan membuat Yudha menyadari kesalahannya namun justru membuatnya semakin menggila. Atas nama cinta, Yudha justru dengan tangan terbuka membawa Alfrinda ke rumahnya. Sementara ada Hafida yang telah sah menjadi istrinya.

"Yudha, apa kowe wes ra nduwe ati?" tanya Menik saat itu. -- apa kamu sudah tidak memiliki hati? --

"Kanjeng ibu, panjenengan ingkang ngersakaken dedhaupan punika. Langkung awrat anggenipun dalem nglampahi wong manah mboten saget sarujuk kalian kasunyatan." Jawab Yudha dengan sangt entengnya. -- ibu, kamu yang menginginkan jejodohan ini. Sangat berat untukku menjalani karena hati tidak bisa menyatu dengan kenyataan --

"Aja lancang anggenmu matur karo ibu. Wong ki ra ana sing ngerti tembe ngarep sopo ngerti mung Hafida sing iso nulung dalan uripmu. Kowe iso ngomong opo?" kata Menik yang selalu memberikan nasehat supaya anak bungsunya bisa menerima kehadiran Hafida menjadi istrinya. -- jangan lancang kamu bicara dengan ibu. Orang itu tidak ada yang tahu bagaimana nanti siapa tahu nanti hanya Hafida yang bisa menolong jalan kehidupanmu. Kamu bisa bicara apa lagi? --

Namun lagi-lagi Yudha tidak pernah menggubris kata kata ibunya sama sekali. Berlalu dan meninggalkan Menik dengan segala gerundelan yang ada di dalam hatinya.

"Bocah gemblung. Diwenehi roti orion malah milih ceker remes ra nggenah." Gerutu Menik ketika Yudha meninggalkannya. -- Anak bodoh, diberi roti malah milih ceker remes yang nggak jelas rasanya --

Kilatan memori itu seperi sebuah roll film yang berputar di pikiran Yudha. Malam itu setelah mabuk, tidak ada seorangpun yang menolong yudha selain Hafida.

Masih teringat sedikit Hafida membuka pakaiannya kemudian menggantinya dengan pakaian tidur. Namun sebelumnya sempat mengelap badannya dengan air hangat.

Entahlah ada setan lewat atau memang sedang lagi berhasrat. Melihat Hafida yang dengan telaten merawatnya naluri laki laki Yudha menjamah jiwanya.

Malam itu untuk yang pertama kali setelah satu tahun bersama. Yudha memenuhi hak Hafida sebagai istri.

"Mas__," terdengar lirih suara Hafida di telinga Yudha saat dia mulai pesta malamnya bersama Hafida.

"Aku menginginkanmu," rancau Yudha dalam setengah sadarnya.

Haruskah Hafida menolak, dalam agama yang dia yakini tidak diperbolehkan seorang wanita menolak keinginan laki laki yang telah sah menjadi suaminya. Dan sialnya malam itu keduanya begitu menikmati bersama hingga akhirnya sebuah kata terakhir keluar dari bibir Yudha yang membuat ngilu di hati Hafida "I love you, Alfrin. I love you."

Yudha langsung terlelap dalam tidurnya sementara Hafida meringkuk bermandikan air mata. Hatinya sakit sekali, bercinta dengan suaminya namun berujung pada ungkapan hati suaminya untuk orang lain.

Bukankah ketika orang mabuk itu akan mengatakan apa yang ada di alam bawah sadarnya? Hafida sungguh menyadari bahwa kini kemungkinan dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengambil hati suaminya. Padahal sebelumnya dia telah bertekad dalam hatinya bahwa dia mampu membuat Yudha bisa berpaling kepadanya dengan sentuhan rasa cinta dan kasih sayang yang tulus darinya.

Hafida memilih untuk membersihkan badannya kemudian membaringkan badannya di sofa ruang tengah sambil melihat televisi untuk membuat matanya mengantuk.

Pagi harinya saat Yudha terbangun dan mendapati dirinya dengan tanpa sehelai benang pun yang melekat di badannya, menjadi sangat gusar. Masih dengan kepala yang berat akibat minuman surga yang dia tenggak semalam, Yudha berteriak memanggil Hafida.

"Apa yang kau lakukan kepadaku tadi malam?"

"Mas Yudha darimana semalam? datang datang mabuk. Untung kanjeng ibu dan romo sudah sare jadi tidak tahu kalau mas Yudha mabuk." Bukannya menjawab pertanyaan Yudha Hafida justru balik bertanya kepadanya.

"Itu bukan urusanmu. Sekarang katakan padaku apa yang kamu lakukan semalam kepadaku, hah?!" tanyanya dengan sedikit murka.

"Hafid tidak melakukan apa-apa. Memangnya kenapa dengan Mas Yudha?" tanya Hafida.

"Aku masih ingat semalam kamu membuka kancing bajuku, dan entah apalagi yang kamu lakukan kepadaku. Dasar wanita jalang!"

Yudha semakin muak melihat Hafida. Hingga akhirnya dia beranjak dan terlupa bahwa dia sedang polos tanpa sehelai pakaian pun. Hafida hanya meringis nyeri melihat semuanya. Rasanya semalam dunia milik mereka berdua saat menyatukan raga. Namun setelahnya realita seolah menghentakkan kembali Hafida untuk kembali berpijak di bumi.

Setelah membersihkan badannya. Yudha melihat sudah tersedia pakaian gantinya. Masih juga melihat Hafida berada di kamar sambil mengganti dan merapikan sprei. Semakin melihatnya semakin muak di hati Yudha hingga akhirnya terjadilah pertengkaran yang entah berawal dari masalah apa hingga terucap kata talak tiga dari bibirnya.

"Sudahlah aku muak dengan keadaan kita. Kamu aku bebaskan sekarang pergilah aku jatuhkan talak tiga untukmu. Pergi dari hadapanku!"

Hafida langsung keluar. Tidak tertahankan air mata yang mengalir menganak sungai. Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang menginginkan keluarganya akan hancur di meja hijau pengadilan agama.

Hafida lebih memilih untuk tinggal di panti asuhan kembali setelahnya. Namun sayangnya ibu panti tidak pernah dia beritahu sampai akhirnya sidang putusan perceraiannya diputuskan oleh pengadilan agama.

Kecelakaan Hafida itu tidak sama sekali dia ketahui. Jika bukan Yoga yang memberitahu setelah Hafida diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit setelah satu setengah bulan dirawat disana, Yudha tidak akan pernah tahu.

Hari ini Yudha berada di rumah sakit untuk mendampingi Alfindra. Dia mengalami pendarahan hebat dan ternyata setelah melalui beberapa tahapan tes Alfrinda mengidap penyakit yang disebabkan oleh virus human papilloma. Stadium lanjut yang mengharuskan untuk diangkat rahimnya guna pengobatan lebih lanjut.

"Alfrin positif kanker serviks? Harus diangkat rahimnya?" tanya Yoga saat mereka berdua tengah berada di rumah sakit bersama.

Mendengar percakapan kedua putranya Menik langsung ikut bergabung di dalam perbincangan mereka. "Dari awal ibu memang sudah tidak menyetujui pernikahanmu dengan Alfrin. Hafida yang ibu anggap bisa menjadi wanita terbaik untukmu malah kamu hempaskan. Sekarang kamu tanggung sendiri"

"Ibu___Yudha menyesal tidak pernah mendengarkan nasehat ibu," kata Yudha dengan perasaan bersalah dan penyesalan yang mungkin bisa dikatakan terlambat.

"Wes telat. Nyeselmu kuwi ra iso mbalekke Hafid menyang trah Danudirdjo," jawab Menik. -- sudah terlambat. Menyesalmu itu tidak bisa mengembalikan Hafida di keluarga Danudirdjo --

"Mas, tulungono aku. Nikahi Hafida, setelah itu aku akan menikahi dan janji akan menafkahinya lahir batin," pinta Yudha.

Yudha memang tidak bisa kembali rujuk dengan Hafida sebelum Hafida menikah dengan orang lain karena talak tiga yang telah dia jatuhkan dahulu. Mendengar Hafida kini sedang mengandung anak darinya membuat rasa penyesalan Yudha semakin memuncak.

Dia mengaku salah namun terlalu naif untuk bertemu dan langsung meminta maaf kepada Hafida. Apalagi setelah Yudha tahu bahwa Hafida mengalami amnesia yang menyebabkan dia melupakan Yudha dan seluruh kenangan rumah tangganya.

Entahlah, ini merupakan musibah atau karma untuknya. Namun mengingat perjalanan di masa lalunya, hatinya semakin teriris. Mengingat bagaimana dahulu dia memperlakukan Hafida, menyakiti hatinya namun Hafida selalu setia berada di sampingnya tanpa keluhan apapun.

Mau tidak mau, akhirnya kini Yudha mulai membandingkan antara Alfrin dan Hafid. Jika dulu Hafid selalu tulus melayaninya sebagai seorang suami meski selalu dia tolak karena berusaha menjaga perasaannya untuk Alfrin namun setelah menikahi Alfrin, Yudha justru melakukan semuanya seorang diri. Serasa tidak memiliki seorang istri.

"Mas Yoga, tulung aku. Nikahi Hafid untukku. Setelah itu ceraikan dan aku akan menikahinya kembali."

"Apa utekmu kuwi wes muntir? Keblinger kowe kui pancen. Rumangsamu, ra mikir yen tumindakmu kuwi bakal nglarani wong sak ndayak erat. Alfrinda, Rahayu, durung Hafida. Makane sedurunge tumindak kuwi dipikir sing bener, aja mung prasamu wae sing mbok benerke." tolak Yoga. -- apa otakmu sudah terbalik? Nggak mikir kalau itu akan menyakiti hati orang banyak. Alfrinda, Rahayu, belum lagi Hafida. Makanya sebelum bertindak itu dipikirkan yang benar, jangan merasa paling benar --

"Ibu ra melu-melu, sing penting kanggo ibu. Calon bayi sing saiki ana neng kandungane Hafida iku kudu mbok slametke. Yen biso kudu iso diboyong menyang trah Danudirdja," kata Menik kemudian meninggalkan keduanya. -- ibu tidak ikut ikut. Yang penting buat ibu. Calon bayi yang ada di kandungan Hafida harus kalian selamatkan. Kalau bisa harus bisa di boyong ke keluarga Danudirdjo --

"Mas___?"

"Ora, aku ra iso nglarani Rahayu koyo dene sing mboklakoni marang Hafida. Masio Rahayu wes diputus ra iso menehi keturunan ro dokter," jawab Yoga. -- tidak, aku tidak bisa menyakiti hati Rahayu seperti yang kamu lakukan kepada Hafida. Meskipun Rahayu sudah divonis tidak bisa memberikan keturunan untukku oleh dokter --

"Mas, mung mas Yoga sing biso ikih. Aku bakal nembung mbak Rahayu." Yudha masih meminta Yoga untuk mau menerima Hafida sebagai istri keduanya. -- hanya mas Yoga yang bisa menolongku perihal ini. Aku yang akan bilang ke mbak Rahayu --

"Yud, rabi loro kuwi abot sanggane. Aku ora kuat." -- nikah dua itu berat taruhannya. Aku tidak kuat --

"Nikah trus ceraikan. Aku akan menikahi Hafida kembali."

"Apa Hafida akan mau? Kamu pikir dia itu barang yang bisa dioper oper seperti bola? Hafida itu manusia, wanita dan dia punya hati. Ingat itu!" jelas Yoga. "Asal kamu tahu ya, untuk bisa menikah denganmu lagi, Hafida harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri untuk suami sebelum kamu menikahinya kembali. Itu artinya___"

"Menikah Mas, bukan untuk tidur juga."

"Mbok pikir? Paugeran agama kuwi aja digawe dolanan. Gusti murbeng dumadi biso murka karo kowe. Aja sekarep udelmu dewe. Kabeh ngunu ana aturane dewe-dewe." Kesal Yoga kepada adiknya. Yudha ini tipe orang yang tidak tahu tapi sok tahu. -- kamu pikir? Aturan agama itu jangan dibuat permainan. Allah bisa murka kepadamu. Jangan semaumu sendiri. Semua ada aturannya sendiri sendiri --

Yudha semakin frustasi mendengar ucapan kakaknya. Apa benar untuk bisa menikah dengannya kembali Hafida harus menikah dan tidur dengan suaminya itu terlebih dahulu?

Tentu saja Yudha tidak akan pernah mengikhlaskannya. Dia ingin kembali menikahinya. Bukan untuk menyerahkan kepada pria lain.

Ketika Yudha sedang bergelut jauh dengan pikirannya. Tiba-tiba sosok yang sedang menjadi tokoh utama yang dipikirkan berjalan melewatinya.

"Hafida____" ucap Yudha lirih namun telinga Hafida mendengar sapaan lirih itu.

Dengan senyum nan ramah Hafida membalas sapaan Yudha tanpa bermaksud untuk berhenti dan berbincang dengannya. Namun Yudha segera berdiri kemudian menghadang langkahnya tiba-tiba.

"Maafkan aku Hafid. Mungkin sudah tidak dapat dihitung lagi seberapa banyak salahku kepadamu," kata Yudha sambil tertunduk. Merasa malu berhadapan dengan Hafida.

"Maaf, tapi saya tidak mengenal Anda. Jadi anda tidak perlu meminta maaf kepada saya," jawab Hafida. Ingatannya memang tidak bisa mengingat siapa laki-laki di hadapannya ini meskipun kenyataan mengatakan bahwa dia adalah mantan suaminya.

"Aku Yudha, Hafid. Yudha Panji Asmoro, man___tan sua__mimu," kata Yudha terbata memperkenalkan diri.

"Maaf Pak Yudha. Diantara kita bukannya sudah tidak ada apa-apa lagi ya. Saya tidak ingin dituding menjadi duri dalam daging oleh istri anda kembali seperti yang pernah beliau katakan di rumah makan jejamuran tempo hari itu," kata Hafida lagi.

"Aku minta maaf untuk itu semua. Sekarang dia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit ini. Tolong maafkanlah kami," pinta Yudha.

"Saya sudah memaafkan sedari waktu itu. Maaf Pak Yudha saya permisi dulu karena masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan, diantara kita sudah tidak ada lagi yang harus diperbincangkan. Permisi, assalamu'alaikum." Pamit Hafida kepada Yudha.

"Tapi benihku sekarang sedang berkembang di rahimmu Hafid. Kamu mengandung anakku, itu tidak bisa kamu pungkiri." Kata Yudha yang kembali menghentikan langkah Hafida.

Hafida berbalik kemudian mendekat kepada Yudha kembali. Masih dengan sikap tenangnya dia menjawab.

"Ini anak saya, anda tidak perlu khawatir kami akan meminta bagian dari keluarga anda. Inshaallah saya bisa membesarkannya sendiri", kata Hafida

"Justru karena kami menginginkan sebagai penerus trah Danudirdjo Hafid. Kamu harus mau menikah denganku kembali. Aku janji akan membahagiakanmu", kata Yudha

Belum sempat Hafida menjawab ucapan Yudha, ada suara nyaring di belakangnya yang membantunya bersuara. "Bahagia seperti apa yang Anda janjikan untuk Hafida?" Hafida tahu bahwa itu suara Amour.

"Siapa kamu ikut campur urusan kami?" kata Yudha tidak terima dengan kehadiran Amour diantara dia dan juga Hafida.

"Oh, Anda belum tahu? Kenalkan nama saya Amour, dr. Amour Erlangga calon suami Hafida Nuraina." Kata Amour sambil mengulurkan tangannya kepada Yudha.

Yudha melihat uluran tangan Amour tapi tidak berminat untuk menyambutnya.

Amour pun hanya tersenyum kemudian memandang Hafida dan masih dengan senyum yang mengembang kemudian berkata, "Selesaikan pekerjaanmu segera. Hari ini kita harus bertemu ayah dan bunda untuk membicarakan pernikahan kita. Kinnar juga pasti sudah merindukanmu. Bersiaplah setengah jam lagi aku ke ruanganmu"

Hafida hanya tersenyum dan mengangguk. Mengiyakan ajakan Amour adalah cara paling jitu untuk segera menghindari Yudha.

"Saya permisi dulu pak Yudha, assalamu'alaikum." Pamit Hafida.

"Tunggu Hafid. Jawab dengan jujur, apakah semua yang dikatakan dokter itu benar?" tanya Yudha.

"Iya, kami memang berencana menikah setelah saya selesai nifas. Ada lagi yang Pak Yudha perlu tahu?" tanya Hafida yang kini mulai jengah.

"Apa?"

Tidak perlu menjawab keterkejutan Yudha. Tidak akan merubah apa pun. Hafida telah menerima pinangan Amour dan bersedia untuk menjadi istri sekaligus ibu untuk bayi yang bernama Ayesha Kinnara.

Membiarkan Yudha tetap bergelung dengan ratapan kesalahan di masa lalunya. Hafida bukanlah orang yang cuek dan tega hati kepada orang lain. Namun dia tahu bahwa saat ini yang dia butuhkan adalah terus melangkah kedepan tanpa harus menoleh ke masa lalunya.

🍃  ___ 🍃

-- to be continued --

Blitar, 16 Juni 2019

NB : Roti Orion itu adalah toko roti tertua yang paling enak di Blitar. 😅😅

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top