9. Saling Terbuka
Sepanjang sisa pelajaran, Mona mendiamkan aku. Dia bertingkah seolah aku tidak ada. Ketika pelajaran sekolah berakhir dan Mona sudah berdiri siap keluar kelas, aku menahannya dengan menggenggam pergelangan tangannya.
"Mona, tunggu. Ada waktu sebentar? Ada yang mau aku omongin," kataku.
"Sori, aku nggak ada waktu!" ucap Mona dengan ketus sambil menarik tangannya hingga terlepas dari peganganku.
"Aku yakin hantu itu pernah sekolah di sini. Dia minta tolong aku menemukan pembunuhnya," bisikku cepat sebelum Mona berlari keluar kelas.
Mata Mona membelalak, akhirnya dia menoleh ke arahku.
"Kamu ..." ucap Mona tak melanjutkan kalimatnya.
Dia tetap pergi keluar kelas. Aku mengejarnya. Hingga dia mengambil sepedanya dan mulai mengayuh menuju rumahnya, aku tetap mengikutinya.
Hingga Mona menghentikan sepedanya di depan rumahnya yang tampak sederhana tapi berhalaman luas dan teduh penuh pepohonan.
"Kamu ngapain sih ngikutin aku terus? Kamu benar-benar stalker ya!" ujar Mona, dia kembali memasang wajah kesal.
"Aku butuh bantuanmu. Please, kamu mau nolongin aku, kan?"
"Kenapa nggak dari tadi kamu bilang minta tolong? Tadi kamu malah arogan sok tau dunia gaib dan nuduh aku menipu."
"Oke, aku minta maaf kalau aku terkesan arogan. Jujur, aku sendiri bingung dengan apa yang kualami. Selama ini aku nggak pernah melihat penampakan hantu atau hal-hal mistis lainnya. Tapi kemarin, saat aku pulang sekolah lewat jalan pintas melalui jalan setapak di perkebunan teh nenekku, aku dicegat cewek berseragam SMA. Aku nggak tahu dia dari SMA mana. Dia mengaku dibunuh dan meminta aku menemukan pembunuhnya. Lalu ... dia berubah. Nggak lagi seperti remaja SMA biasa. Kepalanya luka, darah mengucur memenuhi mukanya, lama-lama dia membusuk. Dan tadi di belakang perpustakaan, dia muncul lagi tepat di samping kamu. Aku nggak bohong, selama ini aku selalu berpikir logis. Tapi tadi, itulah yang aku lihat."
Aku menjelaskan cukup panjang pada Mona. Itu baru sebagian kecil. Masih ada banyak hal yang ingin kuceritakan padanya.
Raut wajah Mona terlihat biasa, seolah dia tidak terkejut atau terkesan mendengar ceritaku. Padahal aku berharap dia bereaksi tercengang mendengar ceritaku tentang cewek SMA yang mengaku dibunuh itu.
"Memangnya kamu ngapain? Kenapa bisa lihat yang serem begitu?" Hanya itu komentar Mona.
"Aku ... ceritanya panjang. Intinya, tiga bulan lalu aku pernah mengalami kecelakaan mobil hebat. Mobil itu disetir ayahku. Ayahku, ibu sambungku dan dua adikku masuk jurang bersama mobil itu. Mereka semua meninggal, hanya aku yang masih hidup. Karena itu aku dipindahkan di sini. Dan sejak kecelakaan itu, aku merasakan ada berubah dalam diriku. Kupikir, mungkin aku bisa lihat penampakan cewek SMA gaib tadi gara-gara kecelakaan mobil yang kualami itu," kataku menceritakan secara singkat kehidupanku dengan suara agak cepat.
Barulah Mona melongo terdiam dengan mulut setengah terbuka mendengar ceritaku tentang kejadian tragis dalam hidupku. Matanya berkedip-kedip. Sepertinya ceritaku tadi membuatnya tercengang.
"Jadi ... kamu udah nggak punya keluarga lagi?" tanyanya, sikapnya padaku mulai melunak.
"Ada tante dan omku, tapi mereka sudah nggak mau menerima aku. Hanya Nek Gayatri yang mau menampungku di rumahnya," jawabku lugas.
"Ternyata hidupmu lebih menyedihkan daripada aku. Eh, tadi kamu bilang ibu sambung?" Mona bertanya lagi.
"Ibu kandungku meninggal beberapa jam setelah melahirkan aku," jawabku.
Aku melihat mata Mona yang membesar sedetik lalu, kini normal lagi.
"Aku turut berdukacita atas semua yang sudah kamu alami," ucap Mona.
Matanya menyipit menatapku. "Jadi, setelah kecelakaan itu, kamu berubah jadi orang aneh?" lanjutnya.
Aku mengangkat alis.
"Menurutmu kemampuanku yang kusebutin tadi itu aneh? Tapi kamu malah pura-pura bisa lihat dan komunikasi sama roh yang sudah meninggal. Aku tau kamu pura-pura karena kamu nggak bisa lihat sosok hantu SMA yang tadi ada di samping kamu, kan?"
"Oke, aku memang nggak bisa lihat, tapi aku punya alasan kenapa berbuat begitu. Kasus bapakku bikin keluargaku tercoreng. Walau akhirnya bapakku terbukti nggak bersalah. Tapi hidupku udah telanjur berubah. Semua jadi susah. Di sekolah, teman-temanku menjauhiku. Sebelum kamu datang, aku nggak punya teman sebangku. Nggak ada yang mau duduk di sampingku. Sampai aku punya ide pura-pura bisa lihat mahluk gaib, supaya aku punya kelebihan yang bikin mereka nggak meremehkan aku lagi."
"Lalu, kamu masang tarif buat teman-temanmu yang konsultasi sama kamu?" tanyaku.
"Yah, lumayan. Bisa buat tambahan biaya hidup sehari-hari aku dan ibuku. Lagian, aku nggak terlalu salah. Aku cuma bikin mereka jadi lebih percaya diri dan nggak takut lagi sama mahluk-mahluk halus itu," jawab Mona.
Aku masih diam mencerna segala ucapan Mona itu.
"Eh, kita kok jadi ngobrol di sini sih? Ayo, masuk. Kita duduk di teras rumahku aja biar ngobrolnya lebih enak."
"Nggak usah deh. Aku nggak enak sama Nek Gayatri kalau telat pulang. Besok aja kita lanjutin lagi obrolan kita. Oh iya, kamu aku kasih PR. Tolong cari info tentang murid sekolah kita yang meninggal karena dibunuh di kebun teh. Semoga besok kamu sudah dapat infonya. Aku yakin dia murid sekolah kita, karena tadi dia muncul di belakang perpustakaan sekolah kita," ucapku.
Mona mengangguk-angguk.
"Oke, nanti kucari infonya," sahutnya.
"Aku permisi, Mona. Sampai ketemu besok di sekolah," kataku berpamitan.
"Iya, sampai besok, Magma," ucapnya.
Aku mengayuh sepedaku menuju rumah nenek. Kali ini aku memilih lewat jalan utama di kebun teh. Memang sedikit lebih jauh, yang penting aku tidak bertemu lagi dengan mahluk yang mencegatku kemarin.
**=======**
Met malming.
Aku berusaha update malam ini supaya cerita ini bisa cepat selesai sesuai jadwal.
Asyik kan hari ini update 2 cerita? 😊
Makasih buat yang udah baca, ngasih vote dan komen yang banyak.
Salam,
Arumi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top