3. Mencari Fakta
Firza masih termenung menatap layar monitor di depannya. Dia belum mengerti mengapa papanya membuat aplikasi yang begitu sederhana. Namun, dia tak yakin kalau papanya berbulan-bulan menghabiskan waktu hanya untuk membuat aplikasi pemantau CCTV. Hal yang tak perlu dilakukan dan membuang waktu yang berharga bagi seorang peneliti.
Dicermatinya ulang daftar tempat yang ada di layar satu demi satu. Keningnya berkerut melihat satu nama di daftar itu, MY SON. Rasa penasaran mengusiknya. Mungkin yang dimaksud di situ adalah dirinya. Namun, bagaimana bisa memantau dirinya? Melalui CCTV di kamarnya? Bukankah itu mestinya termasuk di RUMAH?
Firza mengarahkan penunjuk mouse ke MY SON dari daftar itu. Tampilan monitor matriks berubah menampilkan gambar yang gelap, hampir hitam pekat, tetapi seperti menampilkan gambar sesuatu yang samar. Firza mematung memandangi sembilan layar itu, tampilannya seragam. Kesembilan monitor itu menampilkan gambar yang sama.
Masih tak mengerti dengan apa yang tampil di layar monitor, Firza menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Gambar gelap di layar monitor itu tampak ikut bergerak. Firza sontak menyadari sesuatu. Dia mengalihkan pandangannya ke saku kemejanya di mana ponselnya berada. Diraihnya ponsel itu dari sakunya. Dugaannya benar. Monitor matriks itu kini menampilkan gambar dirinya. Tampaknya Mata Langit menangkap gambar dari kamera depan ponselnya. Namun, bagaimana bisa? Bagaimana Mata langit mengakses kamera ponselnya? Firza tak habis pikir. Mata Langit mulai kelihatan sebagai makhluk ajaib.
Kini, kebingungannya bertambah. Kalau sebelumnya Firza tak mengerti mengapa papanya sekadar membuat aplikasi pemantau CCTV, kali ini kebingungannya berubah. Bagaimana cara Mata Langit mendapatkan akses ke ponselnya untuk mengakses kamera? Ini sungguh tak masuk akal. Firza memeriksa isi ponselnya, semua tampak normal. Tak ada aplikasi yang mencurigakan terpasang di sana. Lagipula, Firza sangat yakin kalau papanya tak pernah menyentuh ponselnya sama sekali selama ini.
Firza tiba-tiba sadar telah meninggalkan Tante Hilda di ruang tengah. Dia bergegas kembali ke ruang tengah. Ternyata, Tante Hilda sedang berbicara dengan Mang Jaka dan Bi Munah. Sekilas, Firza mendengar Tante Hilda memberi arahan tentang mengurusi rumah itu dan mobil peninggalan papanya. Firza pun bergabung duduk bersama mereka.
"Tante, aku mungkin akan sering di rumah ini," ujar Firza ketika Tante Hilda selesai dengan arahannya. "Kalo boleh, aku minta Mang Jaka dan Bi Munah untuk kerja di sini setiap hari."
Tante Hilda tersenyum, "Tentu saja boleh. Memang tugas Mang Jaka dan Bi Munah di sini. Cuma belakangan karena rumah ini jarang didatangi, mereka berdua tidak setiap hari ke sini," jawab Tante Hilda. "Kamu masih ingat, 'kan, di garasi ada mobil papamu. Kamu mungkin mau menggunakannya. Sayang kalau cuma dibiarkan di garasi. Tante sudah menyiapkan semua berkas pengalihan hak milik peninggalan papamu kepada kamu. Semua sudah beres."
"Menurutku, sebaiknya Tante tetap mengurus semuanya seperti yang selama ini Tante lakukan buat Papa. Aku belum terpikir mau diapakan semua peninggalan Papa. Nanti saja, kita bahas masalah itu."
"Baiklah, kalau begitu. Mungkin besok kemu ke kantor Tante saja dulu. Nanti, Tante jelaskan apa saja peninggalan papamu biar semuanya jelas."
"Iya, Tante. Besok sekitar jam sepuluh?"
"Boleh. Tante besok seharian ada di kantor," jawab Tante Hilda. "Tante pamit dulu. Sore ini, kebetulan ada janji sama klien."
"Iya, Tante. Terima kasih sudah datang ke acara wisudaku." Firza mencium tangan Tante Hilda. Perempuan itu lalu memeluk tubuh Firza.
* * * * *
Firza kembali duduk di meja kerja papanya. Ada banyak hal yang ditinggalkan papanya yang harus dipelajarinya. Bukan hanya Mata Langit, papanya meninggalkan banyak penemuan hasil penelitiannya yang merupakan teknologi terkini dan masa depan. Sebagian hasil penelitian itu dipublikasikan tidak seutuhnya, melainkan hanya sebagian saja agar tak dipergunakan orang lain dengan mudah, terutama yang bisa menghasilkan produk teknologi yang cukup berbahaya jika digunakan secara salah.
Dua jam telah berlalu sejak Firza membaca catatan riset Mata Langit. Dia mulai memahami teknologi yang digunakan oleh papanya dalam mengembangkan Mata Langit. Sebagian besar merupakan perpaduan computer vision, artificial intelligence, dan machine learning. Papanya memadukan ketiganya dengan menemukan hal-hal baru yang belum ada dalam publikasi-publikasi ilmiah di dunia ini. Sebuah temuan teknologi masa depan. Memang, semua dasar ketiga bidang ilmu itu dipelajari Firza di bangku kuliahnya, tetapi pengembangan yang dilakukan papanya merupakan hal-hal baru yang bahkan belum pernah dipelajarinya sama sekali. Untunglah, papanya menuliskan semua dalam catatan risetnya dengan terperinci dan jelas untuk dicernanya.
Selesai membaca sekilas catatan riset Mata Langit, Firza membaca sekilas berbagai hal yang dituliskan papanya. Firza terperangah menyadari betapa dirinya tak begitu mengenal karya-karya papanya dengan baik. Yang selama ini dia ketahui adalah hanya hal-hal yang sempat diceritakan papanya secara ringkas. Firza bahkan tak mengenal ruangan kerja papanya ini sama sekali. Dari informasi yang dibacanya, dia baru tahu bahwa ruang kerja itu punya pintu rahasia menuju ruang bawah tanah.
Firza bangkit dari kursi kerja itu. Dia sangat penasaran ingin melihat ruang bawah tanah yang dijelaskan papanya dalam salah satu dokumen. Letakknya persis di belakang tempat duduk itu.
Dinding di belakang kursi yang kerja itu berupa panel-panel kayu yang tersusun secara vertikal. Penampakannya seperti dinding yang dilapisi plywood dan diberi papan-papan vertikal yang lebarnya sepuluh sentimeter sebagai pola pemanis. Firza menggeser salah satu papan vertikal itu ke kiri. Tiba-tiba panel kayu di depannya bergeser dengan penggerak motor elektrik. Di balik panel itu ada sebuah pintu besi berwarna cokelat muda. Di sisi kanan, terdapat keypad untuk memasukkan passcode. Firza terdiam sejenak. Aku butuh passcode untuk bisa melewatinya, pikirnya. Papanya tak menuliskan satu passcode pun untuk membuka pintu itu.
Passcode itu berupa enam angka numerik. Firza mulai dengan mencoba mengisikan enam angka tanggal lahir papanya. Meski sudah dibolak-baliknya, semuanya salah. Lebih mudah baginya jika harus memasukkan passcode itu di komputer karena dia bisa menggunakan metode brute force. Tetapi, di keypad ini, hal itu tak mungkin dilakukannya. Firza berusaha menjernihkan pikirannya yang mulai putus asa mencoba membuka pintu itu. Kalau Papa sempat meninggalkan pesan untukku, pasti Papa juga sudah meninggalkan cara untukku melewati pintu ini. Kode yang disediakannya tentu kode yang bisa kutebak, pikirnya.
Firza mencoba memasukkan tanggal lahirnya dengan urutan tahun, bulan, dan tanggal. Papanya menggunakan itu pada PIN kartu ATM-nya. Sebuah nada bip terdengar dan passcode diterima. Pintu itu mulai terbuka secara otomatis diikuti dengan nyala lampu ruangan di belakangnya. Bukan ruangan, tepatnya ruang kecil dengan tangga menuju ke ruang bawah tanah.
Tangga menuju ke ruang bawah tanah itu diterangi beberapa downlight. Meskipun agak remang, Firza masih bisa melihat dengan sangat jelas anak-anak tangga yang membawanya ke bawah. Setelah menjejakkan kakinya ke lantai ruang bawah tanah, lampu-lampu LED putih di atas ruangan langsung menyala otomatis menerangi ruangan itu.
Firza hanya maju dua langkah, lalu mengamati isi ruangan itu. Ruangan itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian sisi dalam adalah ruangan kaca dengan beberapa rak server dan sisi luar di mana Firza berada adalah semacam ruang pamer tempat meletakkan berbagai produk teknologi karya papanya. Di sisi kanannya, Firza melihat sebuah meja kerja kecil.
Firza berjalan mendekat ke kaca pembatas ruang bagian dalam. Semua server masih tampak menyala. Itu pasti data center, pikirnya. Melihat banyaknya server yang ada di sana, Firza bisa menebak bahwa apa yang dilakukan papanya bukanlah hal kecil.
Setelah mengamati sejenak situasi data center, Firza mulai mengerti arsitektur yang digunakan papanya. Dalam pikirannya, dia bisa mereka-reka bahwa data center itu mendapatkan pasokan listrik dari beberapa baterai kering yang tersusun di salah satu sisi ruangan itu yang menyimpan daya dari panel surya yang diletakkan di atas rumah. Dengan demikian, pasokan listrik ke data center tak tergantung dari listrik PLN dan idealnya, takkan terputus selama dipelihara dengan baik. Dari jumlah baterai kering yang ada di sana, Firza bisa tahu bahwa listrik yang dihasilkan bisa digunakan untuk semua kebutuhan listrik di rumah itu.
Setelah mengamati data center, Firza bergerak mendekati meja panjang tempat memajang berbagai produk teknologi. Di sana berjejer smart watch, smart glasses, VR box, dan lain-lain. Semua benda itu sudah diprogram khusus sesuai dengan hasil penelitian papanya. Dia memilih untuk tak menyentuhnya dulu. Masih banyak waktu untuk bermain-main dengan berbagai mainan peninggalan papanya itu.
* * * * *
Firza merasa memasuki dunia yang baru. Dunia yang berisi berbagai hasil obsesi papanya sebagai peneliti. Dunia yang sebentar lagi juga harus dikuasainya sebagai penerus papanya. Hari ini, dirinya begitu lelah. Dia perlu bersantai sejenak menghilangkan semua kelelahannya. Berkendara sambil bersenang-senang mungkin menjadi pilihan yang tepat, pikirnya.
Setelah menerima remote control mobil papanya, Firza berjalan ke garasi. Dia sengaja tidak minta dijemput sopirnya yang mengantarkannya wisuda tadi pagi. Dia ingin berkendara sendiri dan bersenang-senang. Papanya sangat tahu cara bersenang-senang dengan mobilnya. Itulah yang akan dicobanya sore ini.
Mang Jaka telah membukakan pintu garasi. Sebuah BMW Z4 generasi kedua warna hitam. Sebuah roadster yang menyenangkan untuk dikendarai dengan kecepatan tinggi. Mang Jaka pasti telah mempersiapkannya sehingga mobil itu tampak bersih mengkilap tanpa debu.
Mobil itu bukanlah generasi ketiga BMW Z4, tetapi justru itu yang istimewa dari mobil itu. Baik papanya maupun Firza tidak menyukai atap mobil canvas khas mobil convertible. Generasi kedua ini atapnya hardtop dan bukan canvas. Firza sudah pernah mencoba beberapa kali mobil papanya ini.
Meski aslinya sudah ketinggalan teknologi, tetapi papanya telah melakukan berbagai modifikasi dengan teknologi baru. Kaca depan mobil itu sudah dilapisi layar LED transparan yang menjadi layar besar yang bukan hanya bisa menampilkan peta melainkan bisa digunakan untuk virtual reality dan augmented reality. Mobil itu juga sudah dipasangi perintah suara layaknya mobil-mobil modern. Namun, ada berbagai kelebihan yang terdapat di dalam sistem mobil itu yang dibuat khusus yang tak akan ditemukan bahkan pada mobil paling modern sekali pun.
Firza tak berkeinginan langsung pulang. Dia ingin memacu adrenalinnya dengan mengebut di jalan tol. Memacu mobil yang mampu mencapai kecepatan 100 kilometer per jam hanya dalam 4 detik itu. Hari ini, dia harus melepas semua lelahnya karena esok, hari baru telah menantinya sebagai penerus papanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top