Bab 18

Francesca langsung masuk ke kamar ketika permainan Pianoforte dari Katherine berakhir. Ia tak siap bertemu tamu yang lain, apalagi Ranulf. Para Highlander malah terhibur, katanya suaranya bisa mengusir sekumpulan serigala di Skotlandia sana. Apa seburuk itu? Padahal ibunya artis opera yang memiliki suara emas, yang bahkan tak disisakan sedikit saja bakatnya untuk Francesca.

Ke kamar pun ia tak langsung tidur. Francesca memilih berganti gaun lalu bersembunyi, duduk merosot di pojok balkon. Tujuannya sebenarnya untuk menulis surat pada ibunya, ia biasanya mengadu jika mengalami hari yang buruk tapi kebiasaan itu hilang seiring berjalannya waktu. Ibunya selalu mengatakan tak apa sayang, semua akan baik-baik saja tapi yang ibunya katakan tidak pernah terjadi. Hidup Francesca mulai terombang-ambing ketika masuk ke kediaman Earl of Lecester dan sekarang perasaannya jadi tak menentu ketika bersama dengan Ranulf.

Ibunya menganggungkan cinta, menjabarkan perasaan itu dengan kata-kata yang indah sampai Francesca ingin merasakannya, ingin mengetahui bagaimana rasanya jatuh cinta tapi ibunya berbohong lagi. Cinta tidak indah malah mimpi buruk yang terus mengejarnya. Sesuatu yang melahap kebahagiaannya menjadi sikap was-was serta cemas.

"Aduh!" Siapa yang berani melompati kepalanya!

"Kenapa kau di sembunyi di sini?"

Francesca melotot, "kenapa kau ke kamarku lagi lewat atap?"

"Aku hanya ingin mengetahui keadaanmu Francesca setelah insiden malam ini?" Ranulf tak serius mengkhawatirkannya. Pria itu melemparkan pertanyaan dengan menahan tawa.

Francesca ingin mengubur wajahnya di bawah rok supaya tak melihat Ranulf yang mengejeknya secara langsung. "Itu bukan insiden biasa tapi tragedi."

"Yah tidak semua lady pandai menyanyi. Mereka punya bakat lain, seperti menyulam, bermain alat musik dengan baik atau pandai mengatur interior rumah. "

Francesca menggeleng, bibir bawahnya ia gigit. "Aku tidak bisa semuanya."

"Satu pun?" Kepala Ranulf maju dengan ekspresi terkaget-kaget.

"Aku benci bermain Pianoforte, aku suka menyanyi sejak kecil tapi suaraku tetap tidak tertolong. Merajut? Aku membencinya, karena jarumnya tajam sekali sering menusuk ujung jari tapi aku suka buku, aku suka membaca. Oh rata-rata pria membenci wanita yang bisa menggunakan otaknya. Kau juga begitu?"

Ranulf meringis, seolah apa yang Francesca alami sangat memprihatinkan. "Aku senang mengetahui jika otakmu ternyata terpakai juga. Kau bisa mengendarai kuda, payton bahkan kau bisa bermain pedang dan memanah. Itu cukup."

"Kau tahu aku bisa memanah ?" Ranulf tertarik pada Francesca karena kelebihannya itu namun tak bisa bilang.

" Ya, aku tidak sengaja melihatnya. Boleh ku tahu apa yang kau bicarakan tadi dengan Angus?"

Francesca berdiri lalu mengernyitkan hidung. "Bukan hal yang penting."

"Kalau tidak penting, kenapa kau banyak tertawa?"

"Kau mengawasiku? Kau menggunakan pekerjaan sampinganmu untuk mengamati ? Itu tidak pantas My Lord!"

Ranulf berjalan pelan, tangannya meraba dinding balkon. Ia meraih tangan Francesca, melihat ke arah jari yang memakai cincin miliknya. "Kau milikku selama masih memakai cincin Ini!"

"Semua orang juga tahu kita bertunangan. Kau sudah mengumumkannya saat para Highlander datang. Aku hanya bertanya pada Angus bagaimana sifat calon suami Katherine. Mereka memang terlihat besar tapi tidak seseram yang orang bilang."

Ranulf langsung menghadap depan, mengambil nafas agar dapat mengendalikan emosi yang bergemuruh di dalam dadanya. Untuk apa ia marah pada Francesca yang mengobrol dengan Angus di ruang makan. Francesca hanya bersikap sopan, ia yang berlebihan.

"Pemandangan lebih indah di lihat pada siang hari. Maklum saja beberapa rumah memang tak memiliki penerangan." Ranulf mencoba mengalihkan pembicaraan, mencairkan suasana tegang yang ia ciptakan.

"Masih bisa kan melihat bintang dan bulan."

"Kau mau melihat bulan dan bintang lebih jelas Francesca?"

"Mau, tapi di mana?"

Dahi Francesca mengerut, ia mendongak, mengawasi Ranulf dengan mata penuh tanda tanya. Tapi ia seperti orang bodoh, ketika tangan Ranulf terulur lembut. Francesca menerima tangan itu tanpa protes.

"Aku akan mengajarimu memanjat."

"Memanjat?"

"Iya memanjat untuk menuju atap."

Ranulf Naik pembatas balkon terlebih dulu. Ia yakin Francesca mudah sekali belajar dan akan dapat melakukannya dengan sekali contoh. Tapi yang mereka lalui adalah dinding bata kasar yang sangat sulit dicengkeram. Apalagi Francesca memakai gaun malam yang tentunya membatasi pergerakannya.

Namun bukan namanya Francesca kalau menyerah. Ia sampai ke atap dengan susah payah, gaun tidurnya robek sedikit karena tergerus tembok.

Oh Ranulf juga tidak bilang jika di atas anginnya kencang sekali. Francesca berpegangan erat pada Ranulf. Tak lucu ia harus jatuh dan mati esok hari ditemukan di halaman rumah peristirahatan.

"Harusnya aku memakai sepatu bot," ujarnya ketika mencoba duduk. Ranulf mengambil tempat di belakangnya, memegangi erat Francesca. Mengapitnya dengan kaki. "Kakimu jangan mencengkeramku. Aku bisa memegang lututmu."

"Masih dengan peraturan siapa yang boleh menyentuh siapa. Lebih baik tidak ku pegangi saja."

"Jangan berani pindah! Aku sedikit takut ketinggian. Bukan cuma sedikit tapi takut sekali."

"Kau harus membuang gengsimu agar selamat."

Semoga saja Ranulf tak mendengarkan detak jantungnya yang bertalu-talu. Francesca gugup dengan kedekatan mereka. Bulu kuduknya merinding setiap nafas Ranulf berhembus. Ia membiarkan Ranulf berdiri di belakangnya lalu menumpukan janggutnya pada puncak kepala Francesca.

"Dari sini semuanya terlihat tapi sama saja gelap.Cuma bulan dan bintang yang bersinar." Dan Francesca punya banyak kisah tentang bulan dan bintang. Ibunya bilang  kalau bulan adalah bidadari yang dikutuk karena jatuh cinta pada pengembala sedang bintang adalah orang baik yang meninggal. Awalnya Margareth bercerita kalau ayah Francesca telah menjadi bintang tapi semua kebohongan terbongkar setelah Earl of Lecester datang.

"Navigasiku kalau sedang ada di luar ya rasi bintang."

"Aku tidak pernah suka pelajaran astonomi, biasanya peramal akan menggunakannya." Francesca tidak percaya karena ramalan hanya mengucapkan tentang masa depan yang kita mau.

"Rasi bintang sangat berguna untuk menentukan arah, saat kita di luar sana, entah di darat atau laut."

Francesca agak menggerakkan kepalanya karena mulai tak nyaman. Ranulf memeluknya dari belakang, tangannya merengkuhnya dengan amat kencang. Ia dapat merasakan otot-otot keras tangan Ranulf yang mencengkeram dadanya seolah takut jika tubuhnya akan jatuh.

"Berapa banyak kemampuan yang kau miliki untuk bertahan hidup di dunia luar?" Bagus. Francesca mulai mengalihkan perhatian. Perempuan ini tidak tahu saja jika gesekan pada tubuh mereka membakar gairah dalam diri Ranulf. Aroma Francesca membuatnya mabuk sekaligus kecanduan.

"Banyak jika dilihat dari dirimu, kurang jika dilihat dari diriku. Aku selalu merasa tidak puas, aku senang belajar banyak hal, baik untuk bertahan hidup atau untuk menambah pengalaman." Nafas Ranulf tepat berhembus di sepanjang lehernya. Francesca sampai merinding serta meremang karena hasrat. Jangan sampai pria ini menyebut namanya dengan erotis. Ia pasti akan meleleh dibuatnya.

"Kau sedang melaksanakan misi apa?"

Francesca tidak tahu apa yang merasuki otaknya. Ia dengan berani menyenderkan satu kepalanya pada lengan Ranulf hingga pria itu bisa leluasa menggesekkan hidungnya yang mancung ke sisi leher kirinya. Ia menyukai rasa berdebar-debar yang Ranulf ciptakan.

"Itu jelas rahasia." Dan celakanya Ranulf malah mengecup lehernya, ia langsung menjauhkan diri ketika sengatan hasrat itu meledak.

"Kau masih mengelak hasrat di antara kita?" Ranulf jelas tak mau melepaskannya dengan mudah. "Kau merasakan perasaan khusus padaku kan?"

"Jangan membicarakan itu. Lepaskan aku," jawabnya pelan karena sentuhan serta kecupan Ranulf mampu melumpuhkan sel sarafnya. Ia jadi tak mengetahui kenapa tubuhnya tak bisa dikendalikan. Menjadi binal dan menginginkan sentuhan Ranulf yang lebih jauh.

"Kita begitu pas Francesca, kenapa kau selalu mengelak dari perasaanmu sendiri?"

Ia semakin kehilangan arah. Arus hasrat mengombang-ambingnya hingga kepalanya pening. Harusnya Francesca tidak menyerah. Tidak terlarut hingga ciuman Ranulf berhasil membelainya. Membelai bibirnya untuk menerima pria itu masuk ke mulutnya. Mereka memang pas, meletup-letup akan rasa asing yang mereka coba jalani. Ranulf tahu takdirnya hanya Francesca, walau gadis ini menolaknya dengan keras. Bagi Ranulf satu ciuman tak akan pernah cukup atau memang hanya mencium saja tak membuatnya puas. Tapi untungnya logika dipakai saat begini. Ranulf harus mengendalikan diri jika tidak mau disangka jatuh karena mau bunuh diri.

🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲

 

Sesuai janjiku up seminggu dua kali. Kalau ada part eksplisit akan ke karya karsa.

Jangan lupa vote dan komentarnya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top