27. Simpanan Di Depan Mata

"Eri."

Suara Satria tidak hanya menarik perhatian Eriana, alih-alih juga Teguh dan Galih. Khusus untuk Eriana, ia refleks bangkit dari duduk.

"Kita pergi sekarang."

Eriana mengangguk. "Baik, Pak."

Segera, Eriana mengambil tas kerjanya. Ia tersenyum singkat pada Teguh dan Galih seraya memberikan lambaian sekilas. Tepat sebelum ia menyusul Satria yang telah dahulu beranjak.

Berjalan di belakang Satria, Eriana sama sekali tidak menyadari bagaimana Teguh dan Galih melihat padanya tanpa kedip. Ketika pada akhirnya Eriana dan Satria menghilang dari pandangan mata, barulah Teguh dan Galih membuang napas.

Teguh dan Galih berpaling. Melihat satu sama lain dengan ekspresi heran. Dan adalah Galih yang pertama kali menyuarakan keheranannya.

"Kamu juga ngerasa kan?"

Teguh mengangguk. Memutuskan untuk menunda sejenak pekerjaannya, ia menambah jawabannya.

"Sikap Pak Satria udah balik ke setelan pabrik. Nggak kayak kemaren."

"Bener," ujar Galih sepakat. "Beberapa hari kemaren, sejak Pak Satria ngira kita mau makan malam bareng, kelihatan mood beliau nggak dalam kondisi yang bagus."

"Iya. Aku ingat banget. Sikap Pak Satria jadi ketus dan judes."

Teguh mengerjapkan mata. Mengernyit dan membuat Gali bertanya.

"Kenapa?"

"Nggak," geleng Teguh. "Cuma kayaknya aku sudah lama nggak dengar orang ngomong judes."

Galih mendengkus. "Itu kata baku. Ada di KBBI."

"Ada di KBBI, bukan berarti sering dipake orang," balas Teguh. "Ya walau ... kayaknya pas untuk Pak Satria."

Kembali membenarkan, Galih lagi-lagi setuju dengan kesimpulan Teguh.

"Bahkan Pak Satria yang biasanya santai kalau sama Bu Eri, beda juga. Ehm ... apa kita ada salah ya?"

"Masa? Kalau kita memang ada salah, pasti langsung ditegur kan?"

Logika yang sangat masuk akal. Tapi, tetap saja itu membuat rasa penasaran Teguh dan Galih tidak mendapatkan jawabannya.

Mengapa sikap Satria berbeda bila mereka tak ada salah? Lantas mengapa sikap Satria kembali lagi ke setelan awal?

Galih mengusap dagunya. Dengan kerutan di dahi dan mata menyipit, sepertinya ia benar-benar memeras otak untuk berpikir. Hingga kemudian mata cowok itu membesar.

"Teguh."

Jeda percakapan beberapa saat sempat membuat Teguh berpikir untuk melanjutkan pekerjaannya. Tapi, suara Galih yang terdengar berbeda, berhasil menarik perhatiannya.

"Apa?"

Galih menatap Teguh dengan sorot horor.

"Kita nggak buat Pak Satria marah karena makan bareng Bu Eri kan?"

Teguh membeku. Galih pun demikian. Ketika pertanyaan itu meluncur dari lidahnya, ia pun tertegun.

Kok bisa Bu Eri yakin banget kalau Pak Satria nggak belok?

Kok bisa hampir tiap saat Pak Satria mengajak Bu Eri keluar saat mepet jam makan siang?

Kok bisa? Kok bisa? Kok bisa?

Teguh dan Galih menatap satu sama lain dengan sorot yang sama. Ragu, tapi Teguh bertanya demi menperjelas maksud Galih.

"M-maksud kamu ... mereka pacaran?"

*

"Gimana kalau sebulan?"

Melayangkan pertanyaan itu, Eriana menyempatkan diri untuk terlebih dahulu menyeruput kuah soto ayamnya. Lalu rasa lezat itu menyeruak memenuhi indra perasanya. Membuat Eriana tak mampu menahan desahan nikmatnya.

Dahi Satria sedikit mengerut melihat kelakuan Eriana. Hingga membuat ia melirik sekilas pada soto ayam tersebut. Ia bertanya di benaknya.

Apa sotonya seenak itu?

Satria menarik napas. Mungkin seharusnya di cuaca cerah seperti itu, ia juga turut memesan menu yang serupa. Aneka rempah dan perasan jeruk nipis memang adalah perpaduan yang tak pernah gagal.

"Sat?"

Satria mengerjap. Tatapannya segera meninggalkan mangkuk soto Eriana. Pindah pada si empunya.

"Ya?"

Eriana cemberut sekilas. "Aku nanya, eh dikacangin."

"Ah."

Satria memejamkan mata dengan dramatis. Melirih singkat dan baru sadar akan pertanyaan Eriana.

"Sebulan?" ulang Satria seolah tengah meresapi kata itu di lidahnya. Ia berpikir, menimbang, dan lantas membuang napas. "Sepertinya waktu yang pas. Aku pikir karakter mereka akan lebih terlihat selama sebulan itu."

Eriana mengangguk. "Ngumpet-ngumpet kayak gini emang nggak enak banget. Tapi, kalau kita langsung kasih tau mereka, aku khawatir mereka bakal syok."

"Selain itu aku berharap mereka nggak banyak tingkah. Sejujurnya aku suka sama kinerja mereka dalam tiga minggu ini."

"Bener kan? Mereka gesit dan cekatan."

Berhasil menemukan kata sepakat untuk diskusi singkat mereka, Eriana dan Satria memutuskan bahwa acara sembunyi-sembunyi mereka akan diungkap pada waktunya nanti. Bila Satria yakin menerima Teguh dan Galih sebagai sekretaris dan asisten pribadi maka sudah seharusnya cowok itu berbagi beberapa rahasia. Termasuk di dalamnya adalah mengenai kehidupan pribadi.

Terlebih lagi Galih. Selaku asisten pribadi, cowok itu nantinya pasti akan sering keluar masuk kediamannya. Sangat tidak masuk akal bila Satria harus menyuruh Eriana bersembunyi setiap Galih datang.

Hanya satu bulan. Mereka hanya perlu bersabar selama itu. Ketika masa uji coba selama dua bulan selesai dan Satria benar-benar memperkerjakan mereka, semua akan berakhir. Bertepatan pula dengan waktunya bagi Eriana untuk keluar pula.

"Mereka sesuai dengan kriteria aku. Dan oh ya. Aku hampir lupa. Bagaimana kalau kita ajak mereka untuk acara HUT Doflaz?"

Eriana manggut-manggut seraya mengingat acara yang dijadwalkan Sabtu malam itu. Semula memang hanya ia dan Satria yang akan datang. Tapi, itu rencana sebulan yang lalu. Sebelum Teguh dan Galih ada.

"Kayaknya ide bagus," jawab Eriana seraya mengangguk. "Sekalian pelan-pelan mulai ngenalin sekretaris dan aspri baru kamu."

Menuntaskan perbincangan mengenai rencana mereka terkait Teguh dan Galih, Satria mendapati dirinya yang semakin penasaran akan soto ayam Eriana. Lantaran untuk yang kesekian kalinya, cewek itu mendesah. Benar-benar menikmati makan siangnya.

"Ri."

Eriana menyeruput sesendok kuah. "Ya?"

"Sotonya enak banget ya?"

Pertanyaan acak yang sama sekali tidak dikira oleh Eriana. Membuat ia menunduk demi melihat mangkok sotonya sendiri. Lalu ia mengulum senyum.

"Kamu mau juga ya?"

Satria menyipitkan mata. "Aku cuma nanya."

"Ck. Dasar. Udah ngiler gitu, tapi masih juga nggak mau ngaku," lirih Eriana geli. Tapi, ia lantas pindah. Membawa mangkuk sotonya dan duduk tepat di sebelah Satria. "Cobain deh."

Sendok di tangan Eriana terangkat ke depan mulut Satria. Cowok itu menatapnya sedikit ragu, tapi Eriana berbisik.

"Nggak usah malu. Mbaknya juga nggak tau kita kok."

Satria melirik pada seorang pramusaji yang berdiri di depan pintu ruang naratetama itu. Ia tampak bergeming di posisinya dengan sopan. Sepertinya tidak tertarik sama sekali untuk apa yang dilakukan dan dibicarakan oleh pasangan suami istri itu.

Hasutan Eriana menggema di benak Satria. Senyum dan sorot matanya yang penuh rayuan berhasil membuat goyah Satria semakin menjadi-jadi. Akhirnya Satria membuka mulut. Walau dengan wajah tampak kaku ketika Eriana justru mengulum senyum.

"Enak kan?"

Satria mengangguk sekali. Tampak tak nyaman. Hingga Eriana pun usil bertanya.

"Kamu nggak pernah disuapin?"

Satria mendeham. "Sama Mama dulu. Sama Bude. Sama---"

"Stop," potong Eriana cepat. Jawaban Satria sukses membuat ia gemas. "Kamu ini bener-bener deh, Sat."

"Bener-bener apa?"

Eriana mengedipkan satu mata. Tepat ketika ia menjawab.

"Perjaka ting ting."

*

Teguh dan Galih berusaha untuk menjaga sikap ketika Eriana dan Satria kembali tiba di kantor. Memberikan gestur sopan sesaat, Satria lantas masuk ke ruang kerjanya. Meninggalkan Eriana yang tak sadar sama sekali kalau tengah diperhatikan oleh kedua orang juniornya.

Eriana tersenyum. Kembali menyalakan komputer, ia bersenandung pelan. Entah lagu apa, yang penting ia bersenandung.

Teguh dan Galih saling berkirim isyarat melalui tatapan mata. Agaknya mereka sepakat bahwa baik Satria maupun Eriana sama-sama menunjukkan suasana hati yang bagus.

Menarik napas dalam-dalam, Galih lantas bangkit dari duduknya. Berbekal satu berkas keluarga Djokoaminoto yang tempo hari ditugaskan Eriana padanya, ia menghampiri meja sang sekretaris.

"Bu."

Eriana mengangkat wajah. Ia menerima berkas yang Galih berikan.

"Coba diperiksa dulu."

Eriana mengangguk sementara Teguh dan Galih kembali bertukar isyarat. Lalu tangan Teguh mengepal, layaknya memberikan semangat pada Galih.

"Oke," ujar Eriana seraya menyisihkan berkas itu ke sisi meja. "Nanti saya periksa."

Tuntas mengatakan itu, Eriana lantas menyadari sesuatu. Bahwa Galih tidak langsung beranjak dari depan mejanya. Alih-alih cowok itu lantas bertanya.

"Ibu udah punya pacar?"

Eriana melongo. Tersentak dengan kaget.

"Tiba-tiba nanya saya udah punya pacar?" tanya Eriana bingung. "Wah! Kamu buat saya kaget, Lih. M-memangnya kenapa?"

Melayangkan pertanyaannya, satu pemikiran muncul di benak Eriana. Pemikiran menggelikan yang dengan segera langsung ia tepis.

Nggak mungkin kan dia naksir aku? Bukannya apa. Cuma orang yang rada-rada yang naksir aku. Ya contohnya kayak Satria.

Mata Eriana bergerilya. Mengamati Galih dari atas ke bawah.

Kayaknya Galih ini normal. Jadi nggak mungkin dia naksir aku.

Eriana mendeham. Berusaha untuk menjaga raut wajahnya, ia tetap tersenyum. Menunggu jawaban Galih yang tak kunjung ia dapatkan.

"Kenapa?"

Galih tampak kebingungan. Lalu ia beralih pada Teguh. Cowok itu lantas bangkit pula dari duduknya.

"M-maaf, Bu. Kami bukannya nggak sopan."

Eriana segera menangkap kesimpulan.

Oke, mereka bukannya naksir aku. Tapi, ini pasti ada gosip lainnya yang mau mereka klarifikasi.

Maka kelegaan itu membuat Eriana membuang napas panjang. Kalau untuk urusan gosip, sepertinya itu akan menjadi hal yang gampang.

"Terus?" desak Eriana.

Teguh menarik napas sejenak. "K-kami cuma penasaran. Ibu selalu kerja pagi dan pulang malam. Jadi kami penasaran. A-apa Ibu nggak ada pacar?"

Eriana mengerutkan dahi. Menyandarkan punggung di kursi, ia menatap bergantian pada cowok itu. Tangannya bersedekap dan ia mendeham penuh irama.

"Saya sudah ada pacar."

Ekspresi samar di wajah Teguh dan Galih sempat ditangkap oleh mata Eriana. Mereka syok dan sepertinya tidak mengira akan mendapat jawaban itu. Dan Eriana sebisa mungkin untuk tetap menahan mimik mukanya ketika rasa geli mulai hadir menggelitik perutnya.

"Kalian mau tau siapa pacar saya?"

Teguh dan Galih saling tatap untuk beberapa saat. Lalu mereka mengangguk kompak. Pun bertanya dengan kompak pula.

"Siapa, Bu?"

"Siapa?"

Eriana tersenyum lebar. Matanya pun sampai menghilang. Dan ia menjawab.

"Mas Bimo."

*

bersambung ....

Hi, Guys. Cuaca sekarang lagi ga terlalu bersahabat ya. Jadi semoga kalian jaga kesehatan. Jangan sampe lupa makan dan istirahat yang cukup. Kalau udah ngerasa ga enak, mending istirahat langsung. Semoga kita selalu sehat :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top