18. Pemenangnya Adalah Skenario Z!
Ketika Satria dan Andika makan siang ...
"Ini serial hits, Sat. Dan kamu nggak nonton?"
"Ehm ... nama dramanya Business Proposal. Kemaren sempat hits itu drama. Maklum, cewek-cewek lagi demen muka ganteng feminin ala-ala aktor Korea."
Satria tidak memedulikan itu. Yang ia pedulikan cuma satu.
"Memangnya ada kaitan apa dengan kartu kredit anti limit?"
Andika menyeringai. "Logikanya cewek mana yang nggak suka kalau dikasih kartu kredit? Mana anti limit lagi. Iya kan?"
Merenungkan hal tersebut dalam waktu singkat, sepertinya Satria sependapat dengan pendapat Andika. Maka tak heran bila ia pun mengangguk.
Senyum mengembang di wajah Andika.
"Tapi, kartu kredit anti limit punya fungsi lain selain bisa digunakan untuk belanja."
Wajah Satria tampak serius. "Apa?"
"Menggombal."
Wajah serius Satria runtuh seketika. Demi mendengar satu kata itu, entah mengapa ia langsung bergidik ngeri.
"Menggombal?"
"Iya," angguk Andika penuh semangat. "Jadi di drama itu, cowoknya yang bernama ... ehm siapa ya?"
Andika tidak yakin dirinya benar mengingat nama tokoh yang diperankan oleh Ahn Hyo Seop dan Kim Se Jeong itu. Tapi, ia tidak peduli. Lagipula Satria tidak akan mendebat kalau dirinya salah menyebut nama.
"Anggap saja kumbang. Ah iya! Anggap aja cowoknya Kumbang dan ceweknya Mawar."
Satria tampak tak yakin. "Itu persis seperti reportase kejahatan seksual."
Andika terbahak. Tapi, ia tidak memedulikannya. Alih-alih ia lanjut menjelaskan.
"Jadi di depan teman-teman Mawar, Kumbang pamerin itu kartu kredit anti limitnya. Terus dia nanya sama Mawar. Kamu tau apa persamaan cinta aku dan kartu kredit ini?"
Setidaknya pertanyaan itu sukses menerbitkan rasa penasaran Satria.
"Kamu tau jawabannya?"
Satria menggeleng.
"Jawabannya ..."
Suara Andika terdengar amat serius. Sama seriusnya dengan Satria yang menunggu Andika menuntaskan perkataannya.
"... sama-sama tak terbatas."
*
Sekarang ....
Satria menimbang. Seraya masuk ke kamar dan melepas jas, ia berpikir. Masih tak yakin apa ide itu bagus atau tidak.
Dua kali percobaan, eh malah dua kali gagal. Terus yang ketiga ini gimana?
Sebenarnya Satria sudah mengenyahkan rencana untuk bersikap romantis pada Eriana. Karena apa? Karena hasilnya benar-benar tidak sesuai harapan. Tapi, sesuatu membuat perasaannya terasa berat.
Itu adalah ketika Satria mendapati Eriana yang berinisiatif untuk membuatkannya teh. Memang hanya teh. Tapi, karena Eriana membuatnya dalam keadaan mereka yang tidak terlalu baik maka itu memberikan kesan lebih di mata Satria.
Satria menarik napas. Tepat ketika ia mendengar halus suara pintu kamar yang membeku dan keputusan pun didapat.
Apa salahnya menebalkan muka sebentar? Romantisin Eri juga nggak dosa. Sekali-kali kasih apa yang dia mau.
Pintu menutup. Satria berbalik dan mendapati Eriana menaruh teh di meja.
"Ini, Sat. Aku udah buatin teh."
Menghentikan langkah tepat di belakang Eriana, Satria bisa mendapati keterkejutan cewek itu ketika ia berbalik dan nyaris menabrak dirinya.
Satria tidak membuang-buang waktu. Ia lantas menyodorkan kartu kreditnya pada Eriana.
"Ini."
Kebingungan itu seketika tercetak di wajah Eriana. Walau tak urung juga ia tetap meraih kartu kredit tersebut.
"Apa ini?"
Satria menjawabnya dengan penuh percaya diri. "Itu kartu kredit aku," jawabnya. "Anti limit."
Seperti dugaan Satria, jawaban yang ia berikan tidak benar-benar menjawab kebingungan Eriana. Malah bisa dikatakan bahwa cewek itu terlihat kian kebingungan. Mungkin merasa aneh. Mengapa Satria mendadak memberinya kartu kredit?
Namun, bukan itu hal yang penting sekarang. Melainkan tindakan Satria selanjutnya.
"Apa kamu tau ..."
Suara Satria menarik perhatian Eriana. Cewek itu mengalihkan pandangannya. Dari kartu kredit menuju ke Satria.
"... persamaan aku dan kartu kredit ini?"
Menuntaskan pertanyaan itu dengan sangat apik, Satria dengan amat sengaja memberikan sekilas gerlingan mata. Dan pada saat itu, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Eriana yang membeku.
Sekelumit rasa penuh percaya diri itu merebak di dada Satria. Tidak bisa tidak. Gombalan yang kali ini pasti sukses.
"Ehm."
Dehaman Eriana terdengar bergetar. Dan itu menarik senyum bangga Satria.
"Kamu tau?"
Sekali, Eriana mengangguk walau dengan kesan ragu-ragu. Dan ia menjawab.
"Sama-sama enak digesek."
Dooong!
Sepertinya otak Satria mendadak gagal bekerja. Bagaimana mungkin ia butuh lebih dari lima detik untuk mencerna perkataan Eriana?
Satria mengerjap. Susah bernapas. Pun kelimpungan ketika akan bertanya. Sial! Tapi, ia perlu memastikan bahwa telinganya tidak salah mendengar.
"A-apa?"
Satria meneguk ludah. Apa ia perlu pergi ke dokter THT malam ini juga?
"K-kamu ngomong apa?"
Satria baru tersadar akan sesuatu. Sepertinya ia terlupa satu kata. Yaitu, cinta. Harusnya pertanyaan itu adalah apa persamaan cinta aku dan kartu kredit ini?
Dan inilah akibatnya. Hanya karena dirinya terlupa satu kata, sekarang Satria mendapatkan akibatnya.
"Ehm ...."
Dalam sekejap, ekspresi Eriana berubah dengan amat drastis. Penuh dengan semringah, senyum lebar yang nyaris membelah wajah, dan suaranya lantas terdengar mendesah-desah.
"Bener kan?"
Satria lupa sesuatu. Setelah membuka jas, harusnya ia melepas dasi. Dan ini akibatnya karena lupa melepas dasi. Ia jadi susah bernapas.
"Kamu dan kartu kredit ini," ulang Eriana seraya memainkan kartu kredit di depan bibirnya. Mengecupnya dan di waktu yang tepat ia justru memberikan satu gigitan samar di sana. "Sama-sama enak digesek."
Satria benar-benar dibuat tidak berkutik. Tidak bisa mengatakan apa-apa, pada kenyataannya cowok itu tak ubah seperti seekor ikan mujair. Yang kebetulan meloncat ke daratan dan tidak bisa menemukan air demi bisa bernapas.
"Jadi ..."
Eriana menggesekkan kartu kredit itu di dada Satria. Menggerling menggoda, ia melihat bagaimana Satria yang lantas melonggarkan ikatan dasinya.
"... malam ini mau digesek atau nggak?"
Merasakan gesekan halus di dadanya, Satria lantas terbahak. Dengan kedua tangan yang berkacak di pinggang dan wajah terangkat, tawa itu terus saja berderai.
Sepertinya kali ini bukan Eriana yang gila. Melainkan adalah Satria yang sudah tidak waras lagi. Bagaimana tidak?
Ya ampun. Seharusnya masuk ke lubang yang sama dua kali itu sudah cukup jadi tanda. Tapi, apa yang kamu lakukan, Sat? Kamu malah sukarela masuk ke lubang yang sama untuk yang ketiga kalinya.
Satria menggeram. Rasanya ia ingin merutuki dirinya sendiri. Yang sudah berpikiran ke mana-mana. Mengkhawatirkan Eriana yang bisa saja masih kesal karena dua kejadian tadi. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya.
"Kamu ini bener-bener deh ya, Ri."
Pergerakan gesek-menggesek yang Eriana lakukan di dada Satria terhenti seketika. Tanpa ia duga, Satria telah mencengkeram pergelangan tangan cewek itu. Memastikan bahwa Eriana tidak bisa melanjutkan godaannya.
Tawa Eriana menyembur. "Kamu sih. Seharian ini beda banget. Kenapa kamu mendadak bilang aku cantik? Natap aku? Terus ini."
Eriana menunjuk kartu kredit di tangannya.
"Ini apa maksudnya? Kamu mau nyuruh aku belanja?" tanya Eriana geli. "Aku mau belanja apa lagi? Baju aku udah penuh. Tas dan sepatu juga penuh. Mau belanja bawang, cabe, dan tomat juga nggak mungkin. Terus aku mau belanja apa?"
Yang dikatakan Eriana memang benar. Sekilas sebenarnya ia tidak perlu berbelanja apa-apa. Dan Satria nyaris mengiyakan perkataan tersebut.
"Mungkin kamu mau ke salon. Mau ngajak Intan jalan-jalan. Atau apalah itu. Suka-suka kamu."
Sepertinya Satria ada benarnya. Eriana yakin ia dulu tidak pernah benar-benar menikmati belanja bersama dengan Intan.
"Oke. Ntar aku ajak Intan ke salon. Biar aku makin cantik. Biar aku dipuji cantik lagi."
Tawa itu bernada ejekan. Oh, tentu saja. Satria tidak akan salah menebak. Tapi, anehnya ejekan yang satu ini tidak membuat Satria merasa tersinggung. Sama sekali tidak. Yang terjadi malah sebaliknya. Ia pun tampak menyeringai pula.
"Ngomong-ngomong," ujar Eriana kemudian. "Kenapa kamu mendadak muji aku? Ck. Tadi pagi aku minta dipuji juga, tapi kamu nggak peka."
Eriana memikirkan beberapa skenario di otaknya. Dan tak sulit untuknya demi menarik satu kemungkinan.
"Ini pasti ada kaitannya dengan Andika."
Satria tidak menampik. Menceritakan dengan singkat.
"Aku pikir juga nggak ada salahnya buat muji kamu."
"Memang nggak ada salahnya," dengkus Eriana geli. "Tapi, bukan berarti bener juga sih."
Dahi Satria mengerut. "Maksud kamu?"
"Awalnya sih iya. Aku mau juga dipuji kamu. Dibilang cantik gitu. Eh, tapi pas kejadian, kok aku malah merinding ya?"
Eriana tertawa. Lalu ia menunjukkan tangannya pada Satria.
"Lihat ini. Cuma ingat yang tadi aja rambut aku udah pada berdiri semua."
Satria bisa mendapati kebenaran dari perkataan Eriana. Cewek itu tidak berbohong.
"Dan kamu tau? Waktu kamu natap aku di mobil tadi," lanjut Eriana sambil tersenyum. "Jantung aku bener-bener mau meledak rasanya. Astaga. Aku pikir jantung aku bakalan copot."
Sepertinya kejujuran yang satu ini cukup memberi bukti pada Satria. Tidak seperti dugaannya semula yang berpikir bahwa rencananya gagal. Alih-alih sebaliknya. Bisa dikatakan rencananya justru sukses total.
"Terus yang ini?"
Satria bertanya seraya melirik kartu kredit yang masih berada di tangan Eriana. Cewek itu pun turut melihat ke sana.
"Gimana?"
Eriana tersenyum dalam mode sok imut. "Nggak ada cewek yang nggak suka belanja."
Kartu kredit kembali bergerak. Menggesek dada Satria.
"Apalagi aku kan suka gesek-menggesek."
Perkataan Eriana ditutup oleh ledakan tawa. Tepat ketika kedua tangan Satria berpindah dan dengan cepat meraih pinggang cewek itu.
Satria mengangkat Eriana tanpa kesulitan sama sekali. Kartu kredit lepas dari tangannya ketika refleks membuat ia segera berpegang pada pundak sang suami.
"Sat!"
Ketika kartu kredit mendarat di lantai, Eriana justru mendapati tubuhnya melayang di udara. Dan bersamaan dengan itu, kedua kali Satria pun melangkah.
"Jadi gimana?" tanya Satria tanpa mampu menahan senyum lebarnya. "Masih mau nyuruh aku romantis?"
Eriana sontak menggeleng. "Nggak. Ampun. Aku nggak mau kamu romantis lagi. Hahahaha."
"Bener?"
Satu kata itu Satria tanyakan bersamaan dengan dirinya yang merebahkan tubuh Eriana di tempat tidur.
"Iya. Bener," angguk Eriana. "Aku nggak mau kena diabetes kalau kamu keseringan bersikap manis."
Satria bertahan pada satu tangan yang ia tempatkan tepat di sisi kepala Eriana. Dalam posisi menaungi Eriana, ia bisa melihat dengan jelas wajah yang tampak santai itu.
"Kamu kayak gini aja udah cukup. Ehm ... nggak usah merayu atau gombalin aku lagi deh. Aku nggak digodain aja udah tergoda. Apalagi kalau digodain?"
Benar sekali. Satria sepakat dengan Eriana. Maka kali ini bukanlah Eriana yang menarik pita di kerah kemeja itu. Alih-alih adalah Satria.
Eriana menahan napas. Dengan tatapan yang ia terima dan pergerakan samar yang terjadi di kancing-kancing kemejanya, jelas bukan hal yang aneh bila Eriana merasa tubuhnya panas dingin.
Lantas tatapan itu terputus. Ketika Satria menunduk dan mencium bibirnya, Eriana memejamkan mata. Meresapi tiap getaran yang kemudian merambati sekujur tubuh. Menikmati sensasi bobot Satria yang kemudian membebani dirinya.
Tangan Satria membelai. Pun begitu pula dengan tangan Eriana yang segera menuntaskan keinginannya yang sempat tertahan.
"Kyot! Kyot!"
Bibir Eriana merekah. Dalam senyuman. Dalam ciuman.
Hingga beberapa saat kemudian ....
"Ah!"
Satria membalikkan tubuh polos Eriana. Mengganti posisi cewek itu untuk menelungkup tanpa lupa untuk menyelipkan satu bantal di bawah pinggangnya. Lalu ia menghunjam lagi.
"Sat!"
Eriana memekik. Terengah-engah dan tangannya bergerilya. Mencari apa pun untuk dicengkeram.
Pada saat itu sesuatu melenyapkan jeritan Eriana. Berupa satu ciuman dalam yang Satria berikan dari belakang. Dan ia lantas menggenggam jemari Eriana. Memberikan apa yang cewek itu butuhkan. Apa yang Eriana inginkan.
Entah itu genggaman. Entah itu ciuman. Entah itu gesekan.
Semuanya Satria berikan.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top