#35 END
Siang ini langit terlihat secerah biasanya. Kebiru-biruan dengan dihiasi beberapa gumpalan awan putih serupa gulungan kain satin yang diterpa sinar matahari di awang-awang. Cuaca yang sempurna bagi tanaman di sawah untuk melakukan fotosintesis.
Laras membaca kembali novel yang sempat ia tinggalkan beberapa hari terakhir. Di dalam kardus masih banyak lagi novel yang menunggu untuk ia baca. Laras mulai belajar untuk mendalami jenis-jenis karakter yang disuguhkan sang penulis dalam novel yang ia baca.
Namun, saat gadis itu sedang asyik larut dalam buku bacaannya, mendadak Pandu muncul. Laki-laki itu menerobos masuk setelah mengetuk pintu, tapi sayangnya telinga Laras tak menangkap suara apapun.
"Sibuk?" tegur Pandu seraya meletakkan gelas jus alpukat ke atas meja yang berada persis di depan Laras.
"Oh, kamu datang?" Laras agak kaget melihat kemunculan Pandu yang tiba-tiba. Gadis itu menurunkan bukunya ke atas pangkuan.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" Pandu mengambil tempat duduk di kursi kayu seperti biasanya. Pasalnya hingga hari kemarin Laras masih tampak berduka. Tapi, agaknya hari ini ia sudah lebih baik.
"Ya, seperti yang kamu lihat. Aku sudah lebih baik."
Pandu mengucap syukur dalam hati. Ia turut gembira melihat perubahan dalam diri Laras. Itu artinya Laras mulai bangkit dari keterpurukannya.
"Aku berencana ingin mengajakmu pergi ke tempat pengobatan alternatif. Tapi bukan hari ini. Besok."
Rencana itu memang sempat tertunda karena peristiwa penembakan yang menimpa Pandu. Tapi, kali ini Pandu merencanakan ulang pengobatan untuk Laras.
"Ya, boleh." Laras mengangguk, tapi tak menampilkan wajah antusias. Ia tak menaruh harapan terlalu tinggi karena takut akan kecewa.
"Aku membuatkanmu jus alpukat," beritahu Pandu dengan sepasang mata melirik ke atas meja.
"Terima kasih."
Kebetulan Laras merasa sedikit haus. Cuaca panas di luar turut berimbas pada suhu di dalam ruangan itu. Sekalipun ada lubang-lubang ventilasi dan kipas angin, tetap saja tak bisa menahan dahaga menggerogoti tenggorokannya.
"Oh ya, tadi Nurma datang ke sini," beritahu Pandu sejurus kemudian dan nyaris membuat gadis di depannya tersedak.
Laras mengusap bibirnya yang basah karena jus alpukat buatan Pandu. Gadis itu buru-buru meletakkan kembali gelas jus ke atas meja.
"Lalu?" pancingnya tanpa menatap ke arah Pandu.
"Bukannya kamu selalu ingin membahas soal Nurma? Kamu ingin mengenalnya, kan?"
Laras tertohok. Pandu seolah-olah sengaja ingin menjebak Laras perihal Nurma.
"Ya, tapi sekarang aku sudah tidak tertarik untuk membahasnya," kilah Laras memberi alasan.
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa."
"Ya, sudah. Kalau begitu kita tidak usah membahas tentangnya."
"Memangnya mau apa dia kemari?" timpal Laras cepat dan bertentangan dengan ucapan sebelumnya. Faktanya ia merasa penasaran dengan apa yang Nurma lakukan.
"Dia menyampaikan undangan dari Pak RT," ucap Pandu dengan mimik bangga.
"Oh," Laras menanggapinya dengan gumaman pelan. Hatinya terasa tertusuk sesuatu, seperti duri yang panjang dan menyakitkan.
"Apa kamu suka kalau aku menikah dengan Nurma?"
Laras terperangah saat tiba-tiba Pandu bertanya hal tak terduga itu. Pandu yang selalu menghindar saat Laras bertanya tentang masalah Nurma, mendadak ingin membahas perihal gadis itu. Laras mati kutu.
"Ya, bukannya itu bagus?" Laras bingung harus merespon seperti apa. Nyatanya ini lebih sulit dari yang ia bayangkan sebelumnya. "Lagi pula kamu tidak harus merawatku selamanya, kan? Sudah saatnya kamu memikirkan masa depanmu sendiri."
"Apa kamu tidak cemburu kalau aku menikah dengan Nurma?"
"Apa?" Gadis itu berjengit.
"Apa kamu tidak sedikitpun punya perasaan padaku?"
Apakah ini saatnya untuk bertukar rahasia tentang perasaan masing-masing?
Laras bergeming. Sepasang matanya menyorot lurus ke wajah Pandu. Semestinya Pandu bisa menangkap isyarat yang ia kirimkan lewat tatapan mata.
"Apa aku pantas menaruh harapan seperti itu?" Sayangnya Laras memilih untuk menyembunyikan perasaannya sebelum Pandu bisa membaca pikiran gadis itu. "Aku hanya akan menjadi beban untukmu."
"Kamu tahu, 17 tahun yang lalu, ketika pertama kali aku datang ke rumah ini, aku melihat seorang gadis kecil sedang bermain dengan bonekanya di teras. Dan sejak saat itu aku telah menyerahkan hatiku untuknya. Aku berjanji akan menjaganya sepanjang hidup. Gadis kecil itu adalah kamu, Laras."
Pengakuan Pandu menyentuh relung hati Laras. Ia tak pernah mengira jika Pandu memiliki perasaan begitu dalam untuknya. Dan ia terlalu tidak peka untuk menyadarinya.
"Tapi aku ... " Laras enggan untuk menunjuk ke bawah. Ke arah kedua kakinya yang tertutupi sehelai kain berwarna cokelat tua. "aku tidak sempurna seperti yang lain."
"Aku yang akan menjadi kedua kakimu, Laras. Aku tidak keberatan membawamu ke mana pun kamu ingin pergi. Kamu percaya padaku, kan?"
Pandu sudah membuktikan kata-katanya. Apa lagi yang mesti Laras ragukan dari laki-laki itu?
"Ya, tentu saja," sahut Laras sembari tersenyum. Air mata bahagia tanpa terasa menetes dari kedua matanya.
Laras akan berjuang untuk sembuh. Demi Pandu. Demi masa depan mereka yang bahagia.
**** END ****
10 Maret 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top