#30

Pasca kecelakaan yang menimpa Laras, kondisi tubuh gadis itu tidak sama lagi dengan sebelumnya. Ia lebih rentan terhadap penyakit dan staminanya gampang menurun. Kelelahan dan stres bisa membuat kesehatan Laras terganggu.

Dokter baru saja memeriksa kondisi Laras dan memberikan semua informasi tentang kesehatan gadis itu pada Pandu. Sesungguhnya Laras bisa melakukan rawat jalan, tetapi Pandu memilih untuk rawat inap. Cairan infus akan sangat berguna untuk tubuh Laras mengingat gadis itu kurang nafsu makan akhir-akhir ini. Dokter juga bisa memantau kondisinya setiap saat. Pandu akan melakukan semua yang terbaik untuk Laras.

Pandu hanya berdiri bersandar pada dinding rumah sakit dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Sementara Laras tertidur di atas ranjang dengan jarum infus menancap di punggung tangan kirinya. Dokter telah memberikan obat penurun demam beberapa saat lalu.

Benak Pandu tak menentu. Perihal kondisi Laras yang tiba-tiba menurun membuat pikirannya kacau.

Akhir-akhir ini selera makan Laras memang kurang bagus. Begitu juga dengan suasana hatinya. Gadis itu juga tampak marah pada Pandu. Namun, apa penyebabnya? Pandu memutar otak untuk menemukan jawabannya, tapi gagal. Hanya Laras lah yang tahu jawabannya.

Pandu memutuskan untuk keluar dari ruangan sebentar untuk menelepon Bi Tinah. Pandu harus memberitahu wanita itu jika ia akan menginap di rumah sakit malam ini.

"Aku akan menginap di rumah sakit, Bi," beritahu Pandu.

"Memangnya Non Laras sakit apa, Mas Pandu? Apakah parah sampai-sampai harus dirawat segala?"

"Tidak. Tapi, akan lebih baik jika dia dirawat. Kemungkinan besok sudah bisa pulang."

"Semoga Non Laras baik-baik saja ... "

"Apa Bibi tahu kenapa sikap Laras tiba-tiba berubah akhir-akhir ini?" Mungkin saja Bi Tinah tahu, pikir Pandu. Pasalnya Bi Tinah adalah orang yang paling dekat dengan Laras.

"Bibi tidak tahu, Mas Pandu. Non Laras tidak pernah mengatakan apa-apa."

Bi Tinah sudah mencoba untuk mengingat-ingat, tapi tak menemukan satu kalimat pun yang mencurigakan dari Laras.

"Baiklah, Bi. Oh ya, martabaknya Bibi makan saja."

"Es-nya juga, ya?"

Cappucino cincau maksudnya?

"Ya."

Pandu mengakhiri sambungan telepon kemudian ia masuk kembali ke dalam kamar Laras. Gadis itu masih memejamkan mata ketika Pandu datang.

Melihat seraut wajah Laras yang terlelap dalam damai, membawa memori Pandu menjelajah ke masa lalu. Tepatnya ke masa 17 tahun silam.

Pandu masih ingat saat pertama kali datang ke rumah Pak Brata, orang paling kaya di desa mereka. Laki-laki itu memiliki rumah yang sangat besar, sawah paling luas, dan sebuah gudang penggilingan padi. Semua orang menghormati Pak Brata. Selain baik, Pak Brata juga dikenal sebagai orang dermawan.

Hari itu, Pak Brata menjemput Pandu dan membawa bocah malang itu ke rumahnya. Dengan pakaian seadanya, sepasang sandal jepit yang nyaris putus, dan penampilan yang kotor, Pandu tiba di rumah itu.

Sesungguhnya Pandu kecil merasa sedikit takut saat itu. Tinggal seatap dengan orang asing seperti meletakkan sebuah beban di pundaknya. Sekalipun Pak Brata tidak pernah menyebutkan bahwa Pandu harus melakukan ini dan itu sebagai balasan karena telah bersedia menampungnya, tapi Pandu tahu jika kelak ia harus membalas semua yang telah diberikan Pak Brata untuknya.

Namun, saat Pandu melihat sosok gadis kecil yang sedang bermain boneka Barbie di teras rumah Pak Brata, langkah-langkah kakinya tertahan. Senyum merekah di bibirnya yang kering, menghias wajah kurus Pandu kecil. Gadis kecil itu terlihat manis ketika sedang berbicara dengan bonekanya. Rambutnya panjang dan sebuah jepit stroberi menghias kepalanya. Ia sangat cantik.

Melihat gadis kecil itu, semangat mulai tumbuh dalam diri Pandu. Ketakutan yang tadi dirasakannya perlahan memudar. Segala tanggung jawab dan beban yang mesti ia pikul di masa depan, akan Pandu terima dengan lapang dada.

Kini gadis kecil itu telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik. Namun, hidupnya tidaklah sempurna. Ia menanggung begitu banyak penderitaan. Dan Pandu telah berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga gadis itu sepenuh hati. Pandu akan melakukan semua yang ia bisa untuk kebahagiaan gadis itu.

Perlahan Pandu jatuh tertidur di sebelah tubuh Laras. Pikirannya terlalu jauh menembus ke masa lalu dan setelah tersesat di sana, rasa kantuk justru menyerang kedua netranya. Pandu ingin bermimpi dalam tidurnya. Ia ingin berjumpa kembali dengan gadis kecil yang bermain dengan bonekanya di teras rumah Pak Brata kala itu. Bisakah Pandu menjumpai Laras kecil dalam mimpinya malam ini?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #cinta