#18
"Ada apa ini?" Laras menatap dengan wajah kebingungan ke arah sebuah vas bening lengkap dengan beberapa tangkai kembang mawar di dalamnya. Warnanya merah muda. Benda itu berpindah dari kedua tangan Pandu ke atas meja sesaat kemudian.
Laras tidak pernah meminta setangkai bunga pun untuk diletakkan di dalam kamarnya. Meskipun ruangan itu menjadi jauh lebih segar dari sebelumnya, tapi Laras masih saja menunjukkan ekspresi bingung.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin membuat ruangan ini lebih nyaman dan cantik. Toh, pada akhirnya mawar-mawar harus dipotong setelah layu. Jadi, kupikir lebih baik aku memotongnya lebih dulu dan meletakkannya di sini. Kamu suka, kan?"
"Su-suka," jawab Laras gagap.
Laras masih tidak mengerti dengan kelakuan Pandu yang menurutnya aneh dan tak wajar. Entah dapat ide dari mana sampai-sampai Pandu bisa membawa kembang-kembang mawar itu ke hadapan Laras.
"Aku juga membelikan sesuatu untukmu," ucap Pandu lagi. Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja berbahan flanel yang membungkus tubuhnya. Dua batang cokelat terulur ke depan Laras sejurus kemudian.
Laras terkesima melihat kedua batang cokelat yang masih mengambang di depan matanya. Cokelat dan bunga mawar memiliki arti yang spesial, apalagi jika diberikan oleh laki-laki kepada seorang wanita. Apa kali ini Pandu memiliki maksud tertentu dengan memberikan Laras kedua macam benda tersebut? Ataukah Pandu hanya sekadar memberikannya pada Laras tanpa alasan khusus? Mustahil Pandu tidak mengetahui maksud di balik hadiah itu, bukan?
Jelas, Pandu tidak bodoh. Ia pernah mengenyam bangku pendidikan universitas. Akan tetapi, belum tentu juga Pandu mengerti hal-hal seperti itu karena sepengetahuan Laras, Pandu belum pernah berpacaran.
"Kenapa memberiku cokelat? Ini bukan hari ibu atau hari kasih sayang ... "
Laki-laki di depan Laras itu mengembangkan tawa hingga kedua bahunya berguncang.
"Aku tadi mampir di minimarket dan waktu akan membayar di kasir, aku melihat cokelat itu dan ingat kamu. Jadi, aku membelinya untukmu. Kamu tahu kan, kalau makan cokelat bisa membuat seseorang bahagia?"
Laras melepaskan senyum getir.
Tentu saja Pandu sepolos itu, batinnya. Mana mungkin Pandu yang berpendidikan tinggi itu mengerti soal cokelat dan bunga mawar? Hampir saja Laras berpikir macam-macam tentang laki-laki itu. Untungnya Laras tidak serta merta melambungkan khayalannya tinggi-tinggi tadi. Tapi, kalau Pandu memberi cokelat pada gadis lain, pasti akan terjadi kesalahpahaman.
"Aku tidak apa-apa. Masalah kebakaran itu ... "
"Hei," Pandu langsung memutus ucapan Laras. "ini tidak ada hubungannya dengan kebakaran itu. Kita sama-sama sudah merelakannya. Kita juga berencana akan membangunnya kembali, kan?"
"Baiklah, baiklah." Laras menyerah. Mendebat Pandu bukanlah ide yang bagus. "Berikan padaku cokelatnya," pinta Laras.
Pandu mengangsurkan kedua batang cokelat dalam genggamannya ke tangan Laras seperti permintaan gadis itu.
"Apa kamu juga sering memberikan cokelat pada gadis lain?" tanya Laras penasaran. Namun, untuk menutupi rasa ingin tahunya dari kecurigaan Pandu, gadis itu pura-pura sibuk membuka bungkus cokelat lalu menggigit ujungnya sedikit. Cokelat itu cokelat favoritnya. Tidak terlalu lumer di mulut dan manis. Tapi, Laras merahasiakan hal itu dari Pandu.
"Gadis lain? Siapa maksudnya?" Kening Pandu berlipat. Ia tak berhasil memahami maksud Laras.
"Nurma mungkin," sahut Laras usai terdiam sebentar, berlagak berpikir sebelum bicara.
"Tidak." Pandu menggelengkan kepala penuh percaya diri.
Tidak?
Laras agak kaget mendengar jawaban Pandu, tapi dalam hati ia berdecak girang. Rasanya melegakan mengetahui Pandu tidak pernah memberikan hadiah apapun pada gadis lain. Eh, tapi kenapa Laras merasa senang? Apakah ada alasan khusus kenapa ia merasa seperti itu?
"Masa?"
"Tidak ada. Tapi, dulu aku pernah memberi Bi Tinah cokelat."
Mendengar pengakuan Pandu, spontan membuat Laras meledakkan tawa.
"Kenapa? Apa ada yang lucu?" Pandu terlihat kebingungan, tapi melihat Laras yang terpingkal-pingkal, membuat laki-laki itu menyunggingkan senyum bodoh di bibirnya.
"Kenapa kamu memberi Bi Tinah cokelat, hah?" Laras mengusap kedua ujung matanya yang berair karena terlalu serius tertawa.
"Karena aku mendapatkan cokelat itu dari kasir minimarket."
"Benarkah? Apa kasir itu cantik?"
"Tidak. Dia laki-laki. Aku mendapatkan cokelat itu sebagai bonus karena jumlah belanjaanku cukup banyak dan hari itu bertepatan dengan hari kasih sayang," papar Pandu mengurai persoalan sebelum terjadi kesalahpahaman dalam benak Laras.
Untungnya Pandu tidak mendapatkan cokelat itu dari seorang gadis, batin Laras lega bukan main.
Minimarket itu lumayan jauh dari tempat tinggal mereka, jadi Pandu biasanya membeli kebutuhan dalam jumlah yang banyak agar tak perlu bolak-balik pergi ke sana. Wajar jika pihak minimarket memberikan bonus padanya.
"Apa kamu suka cokelatnya?"
Melihat Laras begitu menikmati cokelat pemberian Pandu, tampaknya gadis itu menyukainya.
"Ya. Semua wanita menyukai cokelat," ujar Laras.
Pandu tersenyum puas mendengar jawaban Laras. Tak salah ia membelikan gadis itu cokelat.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top