#17

Semakin banyak kehilangan, semakin membuat Laras mengerti bahwa ia tidak memiliki apa-apa. Semuanya adalah titipan Tuhan dan suatu saat nanti pasti akan diminta kembali. Siap atau tidak.

Gudang penggilingan padi hanyalah salah satu diantaranya. Itu bukan sesuatu yang mesti ditangisi atau disesali oleh Laras. Gadis itu sudah merelakannya sejak pertama Pandu memberitahunya.

Tapi tidak bagi Pandu. Laki-laki itu menyimpan penyesalan mendalam di hatinya. Ia merasa telah lalai dalam menjaga amanah yang diberikan Pak Brata kepadanya. Pandu semakin menumpuk iba dalam dadanya untuk Laras.

"Aku akan membangun kembali gudang penggilingan padi itu," ucap Pandu keesokan harinya. Ia berdiri menatap ke arah gunung yang berdiri di kejauhan dan biasa ditatap Laras. Hamparan sawah yang telah dipanen terlihat gersang dan kering. Hujan juga belum turun sementara para petani mesti menanami sawah mereka kembali. Tampaknya musim kemarau tahun ini sedikit lebih panjang ketimbang tahun lalu.

Laras yang duduk di atas kursi roda dan berada di sebelah tubuh Pandu,  langsung menoleh. Ucapan laki-laki itu membuat Laras heran sekaligus mengundang rasa ingin tahunya.

Merasa dipandangi Laras, Pandu melanjutkan kalimatnya. Gadis itu pasti sedang menunggu penjelasan dari bibirnya.

"Aku akan menggunakan uang tabungan hasil penjualan padi selama beberapa tahun ini," tandas Pandu menjawab pertanyaan yang timbul di benak gadis itu.

"Apa uangnya sebanyak itu?" Meski Laras merupakan putri kandung Pak Brata, tapi gadis itu tidak tahu menahu berapa banyak aset yang ditinggalkan ayahnya. Selain rumah dan gudang penggilingan padi, Laras tidak tahu pasti berapa luas areal sawah yang konon sudah diatasnamakan dirinya.

"Kupikir akan cukup," toleh Pandu.

Laras terdiam. Ia percaya pada Pandu sepenuhnya seperti Pak Brata memercayai laki-laki itu.

"Sebentar," ucap Pandu ketika ia merasakan ponsel yang tersimpan di dalam saku celananya bergetar. Tampaknya ada panggilan masuk dan Pandu segera meraih ponselnya.

Sementara Pandu menjawab panggilan yang masuk ke dalam ponselnya, Laras menerawangkan tatapannya kembali ke kejauhan.

Dan sejurus kemudian,

"Laras?"

Panggilan itu dengan cepat direspon Laras. Gadis itu bergegas mengalihkan pandangan ke arah Pandu yang kini telah memutar tubuh dan menghadap kepadanya. Raut wajah Pandu tampak aneh, seolah-olah ada hal buruk lainnya yang terjadi. Setelah gudang penggilingan padi, apa lagi yang harus direlakan Laras sekarang?

"Ada apa?" tanya Laras pelan dan penuh dengan prasangka buruk. Apapun itu, Laras mencoba untuk menyiapkan mental sebaik-baiknya. "Memangnya itu telepon dari siapa?"

Pandu menghela napas sejenak.

"Polisi yang menyelidiki kasus kebakaran itu mengatakan jika seseorang telah dengan sengaja membakar gudang penggilingan padi kita. Mereka telah menemukan buktinya."

Sepasang mata milik Laras langsung melebar. Gadis itu tak bisa menahan diri untuk tidak terkejut saat mendengar pengakuan Pandu.

"Benarkah?" Sulit baginya untuk bisa memercayai kata-kata Pandu. Padahal ia dengan jelas mendengar kalimat yang meluncur keluar dari bibir laki-laki berkulit sawo matang itu.

"Polisi menemukan bekas jirigen berisi bensin di belakang gudang. Mereka juga menemukan sebuah pemantik yang diduga digunakan untuk menyalakan api," imbuh Pandu mengulangi keterangan yang disampaikan pihak kepolisian tadi di telepon.

Sekujur tubuh Laras mendadak lemas. Bukan kebakaran itu yang ia sesali, tapi kenyataan bahwa seseorang dengan sengaja ingin merenggut sesuatu dari tangannya. Jika itu murni kecelakaan, Laras masih bisa menerimanya dengan lapang dada. Tapi, ini berbeda. Ini sebuah kesengajaan. Seseorang ingin menambah penderitaan Laras setelah semua yang dialaminya.

"Apa mereka sudah mengidentifikasi pelakunya?" gumam Laras dengan mata menatap nanar ke depan.

"Sayangnya belum. Tidak ada bukti rekaman cctv. Tapi, mereka masih mencari saksi yang mungkin kebetulan melihat pelaku."

Di daerah pedesaan memang masih belum banyak orang yang memasang kamera pengawas dan ini sangat menyulitkan polisi untuk mencari pelakunya. Peristiwa itu juga terjadi pada waktu dini hari. Kecil kemungkinannya ada saksi yang kebetulan melihat pelaku.

"Apa kamu mencurigai seseorang?"

Pandu berpikir sesaat.

"Tidak." Pandu tidak ingin menuduh seseorang tanpa bukti.

"Selama pelakunya belum tertangkap, kita tidak akan bisa membangun gudang penggilingan padi yang baru."

"Kita bisa menyewa seseorang untuk berjaga di sana."

"Apa itu tidak berbahaya?"

"Entahlah." Jawaban tak pasti keluar dari bibir Pandu. Jika ia harus membayar orang untuk berjaga malam, Pandu mesti mengeluarkan biaya ekstra. Minimal Pandu harus membayar dua orang untuk berjaga karena satu orang saja akan sangat berisiko. Mungkin ia akan menunda pembangunan gudang yang baru untuk beberapa waktu.

"Bagaimana jika wanita itu pelakunya?" Tiba-tiba saja Laras teringat pada Sandra.

Jika ditilik kembali ke belakang, kebakaran itu terjadi beberapa hari setelah kunjungan Sandra ke rumah itu. Ia meminta Laras untuk membantunya melunasi utang yang mungkin saja fiktif. Wanita itu juga tahu aset yang dimiliki Laras. Seandainya benar Sandra yang menjadi dalang di balik insiden kebakaran itu, ia memiliki motif yang lebih kuat daripada orang lain yang mungkin menjadi saingan Pandu. Pasalnya selama bertahun-tahun tidak pernah terjadi peristiwa serupa. Semuanya baik-baik saja hingga wanita itu datang.

Tapi, tanpa bukti yang pasti, Laras tidak bisa menuduh wanita itu.

Pandu bergeming. Dugaan Laras masuk akal. Sandra punya alasan yang kuat untuk melakukan hal itu. Namun, yang lebih dikhawatirkan Pandu sekarang adalah keselamatan Laras. Gadis itu bisa jadi sasaran berikutnya. Pandu harus melakukan sesuatu untuk melindungi Laras.

"Sudahlah, jangan menduga-duga," kata Pandu berusaha mengakhiri percakapan. Laras harus dijauhkan dari pikiran negatif tentang wanita itu. Karena Laras harus bahagia. "Aku akan meminta Bi Tinah untuk menyiapkan makan siang. Aku akan menemanimu makan kali ini. Tunggu sebentar."

Laras mendelik melihat reaksi Pandu. Ia merasa agak kesal karena laki-laki itu mengalihkan obrolan begitu saja. Padahal ia masih ingin membahas soal kebakaran itu lebih jauh.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #cinta