#15
Berkat kehadiran Pandu, Laras merasa sangat terbantu. Pada akhirnya Sandra pergi meninggalkan ruangan itu meski harus dengan memasang wajah masam.
Semoga ia tidak kembali, harap Laras ketika wanita itu menghilang di balik pintu kamarnya. Jika saja ia tidak cacat, Laras akan menghadapi wanita itu penuh dengan keberanian. Tapi, situasi yang dialami Laras sangat tidak memungkinkan untuk bersikap seperti itu. Andai Sandra berbuat sesuatu padanya, Laras bahkan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, ia beruntung karena masih ada Pandu yang siap melindunginya kapan saja.
"Apa kamu baik-baik saja?" Pandu berlari menghampiri Laras lalu memeriksa kondisi gadis itu setelah Sandra pergi.
"Aku baik-baik saja."
"Wanita tidak melakukan sesuatu padamu, kan?"
Laras menggeleng cepat. Pandu terlihat sangat khawatir dan Laras harus menegaskan jika dirinya tidak terluka sedikitpun pada laki-laki itu.
"Kami hanya bicara tadi," ungkap Laras tak ingin Pandu khawatir berkepanjangan.
Barulah Pandu merasa lega usai mendengar pengakuan Laras. Tadi Pandu merasa sangat khawatir jika ibu tiri Laras itu berbuat sesuatu padanya.
"Kamu kenapa pulang? Apa Bi Tinah yang meneleponmu?" tanya Laras mengorek keterangan dari Pandu. Sekarang bahkan belum jam makan siang, tapi laki-laki itu telah sampai di rumah. Ini bukan sebuah kebetulan, kan?
"Ya. Bi Tinah meneleponku tadi. Jadi, aku langsung pulang karena takut terjadi sesuatu. Bi Tinah punya firasat buruk tentang wanita itu, kamu tahu?"
Laras melengkungkan senyum pahit di bibirnya. Ia perlu berterimakasih pada Bi Tinah karena sudah menelepon Pandu.
"Tidak ada hal buruk yang terjadi, kok." Laras berusaha untuk bersikap normal agar Pandu segera menghilangkan rasa cemas dari wajahnya.
"Memangnya untuk apa dia ke sini?"
Setelah mengusir Laras, rasanya aneh jika melihat wanita itu datang tanpa disertai alasan-alasan tertentu.
"Dia hanya ingin tahu kabarku," balas Laras sengaja menutupi apa yang baru saja ia dan Sandra perbincangkan. Toh, wanita itu sudah pergi. Laras ragu jika Sandra berani kembali ke rumah itu lagi setelah melihat Pandu. Wanita itu harus berpikir dua kali jika ingin mengusik hidup Laras. Pandu akan selalu melindungi Laras pastinya.
"Oh, ya?" Rasa ragu tersimpan dalam sorot mata Pandu yang mengarah lurus ke wajah Laras.
"Ya, cuma itu saja."
"Baiklah." Pandu memilih untuk menelan kembali pertanyaan yang sedianya ingin ia tanyakan pada Laras. Laki-laki itu tak ingin membuat Laras merasa tidak nyaman atau tertekan karena desakannya. "Apa kamu sudah makan?"
Laras tersenyum.
"Sekarang kan belum jam makan siang," ucap Laras mengingatkan.
"Oh ... " Pandu tampak kebingungan. "aku lupa." Laki-laki itu menggaruk tengkuknya gusar.
"Kalau kamu mau pergi, pergi saja. Aku baik-baik saja sekarang. Lagipula wanita itu juga sudah pergi," ujar Laras.
Pandu berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk beranjak dari hadapan Laras.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Kalau ada sesuatu hubungi aku, oke?"
Laras mengangguk.
Pandu mengusap kepala Laras sebentar sebelum pergi meninggalkan ruangan. Laki-laki itu bergegas menemui Bi Tinah yang sedang memasak di dapur.
"Lain kali kalau ada orang yang datang kemari dan bukan warga sini, jangan bukakan pintu, Bi. Aku tidak mau Laras terluka," pesan Pandu untuk Bi Tinah.
"Baik, Mas Pandu. Bibi akan melaksanakan perintah Mas Pandu," sahut Bi Tinah tegas.
"Bibi tolong siapkan makan siang untuk Laras, ya. Aku masih ada pekerjaan di penggilingan," pamit Pandu sambil menepuk pundak wanita tua itu.
"Baik, Mas Pandu," jawab Bi Tinah. Padahal tanpa disuruh pun, Bi Tinah juga akan menyediakan makanan untuk Laras.
Sementara itu Laras hanya bisa terpekur di atas kursi rodanya. Pikirannya menerawang ke atas puncak gunung yang berdiri kokoh di sudut terjauh matanya memandang.
Pak Brata, ayah kandung Laras, seolah telah memiliki firasat buruk sebelum semua ini terjadi. Rumah, sawah, dan penggilingan padi sudah dialihkan atas nama Laras sebelum laki-laki itu menghembuskan napas terakhir. Setidaknya ia ingin meninggalkan aset untuk Laras yang tidak bisa diusik oleh pihak ketiga, sekalipun itu oleh Pandu.
"Apakah ayah melihatku dari atas sana?" bisik Laras dengan kedua mata basah. Mendadak gadis itu sangat merindukan ayahnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top