Epilogue
Firma, kau tau? Aku sangat bingung kenapa Allah mengizinkan kita bertemu, atau apakah kau hanyalah imajinasi saat aku tertidur. Aku tidak tau. Aku hanya tau bahwa bidak catur yang kubawa harus segera kujalankan. Setiap resiko akan selalu ada mengiringi langkahku, mungin langkah pertamaku adalah membuat media yang menyatakan aspirasi dan ideku dalam sebuah cerita. Cerita yang aku harap memberikan gambaran masa depan akan Indonesiaku.
Aku tidak harus merubah sudut pandang remaja di zamanku untuk menjadi remaja di masa depan. Sebab, di zamanku orang bertingkah benar belum tentu dianggap baik, mungkin banyak orang yang berkata aku gila. Atau banyak orang yang berkata bahwa ideku hanya klise, sebatas mimpi di siang bolong. Aku hanya tertawa mendengar perkataan mereka.
Aku ingat akan perkataan Alain Roberts, seseorang pendaki gedung tinggi di dunia yang sudah menaklukan beberapa gedung. Ia juga sering disebut gila oleh masyarakat lain, kau tau apa yang ia ucapkan, ia berkata 'Kau bilang aku gila? Orang yang tak mau mengejar mimpinyalah yang gila'.
Sebagai pemulaan pun, aku membuat ceritaku di situs terkenal agar bisa dibaca oleh semua orang. Aku bukan seorang penulis handal yang mampu memikat pembaca karena kata-kataku. Oleh karenanya aku bergabung dengan sebuah komunitas menulis, dari sana aku belajar berbagai hal. Walau aku masih awam, tapi aku akan berusaha agar penduduk Indonesia di zamanku, bisa menjadi orang tua yang keren di masa depan. Dan yang aku tau lagi adalah, aku tidak pernah menyesal untuk mengenalmu. Salam dariku, temanmu, sahabatmu, dan orang yang mencintaimu. Dika. Kututup laptopku dan kurebahkan punggungku di kursi.
"Dik! Udah pada kumpul nih!" teriak Aldena seraya membuka pintu kamarku. Kuangkat tubuhku yang sedikit buncit dan segera turun ke lantai satu. Kulihat Bahar tengah asyik menikmati keripik pisang bersama Azhar. Sedangkan Asry, Pipit, Rivani, Firda dan Tiana tengah duduk di sofa.
"Eits, si Bapak 2022 belom langsing juga," ledek Bahar. Aku hanya tertawa dan memberikan salam tinju kepada Azhar dan Bahar.
"Hai, Dik!" sapa Asry seraya memberikan salam tinjunya. Satu per satu kubalas salam tinju kepada lima sahabat yang cantik ini.
"Terus ada apa lagi nih?" tanya Pipit seraya menatapku.
Aku hanya tersenyum dan berbalik memandang Aldena yang berdiri tidak jauh dariku. "Gimana, Den?"
"Kenapa enggak?"
T A M A T
Alhamdulillah, cerita ini akhirnya selesai juga. Penulis ucapkan terima kasih sebanyak-banyak kepada teman-teman penulis di Watty Area (WattyAr) dan kepada pembaca sekalian yang mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini.
Bagi pembaca yang ingin bertanya silahkan bertanya seputar cerita ini. Silahkan bertanya di sini, caranya dengan memilih kalimat yang di cetak tebal lalu pilih comment.
Lalu penulis ingin pertanyaan kepada pembaca. Cara menjawabnya sama seperti yang di atas:
1. Apa yang membuat kamu menarik dan tetap membaca novel ini?
2. Apa yang membuat novel ini berbeda dengan yang lain?
3. Kelebihan?
4. Kekurangan?
Dan bagi pembaca yang mau meluangkan waktunya silahkan tulis Kritik & Saran untuk penulis kedapannya agar selalu berusaha yang terbaik.
Sekali lagi terima kasih sudah membaca 'Masa Depan : Friends, Love, Fact, and Hope'
-Kakadima-
***
Publikasi pertama : Maret 2016
Publikasi kedua : Agustus 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top